Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Dendam Gadis Pertapa - 23

$
0
0
Cerita Silat | Dendam Gadis Pertapa | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Dendam Gadis Pertapa | Cersil Sakti | Dendam Gadis Pertapa pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 134. Pemberontakan Di Kertaloka Cersil mwb Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Rajawali Sakti - 135. Peri Peminum Darah Pendekar Rajawali Sakti 140. Mustika Bernoda Darah Cersil mwb Kuda Putih

gat cepat dan dahsyat. Akibatnya Worodini terpaksa harus berjumpalitan, menghindari setiap serangan yang cepat dan gencar ini.
  Sementara itu, Rangga yang dibantu Rajawali Putih mulai mengamuk, menghajar lawan yang berjumlah sangat besar. Menyadari jumlah lawan yang begitu besar, Rangga tidak sungkan-sungkan lagi menggunakan pedang pusakanya. Maka, keadaan di dalam hutan ini jadi terang benderang seperti siang hari. Cahaya yang memendar keluar dari Pedang Pusaka Rajawali Sakti, berkelebat begitu cepat bagai kilat, membuat mereka yang berada di dekatnya tidak dapat lagi menghadapinya.
  Jeritan-jeritan panjang mengiringi kematian pun semakin sering terdengar saling sambut. Dan tubuh bersimbah darah terus berjatuhan semakin banyak. Namun Rangga bagai kesetanan, mengamuk membabatkan pedangnya pada lawan-lawannya yang mendekat. Pedang yang memancarkan cahaya biru terang itu berkelebat begitu cepat, sehingga setiap gerakannya selalu menimbulkan korban yang tidak dapat dihindari lagi.
  Sementara di tempat lain, Pandan Wangi terus mendesak Worodini yang hanya bisa berjumpalitan menghindar, tanpa mampu memberi serangan balasan sedikit pun juga. Seakan-akan, Pandan Wangi sengaja tidak memberi kesempatan pada lawannya untuk balas menyerang.
  "Hiya! Hiya...!"
  Sambil berteriak nyaring, Pandan Wangi terus bergerak cepat sekali, menggunakan jurus-jurus tingkat tinggi yang begitu dahsyat. Dan ini tentu saja membuat Worodini semakin kelabakan menghadapinya. Terlebih lagi, dia melihat orang-orangnya sama sekali tidak berdaya menghadapi gempuran Rangga dan burung rajawali raksasa yang memang tidak ada tandingannya. Jeritan-jeritan melengking semakin sering terdengar, membuat Worodini semakin sulit mengendalikan diri. Hingga...
  "Yeaaah...! "
  Begitu keras teriakan Pandan Wangi, hingga membuat Worodini jadi tersentak setengah mati. Tapi belum juga bisa melenyapkan keterkejutan-nya, si Kipas Maut sudah melepaskan satu pukulan keras dengan telapak tangan kiri. Begitu cepat pukulannya, sehingga Worodini tidak sempat lagi berkelit menghindarinya. Dan....
  Diegkh!
  "Akh...!"
  Worodini jadi terpekik keras, begitu pukulan Pandan Wangi telak menghantam dadanya. Seketika itu juga, tubuhnya terpental deras ke belakang, menghantam sebatang pohon hingga tumbang. Keras sekali tubuh gadis itu terbanting ke tanah. Dan pada saat itu juga, Pandan Wangi sudah melompat menerjang kembali sambil mengebutkan kipas mautnya.
  "Hiyaaat...!"
  Worodini kini mempunyai kesempatan untuk menggunakan pedangnya. Maka secepat itu pula pedangnya diloloskan dan langsung dibabatkan ke depan.
  "Ikh!"
  Cring!
  Bet!
  Maka terpaksa Pandan Wangi harus melenting ke belakang, menghindari sabetan pedang lawan-nya. Tepat di saat Pandan Wangi menjejakkan kakinya kembali di tanah, Worodini melompat bangkit berdiri. Seketika dia menekan dadanya yang terasa sesak, akibat terkena pukulan keras dari si Kipas Maut.
  "Hih! Yeaaah…! "
  Kali ini Worodini rupanya tidak mau lagi keco-longan. Sebelum Pandan Wangi bisa menyerang kembali, dia cepat mendahului. Pedangnya seketika itu juga berkelebat begitu cepat menyambar ke arah kepala Pandan Wangi. Namun dengan satu gerakan mengegos yang begitu manis, Pandan Wangi bisa menghindari sambaran pedang lawan. Cepat kakinya ditarik ke belakang.
