Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | by Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Cersil Sakti | Tarian Liar Naga Sakti pdf
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag I Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag II Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag III Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag IV Panasnya Bunga Mekar bag I
k dalam 3 jurus berturut-turut: jurus Sau soat
hee ciat (Membersihkan salju dibawah rumah)
dilanjutkan dengan jurus Sin liong ji hay (naga sakti
masuk samudra) dan terakhir jurus Tui huang wang
gwat (mendorong jendela melihat rembulan). Gerakan
pertama adalah serangan penuh hawa khikang ke
bagian bawah tubuhnya dan dilanjutkan dengan
sepasang lengan Jin Liu yang menggebrak 3 titik di
bagian perut, dan diakhirnya dengan dorongan
sepenuh tenaga dengan sepasang tangannya.
Rentetan serangan ini luar biasa hebat dan kuatnya.
Sampai Ceng Liong sendiri mengakui bahwa inilah
lawan terkuat yang pernah dihadapinya selama ini
dan mau tidak mau membuatnya menguras seluruh
kecerdasan, kecepatan dan kecerdikannya. Jurus
kelima, enam dan tujuh ini dihadapinya gabungan
gerakan Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut
sehingga sepasang lengannya penuh hawa Giok Ceng
Sinkang; Berturut dia menangkis dengan satu jurus
dari Giok Cheng Cap Sha Sin Kun dengan gerakan
jurus Hong Ki im yong (angin berhembus awan
menggulung) dan menghalau serangan ke bagian
perutnya. Dan terakhir dia menghentakkan Wong Jin
Liu dengan jurus kelima dari Pek Lek Sin Jiu, Halilintar
Membelah Awan Menghajar Mentari ……….. dan
meskipun dia menahan sekuat tenaganya
sebagaimana Wong Jin Liu dan Asha Vahista agar
tidak menerjang keluar dari arena yang dibatasinya,
tetapi suaranya tetap saja keras menggelegar.
“Pek Lek Sin Jiu ………….. engkau hebat anak muda,
tetapi engkau harus tetap kutaklukkan sekarang, jaga
ini anak muda ……..”
Dan pada jurus ke 8, Wong Jin Liu sudah
mengerahkan kekuatan hebatnya dalam ilmu
pamungkasnya Liong Sin Kong Ciang: jurus Siang
hong tiau yang (sepasang burung hong menghadap
mata hari). Tercekat Ceng Liong melihat sebegitu
cepat Wong Jin Liu menyerangnya dengan Ilmu
Mujijat yang berbahaya itu. Sebetulnya dia ingin
melawan dengan ilmu sejenis yang dikeluarkan oleh
Asha Vahista tadi, karena diapun sudah
memahamkan secara sempurna sejenis ilmu Cing-
peng-kang-khi’ atau ilmu ketenangan jiwa yang
dipadukannya dengan formula Koai Todjin dalam
menganalisis “akar ilmu silat”. Tetapi, dia tidak ingin
agar Asha Vahista mengenali kemampuannya dan
dianggap mengikuti caranya untuk melawan ilmu
simpanan dari Wong Jin Liu. Tetapi, Ceng Liong
memilih ilmu mujijatnya Ceng Thian Sin Ci yang juga
penuh hawa mujijat dan kemudian langsung
dikombinasikannya dengan ilmu kesaktian lainnya
yang tidak kalah hebat dan tidak kalah mujijat Thian
Liong Heng Khong (Naga Sakti Jalan di Udara).
