Cerita Silat | Hantu Putih Mata Elang | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Hantu Putih Mata Elang | Cersil Sakti | Hantu Putih Mata Elang pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 132. Misteri Rimba Keramat Cersil mwb Hati Budha Tangan Berbisa Pendekar Rajawali Sakti - 134. Pemberontakan Di Kertaloka Cersil mwb Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Rajawali Sakti - 135. Peri Peminum Darah
7
"Ki Jayeng! Siapa kedua orang gila itu? " tanya Adipati Detya Karsa dengan suara bergetar.
"Entahlah, Gusti Adipati. Hamba baru melihatnya sekarang "
"Heh?!"
Adipati Detya Karsa sedikit terkejut ketika melihat dari arah samping, dua orang pemuda yang telanjang pula! Demikian pula dari samping kiri. Dua orang dalam keadaan sama seperti kawan-kawannya tampak melesat cepat memasuki istana ini.
Perlahan-lahan kedua laki-laki telanjang bulat itu menghampiri sehingga membuat Adipati Detya Karsa dan Ki Jayeng tersentak dan mundur perlahan-lahan.
"Gusti Adipati, mereka tidak berdua...! " desis Ki Jayeng dengan suara tercekat di tenggorokan.
Adipati Detya Karsa mengangguk.
"Mereka bukan manusia biasa. Tapi seperti..., mayat hidup! Coba perhatikan! Sekujur tubuhnya pucat dan kurus kering, dengan pandangan mata kosong. Sungguh aneh orang-orang seperti ini memiliki tenaga kuat. Dan rasanya...."
"Ditunggangi setan? " potong sang Adipati, menduga.
"Semacam itu."
"Lalu apa yang mereka inginkan'"
"Bukan apa yang mereka inginkan, Gusti Adipati. Tapi, apa yang diinginkan majikan mereka dari kita. Biasanya ini karena balas dendam. Mungkin majikannya mereka merasa terganggu, dengan apa yang kita lakukan!" jelas Ki Jayeng.
"Aku tidak pernah berurusan dengan segala orang yang mampu membangkitkan mayat hidup!" desis sang Adipati, mulai geram.
"Gusti Adipati...."
"Hm..."
"Lupakah dengan...."
"Maksudnya, ini ulah si Hantu Putih Mata Elang?" potong sang Adipati menduga. Ki Jayeng mengangguk.
"Aaa...!"
"He...?! "
Tiba-tiba kembali terdengar jeritan menyayat dari dalam istana. Keduanya tersentak kaget, dan langsung berlari ke arah kamar istri adipati. Tampak beberapa orang pelayan terkapar dan tewas, sepanjang ruang istana ini. Yang lainnya mencoba melarikan diri, namun dapat ditangkap dengan mudah oleh tiga orang pemuda yang memiliki ciri-ciri sama seperti di depan. Namun, bukan hal itu yang membuat sang Adipati kaget. Jelas, jeritan itu berasal dari kamarnya. Itulah yang menyebabkan mereka segera berlari.
"Istriku...!" teriak Adipati Detya Karsa cemas.
Baru saja sang Adipati sampai di depan pintu kamar, namun saat itu juga muncul seseorang dari kamarnya. Seorang pemuda yang amat dikenalnya. Namun, kali ini amat lain. Tatapan matanya kosong dan tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Dan yang lebih mengerikan, tangan kanannya tengah mencekik seorang wanita berusia empat puluh tahun. Kedua bola mata wanita itu terbelalak dan lidahnya sedikit terjulur. Kedua kakinya terangkat dari lantai setinggi kurang lebih tiga jengkal.
"Wijaya...! Kau... kau...? Oh! Apa yang kau lakukan? Astaga! Kau..., kau membunuh ibumu sendiri?!" seru Adipati Detya Karsa, dengan perasaan sulit dilukiskan.
"Hi hi hi...! Kali ini kau akan mendapat balasan yang setimpal atas apa yang kau lakukan padaku!" teriak satu suara tawa nyaring yang membuat gemas sang Adipati dan Ki Jayeng. Dan seketika mereka berbalik.
Di hadapan mereka tahu-tahu berdiri seorang wanita cantik berambut keemasan, memakai baju putih yang tembus pandang. Sehingga setiap lekuk-lekuk tubuhnya yang indah merangsang terlihat. Bibirnya merah merekah, namun wajah serta seluruh permukaan kulitnya pucat pasi bagai mayat.
