Cerita Silat | Hantu Putih Mata Elang | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Hantu Putih Mata Elang | Cersil Sakti | Hantu Putih Mata Elang pdf
rahasia benteng kuno Cersil mwb Sepasang Golok Mustika Cersil mwb Pedang Abadi Pendekar Rajawali Sakti - 137. Misteri Dewi Maut Cersil mwb Pendekar Kembar
ti Detya Karsa menghela napas seraya bergumam pelan.
"Bersabarlah, Gusti Adipati. Kalau tidak hari ini mungkin besok...," hibur laki-laki tua itu lagi.
"Kalau tidak bertemu juga, bagaimana Ki Ja-yeng?"
Laki-laki tua yang dipanggil Jayeng menghela napas sambil mengalihkan pandangannya.
"Kita akan pikirkan cara lain untuk memancing iblis wanita itu keluar dari tempat persembunyiannya...," ujar Ki Jayeng.
"Hari ini dua hari sudah usaha pencarian mereka. Dan itu membuatku gelisah ..." desah adipati itu.
"Sudahlah, Gusti Adipati... Serahkan urusan ini pada Dewata Yang Agung. Mudah-mudahan kita akan mendapat bantuanNya. Lagi pula, Ki Bangun Satya serta yang lainnya telah berusaha sekuat daya. Kalaupun segala usaha telah dilakukan dan ternyata tidak membawa hasil, maka serahkan segalanya pada Hyang Jagad Batara ujar Ki Jayeng bijaksana.
"Ki Jayeng! Berat hatiku melepas putraku dengan penuh teka-teki seperti ini. Dia hilang tanpa bekas. Tahukah kau, bagaimana rasanya? Usia delapan tahun, dia telah berpisah dari kami karena harus belajar di Padepokan Wering Surya. Dan setelah dewasa, baru tiga kali kami bertemu dengannya. Dan setelah pelajaran di padepokan itu diselesaikan, kami gembira betul. Karena membayangkan bahwa sebentar lagi akan berkumpul. Tapi yang terjadi..., ah! Ini amat menyakitkan hatiku, Ki! Aku harus dapatkan wanita iblis itu!" desis Adipati Detya Karsa, gusar.
"Gusti Adipati.... Mereka pun berpikir, seperti apa yang Gusti Adipati pikirkan. Dan hamba per-caya, mereka berusaha sekuat daya. Namun janganlah sekali sekali Gusti Adipati terlalu berharap kalau mereka kembali membawa hasil. Hal ini amat menyakitkan hati, bila ternyata mereka kembali dengan tangan hampa. Harus diingat, Gusti Adipati. Bahwa wanita itu bukan orang sembarangan. Kesaktiannya menjadi buah bibir di mana-mana. Bahkan kita pun masih ingat. ketika dia membunuh Wiku Dharma Putera yang dikenal memiliki ilmu olah kanuragan tinggi...," Ki Jayeng mengingatkan sang Adipati.
Adipati Detya Karsa terdiam beberapa saat, kemudian mengangguk pelan. Pandangan matanya menerawang jauh ke depan. Di luar tampak mulai gelap. Mendung menyelimuti langit, dengan awan tebal berwarna kehitaman. Sebentar lagi hujan akan turun, sehingga waktu siang menjelang sore ini seperti berjalan cepat.
"Ki Jayeng! Aku ingin agar penjagaan diper-ketat!" kata sang Adipati tiba-tiba.
"Kenapa, Gusti Adipati? "
"Entahlah... Tiba-tiba perasaanku tidak enak...."
"Baiklah, Gusti Prabu. Hamba akan memberi-tahukannya pada kepala petugas jaga," sahut Ki Jayeng tanpa banyak bicara lagi. Dan dia segera bangkit berdiri. Setelah menjura memberi hormat, laki-laki tua itu pergi dari hadapan sang Adipati.
Baru saja orang tua itu berjalan tiga langkah....
"Aaa...!"
Mendadak terdengar jeritan menyayat dari luar. Dan ini membuat langkah Ki Jayeng terhenti.
"Apa itu, Ki Jayeng?" tanya sang Adipati kaget.
"Entahlah, Gusti. Hamba akan memeriksa-nya!" sahut Ki Jayeng cepat.
"Aaa...!"
"Heh?! "
Ki Jayeng dan Adipati Detya Karsa terkejut, ketika kembali terdengar teriakan tertahan dari arah belakang. Kemudian, disusul dari arah samping kanan, dan dari samping kiri dalam waktu singkat. Keduanya mulai bingung.
"Sementara, para penjaga yang berada di dekat pintu gerbang tampak bermaksud untuk memeriksa apa yang telah terjadi. Namun saat itu juga, dari arah luar, melesat dua sosok tubuh pemuda yang langsung menerkam. Kembali sang Adipati dan orang tua itu terkejut. Dalam waktu singkat, empat orang penjaga pintu gerbang tewas dengan leher tercekik. Namun hal yang lebih membuat keduanya tidak habis pikir, kedua pemuda yang menyerang para pengawal... bertelanjang bulat!