Bukan cuma Wong Jin Liu yang kaget karena anak
muda ini berhasil menahan serangan maut di jurus
ke-8, tetapi bahkan Asha Vahista sendiripun sampai
geleng kepala dan kemudian mengernyitkan kening
dengan keberanian Ceng Liong. Apalagi, dia masih
merasa jika kekuatan Ceng Liong baru setara dengan
Wong Jin Liu. Yang dia tidak tahu adalah, Ceng Liong
memang “sedikit” terluka oleh benturan maut itu,
tetapi beruntung, karena Wong Jin Liu terkesima,
Ceng Liong beroleh waktu untuk menarik nafas
panjang sampai 2-3 kali. Sehingga dalam waktu
singkat, sinkangnya kembali terkumpul dan siap
menghadapi jurus ke-9 yang sedang disiapkan oleh
Wong Jin Liu yang Nampak seperti kehilangan
pegangan:
Tetapi, jurus ke-9 itu datang juga: Inilah Sian hong sau
soat ( Angin berpusing menyapu salju), sebuah
lontaran kekuatan sinkang yang maha dahsyat
dengan sepasang lengan bersinar yang luar biasa
berbahayanya. Kali ini, terlihat Wong Jin Liu berlaku
serius dan apa boleh buat, Ceng Liong yang juga
harus mempertahankan diri mau tidak mau
meladeninya. Sekali ini dengan beraninya dia
memutuskan untuk menggunakan jurus pamungkas
Pek Lek Sin Jiu yang bahkan belum pernah digunakan
dalam pertempuran selama ini. Terlebih dia sendiri
masih belum pernah mencoba jurus kedelapan meski
pernah menyaksikan lontaran jurus kedelapan, tetapi
belum pernah dalam satu pertempuran digunakannya.
Untuk meyakinkan diri, maka Ceng Liongpun bersikap
serius dan ketika seran
http://cerita-silat.mywapblog.com
gan berpusing itu
mendekatinya dengan membawa kekuatan angin
dingin yang sangat keras sifat serangannya, diapun
membentur dengan JURUS PAMUNGKAS Pek Lek Sin
Jiu: Halilintar Meledak Bumi Melepuh.
Benar, bukan sinkang Sam Yang Hui Kang yang
mendorong Jurus Pamungkas itu, tetapi tetap saja
jurus itu dilakukan oleh Duta Agung yang mujijat dan
dipenuhi hawa Giok Ceng Sinkang yang mujijat.
Karena itu, efeknya tetap saja sangat mujijat dan luar
biasa. Dan terdengar bunyi mendesis:
“Cessssss ……. cesssssssss ……. cesssssssss ……
cessssssss …..” bukan dentuman atau gelegar petir
yang meledak, tetapi inilah gubahan Ceng Liong atas
Pek Lek Sin Jiu. Serangan utama yang diterima Won
Jin Liu bukanlah suara ledakan ataupun rasa panas
membara, melainkan dentuman pada telinga batinnya
akibat benturan yang luar biasa itu. Dan sambil
mundurkan diri akibat benturan, Ceng Liong kembali
menarik nafas sampai tiga kali. Beruntung karena
Wong Jin Liu sendiri juga terdorong mundur sampai 3
langkah, sama dengannya dan baru tegak
menyiapkan serangan terakhir. Tetapi, pada saat yang
tepat, Ceng Liongpun sudah siap. Pada saat itu, kedua
tokoh yang tadi bertarung itu menatapnya nanar dan
nyaris tidak percaya. Sungguh ajaib dan luar biasa
kemampuan ana muda itu. Sesuatu yang mau tidak
mau harus dikatakan keduanya. Tetapi begitupun,
janji 10 jurus harus tetap dilontarkan:
“Anak muda ……. Maafkan aku jika engkau terluka
…….”
Inilah jurus Liong su yu hay (naga berpesiar keempat
samudera), jurus maut yang belum sempat
dilontarkan tadi, tapi kini digunakan menyerang Ceng
Liong. Ketika dilontarkan, Ceng Liong langsung merasa
jika sekeliling tubuhnya sudah terkepung oleh hawa
sinkang yang tidak kelihatan dan tidak ada jalan
mundur. Demikian memang keampuhannya. Saat itu
pilihannya adalah dengan jalan mengadu kekuatan
untuk melihat apa hasilnya nanti. Dalam situasi
mendesak, Ceng Liong terkenang dengan percakapan
dan dialognya dengan dua sesepuh Siauw Lim Sie.
