Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Tarian Liar Naga Sakti - 257

$
0
0
Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | by Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Cersil Sakti | Tarian Liar Naga Sakti pdf

Bunga di Kaki Gunung Kawi bag X Bisikan Arwah - Abdullah Harahap Lembah Merpati - Chung Sin Panasnya Bunga Mekar Bag II Panasnya Bunga Mekar Bag III

Tetapi, tidak ada satu kalimatpun yang dilontarkannya
  karena dia menunggu reaksi dan komentar Wong Jin
  Liu sendiri atas pertarungan 10 jurus yang sangat
  mendebarkan tadi. Sungguh, bahkan Asha Vahista
  sendiripun yang sudah menghadapi Liong Sin Kong
  Ciang tadi tahu benar bagaimana kehebatan dan
  mujijatnya ilmu pukulan baru Wong Jin Liu. Asha
  Vahista paham betul jika Wong Jin Liu terpukul
  menerima kenyataan betapa dia tidak mampu
  jangankan mengalahkan Ceng Liong, bahkan
  mendesakpun tidak mampu dalam 10 jurus
  pertarungan tersebut. Dan diapun percaya, bahwa
  sama seperti Wong Jin Liu, dia tidak akan mampu
  memenangkan pertarungan itu nantinya. Dan ini luar
  biasa.
  Dengan prihatin dan kasihan Asha Vahista
  memperhatikan Wong Jin Liu yang masih
  menerawang pandangannya. Sama dengan Ceng
  Liong, dia tidak mau mengganggu tokoh hebat ini.
  Bukan apa-apa, mereka tahu betul jika Wong Jin Liu
  sudah menghabiskan banyak tahun berlatih dan
  berlatih, dan ketika keluar, dia menemukan
  kenyataan betapa ilmunya tetap saja masih bukan
  yang TERHEBAT. Ironisnya lagi, dia bertemu lawan
  yang mengalahkan “kesombongannya” dengan usia
  lawan yang masih sangat muda dan lebih pantas
  menjadi anaknya. Secara psikologis, pukulan terhadap
  emosi dan kesombongan Wong Jin Liu memang telak.
  Itulah sebabnya baik Ceng Liong maupun Asha
  Vahista belum berani untuk mengusik lamunan dan
  terawangan mata kosong Wong Jin Liu. Ya, dia masih
  terpukul. Sangat terpukul dan karenanya
  pandangannya menjadi menerawang kosong.
  Lama, cukup lama Wong Jin Liu termenung dalam
  kesendiriannya sampai akhirnya perlahan-lahan dia
  mulai menemukan dirinya. Dan pada akhirnya, diapun
  menoleh dan memandang wajah Kiang Ceng Liong
  berganti-ganti dengan memandang Asha Vahista.
  Setelah berusaha sekuatnya, pada akhirnya dia
  memiliki cukup kemampuan untuk menghadapi fakta
  itu dan akhirnya terdengar dia berkata:
  “Sobatku, agaknya tidak perlu babak selanjutnya
  diteruskan. Meskipun telah menekuni kembali ilmuku
  dan memperdalam ilmu yang lain, tetapi setelah 25
  tahun, meskipun memang benar kemajuanku sangat
  pesat, tetapi rasanya masih belum mampu untuk
  mengunggulimu. Karena itu, aku memutuskan akan
  kembali ke perguruan dan jika masih berjodoh kita
  akan kembali berjumpa suatu saat nanti. Meskipun
  belum tentu juga engkau mampu mengalahkan anak
  muda ini dalam 10 jurus, tetapi akhirnya aku mulai
  mengerti bahwa masih ada beberapa kekuranganku
  yang mesti kubenahi. Karena itu, kita berpisah sampai
  disini …….. dan engkau anak muda, pada saatnya
  akupun ingin mencarimu untuk melanjutkan
  pertarungan kita yang cuma 10 jurus pada hari ini.
  Sampai berjumpa kelak ……”
  Selesai berkata, Wong Jin Liu menjura dan memberi
  hormat kepada Asha Vahista yang memilih untuk
  tidak mengatakan apa-apa lagi. Tetapi, dia dapat
  merasakan betapa rasa penasaran Wong Jin Liu tidak
  lagi terutama tertuju kepada dirinya, tetapi sudah
  terbagi dengan anak muda dihadapannya ini, Duta
  Agung Kiang Ceng Liong. Tokoh yang juga kelak akan
  bertemu dengannya dalam pibu di Pegunungan
  Bengsan sebulan setengah tahun kedepan. Maka
  sambil membalas penghormatan Wong Jin Liu, diapun
  sekedar memandang kepergian tokoh Siauw Lim Sie
  yang membawa rasa penasaran mendalam atas apa
  yang terjadi pada hari itu.
  Sepeninggal Wong Jin Liu, Asha Vahista sendiri tidak
  langsung meninggalkan tempat tersebut, sama seperti
  Ceng Liong yang juga masih terkesima dengan rasa
  penasaran yang membalut kepergian Wong Jin Liu.
  Jeleknya, diapun kini menjadi sasaran rasa penasaran
  Wong Jin Liu dan sepertinya menanam bibit
  pertengkaran yang tidak perlu di masa yang akan
  datang. Tapi, apa boleh buat? “bukankah yang
  memulainya adalah mereka dan bukannya aku …..”?
  demikian Ceng Liong membela diri dalam hatinya.
  Begitupun, toch nasi sudah menjadi bubur.
  “Sahabat muda, rasanya engkau sepakat jika 10 jurus
  antara kita, sebaiuknya kita tunda dan tuntaskan
  kelak dalam pertemuan pibu kita ke depan.
  Bagaimana menurutmu
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Tarian Liar Naga Sakti - Marshall

