Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Rahasia Candi Tua - 14

$
0
0
Cerita Silat | Rahasia Candi Tua | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Rahasia Candi Tua | Cersil Sakti | Rahasia Candi Tua pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 116. Datuk Muka Hitam Pendekar Rajawali Sakti - 117.Memburu Pengkhianat Pendekar Rajawali Sakti - 121. Rahasia Patung Kencana Lembah Merpati - Chung Sin Bag II Pendekar Rajawali Sakti - 123. Misteri Hantu Berkabung

it Setan.
  "Dulu aku yang memancing, sekarang aku ingin kau yang memancing mereka. Tapi bukan ke puncak bukit ini, melainkan menjauhkannya dari bukit ini," kata Rangga mengemukakan rencananya.
  "Jangan konyol, Kakang! " sentak Pandan Wangi.
  "Hanya cara itu yang bisa dilakukan sekarang ini. Pandan. Mereka harus jauh dari Bukit Gandrik, agar kita bisa mengetahui dengan cepat keberadaan Partai Tongkat Putih di bukit ini," kata Rangga.
  Pandan Wangi memandangi Pendekar Rajawali Sakti dalam- dalam. Mereka yang berada di bawah bukit ini, bukan orang-orang sembarangan. Rata-rata mereka mempunyai kemampuan ilmu silat yang tinggi. Besar kemungkinan akan terjadi bentrokan langsung. Dan Pandan Wangi sadar kalau tidak mungkin bisa menghadapi mereka seorang diri saja.
  "Maaf, aku harus bicara berdua saja dengan Pandan Wangi," ujar Rangga seraya bangkit berdiri.
  "Silahkan," sahut Eyang Sundrata.
  Pandan Wangi ikut bangkit berdiri. Sementara Rangga sudah melangkah ke luar dari dalam candi tua itu. Pandan Wangi bergegas mengikuti dari belakang. Sementara Eyang Sundrata masih tetap duduk bersila di tempatnya, dengan mata tidak berkedip memandangi dua orang pendekar itu. Bibirnya menyunggingkan senyuman, dan kepalanya terangguk-angguk. Dia bisa memahami maksud Pendekar Rajawali Sakti yang ingin membebaskan Candi Sepuh ini dari rongrongan orang-orang berhati tamak.
  Sementara itu Rangga dan Pandan Wangi sudah menghilang di luar ruangan candi. Malam sudah semakin larut, kesunyian menyelimuti sekitar Puncak Bukit Gandrik. Tak lagi terdengar suara suara percakapan. Keadaan begitu sunyi sampai-sampai suara binatang malampun tak terdengar, hanya desiran angin saja terdengar menyebarkan udara dingin menggigilkan tubuh.
 
