Cerita Silat | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Cersil Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti pdf
Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning Pendekar Rajawali Sakti - 143. Iblis Tangan Tujuh Cersil indo Jamur Sisik Naga
7
Dibentak begitu, bukan membuat Sarti kaget
atau takut. Dia malah tersenyum mengejek sambil
berkacak pinggang.
"Heh! Apakah kau tidak tahu malu? Pemuda itu
adalah Pendekar Rajawali Sakti yang kesohor. Dan aku
adalah kekasihnya. Nah, tidak usah cari penyakit!"
"Hm, begitu?" Sahut Pandan Wangi tidak kalah
sinis. "Coba kau tanya padanya, siapa aku ini."
"Untuk apa aku musti tanya- tanya segala? Dia
tidak berbohong. Kalau dia pernah kenal denganmu
sebelumnya, maka sudah pasti tidak memandangmu
seperti orang asing!" Balas gadis berbaju merah muda
itu dengan sengit.
Mendengar pembicaraan mereka berdua, pemuda
berbaju rompi putih yang memang Pendekar Rajawali
Sakti semakin bingung dengan wajah bodoh.
"Sarti, apa yang terjadi? " Tanya Rangga.
"Kakang Rangga, gadis ini berkata kalau kau
pernah mengenalnya. Betulkah itu?" Tanya Sarti se- raya menggamit lengan pemuda itu dengan nada man-ja.
Bukan main jengkelnya Pandan Wangi melihat
sikap gadis itu. Matanya melotot garang, lalu sambil
berkacak pinggang telunjuknya menuding pemuda itu.
"Kakang Rangga, jadi benar apa yang kudengar
selama ini? Tiba-tiba saja kau menjadi manusia be-jad?! Kini, mulai aneh dan mencoba untuk tidak men-gingat ku. Bagus betul perbuatanmu?"
Rangga memandang Pandan Wangi dengan mata
seperti tidak berkedip. Namun, raut wajahnya tetap sa-ja bingung dengan dahi berkerut seperti berpikir keras.
Di mana dia pernah mengenal gadis itu?
"Nisanak, si..., siapakah kau sebenarnya? Apa-
kah aku pernah mengenalmu sebelumnya...?" Tanya
Rangga, seperti tak mengenali Pandan Wangi.
Bukan main terkesiapnya Pandan Wangi men-dengar sahutan Rangga. Dia memandang dengan wa-jah tidak percaya. Sementara, Sarti tersenyum menge-jek.
"Kau dengar? Dia tidak mengenalmu. Lebih baik,
lekas enyah dari mukaku sebelum aku naik darah.
Kau akan celaka, Nisanak. Apalagi bila berani menga-ku kalau kau adalah kekasihnya!"
Namun, Pandan Wangi tidak menghiraukan kata-kata gadis itu. Kakinya lantas melangkah lebih dekat
untuk meyakinkan pemuda itu.
"Kakang! Aku Pandan Wangi. Tidak ingatkah kau
padaku? Atau kau benar-benar telah kepincut gadis
ini? Katakanlah, Kakang. Aku rela mendengarnya
meski menyakitkan. Kau tidak seperti yang kukenal.
Apakah gadis ini begitu hebat mempengaruhimu se-hingga kau sampai berbuat telengas? Jawablah, Ka-kang. Ada apa semua ini? Kenapa kau berpura-pura
tidak mengenalku?" cecar Pandan Wangi.
"Eh! Aku..., aku."
Rangga tampak bingung. Hatinya seperti bergon-cang ketika mendengar kata-kata gadis itu. Pancaran
matanya menusuk tajam, dan berusaha keras menge-tahui siapa gadis berbaju biru ini. Seolah olah, hatinya
begitu dekat dengan gadis itu. Namun, dia tidak tahu
kapan dan di mana pernah bertemu. Melihat gelagat
itu, bukan main kesalnya Sarti. Digamitnya lengan
pemuda itu.
"Kakang Rangga, jangan dengarkan ocehannya!
Gadis ini coba mempengaruhi mu. Dan jangan-jangan,
dia malah hendak menjebakmu. Lebih baik bereskan
saja dia!" bentak Sarti.