  ……”? terdengar suara Asha
  Vahista setelah mereka berdua tenggelam dalam
  diam beberapa waktu lamanya.
  “Tuan, sepeninggal Wong locianpwee, sudah tidak
  pada tempatnya kita melanjutkan bentrokan tersebut.
  Karena itu, benar, sebaiknya kita menundanya sampai
  pada pertemuan pibu beberapa bulan kedepan ……”
  “Baiklah jika memang demikian sahabat muda,
  bagaimanapun lohu harus berterima kasih atas
  bantuanmu menjadi saksi atas pibu kami pada hari
  ini. Sekaligus juga sudah menyaksikan bagaimana
  tarung kami tadi, dengan begitu sebagaimana lohu
  pernah mengintipmu berlatih, maka saat ini engkau
  langsung melihat lohu bertanding. Masing masing kita
  sudah tidak saling berhutang ……”
  Belum lagi selesai Asha Vahista berkata-kata
  terdengar langkah kaki yang sangat ringan
  mendatangi. Dan Asha Vahista yang tidak ingin
  keberadaannya dipergoki orang lain sudah
  membentak keras:
  “Siapa ………”
  Sambil lengannya terayun kearah si pendatang.
  Tetapi, wajah dan mata Ceng Liong terlihat tidak
  berubah dan seperti tahu siapa gerangan yang
  mendatangi. Dan memang benar, adalah istrinya Liang
  Mei Lan yang datang dan dapat diketahuinya dengan
  begitu ringannya langkah kaki Mei Lan ketika
  mendatangi tempatnya bersama Asha Vahista. Tetapi
  kedatangan Mei Lan disambut oleh Asha Vahista
  dengan sebuah pukulan yang cukup berat tetapi
  dibiarkan saja oleh Ceng Liong. Bukan apa-apa, Ceng
  Liong paham dan tahu benar sampai dimana
  kemampuan Mei Lan istrinya, dan sudah barang tentu
  dia tahu kebasan Asha Vahista tidak akan mampu
  mengapa-apakan istrinya yang juga maha sakti itu.
  Benar saja, dengan gaya yang sangat cepat, ringan
  dan bagai melayang tubuh Mei Lan terus saja maju
  melayang mendatangi tempatnya Ceng Liong berdua
  dengan Asha Vahista, dan tidak berapa lama
  kemudian sudah berada disamping Ceng Liong dan
  memandangi Asha Vahista dengan tajam:
  “Entah ada urusan apakah engkau menghalangiku
  menemui suamiku dengan menghadiahiku sebuah
  pukulan tuan ……”?
  Terlihat Asha Vahista tersenyum ramah dan sekaligus
  memandang Mei Lan dengan wajah kagum dan
  takjub:
  “Ginkang hebat ……. Ginkang mujijat ……… ach sahabat
  muda, dia ini istrimu rupanya. Lohu nyaris pangling
  …….. tetapi, yang luar biasa adalah daya gerak dan
  ginkangnya, benar-benar mujijat dan luar biasa ……”
  “Terima kasih atas pujianmu tuan …….. Lan Moi, mari
  engkau bertemu dan berkenalan dengan locianpwee
  yang hebat ini. Beliau bernama Asha Vahista seorang
  tokoh sakti mandraguna dari Persia ……”
  “Tecu Liang Mei Lan menjumpai locianpwee …….” Mei
  Lan cepat beradaptasi dan langsung menyapa dengan
  ramah da kemarahannya tadi dengan cepat
  menghilang karena melihat Asha Vahista bukanlah
  orang jahat.
  “Hahahahahaha, sungguh-sungguh pasangan sakti
  yang sukar dicari bandingannya. Sahabat muda dan
  engkau nyonya muda, sungguh senang rasa hatiku
  boleh berkenalan dan mengenal kalian berdua dari
  dekat. Untuk kenang-kenangan, biarlah agar supaya
  kalian berdua benar-benar mengenaliku,
  kuberitahukan sekalian nama Tionggoanku, yakni SAI
  HONG pemberian ibuku. Tetapi perkenalanku ini
  mohon dibatasi untuk sahabat muda dan nyonya
  muda saja dan bukan untuk umum. Anggaplah
  sebagai tanda terima kasihku atas bantuanmu
  sahabat muda, dan meski kita kelak bertarung dalam
  pibu kedepan, hasilnya sama sekali tidak akan
  mengurangi rasa persahabatan kita ini …….”
  “Terima kasih …….. terima kasih Sai Locianpwee ……..
  semoga selalu dilindungi thian dan selalu diberkati
  ………”
  “Baiklah, cukuplah pertemuan kita hari ini. Ingat
  sahabat muda, baik engkau maupun lohu, wajib
  meningkatkan kemampuan menjelang pibu kelak,
  karena lohu sudah melihat dan menyaksik an
  kehebatanmu dan engkau sudah menyaksikan
  kehebatan lohu. Kita masing-masing wajib berusaha
  keras untuk menampilkan yang baru dalam jumpa
  kita mendatang …….. sampai berjumpa …….”
  “Sampai berjumpa pula locianpwee ……..”
  Dan tidak lama kemudian Sai Hong atau nama
  Persianya Asha Vahista sudah melesat menjauh

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>