Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Rahasia Candi Tua - 9

$
0
0
Cerita Silat | Rahasia Candi Tua | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Rahasia Candi Tua | Cersil Sakti | Rahasia Candi Tua pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 108. Harga Sebuah Kepala Pendekar Rajawali Sakti - 112. Dendam Datuk Geni Pendekar Rajawali Sakti - 113. Pembalasan Iblis Sesat Pendekar Rajawali Sakti - 114. Gerhana Darah Biru Pendekar Rajawali Sakti - 124. Penghuni Telaga Iblis


  5
 
 
  Senja sudah mulai merayap turun menyelimuti seluruh mayapada ini. Sinar mentari yang semula terik menyengat, sudah tidak terasa lagi sengatannya. Kini nampak indah dipandang, dengan sinarnya yang lembut membelai kulit. Namun keindahan senja ini sama sekali tak dapat dirasakan di sekitar Kaki Bukit Gandrik. Sementara bukan hanya Rangga, Pandan Wangi dan Ki Sarpa saja yang berada di kaki bukit itu. Tapi juga sudah ada beberapa orang lagi yang berdatangan.
  Tujuan mereka sudah jelas ke Puncak Bukit Gandrik. Mereka tentu tergiur dengan adanya kabar tentang pusaka yang berada di dalam candi tua di puncak bukit itu. Dalam keadaan seperti ini, mereka tidak mengenal teman. Masing-masing menganggap musuh dalam persaingan mencapai Candi Tua penuh misteri itu. Bahkan semakin senja merayap turun. ketegangan semakin terasa menyiksa.
  Beberapa keributan kecil mulai timbul diantara mereka. Bahkan pertarungan sudah mulai terjadi. Entah apa yang diperebutkannya, yang jelas Rangga tidak mau peduli. Dia datang ke tempat ini dengan tujuan yang sama sekali berbeda. Dia tidak perduli dengan pusaka-pusaka yang belum tentu kebenarannya itu.
  "Mau kemana, Kakang?" tegur Pandan Wangi ketika Rangga bangkit berdiri.
  "Jalan-jalan," sahut Rangga.
  "Aku ikut," Pandan Wangi bergegas berdiri.
  Rangga memandang pada Ki Sarpa.
  "Pergilah kalian, mengendurkan ketegangan memang perlu," kata Ki Sarpa, seakan ia mengerti arti dari pandangan Pendekar Rajawali Sakti.
  "Tinggal dulu, Ki," ujar Pandan Wangi.
  Mereka kemudian berjalan perlahan meninggalkan tempat itu. Pandan Wangi melingkarkan tangannya ke lengan Pendekar Rajawali Sakti yang berjalan di sampingnya. Sedangkan Rangga membiarkan saja gadis itu bersikap manja padanya. Dia bisa mengerti kalau kesempatan seperti itu memang sangat jarang sekali mereka dapatkan. Dan Pandan Wangi selalu berharap bisa menyisihkan waktu sedikit saja untuk berdua dengan kekasihnya.
  Mereka semakin jauh meninggalkan Kaki Bukit Gandrik yang semakin dipenuhi orang-orang dari rimba persilatan. Suasana tegang dan bising sudah tidak terdengar lagi. Pandan Wangi semakin merapatkan tubuhnya dengan Pendekar Rajawali Sakti, dia benar-benar ingin melepaskan semua persoalan yang sedang mereka hadapi sekarang ini. Persoalan yang sebenarnya tidak dia inginkan sama sekali.
  "Kakang...," lembut sekali suara Pandan Wangi.
  "Hmmm,..," Rangga hanya menggumam.
  "Kakang sudah punya cara lain untuk pergi ke sana?" tanya Pandan Wangi.
  Rangga tidak langsung menjawab. Sebenarnya inilah kesempatan sempit yang terbaik untuk bisa mencapai puncak bukit itu tanpa mengambil resiko yang tinggi. Hanya saja dia tidak siap untuk mengenalkan Rajawali Putih dengan Pandan Wangi. Atau mungkin juga Pandan Wangi yang belum siap.
  "Sebenarnya aku mudah saja untuk bisa mencapai kesana, Pandan," kata Rangga setelah dia berpikir agak lama.
  "Kalau begitu, kenapa tidak segera saja Kakang lakukan? Semakin cepat, semakin baik," kata Pandan Wangi yang memang ingin menyelesaikan semua ini dengan cepat.
  "Aku khawatir kau belum siap," kata Rangga.
  "Aku selalu siap untuk melakukan apa saja, Kakang," sahut Pandan Wangi mantap.
  "Sudah berapa lama kau kenal denganku, Pandan?" tanya Rangga agak mendesah suaranya.
  "Kenapa Kakang tanyakan hal itu?" Pandan Wangi balik bertanya dengan heran.