"Siapa kau...?! " hardik Adipati Detya Karsa geram, karena menduga bahwa wanita inilah yang mendalangi semua kejadian di tempatnya saat ini.
"Oh, jadi kau belum mengenalku? Padahal, kau telah menyuruh orang untuk mengacak-acak tempat tinggalku!" sahut wanita itu seraya menaikkan alis disertai senyum kaget.
"Hantu Putih Mata Elang?!" sentak Adipati Detya Karsa dan Ki Jayeng, hampir bersamaan.
"Hi hi hi...! Kini kau telah ingat rupanya...," kata wanita yang memang Hantu Putih Mata Elang.
"Iblis keparat! Kau hancurkan hidupku dengan membuat putraku begini. Lalu, kau bunuh istriku. Sekarang, apa lagi yang akan kau lakukan?!" bentak sang Adipati.
"Mengirimmu ke neraka!" desis wanita itu sambil tersenyum lebar.
"Kurang ajar! Kau tidak patut berkata seperti itu, Wanita Iblis!" hardik Ki Jayeng geram.
'Tua bangka busuk! Mau apa kau?! Kau kira bisa berbuat apa padaku, he?! Seluruh pengawal di kadipaten ini telah mampus. Dan, tidak ada yang bisa kau perbuat. Sebentar lagi, kalian pun akan menemui gilirannya. Hi hi hi...!"
"Kurang ajar...!"
Ki Jayeng tidak bisa menahan geram. Dan laki-laki tua itu langsung melompat menyerang Hantu Putih Mata Elang.
Namun hanya dengan mengibaskan tangannya, wanita itu cepat menangkis serangan Ki Jayeng. Sehingga, membuat laki-laki tua itu terhuyung-huyung.
Plak!
Bahkan belum sempat Ki Jayeng mengatur ke- seimbangannya, tangan Hantu Putih Mata Elang telah kembali berkelebat. Dan…
Prakkk!
"Aaa...!"
Orang tua itu menjerit tertahan begitu pukulan Hantu Putih Mata Elang mendarat di kepalanya. Kepalanya kontan remuk. Dan tubuhnya jatuh persis di hadapan sang Adipati dengan darah membanjiri lantai. Adipati Detya Karsa sendiri nyaris tidak percaya dengan pandangan matanya.
"Sekarang giliranmu!" desis Hantu Putih Mata Elang, langsung menjentikkan jarinya.
Maka pemuda yang tengah mencengkeram istri Adipati Detya Karsa itu langsung bergerak. Bahkan wanita yang dicekiknya dilemparkan hingga membentur dinding. Adipati Detya Karsa berteriak marah dengan mata melotot geram. Namun, pemuda itu sama sekali tidak mempedulikannya. Bahkan sudah langsung melompat menyerang.
"Bunuh dia!" perintah Hantu Putih Mata Elang.
"Wijaya! Sadarkah dengan apa yang kau lakukan?! Kau telah membunuh ibumu. Dan kini, kau hendak membunuh ayahmu pula! Sadarkah bahwa kau tengah diperalat iblis. Dialah yang seharusnya kau bunuh...!" teriak sang Adipati, berulang- ulang.
Namun Raden Wijaya bukannya sadar. Malah pemuda yang kini telanjang bulat itu menyerangdengan ganas. Sang Adipati yang sedikit memiliki kepandaian ilmu olah kanuragan pontang panting menyelamatkan diri. Tubuhnya bergulingan di lantai, menghindari kejaran serangan anaknya sendiri. Namun, pemuda itu memojokkannya hingga laki-laki setengah baya itu tidak berkutik di sudut ruangan. Lalu....
Crok!
"Aaa...! "
Sang Adipati tak berkutik lagi ketika tangan kanan Raden Wijaya menyambar batok kepala. Adipati Detya Karsa memekik setinggi langit dengan batok kepala remuk dan darah berceceran di lantai.
Bersamaan dengan tewasnya sang Adipati, terdengar tawa panjang yang menggema di ruangan ini.
"Hi hi hi...!"
***
Waktu terus berjalan. Dan tanpa terasa sebentar lagi malam akan tiba. Namun pekerjaan mencari sarang Hantu Putih Mata Elang belum juga membawa hasil. Kebanyakan dari goa- goa di dinding sungai itu berupa lekukan dangkal.
"Hm, apakah perkiraanku salah...?" gumam Rangga dengan dahi berkerut, ketika tengah beristirahat di pinggir sungai yang bertebing ini.
"Paling dalam hanya satu tombak...! " laporLinggawuni.
Pendekar Rajawali Sakti mengangguk.