"Aku..., aku...," kata Rangga tergagap.
"Apalagi yang kau tunggu? Ayo, bunuh dia! Dia
berusaha menipu dan membuatmu lengah. Baru sete-lah itu, dia akan membunuhmu. Dia adalah musuh-mu, Kakang. Ayo, lekas bunuh dia!" hardik Sarti me-merintah.
"Sarti.... Aku tidak bisa membunuhnya."
"Tolol! Kau harus mengikuti apa kataku. Ayo,
bunuh dia...! " ulang gadis itu, membentak keras.
Kali ini tidak seperti sebelumnya, Rangga diam
saja. Wajahnya tampak bimbang, dan sama sekali ti-dak beringsut dari tempatnya.
“Huh! Kalau begitu, biar kubereskan dia. Agar ti-dak menjadi penghalang!" dengus Sarti. Segera gadis
itu melompat mencabut pedangnya dan menyerang
Pandan Wangi.
Sring!
"Kau telah kuperingatkan, namun keras kepala.
Maka kini kau boleh mampus di tanganku!" desis Sar-ti.
"Huh! " dengus Pandan Wangi, sinis.
Perasaan kesal serta sedih di hati gadis itu ber-baur menjadi satu. Dan melihat Sarti menyerangnya,
dia seperti menemukan tempat untuk me- lampiaskannya. Maka dengan cepat, Pandan Wangi
mencabut kipasnya untuk meladeni serangan.
Pertarungan kedua gadis itu tidak dapat dielak-kan lagi. Rangga diam saja memperhatikan dengan wa-jah makin bingung. Sementara, si Kelelawar Buduk
yang sejak kehadiran si Pendekar Rajawali Sakti di
tempat ini, lebih banyak diam sambil memperhatikan
perkembangan.
Niat si Kelelawar Buduk yang semula untuk
menghajar si Pendekar Rajawali Sakti, kini berubah se-
telah dilukai Pandan Wangi.
Selama ini yang diketahuinya, kepandaian si Ki-pas Maut berada di bawah si Pendekar Rajawali Sakti.
Kalau saja dia dapat dikalahkan gadis itu, mana
mungkin punya harapan untuk menjatuhkan Pende-kar Rajawali Sakti? Apalagi dalam keadaan terluka se-perti saat ini. Lebih dari itu, hatinya sedikit trenyuh
melihat apa yang terjadi di depan matanya Si Kelelawar
Buduk sudah sering melihat bahwa si Kipas Maut ada-lah kekasih si Pendekar Rajawali Sakti. Dan mereka
suka mengembara bersama-sama. Dan dia juga bisa
menilai, bahwa Pendekar Rajawali Sakti bukanlah pe-muda mata ke ranjang, sehingga mudah kepincut ga-dis lain. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti kelihatan betul-betul sulit mengingat di mana pernah mengenal Pan-dan Wangi. Hal itu membuat- nya menjadi aneh dan
menimbulkan tanda tanya besar.
***
Sementara itu pertarungan antara Pandan Wangi
dan Sarti semakin seru. Sarti menyerang dengan ka-lap. Namun sejauh ini, dia belum mampu menunduk-kan Pandan Wangi. Bahkan perlahan-lahan, terlihat
dia mulai terdesak hebat oleh serangan balasan yang
dilancarkan si Kipas Maut Apalagi, Pandan Wangi me-mang sedang kalap. Dan di samping itu, kepandaian-nya sangat tinggi. Sehingga ketika Pandan Wangi mulai
mengerahkan jurus- jurus mautnya, Sarti dibuat tidak
berkutik. Gadis itu hanya mampu melompat menghin-dar kesana kemari.
"Hiiih!"
Kipas Maut di tangan Pandan Wangi menyambar
ke arah perut, ketika baru saja menangkis. Sarti terke-
jut Dan dia cepat mengelak dengan melompat ke bela-kang. Masih terasa desir angin tajam dari senjata Pan-dan Wangi, sehingga membuat jantungnya berdetak
kencang. Apa
Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning Pendekar Rajawali Sakti - 143. Iblis Tangan Tujuh Cersil indo Jamur Sisik Naga
7
Dibentak begitu, bukan membuat Sarti kaget
atau takut. Dia malah tersenyum mengejek sambil
berkacak pinggang.