  Rangga tidak langsung menjawab. Lidahnya mendadak jadi kelu. Dia ingin mengatakan kalau memiliki tunggangan seekor burung rajawali raksasa. Tapi dia tidak ingin Pandan Wangi terkejut dan menuduhnya yang tidak-tidak, karena burung rajawali raksasa bukan burung biasa. Burung itu bagaikan dewa yang menjelma untuk memberantas keangkaramurkaan dengan menjadikan seorang manusia sebagai pendekar tangguh yang sukar dicari tandingannya.
  "O..., aku tahu. Kau tentu saja bisa dengan mudah ke puncak bukit itu. Kau kan mempunyai tunggangan rajawali raksasa, Kakang. Kenapa tidak kau gunakan saja...?" ujar Pandan Wangi.
  "Heh...! Dari mana kau tahu? " Rangga terperanjat.
  "Sudah lama aku tahu. Kakang," sahut Pandan Wangi kalem.
  Rangga memandangi gadis itu dalam- dalam. Sungguh dia tidak menyangka kalau Pandan Wangi mengetahui tentang Burung Rajawali Putih Raksasa. Seingatnya, Rangga tidak pernah memberitahukan tentang Rajawali Putih pada siapapun. Bisa dihitung dengan jari tangan, orang- orang yang mengetahui tentang tunggangannya itu.
  "Kakang ingat peristiwa di Rimba Teng­ korak?" kata Pandan Wangi mencoba mengingatkan Pendekar Rajawali Sakti itu.
  "Maksudmu...?" tanya Rangga tidak mengerti.
  "Waktu aku pernah dijuluki Perawan Rimba Tengkorak, Kakang. Aku tahu tentang Rajawali Putih di sana. Bahkan aku melihat kau menungganginya. Rasanya aku pernah katakan itu padamu, kan? Dan aku juga pernah melihat burung raksasa itu mengamuk, membantai orang- orang Tengkorak Putih. Masa sih sudah lupa...," Pandan Wangi kembali mengingatkan.
  "Gundul apek...!" desis Rangga seraya menepak keningnya sendiri.
  Dia baru ingat kalau Pandan Wangi sudah mengetahui tentang Rajawali Putih. Bahkan ketika mereka bersama-sama lagi setelah menumpas gerombolan Tengkorak Putih, dia membawa Pandan Wangi mengarungi angkasa bersama Rajawali Putih. Tentu saja Pandan Wangi sudah mengetahui. Dan mereka sudah mengenal satu sama lainnya. Rangga benar-benar merutuki dirinya sendiri yang sudah melupakan peristiwa itu.
  Sejak siang tadi dia selalu memikirkan hal ini. Dan ternyata Pandan Wangi sendiri sudah me­ ngetahui tentang Rajawali Putih. Kalau saja dia ingat. untuk apa bersusah payah memikirkan sesuatu yang tidak perlu dilakukan. Lagi-lagi Rangga merutuki dirinya sendiri dalam hati.
  "Ayo, Pandan. Kita jangan buang waktu," ujar Rangga.
  "Mau kemana...?" tanya Pandan Wangi.
  "Mencari tempat yang baik untuk memanggil Rajawali Putih." sahut Rangga langsung menyeret gadis itu.
  "Bagatmana dengan Ki Sarpa, Kakang? " Pandan Wangi kembali mengingatkan Pendekar Rajawali Sakti itu.
  "Aku tidak mungkin membawanya sekalian, Pandan," sahut Rangga.
  Tapi...."
  "Dia bisa menjaga dirinya," sentak Rangga memutuskan ucapan gadis itu.
  Pandan Wangi hanya mengangkat bahu saja.
  "Lagi pula aku tidak suka dengan tujuannya datang ke sini, Pandan," sambung Rangga.
  "Kenapa?" Pandan Wangi ingin tahu.
  "Dia sama saja dengan yang lainnya. Mencari benda pusaka hanya untuk kepuasan diri sendiri."
  "Tapi tujuannya mulia, Kakang."
  "Apapun tujuannya, aku tidak suka orang- orang yang selalu meributkan sesuatu yang bukan miliknya. Saling bunuh dan sering terjadi jika semua orang selalu meributkan benda-benda pusaka."
  "Lantas, jika kau yang mendapatkannya, bagaimana?" tanya Pandan Wangi ingin mengetahui isi hati Pendekar Rajawali Sakti.
  "Memberikannya pada yang berhak. Kalau pun tidak ada, aku tinggalkan di tempatnya semula, karena aku tidak berhak memilikinya," tegas sekali jawaban Rangga.
  Pandan Wangi kembali terdiam. Entah apa yang ada di dalam pikiran gadis itu. Yang jelas, kekagumannya pada pemuda berbaju rompi putih itu semakin menebal. Sementara mereka semakin jauh saja meninggalkan kaki Bukit Gandrik, dan pepohonanpun semakin terlihat jarang. Suasana semakin meremang, sebentar lagi kegelapan akan menyelimuti sekitarnya.
 