  ***
 
  Rangga membawa Pandan Wangi ke bagian belakang Candi Sepuh. Mereka terus berjalan melintasi hamparan bebatuan yang terasa dingin tersiram embun. Tak ada seorangpun terlihat disekitar tempat ini. Mereka menyusup melalui celah-celah batu yang besar dan banyak tersebar di puncak bukit yang gersang. Pemandangan di Bukit Gandrik, memang tidak sedap untuk dinikmati. Hanya kegersangan saja yang terlihat disekitarnya. Namun tempat ini sangat cocok sekali dijadikan markas sebuah partai, ataupun untuk mendirikan sebuah padepokan. Tidak heran jika ketua Partai Tongkat Putih mengincar Bukit Gandrik ini.
  Mereka berhenti berjalan setelah sampai di tempat yang agak lapang, dengan batu-batu besar bertumpukkan membuat sebuah cincin raksasa. Tampak seekor rajawali raksasa berbulu putih keperakan, sedang mendekam. Burung raksasa itu mengangkat kepalanya ketika mendengar ada orang mendekati. Dia mengkirik perlahan begitu mengetahui yang datang adalah Rangga dan Pandan Wangi.
  "Rajawali, aku membutuhkan pertolonganmu," kata Rangga setelah berada dekat di depan burung raksasa itu.
  "Khrrr...," Rajawali Putih hanya mengkirik perlahan.
  "Kau bersama Pandan Wangi menghalau orang-orang yang berada di bawah bukit," kata Rangga lagi.
  "Kakang...!" sentak Pandan Wangi terkejut.
  Sungguh dia tak menyangka kalau Rangga mempunyai rencana yang dianggapnya edan ini. Mustahil dia berani menunggangi Rajawali Putih seorang diri. Meskipun sudah pernah, itupun terpaksa, dan rasanya seperti sudah mati saja saat berada di angkasa.
  "Bersama Rajawali, kau tidak perlu takut menghadapi mereka, Pandan," kata Rangga.
  "Tapi...," Pandan Wangi ingin memprotes. Bagi gadis itu, lebih baik seorang diri menghadapi orang-orang itu, daripada harus menyiksa diri menunggang burung raksasa ini. Burung Rajawali Putih, memang bukan burung biasa. Dia seperti jelmaan dewa yang hadir ke mayapada dengan tugas mulia. Namun tetap saja Pandan Wangi tidak mungkin sanggup mengusir ketakutannya. Dia juga manusia biasa, yang tidak luput dari perasaan takut.
  "Apa tidak ada cara lain, Kakang?" tanya Pandan Wangi seraya melirik pada Rajawali Putih.
  Rangga menggelengkan kepalanya.
  "Kalau begitu, pakai saja rencanaku," kata Pandan Wangi yang terang-terangan tidak ingin menunggang Rajawali Putih lagi.
  "Apa rencanamu? " tanya Rangga.
  "Aku akan menemui Ki Sarpa. Biarkan dia yang mengatakan kalau aku sudah mendapatkan pusaka itu. Biar mereka mengejarku, Kakang," kata Pandan Wangi.
  "Terlalu berbahaya, Pandan," Rangga tidak setuju.
  "Bukankah itu yang kau inginkan...? "
  "Iya, tapi kau akan menghadapi bahaya besar."
  "Tidak seberapa sulit jika dibandingkan kau yang harus menghadapi Ketua Partai Tongkat Putih. Sudahlah, Kakang. Pengorbanan itu perlu untuk maksud yang mulia."
  Meskipun terasa berat, Rangga tidak bisa menolak lagi. Dia sudah terlanjur mempunyai rencana seperti itu. Dan Pandan Wangi malah menambahkan dengan mengambil resiko yang sangat besar. Tapi Rangga harus mempercayai gadis ini, karena dia tahu kemampuan Pandan Wangi.
  "Baiklah, Pandan, tapi kau harus berhati-hati," kata Rangga menyerah.
  "Kalau begitu, aku akan berangkat sekarang," ujar Pandan Wangi.
  "Pandan, ke arah mana kau akan membawa mereka?" tanya Rangga.
  "Selatan," sahut Pandan Wang i.
  "Aku akan segera menyusulmu."
  Pandan Wangi tersenyum. Kemudian dia bergegas melangkah pergi dari lempat yang sangat tersembunyi itu. Puncak Bukit Gandrik memang banyak tempat-tempat tersembunyi. Sementara Pandan Wangi sudah tidak terlihat lagi. Rangga masih tetap berada di tempat itu. Dia memandangi Rajawali Putih.
  "Ikuti dia, Rajawali. Lakukan apa saja untuk menyelamatkannya dari bencana," kata Rangga.
  "Khraghk!" Rajawali Putih menyahuti.
  "Aku pergi dulu, Rajawali," ucap Rangga.
  "Khraghk...! "
  "Hm..., memang sebaiknya begitu. Cepatlah kau awasi Pandan Wangi," kata Rangga bisa mengerti apa yang disuarakan burung raksasa itu.
  Rajawali Putih mengepakkan sayapnya. Sekali kepak saja, burung raksasa itu sudah melambung tinggi ke angkasa. Dan terus melesat ke arah mana tadi Pandan Wangi pergi. Beberapa saat Rangga masih berdiri ditempatnya, memandangi kepergian Rajawali Putih. Ada sedikit kelonggaran, karena Pandan Wangi dilindungi oleh Rajawali Putih.
  Tapi Pendekar Rajawali Sakti juga harus menghadapi suatu persoalan yang lebih berat lagi. Dia harus menghadapi ketua Partai Tongkat Putih yang memiliki tingkat kepandaian sangat tinggi, dan sukar dicari tandingannya. Sampai saat ini. belum ada satupun pendekar yang bisa menandingi kepandaian yang dimiliki Dewi Iblis Merah.
  "Mudah- mudahan pancingan ini berhasil," desah Rangga.
  Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan kakinya, meninggalkan tempat yang dilingkari batu-batu besar membentuk sebuah cincin raksasa.
  Dia berjalan cepat dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Sehingga dalam waktu tidak berapa lama, Pendekar Rajawali Sakti sudah jauh, dan lenyap ditelan gelapnya malam.
 