Yakni dua jenis ilmu mujijat yang bernama ilmu Thian
Lo Ci (Ilmu Jari Langit)Kim Liong Seng Hui (Naga Emas
Memancarkan Cahaya). Dia dilarang melatihnya,
tetapi sudah menyelami kekuatan dari kedua ilmu
mujijat itu, dan apa boleh buat, penguasaan atas ilmu
itu harus digunakannya untuk menahan jurus terakhir.
Untuk itu dia akan membentur langsung lengan lawan
karena percaya pada paduan dua hal: Soh Kim Liong
dan Giok Ceng Sinkang yang punya hawa penolak
dan pengobatan mujijat.
Dengan cepat Ceng Liong mengembangkan jurus Lan
kang to cay (Membendung sungai mengeringkan
samudra), sekaligus mengerahkan Ceng Thian Sin Ci
dengan landasan Ciat Lip Jiu mengandalkan Giok
Ceng Sinkang dan Soh Kim Liong. Dan bergeraklah dia
langsung menyerang sumber kekuatan membadai
yakni sepasang lengan bersinar mujijat dari Wong Jin
Liu. Geraknya sangat kental dengan pengaruh gerak
Thian Lo Ci dan Kim Liong Seng Hui (Kelak Wong Jin
Liu akan mempersoalkan masalah ini ke para sesepuh
Siauw Lim Sie), tapi tenaga dan tipunya berasal dari
pendalaman Ceng Liong. Dan dengan cepat dia
melangkah maju, hingga akhirnya dia dengan berani
beradu lengan dengan sumber kekuatan Wong Jin Liu
dan kemudian jemari-jemarinya bergerak lincah, dan
beberapa saat kemudian, terdengar ledakan hebat
jauh di sebelah kanan, menembus batas arena karena
kuatnya tenaga yang digiring keluar oleh Ceng Liong:
“Blaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr ……..”
Pohon-pohon bertumbangan dan langsung layu tanda
kehidupannya langsung sirna. Tetapi baik Wong Jin Liu
maupun Kiang Ceng Liong sama sekali tidak terluka,
karena tenaga yang mereka keluarkan semua
tergiring tenaga menggiring Ceng Liong yang
dilontarkan ke sebelah kanan area. Maka usailah pibu
10 jurus antara Wong Jin Liu melawan Duta Agung
Kiang Ceng Liong. Sebuah pibu yang benar-benar
menggetarkan meskipun hanya terdiri dari 10 jurus
belaka. Begitu usai jurus ke-sepuluh tanpa Wong Jin
Liu memperoleh sedikitpun keuntungan dari Ceng
Liong, membuat tokoh ini sampai menjublak. Dia
masih belum percaya jika ilmu andalannya yang
bahkan Asha Vahista sendiri jeri untuk menahannya,
dapat ditahan dan dipunahkan dengan mudah oleh
anak muda yang bahkan hanya setengah usianya.
Benar-benar pukulan telak lain yang diperolehnya
bukan dari lawan 25 tahun lalu, tetapi lawan baru
yang jauh lebih muda. Bagaimana tidak tercengang
dan kaget ……”?
Padahal, bukan Cuma Wong Jin Liu yang kaget dan
terpana serta tidak tahu lagi harus berkata apa. Asha
Vahista sendiripun sampai tercengang, tidak tahu
harus mengatakan apa lagi setelah melihat Ceng
Liong dengan berani dan sukses, menahan dan
mampu menjinakkan Liong Sin Kong Ciang yang tadi
begitu jeri untuk dihadapinya secara langsung. Dia
sungguh tidak menyangka jika Ceng Liong sudah
maju demikian jauh serta nampaknya sudah tidak
berada di bawah kemampuannya. Padahal, usianya
baru atau bahkan belum ada setengah usianya. Dan
dia begitu berani, percaya diri menghadapi Wong Jin
Liu dan menahan ilmu mujijat yang masih belum
dipikirkannya cara menghadapinya. “Sudah sehebat
itukah anak muda ini ….”? tanya dia dalam hati
dengan penuh rasa kaget dan takjub.
