Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Rahasia Candi Tua - 15

$
0
0
Cerita Silat | Rahasia Candi Tua | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Rahasia Candi Tua | Cersil Sakti | Rahasia Candi Tua pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 108. Harga Sebuah Kepala Pendekar Rajawali Sakti - 112. Dendam Datuk Geni Pendekar Rajawali Sakti - 113. Pembalasan Iblis Sesat Pendekar Rajawali Sakti - 114. Gerhana Darah Biru Pendekar Rajawali Sakti - 124. Penghuni Telaga Iblis

8
 
 
  "Eyang...! Eyang...!"
  Seorang anak muda berbaju putih yang agak ketat, berlari-lari sambil berteriak memanggil gurunya. Eyang Sundrata yang sedang bercengkerama dengan Pendekar Rajawali Sakti, langsung menggerinjang bangkit berdiri. Laki-laki tua itu melompat ke luar dengan cepat. Rangga yang juga berada di dalam candi itu, segera mengikuti melesat keluar dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan.
  Pendekar Rajawali Sakti langsung berhenti tepat di samping Eyang Sundrata. Pemuda yang tadi berlari-lari sambil berteriak keras, agak terbungkuk di depan Eyang Sundrata. Seluruh baju yang berwarna putih, berlumuran darah.
  "Mereka sudah datang...," ujar pemuda itu.
  Dan sebelum Eyang Sundrata sempat bertanya, pemuda itu jatuh terkulai ke tanah. Eyang Sundrata bergegas berlutut dan memeriksa urat nadi di leher pemuda itu. Perlahan kemudian dia mengangkat kepalanya, langsung menatap Rangga yang kini sudah berpindah di depannya.
  "Dia sudah mati," kata Eyang Sundrata pelan.
  Laki-laki tua berjubah putih itu bangkit berdiri dibantu tongkat yang tergenggam dengan kedua tangannya. Eyang Sundrata memandangi murid-muridnya yang sudah berkumpul di depan pelataran candi dengan cepat, ketika mendengar teriakan pemuda yang sudah tewas ini.
  Hanya ada sekitar tiga puluh orang murid Eyang Sundrata. Dan mereka sudah siap melakukan pertempuran. Selain menyandang pedang di pinggang, mereka juga memegang tombak panjang. Eyang Sundrata menatap Rangga dalam-dalam.
  "Kekuatan kita tidak berimbang, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Eyang Sundrata lemah.
  "Kita tunggu mereka di sini, Eyang," kata Rangga.
  "Jumlah mereka tentu lebih besar lagi," Eyang Sundrata masih juga mengeluh.
  Memang sejak Rangga menjalankan rencananya, laki-laki tua ini seperti kehilangan semangat, mengingat jumlah murid- muridnya tidak sebanding dengan banyaknya anggota Partai Tongkat Putih. Meskipun dia sudah mengetahui kemampuan Pendekar Rajawali Sakti. Namun masih juga tersimpan keraguan akan keberhasilan rencana pemuda berbaju rompi putih itu.