  ***
 
  Rangga berdiri tegak memandang ke arah kaki Bukit Gandrik. Di samping Pendekar Rajawali Sakti berdiri Eyang Sundrata. Empat orang murid utama laki-laki tua berjubah putih itu berada di belakang mereka. Semua memandang ke arah kaki bukit yang terlihat jelas dari tempat itu.
  "Mereka sudah pergi semua, Pendekar Rajawali Sakti," kata Eyang Sundrata.
  "Hmmm…," Rangga hanya menggumam saja perlahan.
  "Apa yang harus kita lakukan sekarang? " tanya Eyang Sundrata lagi.
  "Menunggu orang-orang Partai Tongkat Putih," sahut Rangga.
  "Apa kau yakin mereka bisa dengan mudah mempercayai siasatmu ini, Pendekar Rajawali Sakti?"
  "Jika memang mereka menghendaki tempat ini, mereka pasti datang. Tapi jika mereka sama seperti yang lainnya, akan mengejar Pandan Wangi," sahut Rangga.
  "Mereka yang menghendaki tempat ini, Pendekar Rajawali Sakti. Mereka yang menyebarkan kabar bohong mengenai pusaka yang tersimpan di dalam Candi Sepuh."
  "Kalau begitu, mereka pasti datang," kata Rangga mantap.
  Eyang Sundrata kembali diam membisu. Dia sudah mempercayai Pendekar Rajawali Sakti. Dia tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti mampu menghadapi Dewi Iblis Merah. Dan sepengetahuannya, hanya pemuda berbaju rompi putih ini yang bisa menandingi kesaktian Dewi Iblis Merah. Sedangkan dia sendiri, sudah menyadari tidak akan mampu.
  Agak lama juga mereka berdiam diri memandang kesekitar kaki Bukit Gandrik. Seakan-akan ada yang mereka tunggu di Puncak Bukit Gandrik. Perlahan Rangga memalingkan mukanya menatap Eyang Sundrata yang berdiri disampingnya.
  "Kenapa Eyang tidak mau menghadapi Dewi Iblis Merah?" tanya Rangga.
  Pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti yang tiba-tiba itu, membuat Eyang Sundrata terperanjat. Dan dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya lagi.
  "Aku pernah bertarung dengannya," sahut Eyang Sundrata pelan.
  Rangga semakin dalam memandangi laki-laki tua itu.
  "Terus terang, Pendekar Rajawali Sakti. Dalam pertarungan itu aku memang mempertaruhkan Candi Sepuh ini. Aku kalah, dan sudah seharusnya aku menyerahkan candi ini. Tapi murid-muridku tidak rela jika candi ini jatuh ke tangan Dewi Iblis Merah. Hingga lebih dari sepuluh tahun, aku dan murid-muridku bertahan sambil menyebarkan kabar kalau Candi Sepuh sudah tidak berpenghuni lagi. Dan selama itu kami semua menempati ruangan bawah tanah yang sangat ter­ sembunyi letaknya."
  "Tentu ada sesuatu sehingga kau begitu berani mempertaruhkan tempat suci ini," kata Rangga.
  "Ya…, Putraku satu-satunya menjadi tawanan mereka. Tapi putraku sudah tewas bunuh diri begitu aku kalah bertarung dengan Dewi Iblis Merah," sahut Eyang Sundrata.
  Rangga hanya diam saja.
  "Mereka menginginkan candi ini memang sudah lama, dan selalu berusaha dengan berbagai macam cara. Pendekar Rajawali Sakti. Hingga akhirnya mereka menculik anakku, dan memberikan syarat bertarung jika anakku ingin selamat. Mereka juga mengajukan syarat yang berat. Yaaah…, itu, aku harus menyerahkan candi ini jika kalah dalam pertarungan. Tak ada lagi yang bisa aku lakukan. Aku benar-benar tidak punya pilihan lagi, Pendekar Rajawali Sakti," ada sedikit nada keluhan pada suara Eyang Sundrata.
  "Sayang sekali…, seharusnya anakmu tidak perlu mengambil jalan pintas seperti itu," desah Rangga pelan.
  "Aku bangga dengan sikapnya, Pendekar Rajawali Sakti. Dia benar-benar membela kehormatanku. Dia langsung membunuh dirinya sen­ diri, karena Dewi Iblis Merah masih tetap menjadikan tawanannya, meskipun aku bersedia meninggalkan candi ini. Tapi sebelum tewas, anakku berpesan agar tetap mempertahankan candi ini," kata Eyang Sundrata lagi.
  Rangga tersenyum, kemudian memutar tubuhnya. Perlahan dia mengayunkan kakinya. Eyang Sundrata mengikuti dan mensejajarkan langkahnya di samping Pendekar Rajawali Sakti. Mereka berjalan menuju ke Candi Sepuh tanpa berbicara lagi. Sementara empat murid utama laki-laki tua itu mengikuti dari belakang.
 
  ***
 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>