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag I Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag II Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag III Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang bag IV Panasnya Bunga Mekar bag I
k dalam 3 jurus berturut-turut: jurus Sau soat
hee ciat (Membersihkan salju dibawah rumah)
dilanjutkan dengan jurus Sin liong ji hay (naga sakti
masuk samudra) dan terakhir jurus Tui huang wang
gwat (mendorong jendela melihat rembulan). Gerakan
pertama adalah serangan penuh hawa khikang ke
bagian bawah tubuhnya dan dilanjutkan dengan
sepasang lengan Jin Liu yang menggebrak 3 titik di
bagian perut, dan diakhirnya dengan dorongan
sepenuh tenaga dengan sepasang tangannya.
Rentetan serangan ini luar biasa hebat dan kuatnya.
Sampai Ceng Liong sendiri mengakui bahwa inilah
lawan terkuat yang pernah dihadapinya selama ini
dan mau tidak mau membuatnya menguras seluruh
kecerdasan, kecepatan dan kecerdikannya. Jurus
kelima, enam dan tujuh ini dihadapinya gabungan
gerakan Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut
sehingga sepasang lengannya penuh hawa Giok Ceng
Sinkang; Berturut dia menangkis dengan satu jurus
dari Giok Cheng Cap Sha Sin Kun dengan gerakan
jurus Hong Ki im yong (angin berhembus awan
menggulung) dan menghalau serangan ke bagian
perutnya. Dan terakhir dia menghentakkan Wong Jin
Liu dengan jurus kelima dari Pek Lek Sin Jiu, Halilintar
Membelah Awan Menghajar Mentari ……….. dan
meskipun dia menahan sekuat tenaganya
sebagaimana Wong Jin Liu dan Asha Vahista agar
tidak menerjang keluar dari arena yang dibatasinya,
tetapi suaranya tetap saja keras menggelegar.
“Pek Lek Sin Jiu ………….. engkau hebat anak muda,
tetapi engkau harus tetap kutaklukkan sekarang, jaga
ini anak muda ……..”
Dan pada jurus ke 8, Wong Jin Liu sudah
mengerahkan kekuatan hebatnya dalam ilmu
pamungkasnya Liong Sin Kong Ciang: jurus Siang
hong tiau yang (sepasang burung hong menghadap
mata hari). Tercekat Ceng Liong melihat sebegitu
cepat Wong Jin Liu menyerangnya dengan Ilmu
Mujijat yang berbahaya itu. Sebetulnya dia ingin
melawan dengan ilmu sejenis yang dikeluarkan oleh
Asha Vahista tadi, karena diapun sudah
memahamkan secara sempurna sejenis ilmu Cing-
peng-kang-khi’ atau ilmu ketenangan jiwa yang
dipadukannya dengan formula Koai Todjin dalam
menganalisis “akar ilmu silat”. Tetapi, dia tidak ingin
agar Asha Vahista mengenali kemampuannya dan
dianggap mengikuti caranya untuk melawan ilmu
simpanan dari Wong Jin Liu. Tetapi, Ceng Liong
memilih ilmu mujijatnya Ceng Thian Sin Ci yang juga
penuh hawa mujijat dan kemudian langsung
dikombinasikannya dengan ilmu kesaktian lainnya
yang tidak kalah hebat dan tidak kalah mujijat Thian
Liong Heng Khong (Naga Sakti Jalan di Udara).