"Heh! Apakah kau tidak tahu malu? Pemuda itu
adalah Pendekar Rajawali Sakti yang kesohor. Dan aku
adalah kekasihnya. Nah, tidak usah cari penyakit!"
"Hm, begitu?" Sahut Pandan Wangi tidak kalah
sinis. "Coba kau tanya padanya, siapa aku ini."
"Untuk apa aku musti tanya- tanya segala? Dia
tidak berbohong. Kalau dia pernah kenal denganmu
sebelumnya, maka sudah pasti tidak memandangmu
seperti orang asing!" Balas gadis berbaju merah muda
itu dengan sengit.
Mendengar pembicaraan mereka berdua, pemuda
berbaju rompi putih yang memang Pendekar Rajawali
Sakti semakin bingung dengan wajah bodoh.
"Sarti, apa yang terjadi? " Tanya Rangga.
"Kakang Rangga, gadis ini berkata kalau kau
pernah mengenalnya. Betulkah itu?" Tanya Sarti se- raya menggamit lengan pemuda itu dengan nada man-ja.
Bukan main jengkelnya Pandan Wangi melihat
sikap gadis itu. Matanya melotot garang, lalu sambil
berkacak pinggang telunjuknya menuding pemuda itu.
"Kakang Rangga, jadi benar apa yang kudengar
selama ini? Tiba-tiba saja kau menjadi manusia be-jad?! Kini, mulai aneh dan mencoba untuk tidak men-gingat ku. Bagus betul perbuatanmu?"
Rangga memandang Pandan Wangi dengan mata
seperti tidak berkedip. Namun, raut wajahnya tetap sa-ja bingung dengan dahi berkerut seperti berpikir keras.
Di mana dia pernah mengenal gadis itu?
"Nisanak, si..., siapakah kau sebenarnya? Apa-
kah aku pernah mengenalmu sebelumnya...?" Tanya
Rangga, seperti tak mengenali Pandan Wangi.
Bukan main terkesiapnya Pandan Wangi men-dengar sahutan Rangga. Dia memandang dengan wa-jah tidak percaya. Sementara, Sarti tersenyum menge-jek.
"Kau dengar? Dia tidak mengenalmu. Lebih baik,
lekas enyah dari mukaku sebelum aku naik darah.
Kau akan celaka, Nisanak. Apalagi bila berani menga-ku kalau kau adalah kekasihnya!"
Namun, Pandan Wangi tidak menghiraukan kata-kata gadis itu. Kakinya lantas melangkah lebih dekat
untuk meyakinkan pemuda itu.
"Kakang! Aku Pandan Wangi. Tidak ingatkah kau
padaku? Atau kau benar-benar telah kepincut gadis
ini? Katakanlah, Kakang. Aku rela mendengarnya
meski menyakitkan. Kau tidak seperti yang kukenal.
Apakah gadis ini begitu hebat mempengaruhimu se-hingga kau sampai berbuat telengas? Jawablah, Ka-kang. Ada apa semua ini? Kenapa kau berpura-pura
tidak mengenalku?" cecar Pandan Wangi.
"Eh! Aku..., aku."
Rangga tampak bingung. Hatinya seperti bergon-cang ketika mendengar kata-kata gadis itu. Pancaran
matanya menusuk tajam, dan berusaha keras menge-tahui siapa gadis berbaju biru ini. Seolah olah, hatinya
begitu dekat dengan gadis itu. Namun, dia tidak tahu
kapan dan di mana pernah bertemu. Melihat gelagat
itu, bukan main kesalnya Sarti. Digamitnya lengan
pemuda itu.
"Kakang Rangga, jangan dengarkan ocehannya!
Gadis ini coba mempengaruhi mu. Dan jangan-jangan,
dia malah hendak menjebakmu. Lebih baik bereskan
saja dia!" bentak Sarti.