  ***
 
  "Suiiit...!"
  Pandan Wangi menutup telinganya ketika Rangga bersiul nyaring dengan nada yang tinggi dan terdengar aneh sekali. Tampak Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak dengan kepala terdongak memandang lurus ke langit yang semakin terlihat gelap. Sementara matahari sudah demikian condong kearah barat.
  Pandan Wangi yang berdiri tidak jauh di be­ lakang pemuda berbaju rompi putih itu, ikut menengadahkan kepalanya ke atas. Tapi belum juga dia melihat adanya tanda-tanda kalau Rajawali Putih akan datang memenuhi panggilan Rangga.
  "Suiiiit...!" kembali Rangga bersiul nyaring.
  Kembali mereka menunggu dengan kepala terdongak ke atas. Namun tak berapa lama berselang, mereka sudah melihat adanya satu titik keperakan yang terlihat seperti titik hitam di angkasa. Semakin dekat, titik itu semakin terlihat jelas bentuknya. Pandan Wangi tak berkedip me­ mandang Rajawali Putih yang sudah kelihatan jelas sekali, melayang-layang di angkasa sambil berkaokan keras dan serak.
  "Khraaaaghk...!"
  Rajawali Putih menukik turun dengan cepat sekali. Tahu-tahu dia sudah mendarat tidak seberapa jauh di depan Rangga. Sementara Pandan Wangi masih memandanginya dengan kagum dan keheranan yang amat sangat. Meskipun dia sudah pernah melihat sebelumnya, tapi tetap saja merasakan adanya kengerian bercampur keheranan dan kekaguman pada burung rajawali raksasa ini. Saat itu Rangga sudah melangkah mendekati. Rajawali Putih menyorongkan kepalanya. Rangga langsung memeluknya dengan hangat. Dia menepuk-nepuk leher burung raksasa berbulu putih keperakan itu.
  "Aku memerlukan bantuanmu, Rajawali," kata Rangga setelah dia melepaskan pelukan pada leher burung raksasa itu.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>