Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Bunuh Pendekar Rajawali Sakti - 20

$
0
0
Cerita Silat | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Cersil Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti pdf

Pendekar Rajawali Sakti 140. Mustika Bernoda Darah Cersil mwb Kuda Putih Pendekar Rajawali Sakti - 141. Dendam Gadis Pertapa Cersil mwb Kasih Diantara Remaja Pendekar Rajawali Sakti - 142. Istana Ratu Sihir

lagi ketika mengetahui kalau gerakan
  Pandan Wangi cepat bukan main.
  Baru saja Sarti mendaratkan kakinya di tanah,
  Pandan Wangi sudah berkelebat cepat, dengan ka-ki
  terangkat Begitu cepat gerakannya, sehingga....
  Desss!
  "Aaakh!"
  Sarti menjerit keras. Tubuhnya kontan terbant-ing saat dadanya terhantam tendangan keras.
  "Huh! Kau boleh mampus sekarang juga!" desis
  Pandan Wangi dengan amarah meluap, siap melompat
  menerjang Sarti. Tapi...
  Werrr!
  "Heh?!"
  Pandan Wangi terkesiap. Mendadak saja, serang-kum angin kencang menghalangi niatnya. Dan ketika
  mengetahui kalau penyerangnya adalah Pendekar Ra-jawali Sakti, gadis itu semakin terkejut saja.
  "Kakang! Apa yang kau lakukan? Kau membela
  gadis ini? Apakah dia telah menjadi gendakmu?" Den-gus Pandan Wangi, terkejut setengah mati.
  "Eh! Bukan maksudku begitu. Tapi..., kau hen-dak membunuhnya," sahut Rangga merasa bersalah.
  "Kakang Rangga! Kau lihat, gadis ini hendak
  membunuhku. Ayo, lekas kau hajar dia! Bunuh dia se-belum melukaimu!" Hardik Sarti geram.
  "Sarti! Tujuan kita bukan di sini. Lebih baik, kita
  lanjutkan perjalanan. Dan, lupakan saja dia."
  "Huh! Seenakmu saja bicara! Tidakkah kau lihat
  dia berusaha membunuhku? Ayo, hajar dia! Bunuh
  gadis tidak tahu diri ini! " Bentak Sarti garang.
  Rangga sama sekali tidak bergerak. Wajahnya
  semakin bingung saja dengan pikiran bercabang-cabang. Ada niat di hatinya untuk menuruti perintah
  Sarti. Namun di sisi lain, hatinya tidak menyetujui. Ka-rena dia merasakan sesuatu yang amat dekat dengan
  gadis berbaju biru ini. Hal inilah yang membuatnya
  kesal. Maka tanpa mempedulikan keduanya, Pendekar
  Rajawali Sakti langsung berbalik dan berkelebat dari
  tempat ini.
  "Kakang, ke mana kau?! He, tunggu! Tunggu...!"
  teriak Sarti, langsung mengejar dari belakang.
  Sementara, Pandan Wangi mematung dengan ha-ti kosong. Pandangan matanya sayu. Kelopak matanya
  terasa hangat dan paras ketika bola matanya berair.
  Gadis itu tidak kuat menahan perasaan hatinya yang
  tidak menentu. Dan dia hanya bisa mematung tanpa
  berbuat apa pun.
  "Kakang Rangga, kenapa kau...?" keluh si Kipas
  Maut, kecil setengah bergumam.
  Lama gadis itu mematung sampai si Kelelawar
  Buduk mendekati.
  "Memang menyakitkan sekali. Tapi, hal itu agak-nya terjadi dengan tidak wajar," tegur si Kelelawar Bu-duk, turut merasakan apa yang dirasakan gadis itu.
  "Apa maksudmu? " Tanya Pandan Wangi, sambil
  menyeka air mata. Disadari kalau si Kelelawar Buduk
  masih ada di tempat ini.
  "Kekasihmu itu.... Pandangan matanya tidak bisa
  menipu. Dia dipengaruhi sesuatu," jelas si Kelelawar
  Buduk.
  "Gadis itukah maksudmu?"
  "Dengan tingkat kepandaiannya seperti itu, mana
  mungkin dia mampu menguasai kekasihmu."
  "Lalu?"
  "Seseorang yang begitu hebat tentunya."
  "Siapa orang itu? "
