Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Bunuh Pendekar Rajawali Sakti - 19

$
0
0
Cerita Silat | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Cersil Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti pdf

Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning Pendekar Rajawali Sakti - 143. Iblis Tangan Tujuh Cersil indo Jamur Sisik Naga

7
  Dibentak begitu, bukan membuat Sarti kaget
  atau takut. Dia malah tersenyum mengejek sambil
  berkacak pinggang.
  "Heh! Apakah kau tidak tahu malu? Pemuda itu
  adalah Pendekar Rajawali Sakti yang kesohor. Dan aku
  adalah kekasihnya. Nah, tidak usah cari penyakit!"
  "Hm, begitu?" Sahut Pandan Wangi tidak kalah
  sinis. "Coba kau tanya padanya, siapa aku ini."
  "Untuk apa aku musti tanya- tanya segala? Dia
  tidak berbohong. Kalau dia pernah kenal denganmu
  sebelumnya, maka sudah pasti tidak memandangmu
  seperti orang asing!" Balas gadis berbaju merah muda
  itu dengan sengit.
  Mendengar pembicaraan mereka berdua, pemuda
  berbaju rompi putih yang memang Pendekar Rajawali
  Sakti semakin bingung dengan wajah bodoh.
  "Sarti, apa yang terjadi? " Tanya Rangga.
  "Kakang Rangga, gadis ini berkata kalau kau
  pernah mengenalnya. Betulkah itu?" Tanya Sarti se- raya menggamit lengan pemuda itu dengan nada man-ja.
  Bukan main jengkelnya Pandan Wangi melihat
  sikap gadis itu. Matanya melotot garang, lalu sambil
  berkacak pinggang telunjuknya menuding pemuda itu.
  "Kakang Rangga, jadi benar apa yang kudengar
  selama ini? Tiba-tiba saja kau menjadi manusia be-jad?! Kini, mulai aneh dan mencoba untuk tidak men-gingat ku. Bagus betul perbuatanmu?"
  Rangga memandang Pandan Wangi dengan mata
  seperti tidak berkedip. Namun, raut wajahnya tetap sa-ja bingung dengan dahi berkerut seperti berpikir keras.
  Di mana dia pernah mengenal gadis itu?
  "Nisanak, si..., siapakah kau sebenarnya? Apa-
  kah aku pernah mengenalmu sebelumnya...?" Tanya
  Rangga, seperti tak mengenali Pandan Wangi.
  Bukan main terkesiapnya Pandan Wangi men-dengar sahutan Rangga. Dia memandang dengan wa-jah tidak percaya. Sementara, Sarti tersenyum menge-jek.
  "Kau dengar? Dia tidak mengenalmu. Lebih baik,
  lekas enyah dari mukaku sebelum aku naik darah.
  Kau akan celaka, Nisanak. Apalagi bila berani menga-ku kalau kau adalah kekasihnya!"
  Namun, Pandan Wangi tidak menghiraukan kata-kata gadis itu. Kakinya lantas melangkah lebih dekat
  untuk meyakinkan pemuda itu.
  "Kakang! Aku Pandan Wangi. Tidak ingatkah kau
  padaku? Atau kau benar-benar telah kepincut gadis
  ini? Katakanlah, Kakang. Aku rela mendengarnya
  meski menyakitkan. Kau tidak seperti yang kukenal.
  Apakah gadis ini begitu hebat mempengaruhimu se-hingga kau sampai berbuat telengas? Jawablah, Ka-kang. Ada apa semua ini? Kenapa kau berpura-pura
  tidak mengenalku?" cecar Pandan Wangi.
  "Eh! Aku..., aku."
  Rangga tampak bingung. Hatinya seperti bergon-cang ketika mendengar kata-kata gadis itu. Pancaran
  matanya menusuk tajam, dan berusaha keras menge-tahui siapa gadis berbaju biru ini. Seolah olah, hatinya
  begitu dekat dengan gadis itu. Namun, dia tidak tahu
  kapan dan di mana pernah bertemu. Melihat gelagat
  itu, bukan main kesalnya Sarti. Digamitnya lengan
  pemuda itu.
  "Kakang Rangga, jangan dengarkan ocehannya!