  "Apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Eyang Sundrata menyerahkan segalanya pada Rangga.
  "Aku akan menantang Dewi Iblis Merah, seperti yang kau lakukan dulu," sahut Rangga.
  "Terlalu berbahaya, Pendekar Rajawali Sakti. Aku lebih suka bertempur sampai titik darah terakhir dari pada harus mengorbankanmu. Hhhh…! Seharusnya aku memang tidak perlu mengganggu ketenanganmu, Pendekar Rajawali Sakti. Maafkan kelancanganku…," semakin pelan suara Eyang Sundrata.
  "Kau tidak perlu berkata begitu, Eyang. Candi Sepuh ini milik semua orang yang hendak mendekatkan diri pada Hyang Widi. Dan aku turut bertanggung jawab dengan kesuciannya, Eyang. Meskipun kau tidak meminta, jika aku tahu, aku pasti akan datang ke sini," kata Rangga mencoba membangkitkan semangat laki-laki tua itu.
  "Sungguh mulia hatimu, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Eyang Sundrata.
  Rangga hanya tersenyum saja.
  "Sebaiknya Eyang dan semua murid- murid berada tidak jauh dari pintu Candi. Aku akan menunggu mereka di sini. Jika ada diantara mereka yang mencoba menerobos, Eyang bisa menghadangnya," kata Rangga.
  "Aku percaya padamu, Pendekar Rajawali Sakti. Hati-hatilah, mereka orang-orang yang licik," kata Eyang Sundrata memperingatkan.
  "Terima kasih," ucap Rangga.
  Eyang Sundrata kemudian memerintahkan seluruh muridnya agar tidak jauh dari Candi Sepuh. Tak ada yang membantah, mereka segera bergerak mendekati candi itu, dan berdiri ber­ jajar tepat di depan pintu Sedangkan Eyang Sundrata sendiri masih tetap berada di samping Pendekar Rajawali Sakti.
  "Kenapa Eyang tidak menyingkir?" tanya Rangga melihat Eyang Sundrata masih tetap berada di dekatnya.
  "Kita akan menghadapi mereka bersama- sama, Pendekar Rajawali Sakti," sahut Eyang Sundrata.
  Rangga tidak mau mencegah. Dia tidak ingin memupuskan semangat laki-laki tua ini yang telah bangkit kembali. Namun Pendekar Rajawali Sakti merasa adanya nada putus asa dalam suara Eyang Sundrata. Keputusasaannya itu membuat dia jadi nekad hendak menghadapi orang- orang Partai Tongkat Putih yang sudah bergerak menuju ke Puncak Bukit Gandrik.
  "Mereka sudah kelihatan...," gumam Eyang Sundrata pelan. Hampir tidak terdengar suaranya, seakan-akan dia berbicara dengan dirinya sendiri.
  Rangga mengalihkan perhatiannya ke depan. Dan memang jauh di depan sana, terlihat orang-orang yang tengah bergerak menuju ke Candi Sepuh. Dari pakaiannya yang menyolok dengan tongkat putih berada di tangan. sudah bisa dipastikan kalau mereka adalah orang-orang Partai Tongkat Putih.
 