"Bagaimana? Apakah akan kita
Pendekar Rajawali Sakti - 132. Misteri Rimba Keramat Cersil mwb Hati Budha Tangan Berbisa Pendekar Rajawali Sakti - 134. Pemberontakan Di Kertaloka Cersil mwb Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Rajawali Sakti - 135. Peri Peminum Darah
7
"Ki Jayeng! Siapa kedua orang gila itu? " tanya Adipati Detya Karsa dengan suara bergetar.
"Entahlah, Gusti Adipati. Hamba baru melihatnya sekarang "
"Heh?!"
Adipati Detya Karsa sedikit terkejut ketika melihat dari arah samping, dua orang pemuda yang telanjang pula! Demikian pula dari samping kiri. Dua orang dalam keadaan sama seperti kawan-kawannya tampak melesat cepat memasuki istana ini.
Perlahan-lahan kedua laki-laki telanjang bulat itu menghampiri sehingga membuat Adipati Detya Karsa dan Ki Jayeng tersentak dan mundur perlahan-lahan.
"Gusti Adipati, mereka tidak berdua...! " desis Ki Jayeng dengan suara tercekat di tenggorokan.
Adipati Detya Karsa mengangguk.
"Mereka bukan manusia biasa. Tapi seperti..., mayat hidup! Coba perhatikan! Sekujur tubuhnya pucat dan kurus kering, dengan pandangan mata kosong. Sungguh aneh orang-orang seperti ini memiliki tenaga kuat. Dan rasanya...."
"Ditunggangi setan? " potong sang Adipati, menduga.
"Semacam itu."
"Lalu apa yang mereka inginkan'"
"Bukan apa yang mereka inginkan, Gusti Adipati. Tapi, apa yang diinginkan majikan mereka dari kita. Biasanya ini karena balas dendam. Mungkin majikannya mereka merasa terganggu, dengan apa yang kita lakukan!" jelas Ki Jayeng.
"Aku tidak pernah berurusan dengan segala orang yang mampu membangkitkan mayat hidup!" desis sang Adipati, mulai geram.
"Gusti Adipati...."
"Hm..."
"Lupakah dengan...."
"Maksudnya, ini ulah si Hantu Putih Mata Elang?" potong sang Adipati menduga. Ki Jayeng mengangguk.
"Aaa...!"
"He...?! "
Tiba-tiba kembali terdengar jeritan menyayat dari dalam istana. Keduanya tersentak kaget, dan langsung berlari ke arah kamar istri adipati. Tampak beberapa orang pelayan terkapar dan tewas, sepanjang ruang istana ini. Yang lainnya mencoba melarikan diri, namun dapat ditangkap dengan mudah oleh tiga orang pemuda yang memiliki ciri-ciri sama seperti di depan. Namun, bukan hal itu yang membuat sang Adipati kaget. Jelas, jeritan itu berasal dari kamarnya. Itulah yang menyebabkan mereka segera berlari.
"Istriku...!" teriak Adipati Detya Karsa cemas.
Baru saja sang Adipati sampai di depan pintu kamar, namun saat itu juga muncul seseorang dari kamarnya. Seorang pemuda yang amat dikenalnya. Namun, kali ini amat lain. Tatapan matanya kosong dan tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Dan yang lebih mengerikan, tangan kanannya tengah mencekik seorang wanita berusia empat puluh tahun. Kedua bola mata wanita itu terbelalak dan lidahnya sedikit terjulur. Kedua kakinya terangkat dari lantai setinggi kurang lebih tiga jengkal.
"Wijaya...! Kau... kau...? Oh! Apa yang kau lakukan? Astaga! Kau..., kau membunuh ibumu sendiri?!" seru Adipati Detya Karsa, dengan perasaan sulit dilukiskan.
"Hi hi hi...! Kali ini kau akan mendapat balasan yang setimpal atas apa yang kau lakukan padaku!" teriak satu suara tawa nyaring yang membuat gemas sang Adipati dan Ki Jayeng. Dan seketika mereka berbalik.
Di hadapan mereka tahu-tahu berdiri seorang wanita cantik berambut keemasan, memakai baju putih yang tembus pandang. Sehingga setiap lekuk-lekuk tubuhnya yang indah merangsang terlihat. Bibirnya merah merekah, namun wajah serta seluruh permukaan kulitnya pucat pasi bagai mayat.
"Siapa kau...?! " hardik Adipati Detya Karsa geram, karena menduga bahwa wanita inilah yang mendalangi semua kejadian di tempatnya saat ini.