  Gadis ini coba mempengaruhi mu. Dan jangan-jangan,
  dia malah hendak menjebakmu. Lebih baik bereskan
  saja dia!" bentak Sarti.
  "Aku..., aku...," kata Rangga tergagap.
  "Apalagi yang kau tunggu? Ayo, bunuh dia! Dia
  berusaha menipu dan membuatmu lengah. Baru sete-lah itu, dia akan membunuhmu. Dia adalah musuh-mu, Kakang. Ayo, lekas bunuh dia!" hardik Sarti me-merintah.
  "Sarti.... Aku tidak bisa membunuhnya."
  "Tolol! Kau harus mengikuti apa kataku. Ayo,
  bunuh dia...! " ulang gadis itu, membentak keras.
  Kali ini tidak seperti sebelumnya, Rangga diam
  saja. Wajahnya tampak bimbang, dan sama sekali ti-dak beringsut dari tempatnya.
  “Huh! Kalau begitu, biar kubereskan dia. Agar ti-dak menjadi penghalang!" dengus Sarti. Segera gadis
  itu melompat mencabut pedangnya dan menyerang
  Pandan Wangi.
  Sring!
  "Kau telah kuperingatkan, namun keras kepala.
  Maka kini kau boleh mampus di tanganku!" desis Sar-ti.
  "Huh! " dengus Pandan Wangi, sinis.
  Perasaan kesal serta sedih di hati gadis itu ber-baur menjadi satu. Dan melihat Sarti menyerangnya,
  dia seperti menemukan tempat untuk me- lampiaskannya. Maka dengan cepat, Pandan Wangi
  mencabut kipasnya untuk meladeni serangan.
  Pertarungan kedua gadis itu tidak dapat dielak-kan lagi. Rangga diam saja memperhatikan dengan wa-jah makin bingung. Sementara, si Kelelawar Buduk
  yang sejak kehadiran si Pendekar Rajawali Sakti di
  tempat ini, lebih banyak diam sambil memperhatikan
  perkembangan.
  Niat si Kelelawar Buduk yang semula untuk
  menghajar si Pendekar Rajawali Sakti, kini berubah se-
  telah dilukai Pandan Wangi.
  Selama ini yang diketahuinya, kepandaian si Ki-pas Maut berada di bawah si Pendekar Rajawali Sakti.
  Kalau saja dia dapat dikalahkan gadis itu, mana
  mungkin punya harapan untuk menjatuhkan Pende-kar Rajawali Sakti? Apalagi dalam keadaan terluka se-perti saat ini. Lebih dari itu, hatinya sedikit trenyuh
  melihat apa yang terjadi di depan matanya Si Kelelawar
  Buduk sudah sering melihat bahwa si Kipas Maut ada-lah kekasih si Pendekar Rajawali Sakti. Dan mereka
  suka mengembara bersama-sama. Dan dia juga bisa
  menilai, bahwa Pendekar Rajawali Sakti bukanlah pe-muda mata ke ranjang, sehingga mudah kepincut ga-dis lain. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti kelihatan betul-betul sulit mengingat di mana pernah mengenal Pan-dan Wangi. Hal itu membuat- nya menjadi aneh dan
  menimbulkan tanda tanya besar.
 
  ***
  Sementara itu pertarungan antara Pandan Wangi
  dan Sarti semakin seru. Sarti menyerang dengan ka-lap. Namun sejauh ini, dia belum mampu menunduk-kan Pandan Wangi. Bahkan perlahan-lahan, terlihat
  dia mulai terdesak hebat oleh serangan balasan yang
  dilancarkan si Kipas Maut Apalagi, Pandan Wangi me-mang sedang kalap. Dan di samping itu, kepandaian-nya sangat tinggi. Sehingga ketika Pandan Wangi mulai
  mengerahkan jurus- jurus mautnya, Sarti dibuat tidak
  berkutik. Gadis itu hanya mampu melompat menghin-dar kesana kemari.
  "Hiiih!"
  Kipas Maut di tangan Pandan Wangi menyambar
  ke arah perut, ketika baru saja menangkis. Sarti terke-
  jut Dan dia cepat mengelak dengan melompat ke bela-kang. Masih terasa desir angin tajam dari senjata Pan-dan Wangi, sehingga membuat jantungnya berdetak
  kencang. Apa

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>