  ***
  Ada yang membuat Rangga tercenung menyaksikan orang-orang yang jumlahnya begitu banyak, berbaris sejauh sekitar lima batang tombak di depannya. Bukan hanya orang- orang berbaju merah dengan senjata tongkat berwarna putih keperakan, tapi juga ada orang-orang berbaju hitam yang menghunus senjata golok.
  "Mereka yang berbaju hitam, orang-orang baru di dalam Partai Tongkat Putih," bisik Eyang Sundrata memberitahu.
  Pendekar Rajawali Sakti baru mengerti. Ternyata di dalam keanggotaan Partai Tongkat Putih juga memiliki tingkatan tersendiri. Dan yang pasti, tingkatan itu memiliki tanda. Hanya saja dia tidak tahu, letak tanda dari satu tingkatan keanggotaan mereka. Sedangkan pandangan Pendekar Rajawali Sakti, tidak lepas dari seorang perempuan tua berjubah merah yang berdiri paling depan. Sebatang tongkat putih dengan ujung berbentuk kepala tengkorak, juga menatap pada Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata tajam menusuk.
  "Rupanya kau sudah ada di sini Pendekar Rajawali Sakti," desis Dewi Iblis Merah. Suaranya terdengar kering dan agak serak.
  "Aku sengaja menunggumu di sini, Dewi Iblis Merah," sahut Rangga kalem.
  "Untuk apa?" tanya Dewi Iblis Merah dingin.
  "Menantangmu bertarung," sahut Rangga tegas.
  Dewi Iblis Merah tertawa terbahak-bahak mendengarkan tantangan itu. Keras sekali suara tawanya, seakan- akan hendak menghancurkan bukit ini dengan suaranya yang menggeledek menggelegar keras.
  "Bocah! Apakah kau tidak melihat tingginya gunung...? Tidak sampai lima jurus, aku sudah bisa mengirimmu ke neraka!" bentak Dewi Iblis Merah congkak.
  "Lihat saja nanti, Dewi Iblis Merah. Aku khawatir justru kau yang akan lebih dahulu ke neraka," sahut Rangga tidak kalah dinginnya.
  "Phuih! Apa taruhanmu, Pendekar Rajawali Sakti?" dengus Dewi Iblis Merah gusar.
  Rangga tidak langsung menjawab. Dia melirik pada Eyang Sundrata yang berada di sampingnya. Laki-laki tua itu menganggukkan kepalanya sedikit. Namun perhatiannya tidak lepas tertuju pada orang-orang Partai Tongkat Putih yang berjumlah lebih dari dua ratus orang banyaknya. Sungguh tidak sebanding dengan jumlah murid-muridnya yang hanya tiga puluh orang saja.
  "Kau boleh memiliki bukit ini bila berhasil mengalahkan aku, Dewi Iblis Merah," kata Rangga tegas.
  "Ha ha ha ha...! Taruhanmu terlalu kecil, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Dewi Iblis Merah semakin pongah.
  "Hm..., apa lagi yang kau inginkan?" tanya Rangga.
  "Kepalamu!" sahut Dewi Iblis Merah agak mendesis.
  "Aku terima, Dewi Iblis Merah."
  Eyang Sundrata terkejut. Tapi dia tidak bisa berbuat apa apa lagi, karena Pendekar Rajawali Sakti sudah menyanggupi persyaratan yang diajukan perempuan tua itu.
  "Lantas, apa yang menjadi taruhanmu, Dewi Iblis Merah?" tanya Rangga dengan suara yang kalem.
  "Aku hanya ingin mengambil hak, dan kau tidak ada hak untuk meminta pertaruhanku!" jawab Dewi Iblis Merah ketus.
  "Hmmm...," Rangga menggumam pelan.
  "Sudah aku duga, akan percuma saja, Pendekar Rajawali Sakti," bisik Eyang Sundrata pelan.
  "Perempuan Iblis itu harus dimusnahkan terlebih dahulu, Eyang," sahut Rangga juga berbisik.
  "Tapi orang orangnya begitu banyak...."
  "Mereka akan gentar jika pemimpinnya sudah lumpuh."
  Eyang Sundrata tidak berbicara lagi. Dia masih khawatir, karena orang-orang Partai Tongkat Putih sudah terkenal licik dan kejam. Selalu menggunakan cara apapun untuk melaksanakan keinginannya. Mereka tidak perduli dengan cara kotor. Eyang Sundrata teringat dengan pertarungannya melawan Dewi Iblis Merah. Dia bisa kalah, juga mendapat kecurangan yang dibuat orang-orang Partai Tongkat Putih.
  Eyang Sundrata sudah menduga kalau mereka tentu akan melakukan kecurangan juga. Dan ini yang membuat dia merasa cemas akan keberhasilan Pendekar Rajawali Sakti dalam menghadapi perempuan tua berhati iblis itu. Dia menyesal, telah melibatkan Pendekar Rajawali Sakti dalam kemelut ini. Kalau saja dia tidak mengirimkan getaran batin, sudah tentu Pendekar Rajawali Sakti tidak akan berada di Puncak Bukit Gandrik ini.
  "Bagaimana, Pendekar Rajawali Sakti...? " kembali terdengar suara Dewi Iblis Merah
  "Aku terima persyaratanmu," sahut Rangga tegas.
  "Ha ha ha ha...!" kembali Dewi Iblis Merah tertawa terbahak bahak.
  Dan sebelum suara tawanya lenyap dari pendengaran, men

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>