***
rahasia benteng kuno Cersil mwb Sepasang Golok Mustika Cersil mwb Pedang Abadi Pendekar Rajawali Sakti - 137. Misteri Dewi Maut Cersil mwb Pendekar Kembar
ti Detya Karsa menghela napas seraya bergumam pelan.
"Bersabarlah, Gusti Adipati. Kalau tidak hari ini mungkin besok...," hibur laki-laki tua itu lagi.
"Kalau tidak bertemu juga, bagaimana Ki Ja-yeng?"
Laki-laki tua yang dipanggil Jayeng menghela napas sambil mengalihkan pandangannya.
"Kita akan pikirkan cara lain untuk memancing iblis wanita itu keluar dari tempat persembunyiannya...," ujar Ki Jayeng.
"Hari ini dua hari sudah usaha pencarian mereka. Dan itu membuatku gelisah ..." desah adipati itu.
"Sudahlah, Gusti Adipati... Serahkan urusan ini pada Dewata Yang Agung. Mudah-mudahan kita akan mendapat bantuanNya. Lagi pula, Ki Bangun Satya serta yang lainnya telah berusaha sekuat daya. Kalaupun segala usaha telah dilakukan dan ternyata tidak membawa hasil, maka serahkan segalanya pada Hyang Jagad Batara ujar Ki Jayeng bijaksana.
"Ki Jayeng! Berat hatiku melepas putraku dengan penuh teka-teki seperti ini. Dia hilang tanpa bekas. Tahukah kau, bagaimana rasanya? Usia delapan tahun, dia telah berpisah dari kami karena harus belajar di Padepokan Wering Surya. Dan setelah dewasa, baru tiga kali kami bertemu dengannya. Dan setelah pelajaran di padepokan itu diselesaikan, kami gembira betul. Karena membayangkan bahwa sebentar lagi akan berkumpul. Tapi yang terjadi..., ah! Ini amat menyakitkan hatiku, Ki! Aku harus dapatkan wanita iblis itu!" desis Adipati Detya Karsa, gusar.
"Gusti Adipati.... Mereka pun berpikir, seperti apa yang Gusti Adipati pikirkan. Dan hamba per-caya, mereka berusaha sekuat daya. Namun janganlah sekali sekali Gusti Adipati terlalu berharap kalau mereka kembali membawa hasil. Hal ini amat menyakitkan hati, bila ternyata mereka kembali dengan tangan hampa. Harus diingat, Gusti Adipati. Bahwa wanita itu bukan orang sembarangan. Kesaktiannya menjadi buah bibir di mana-mana. Bahkan kita pun masih ingat. ketika dia membunuh Wiku Dharma Putera yang dikenal memiliki ilmu olah kanuragan tinggi...," Ki Jayeng mengingatkan sang Adipati.
Adipati Detya Karsa terdiam beberapa saat, kemudian mengangguk pelan. Pandangan matanya menerawang jauh ke depan. Di luar tampak mulai gelap. Mendung menyelimuti langit, dengan awan tebal berwarna kehitaman. Sebentar lagi hujan akan turun, sehingga waktu siang menjelang sore ini seperti berjalan cepat.
"Ki Jayeng! Aku ingin agar penjagaan diper-ketat!" kata sang Adipati tiba-tiba.
"Kenapa, Gusti Adipati? "
"Entahlah... Tiba-tiba perasaanku tidak enak...."
"Baiklah, Gusti Prabu. Hamba akan memberi-tahukannya pada kepala petugas jaga," sahut Ki Jayeng tanpa banyak bicara lagi. Dan dia segera bangkit berdiri. Setelah menjura memberi hormat, laki-laki tua itu pergi dari hadapan sang Adipati.
Baru saja orang tua itu berjalan tiga langkah....
"Aaa...!"
Mendadak terdengar jeritan menyayat dari luar. Dan ini membuat langkah Ki Jayeng terhenti.
"Apa itu, Ki Jayeng?" tanya sang Adipati kaget.
"Entahlah, Gusti. Hamba akan memeriksa-nya!" sahut Ki Jayeng cepat.
"Aaa...!"
"Heh?! "
Ki Jayeng dan Adipati Detya Karsa terkejut, ketika kembali terdengar teriakan tertahan dari arah belakang. Kemudian, disusul dari arah samping kanan, dan dari samping kiri dalam waktu singkat. Keduanya mulai bingung.
"Sementara, para penjaga yang berada di dekat pintu gerbang tampak bermaksud untuk memeriksa apa yang telah terjadi. Namun saat itu juga, dari arah luar, melesat dua sosok tubuh pemuda yang langsung menerkam. Kembali sang Adipati dan orang tua itu terkejut. Dalam waktu singkat, empat orang penjaga pintu gerbang tewas dengan leher tercekik. Namun hal yang lebih membuat keduanya tidak habis pikir, kedua pemuda yang menyerang para pengawal... bertelanjang bulat!
***