Bukan cuma Wong Jin Liu yang kaget karena anak
muda ini berhasil menahan serangan maut di jurus
ke-8, tetapi bahkan Asha Vahista sendiripun sampai
geleng kepala dan kemudian mengernyitkan kening
dengan keberanian Ceng Liong. Apalagi, dia masih
merasa jika kekuatan Ceng Liong baru setara dengan
Wong Jin Liu. Yang dia tidak tahu adalah, Ceng Liong
memang “sedikit” terluka oleh benturan maut itu,
tetapi beruntung, karena Wong Jin Liu terkesima,
Ceng Liong beroleh waktu untuk menarik nafas
panjang sampai 2-3 kali. Sehingga dalam waktu
singkat, sinkangnya kembali terkumpul dan siap
menghadapi jurus ke-9 yang sedang disiapkan oleh
Wong Jin Liu yang Nampak seperti kehilangan
pegangan:
Tetapi, jurus ke-9 itu datang juga: Inilah Sian hong sau
soat ( Angin berpusing menyapu salju), sebuah
lontaran kekuatan sinkang yang maha dahsyat
dengan sepasang lengan bersinar yang luar biasa
berbahayanya. Kali ini, terlihat Wong Jin Liu berlaku
serius dan apa boleh buat, Ceng Liong yang juga
harus mempertahankan diri mau tidak mau
meladeninya. Sekali ini dengan beraninya dia
memutuskan untuk menggunakan jurus pamungkas
Pek Lek Sin Jiu yang bahkan belum pernah digunakan
dalam pertempuran selama ini. Terlebih dia sendiri
masih belum pernah mencoba jurus kedelapan meski
pernah menyaksikan lontaran jurus kedelapan, tetapi
belum pernah dalam satu pertempuran digunakannya.
Untuk meyakinkan diri, maka Ceng Liongpun bersikap
serius dan ketika seran
http://cerita-silat.mywapblog.com
Tarian Liar Naga Sakti - Marshall
gan berpusing itu
mendekatinya dengan membawa kekuatan angin
dingin yang sangat keras sifat serangannya, diapun
membentur dengan JURUS PAMUNGKAS Pek Lek Sin
Jiu: Halilintar Meledak Bumi Melepuh.
Benar, bukan sinkang Sam Yang Hui Kang yang
mendorong Jurus Pamungkas itu, tetapi tetap saja
jurus itu dilakukan oleh Duta Agung yang mujijat dan
dipenuhi hawa Giok Ceng Sinkang yang mujijat.
Karena itu, efeknya tetap saja sangat mujijat dan luar
biasa. Dan terdengar bunyi mendesis:
“Cessssss ……. cesssssssss ……. cesssssssss ……
cessssssss …..” bukan dentuman atau gelegar petir
yang meledak, tetapi inilah gubahan Ceng Liong atas
Pek Lek Sin Jiu. Serangan utama yang diterima Won
Jin Liu bukanlah suara ledakan ataupun rasa panas
membara, melainkan dentuman pada telinga batinnya
akibat benturan yang luar biasa itu. Dan sambil
mundurkan diri akibat benturan, Ceng Liong kembali
menarik nafas sampai tiga kali. Beruntung karena
Wong Jin Liu sendiri juga terdorong mundur sampai 3
langkah, sama dengannya dan baru tegak
menyiapkan serangan terakhir. Tetapi, pada saat yang
tepat, Ceng Liongpun sudah siap. Pada saat itu, kedua
tokoh yang tadi bertarung itu menatapnya nanar dan
nyaris tidak percaya. Sungguh ajaib dan luar biasa
kemampuan ana muda itu. Sesuatu yang mau tidak
mau harus dikatakan keduanya. Tetapi begitupun,
janji 10 jurus harus tetap dilontarkan:
“Anak muda ……. Maafkan aku jika engkau terluka
…….”
Inilah jurus Liong su yu hay (naga berpesiar keempat
samudera), jurus maut yang belum sempat
dilontarkan tadi, tapi kini digunakan menyerang Ceng
Liong. Ketika dilontarkan, Ceng Liong langsung merasa
jika sekeliling tubuhnya sudah terkepung oleh hawa
sinkang yang tidak kelihatan dan tidak ada jalan
mundur. Demikian memang keampuhannya. Saat itu
pilihannya adalah dengan jalan mengadu kekuatan
untuk melihat apa hasilnya nanti. Dalam situasi
mendesak, Ceng Liong terkenang dengan percakapan
dan dialognya dengan dua sesepuh Siauw Lim Sie.