"Aku..., aku...," kata Rangga tergagap.
"Apalagi yang kau tunggu? Ayo, bunuh dia! Dia
berusaha menipu dan membuatmu lengah. Baru sete-lah itu, dia akan membunuhmu. Dia adalah musuh-mu, Kakang. Ayo, lekas bunuh dia!" hardik Sarti me-merintah.
"Sarti.... Aku tidak bisa membunuhnya."
"Tolol! Kau harus mengikuti apa kataku. Ayo,
bunuh dia...! " ulang gadis itu, membentak keras.
Kali ini tidak seperti sebelumnya, Rangga diam
saja. Wajahnya tampak bimbang, dan sama sekali ti-dak beringsut dari tempatnya.
“Huh! Kalau begitu, biar kubereskan dia. Agar ti-dak menjadi penghalang!" dengus Sarti. Segera gadis
itu melompat mencabut pedangnya dan menyerang
Pandan Wangi.
Sring!
"Kau telah kuperingatkan, namun keras kepala.
Maka kini kau boleh mampus di tanganku!" desis Sar-ti.
"Huh! " dengus Pandan Wangi, sinis.
Perasaan kesal serta sedih di hati gadis itu ber-baur menjadi satu. Dan melihat Sarti menyerangnya,
dia seperti menemukan tempat untuk me- lampiaskannya. Maka dengan cepat, Pandan Wangi
mencabut kipasnya untuk meladeni serangan.
Pertarungan kedua gadis itu tidak dapat dielak-kan lagi. Rangga diam saja memperhatikan dengan wa-jah makin bingung. Sementara, si Kelelawar Buduk
yang sejak kehadiran si Pendekar Rajawali Sakti di
tempat ini, lebih banyak diam sambil memperhatikan
perkembangan.
Niat si Kelelawar Buduk yang semula untuk
menghajar si Pendekar Rajawali Sakti, kini berubah se-
telah dilukai Pandan Wangi.
Selama ini yang diketahuinya, kepandaian si Ki-pas Maut berada di bawah si Pendekar Rajawali Sakti.
Kalau saja dia dapat dikalahkan gadis itu, mana
mungkin punya harapan untuk menjatuhkan Pende-kar Rajawali Sakti? Apalagi dalam keadaan terluka se-perti saat ini. Lebih dari itu, hatinya sedikit trenyuh
melihat apa yang terjadi di depan matanya Si Kelelawar
Buduk sudah sering melihat bahwa si Kipas Maut ada-lah kekasih si Pendekar Rajawali Sakti. Dan mereka
suka mengembara bersama-sama. Dan dia juga bisa
menilai, bahwa Pendekar Rajawali Sakti bukanlah pe-muda mata ke ranjang, sehingga mudah kepincut ga-dis lain. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti kelihatan betul-betul sulit mengingat di mana pernah mengenal Pan-dan Wangi. Hal itu membuat- nya menjadi aneh dan
menimbulkan tanda tanya besar.
***
Sementara itu pertarungan antara Pandan Wangi
dan Sarti semakin seru. Sarti menyerang dengan ka-lap. Namun sejauh ini, dia belum mampu menunduk-kan Pandan Wangi. Bahkan perlahan-lahan, terlihat
dia mulai terdesak hebat oleh serangan balasan yang
dilancarkan si Kipas Maut Apalagi, Pandan Wangi me-mang sedang kalap. Dan di samping itu, kepandaian-nya sangat tinggi. Sehingga ketika Pandan Wangi mulai
mengerahkan jurus- jurus mautnya, Sarti dibuat tidak
berkutik. Gadis itu hanya mampu melompat menghin-dar kesana kemari.
"Hiiih!"
Kipas Maut di tangan Pandan Wangi menyambar
ke arah perut, ketika baru saja menangkis. Sarti terke-
jut Dan dia cepat mengelak dengan melompat ke bela-kang. Masih terasa desir angin tajam dari senjata Pan-dan Wangi, sehingga membuat jantungnya berdetak
kencang. Apa