Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Rahasia Candi Tua - 10

$
0
0
Cerita Silat | Rahasia Candi Tua | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Rahasia Candi Tua | Cersil Sakti | Rahasia Candi Tua pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 116. Datuk Muka Hitam Pendekar Rajawali Sakti - 117.Memburu Pengkhianat Pendekar Rajawali Sakti - 121. Rahasia Patung Kencana Lembah Merpati - Chung Sin Bag II Pendekar Rajawali Sakti - 123. Misteri Hantu Berkabung

;Khrrrkh...," Rajawali Putih hanya mengkirik mendekati.
  "Apa...? Oooo..., itu Pandan Wangi. Kau sudah pernah mengenalnya, kan...?" Rangga seperti bisa berbicara langsung dengan rajawali itu.
  "Khragkh...!"
  "Ha ha ha ha...! Ternyata kau dikenali, Pan­ dan," ujar Rangga seraya tertawa terbahak- bahak.
  Pandan Wangi hanya tersenyum saja agak meringis. Gadis itu melangkah menghampiri. Rajawali Putih menyorongkan kepalanya pada Pandan Wangi. Karena tadi melihat Rangga memeluk burung itu dengan mesra sekali, Pandan Wangi langsung memeluk leher burung raksasa, meskipun ada sedikit kengerian di hatinya.
  "Ayo. Kita berangkat sekarang," ajak Rangga.
  Pendekar Rajawali Sakti segera naik ke punggung burung raksasa berbulu putih keperakan. Sedangkan Pandan Wangi masih berdiri saja memandangi Rangga tampak gagah sekali berada di punggung Rajawali Putih.
  "Ayo, Pandan. Cepat naik...!" ajak Rangga agak keras suaranya.
  "Kau saja sendiri, Kakang," Pandan Wangi menolak halus.
  "Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian di sini, Pandan. Cepatlah naik, sebelum ada orang yang lewat ke sini," desah Rangga.
  Pandan Wangi terlihat ragu-ragu. Masih terbayang saat pertama kali dia menunggangi burung raksasa ini. Kengerian berada jauh di angkasa. tak bisa terlupakan selama hidupnya. Meskipun tidak akan mungkin Rajawali Putih menjatuhkannya, tapi tetap saja dia merasakan kengerian bila berada tinggi di angkasa.
  "Kau saja sendiri, Kakang," kata Pandan Wangi tetap menolak dengan halus.
  "Tidak! Kau harus ikut, Pandan," Rangga memaksa.
  "Tapi...! "
  Belum juga Pandan Wangi selesai dengan ucapannya, mendadak saja Rangga melesat dan langsung menyambar gadis itu. Tentu saja Pan­ dan Wangi terkejut bukan main. Dia sampai terpekik kaget. Namun belum juga dia bisa menyadari apa yang terjadi, Pandan Wangi sudah merasakan dirinya melambung tinggi ke angkasa.
  "Kakang...!" jerit Pandan Wangi begitu dia sadar sudah berada di punggung Rajawali yang melayang tinggi ke angkasa.
  "Tidak apa-apa, Pandan. Nanti juga kau terbiasa," kata Rangga kalem.
  Pandan Wangi tidak sanggup melihat ke bawah. Dia memegangi tangan Rangga kuat-kuat. Telinganya terasa pekak mendengar deru angin yang begitu keras. Sementara Rajawali Putih semakin tinggi berada di udara.
  "Ke bukit itu, Rajawali...! " seru Rangga seraya menunjuk puncak Bukit Gandrik.
  "Khraghk...!"
  Rangga mengerahkan Aji Tatar Netra agar bisa melihat lebih jelas ke sekitar puncak Bukit Gandrik yang mulai terselimuti kegelapan. Perhatiannya kemudian tertuju langsung ke arah bangunan candi yang sudah tua, terletak tepat di tengah-tengah puncak bukit gersang berbatu. Agak heran juga dia, karena tidak seorangpun terlihat disekitar puncak bukit itu.
  Turun di belakang candi itu, Rajawali! " seru Rangga keras. Mengalahkan deru angin yang memekakkan telinga.
  "Khraghk...! "
  Rajawali Putih menukik deras ke bawah. Sementara Pandan Wangi yang berada di depan Rangga, memejamkan matanya, tidak sanggup melihat ke bawah lagi. Jantungnya seperti berhenti berdetak seketika begitu merasakan Raja­ wali Putih yang ditungganginya menukik turun dengan kecepatan melebihi kilat.
  "Hup.....! "
  Rangga langsung melompat turun begitu Rajawali Putih mendarat dengan manis sekali dipuncak Bukit Gandrik yang seluruhnya terdiri dari bebatuan keras.
  Merasakan Rajawali Putih sudah mendarat, Pandan Wangi membuka matanya. Dia langsung melompat turun dengan cepat. Wajahnya agak memucat. Dia bergegas menghampiri Pendekar Rajawali Sakti yang sudah lebih dulu turun dari punggung Rajawali Putih tunggangannya.
  "Kau jangan kemana- mana, Rajawali," pesan Rangga.
  "Khrrrk...," sahut Rajawali Putih mengkirik perlahan.
  "Ayo, Pandan."