"Oh, jadi kau belum mengenalku? Padahal, kau telah menyuruh orang untuk mengacak-acak tempat tinggalku!" sahut wanita itu seraya menaikkan alis disertai senyum kaget.
"Hantu Putih Mata Elang?!" sentak Adipati Detya Karsa dan Ki Jayeng, hampir bersamaan.
"Hi hi hi...! Kini kau telah ingat rupanya...," kata wanita yang memang Hantu Putih Mata Elang.
"Iblis keparat! Kau hancurkan hidupku dengan membuat putraku begini. Lalu, kau bunuh istriku. Sekarang, apa lagi yang akan kau lakukan?!" bentak sang Adipati.
"Mengirimmu ke neraka!" desis wanita itu sambil tersenyum lebar.
"Kurang ajar! Kau tidak patut berkata seperti itu, Wanita Iblis!" hardik Ki Jayeng geram.
'Tua bangka busuk! Mau apa kau?! Kau kira bisa berbuat apa padaku, he?! Seluruh pengawal di kadipaten ini telah mampus. Dan, tidak ada yang bisa kau perbuat. Sebentar lagi, kalian pun akan menemui gilirannya. Hi hi hi...!"
"Kurang ajar...!"
Ki Jayeng tidak bisa menahan geram. Dan laki-laki tua itu langsung melompat menyerang Hantu Putih Mata Elang.
Namun hanya dengan mengibaskan tangannya, wanita itu cepat menangkis serangan Ki Jayeng. Sehingga, membuat laki-laki tua itu terhuyung-huyung.
Plak!
Bahkan belum sempat Ki Jayeng mengatur ke- seimbangannya, tangan Hantu Putih Mata Elang telah kembali berkelebat. Dan…
Prakkk!
"Aaa...!"
Orang tua itu menjerit tertahan begitu pukulan Hantu Putih Mata Elang mendarat di kepalanya. Kepalanya kontan remuk. Dan tubuhnya jatuh persis di hadapan sang Adipati dengan darah membanjiri lantai. Adipati Detya Karsa sendiri nyaris tidak percaya dengan pandangan matanya.
"Sekarang giliranmu!" desis Hantu Putih Mata Elang, langsung menjentikkan jarinya.
Maka pemuda yang tengah mencengkeram istri Adipati Detya Karsa itu langsung bergerak. Bahkan wanita yang dicekiknya dilemparkan hingga membentur dinding. Adipati Detya Karsa berteriak marah dengan mata melotot geram. Namun, pemuda itu sama sekali tidak mempedulikannya. Bahkan sudah langsung melompat menyerang.
"Bunuh dia!" perintah Hantu Putih Mata Elang.
"Wijaya! Sadarkah dengan apa yang kau lakukan?! Kau telah membunuh ibumu. Dan kini, kau hendak membunuh ayahmu pula! Sadarkah bahwa kau tengah diperalat iblis. Dialah yang seharusnya kau bunuh...!" teriak sang Adipati, berulang- ulang.
Namun Raden Wijaya bukannya sadar. Malah pemuda yang kini telanjang bulat itu menyerangdengan ganas. Sang Adipati yang sedikit memiliki kepandaian ilmu olah kanuragan pontang panting menyelamatkan diri. Tubuhnya bergulingan di lantai, menghindari kejaran serangan anaknya sendiri. Namun, pemuda itu memojokkannya hingga laki-laki setengah baya itu tidak berkutik di sudut ruangan. Lalu....
Crok!
"Aaa...! "
Sang Adipati tak berkutik lagi ketika tangan kanan Raden Wijaya menyambar batok kepala. Adipati Detya Karsa memekik setinggi langit dengan batok kepala remuk dan darah berceceran di lantai.
Bersamaan dengan tewasnya sang Adipati, terdengar tawa panjang yang menggema di ruangan ini.
"Hi hi hi...!"
***
Waktu terus berjalan. Dan tanpa terasa sebentar lagi malam akan tiba. Namun pekerjaan mencari sarang Hantu Putih Mata Elang belum juga membawa hasil. Kebanyakan dari goa- goa di dinding sungai itu berupa lekukan dangkal.
"Hm, apakah perkiraanku salah...?" gumam Rangga dengan dahi berkerut, ketika tengah beristirahat di pinggir sungai yang bertebing ini.
"Paling dalam hanya satu tombak...! " laporLinggawuni.
Pendekar Rajawali Sakti mengangguk.
"Bagaimana? Apakah akan kita