  Namun saat itu juga, Worodini sudah memutar pedangnya dan langsung membabatkannya ke arah dada si Kipas Maut ini. Begitu cepat serangannya, hingga Pandan Wangi tidak ada lagi kesempatan untuk menghindarinya. Maka secepat itu pula kipasnya dikembangkan di depan dada.
  Trang!
  "Ikh...?!"
  Worodini jadi terpekik, ketika pedangnya ber- benturan dengan senjata kipas lawannya. Cepat kakinya ditarik ke belakang tiga langkah. Dan pada saat itu juga, Pandan Wangi sudah melesat cepat bagai kilat menerjangnya. Kipas Maut yang menjadi andalannya, langsung dikibaskan ke arah leher lawannya.
  Bet!
  "Haiiit!"
  Worodini cepat-cepat menangkis tebasan kipas putih keperakan yang mengincar lehernya. Maka benturan dua senjata pun tidak dapat dihindari lagi. Bunga api seketika terlihat memercik, begitu dua senjata itu beradu tepat di depan tenggorokan Worodini.
  Dan pada saat itu juga, tanpa diduga sama sekali Pandan Wangi sudah cepat berputar. Langsung dilepaskannya satu tendangan menggeledek disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu cepat tendangannya, hingga membuat Worodini jadi terperangah tidak dapat lagi berkelit.
  Diegkh!"
  "Akh...!"
  Untuk kedua kalinya, Worodini memekik. Tu- buhnya kontan terpental ke belakang, begitu tendangan berputar yang dilancarkan Pandan Wangi menghantam dadanya. Dan saat itu juga, Pandan Wangi sudah melesat cepat bagai kilat mengejar lawannya. Langsung senjata kipas mautnya dikebutkan ke arah batang leher Worodini.
  "Hiyaaa...!"
  Wut!
  Worodini yang belum juga bisa menguasai keseimbangan tubuhnya, sama sekali tidak dapat lagi berkelit dari serangan si Kipas Maut. Jelas, lehernya yang putih jenjang itu akan menjadi sasaran senjata maut Pandan Wangi yang berupa kipas berujung runcing bagai mata panah ini. Namun, Worodini masih berusaha menghindarinya. Hingga....
  Cras!
  "Akh...!"
  Worodini jadi terpekik, begitu ujung kipas Pandan Wangi masih juga menyambar bahunya. Seketika itu juga darah mengalir deras. Cepat-cepat Worodini melompat ke belakang sambil berputaran beberapa kali. Dan pedangnya masih sempat dikebutkan ke depan, hingga Pandan Wangi terpaksa harus melenting ke belakang menghindari sambaran pedang.
  "Kurang ajar...!" geram Worodini, melihat luka cukup besar di bahunya.
  Darah terus mengalir membasahi pakaiannya. Saat itu, Worodini sempat melihat ke arah pengikut- pengikutnya. Seketika itu juga, hatinya jadi terkesiap. Ternyata para pengikutnya yang berjumlah sekitar seratus orang sama sekali tidak berdaya menghadapi amukan Pendekar Rajawali Sakti dan burung rajawali raksasa tunggangannya. Sungguh tidak dipercaya kalau sudah lebih dari setengah orang-orangnya telah tergeletak tidak bernyawa lagi. Dan kedua bola mata Worodini semakin terbeliak, saat melihat cahaya biru terang dari pedang tergenggam di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
  "Huh! Sebaiknya semua ini kulaporkan pada Ayah!" dengus Worodini dalam hati.
  Sejenak gadis itu melayangkan pandangan ke sekitarnya. Dan sambil berteriak nyaring, Worodini langsung melompat menerjang s Kipas Maut ini.
  Pedangnya langsung berkelebat cepat sekali, menyambar ke arah kepala Pandan Wangi.
  Bet!
  Namun dengan gerakan indah sekali, Pandan Wangi berhasil menghindarinya. Tapi si Kipas Maut sama sekali tidak menyangka kalau serangan yang dilancarkan lawannya hanya sebuah tipuan belaka. Dan di saat tubuh si Kipas Maut ini terbungkuk, Worodini langsung melompat mendekati kudanya.
  "Hiyaaa...!"
  Kuda putih yang tinggi dan gagah itu kontan meringkik, begitu merasakan ada yang menung-ganginya. Dan ketika tali kekangnya terhentak ker

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>