  Rangga melangkah menuju ke bangunan candi tua itu seraya mengapit tangan Pandan Wangi. Bergegas gadis itu mengikuti dan melangkah di sampingnya. Kengerian masih membayang pada sorot mata gadis itu. Beberapa kali dia menoleh ke belakang, memandang Rajawali Putih yang sudah mendekam menunggu. Sementara mereka semakin dekat pada candi tua yang seluruhnya terbuat dari batu. Mereka sengaja mengambil jalan memutar menuju ke bagian depan.
  Mereka baru berhenti melangkah setelah sampai di bagian depan candi itu. Rangga mengamati candi tua itu dengan mata tidak berkedip. Sementara Pandan Wangi mengedarkan pandangannya berkeliling. Suasana disekitar candi tua ini begitu sunyi sekali. Tak ada seorangpun terlihat. Bahkan tak ada sedikitpun suara yang terdengar. Hanya desiran angin saja yang terdengar mengusik gendang telinga.
  "Aku mau lihat ke dalam. Kau mau ikut, Pandan?” ujar Rangga tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun.
  "Iya," sahut Pandan Wangi agak mendesah suaranya.
  Kembali mereka mengayunkan kakinya perlahan mendekati pintu candi yang terbuka lebar tanpa penutup. Namun belum juga mereka mendekat, mendadak saja...
  "Awas, Pandan...!" teriak Rangga.
  Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melentingkan tubuhnya ke samping sambil mendorong Pandan Wangi ke arah yang berlawanan. Secercah sinar kuning kehijauan, mendadak melesat lewat dari dalam candi. Sinar kuning kehijauan berbentuk bulat itu, langsung menghantam sebongkah batu besar yang berada tidak jauh dari tepi puncak bukit.
  Glarrrr!
  Suara ledakan keras terdengar bersamaan dengan hancurnya batu itu hingga berkeping-keping. Berguguran ke bawah. Dan sebelum Rangga bisa melakukan sesuatu, kembali bola bersinar kuning kehijauan, meluncur deras ke arahnya dari dalam candi. Cepat-cepat Rangga melentingkan tubuhnya ke udara dan berputar beberapa kali. Cahaya kuning kehijauan itu, lewat sedikit di bawah tubuhnya.
  Kembali terdengar suara ledakan dahsyat ke­ tika sinar kuning kehijauan berbentuk bulat sebesar kepala bayi menghantam batu. Di Puncak Bukit Gandrik ini memang tidak ada yang bisa dilihat. Sepanjang mata memandang, hanya bongkahan batu saja yang bisa dinikmati. Sungguh pemandangan yang tidak sedap di pandang mata.
  "Hap...!"
  Rangga mendarat dengan manis sekali. Dia langsung bersiap menerima serangan berikutnya. Namun serangan yang ditunggu- tunggunya tidak juga kunjung datang. Sementara Pandan Wangi terpisah darinya sekitar tiga tombak. Gadis itu juga rupanya sudah siap dengan segala ke mungkinan yang terjadi. Dia sudah menggenggam senjata mautnya yang berbentuk sebuah kipas dari baja putih. Kipas itu masih tertutup tergenggam erat sekali di tangan kanannya.
  "Ha ha ha ha...!"
  Tiba-tiba saja terdengar suara tawa menggelegar. Begitu kerasnya suara tawa itu, membuat telinga mereka terasa sakit berdengung. Rangga segera menggerakkan kedua tangannya di depan dada. Suara tawa itu jelas dikerahkan dengan menggunakan penyaluran tenaga dalam yang tinggi. Sementara Pandan Wangi berdiri tegak dengan kipas terkembang di depan dada. Dan tangan kirinya menyilang dengan kipasnya. Gadis itu juga mencoba bertahan dari gempuran tenaga dalam tingkat tinggi yang dikeluarkan dengan menggunakan suara tawa.
  Namun suara tawa itu tidak lama berlangsung. Meskipun hanya sebentar saja, sudah membuat Pandan Wangi merasa tersiksa. Karena dia harus menggunakan seluruh kemampuannya untuk mengadakan perlawanan terhadap suara tawa yang mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi.
  Dan sebelum ada yang sempat berpikir lebih jauh lagi, mendadak saja dari dalam candi melesat satu bayangan putih mengarah kepada Pandan Wangi. Hal ini membuat Rangga terkejut bukan main. Bergegas dia melentingkan tubuhnya, hendak menghentikan serangan bayangan putih itu pada si Kipas Maut.
  Namun sebelum Pendekar Rajawali Sakti bisa mencapai ke arah Pandan Wangi, mendadak saja dari dalam candi tua itu kembali melesat satu bayangan putih lagi yang memotong arus lompatan Pendekar Rajawali Sakti.
  "Yeaaah...!"
  Cepat-cepat Rangga melentingkan tubuhnya, berputar dua kali ke belakang, sehingga terjangan bayangan putih itu tidak sampai mengenai sasaran. Sementara Pandan Wangi sudah terlihat pertarungan sengit melawan seorang berbaju putih yang ketat dan bersenjatakan sebuah tongkat putih keperakan dengan kedua ujungnya berbentuk runcing. Dan Rangga tidak sempat lagi memperhatikan gadis itu, karena dia sendiri sudah sibuk menghindarkan serangan- serangan cepat dan dahsyat dari seorang yang tidak dia kenal.
 
  ***

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>