Yakni dua jenis ilmu mujijat yang bernama ilmu Thian
Lo Ci (Ilmu Jari Langit)Kim Liong Seng Hui (Naga Emas
Memancarkan Cahaya). Dia dilarang melatihnya,
tetapi sudah menyelami kekuatan dari kedua ilmu
mujijat itu, dan apa boleh buat, penguasaan atas ilmu
itu harus digunakannya untuk menahan jurus terakhir.
Untuk itu dia akan membentur langsung lengan lawan
karena percaya pada paduan dua hal: Soh Kim Liong
dan Giok Ceng Sinkang yang punya hawa penolak
dan pengobatan mujijat.
Dengan cepat Ceng Liong mengembangkan jurus Lan
kang to cay (Membendung sungai mengeringkan
samudra), sekaligus mengerahkan Ceng Thian Sin Ci
dengan landasan Ciat Lip Jiu mengandalkan Giok
Ceng Sinkang dan Soh Kim Liong. Dan bergeraklah dia
langsung menyerang sumber kekuatan membadai
yakni sepasang lengan bersinar mujijat dari Wong Jin
Liu. Geraknya sangat kental dengan pengaruh gerak
Thian Lo Ci dan Kim Liong Seng Hui (Kelak Wong Jin
Liu akan mempersoalkan masalah ini ke para sesepuh
Siauw Lim Sie), tapi tenaga dan tipunya berasal dari
pendalaman Ceng Liong. Dan dengan cepat dia
melangkah maju, hingga akhirnya dia dengan berani
beradu lengan dengan sumber kekuatan Wong Jin Liu
dan kemudian jemari-jemarinya bergerak lincah, dan
beberapa saat kemudian, terdengar ledakan hebat
jauh di sebelah kanan, menembus batas arena karena
kuatnya tenaga yang digiring keluar oleh Ceng Liong:
“Blaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr ……..”
Pohon-pohon bertumbangan dan langsung layu tanda
kehidupannya langsung sirna. Tetapi baik Wong Jin Liu
maupun Kiang Ceng Liong sama sekali tidak terluka,
karena tenaga yang mereka keluarkan semua
tergiring tenaga menggiring Ceng Liong yang
dilontarkan ke sebelah kanan area. Maka usailah pibu
10 jurus antara Wong Jin Liu melawan Duta Agung
Kiang Ceng Liong. Sebuah pibu yang benar-benar
menggetarkan meskipun hanya terdiri dari 10 jurus
belaka. Begitu usai jurus ke-sepuluh tanpa Wong Jin
Liu memperoleh sedikitpun keuntungan dari Ceng
Liong, membuat tokoh ini sampai menjublak. Dia
masih belum percaya jika ilmu andalannya yang
bahkan Asha Vahista sendiri jeri untuk menahannya,
dapat ditahan dan dipunahkan dengan mudah oleh
anak muda yang bahkan hanya setengah usianya.
Benar-benar pukulan telak lain yang diperolehnya
bukan dari lawan 25 tahun lalu, tetapi lawan baru
yang jauh lebih muda. Bagaimana tidak tercengang
dan kaget ……”?
Padahal, bukan Cuma Wong Jin Liu yang kaget dan
terpana serta tidak tahu lagi harus berkata apa. Asha
Vahista sendiripun sampai tercengang, tidak tahu
harus mengatakan apa lagi setelah melihat Ceng
Liong dengan berani dan sukses, menahan dan
mampu menjinakkan Liong Sin Kong Ciang yang tadi
begitu jeri untuk dihadapinya secara langsung. Dia
sungguh tidak menyangka jika Ceng Liong sudah
maju demikian jauh serta nampaknya sudah tidak
berada di bawah kemampuannya. Padahal, usianya
baru atau bahkan belum ada setengah usianya. Dan
dia begitu berani, percaya diri menghadapi Wong Jin
Liu dan menahan ilmu mujijat yang masih belum
dipikirkannya cara menghadapinya. “Sudah sehebat
itukah anak muda ini ….”? tanya dia dalam hati
dengan penuh rasa kaget dan takjub.