  "Hm.... Aku tidak bisa menduga secara pasti.
  Orang-orang yang terbunuh olehnya, mempunyai
  sangkut-paut dengan si Netra Buana. Dan berita yang
  kudengar adalah, Pendekar Rajawali Sakti menuntut
  balas atas kekalahan si Netra Buana sebelas tahun la-lu oleh tokoh-tokoh yang telah dan akan dibunuhnya,"
  jelas si Kelelawar Buduk lagi.
  "Netra Buana? Di mana bisa kutemui orang itu?"
  Si Kelelawar Buduk tersenyum kecil.
  "Tidak mudah menemukannya. Sebab, tidak ada
  seorang pun yang tahu di mana dia berada. Kalaupun
  bertemu dengannya, apa yang bisa kau lakukan? Me-maksanya untuk mengobati Pendekar Rajawali Sakti?
  Hm.... Tidak mungkin, Nisanak. Dan kepandaiannya
  belum tentu bisa diimbangi, meski oleh si Pendekar
  Rajawali Sakti sekali-pun."
  "Huh! Aku tidak peduli meski kepandaiannya
  laksana dewa! Dia harus menjelaskan apa yang telah
  diperbuatnya terhadap Pendekar Rajawali Sakti. Kalau
  benar dia mempengaruhinya, maka harus mengemba-likannya seperti semula! " Sentak Pandan Wangi ga-rang.
  "Hm.... Kurasa itu belum perlu. Kalaupun niatmu
  hendak menolong kekasihmu, maka kau harus pergi
  ke Padepokan Kalong Wetan."
  “Padepokan Kalong Wetan? Ada apa di sana?"
  "Ketua padepokan itu adalah saudara seperguru-anku yang tertua. Dan dia salah seorang yang dulu
  pernah menjatuhkan si Netra Buana. Setelah yang
  lainnya tewas atau sulit ditemui, maka pilihan Pende-kar Rajawali Sakti pasti jatuh padanya. Dia pasti ke
  sana!" jelas si Kelelawar Buduk yakin.
  "Percuma saja. Kakang Rangga akan...."
  "Nisanak! Kekasihmu dalam bahaya. Tiga orang
  tokoh sakti kawan Ki Polong yang menjadi Ketua Pade- pokan Kalong Wetan, telah menantinya di sana. Dan
  kudengar, lebih dari tiga belas pendekar telah menan-tinya pula. Pendekar Rajawali Sakti memang tokoh he-bat Namun kecil kemungkinan bisa lolos. Mereka ma-rah dan penuh dendam. Dan sudah pasti, mereka
  akan membunuhnya. Di sinilah kesempatanmu untuk
  menolongnya," jelas si Kelelawar Buduk.
  Pandan Wangi terdiam. Kemudian kepalanya
  mengangguk kecil, membenarkan kata-kata laki-laki
  itu. Tapi kemudian dipandangnya si Kelelawar Buduk
  sambil tersenyum kecil.
  "Hm.... Aku tidak kenal baik denganmu. Dan ba-rusan pun, kau hendak membunuhku. Lalu, Ki Polong
  itu adalah saudaramu. Untuk apa kau katakan semua
  ini, kalau bukan untuk menjebakku? Huh! Jangan co-ba-coba mengelabui ku!" Desis gadis itu sengit
  "Nisanak! Aku memang bukan orang baik. Tapi,
  aku bisa membedakan mana yang benar dan buruk.
  Kulihat, sikap si Pendekar Rajawali Sakti tidak semes-tinya. Dan itu membuatku percaya kalau dia tengah
  dipengaruhi seseorang. Aku menyesal telah menuduh-nya. Juga, menyesal telah berlaku kasar padamu. Dan
  untuk menebusnya, maka ku- beritahu keadaan yang
  membahayakan kekasihmu. Kalau kau tidak percaya,
  itu hakmu. Aku tidak peduli kau mau menolongnya
  atau tidak. Selamat tinggal, Nisanak!" sahut si Kelela-war Buduk, langsung berkelebat dari tempat ini.
  Pandan Wangi tercenung. Meski tidak yakin, na-mun hari kecilnya mengatakan kalau si Kelelawar Bu-duk berkata jujur. Dia sedikit bimbang, namun kemu-dian perlahan-lahan meninggalkan tem-pat ini. Yang
  dituju adalah arah selatan. Arah yang ditempuhnya je-las menuju ke wi

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>