Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pendekar Seratus Hari - 19

$
0
0
Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar Seratus Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf

Cersil mwb Kasih Diantara Remaja Pendekar Rajawali Sakti - 142. Istana Ratu Sihir Pendekar Rajawali Sakti - 147. Tongkat Sihir Dewa Api Cersil indo Tawanan Datuk Sesat Cersil mwb Kelelawar Hijau

cantik itu.
  Sekali bergeliat wanita Baju Merah itu sudah meluncur tiga langkah.
  Melihat tata langkah wanita itu sedemikian luar biasa, diam-diam Bok-yong Kang terkejut. Namun sudah terlanjur menyerang, ia pun tak mau berhenti setengah jalan. Ruyung digentakkan dan majulah menyerang. Tiba-tiba ketiga lelaki itu serempak maju.
  Tiga buah serangan telah dilancarkan Bok-yong Kang dengan ruyung tulang tengkoraknya. Dan ketiga jurus itu cepatnya laksana halilintar menyambar dan gerakannya pun luar biasa anehnya.
  Dua dari ketiga orang lelaki itu segera menyingkir tetapi tak sempat menghindar. Ujung ruyung telah melanda bahu kirinya, darahpun bercucuran ke tanah.
  Memang jurus terakhir dari ketiga jurus serangan ruyung yang dilancarkau Bok-yong Kang merupakan jurus maut.
  Karena jalan darah Kian-keng-hiat pada bahu orang itu tersambar tak ampun lagi orang itu segera terkapar di tanah.
  Kedua kawannya terkejut dan hendak menolong tetapi segera disambut dengan sabetan ruyung oleh Bok-yong Kang. Dan sekali menyerang tak maulah Bok-yong Kang memberi kesempatan kedua orang itu untuk bernapas. Ruyung berkelebatan menyambar ke kanan kiri dengan dahsyat dan cepat sekali. Dan setiap serangan selalu mengarah jalan darah yang berbahaya. Bahkan disamping itu Bok-yong Kang pun masih menyerempaki dengan pukulan tangan kiri lagi.
  Kedua orang itu meski pun jago-jago yang tangguh tetapi karena diserang oleh ruyung dan pukulan yang gencar dan aneh, mereka menjadi kalang kabut juga.
  Tigapuluh jurus kemudian, kedua orang itu pun tak mampu meloloskan diri dari lingkaran ruyung dan pukulan Bok-yong Kang.
  Melihat kedua orang itu akan kalah, wanita Baju merah mombentaknya, “Mundurlah!”
  Tetapi Bok-yong Kang tak mau memberi kesempatan kepada kedua orang itu. Dengan bersuit pelahan ia segera lepaskan tiga buah pukulan dahsyat. Pukulan itu membuat kedua orang itu menyurut mundur.
  “Sring, sring!”
  Bagaikan ular memagut, ruyung-ruyung segera meluncur maju menyambar. Terdengar kedua orang itu mengerang. Jalan darah mereka tertutuk dan mereka rubuh ke tanah.
  Bok-yong Kang cukup bersikap kesatria. Habis menutuk ia tak mau menyusuli lagi dan menarik pulang ruyungnya.
  Wanita itu tertawa seraya menghampiri serunya: “Ih, mereka bertiga memang seharusnya mati.”
  Tiba-tiba wanita cantik itu terus ayunkan kakinya menendang ketiga orang yang rebah di tanah itu.
  Bok-yong Kang terkejut. Ia mengira wanita Baju Merah itu hendak menolong dengan membuka jalan darah yang tertutuk.
  Tetapi di luar dugaan terdengarlah jeritan ngeri dari ketiga orang itu. Darah menyembur dari mulut dan seketika hilanglah nyawa mereka.
  Tindakan yang tak diduga-duga itu membuat Bok- yong Kang melongo. Kemudian ia berteriak: “Hai, mengapa engkau membunuh anak buahmu sendiri?”
  Wanita Baju Merah tersenyum. “Mereka bertiga manusia yang tak berbudi. Perlu apa dibiarkan hidup?”
  Bok-yong Kang tertegun, “Mereka telah menjual jiwa kepadamu, mengapa engkau masih mengatakan mereka tak setia?”
  serunya.
  Memang pemuda itu berhati polos. Ia tak puas atas tindakan wanita yang dianggapnya terlalu kejam terhadap anak buahnya. Walaupun ketiga orang itu jelas memusuhi dirinya, tetapi ia merasa kasihan juga kepada mereka.
  Wanita Baju Merah tertawa: “Mereka itu anak buah dari Nyo Jong-ho, tetapi mereka telah menjual tuannya. Mereka selayaknya kalau dibunuh.”
  Bukan kepalang kejut Bok-yong Kang mendengar keterangan wanita itu, serunya: “Apakah ke tiga orang itu bukan anak buahmu?”
  “Bukan!”
  Diam-diam Bok-yong Kang terkejut: “Kalau begitu, dugaan Siau toako itu memang benar bahwa rumah kediaman keluarga Nyo sudah terjadi peristiwa besar, karena itu beberapa anak buah Nyo Jong-ho lalu berpaling muka dan ikut pada Wanita Suara Iblis.”
  Pada saat Bok-yong Kang tengah merenu ng, tiba-tiba wanita Baju merah itu melesat kehadapannya dan secepat kilat menyambar pergelangan tangan anak muda itu.
  Bok-yong Kang tersentak dari renungannya, cepat ia menyurut mundur dua langkah. Tetapi dengan sebuah gerak kisaran tubuh yang aneh dan cepat, wanita Baju Merah itu pun sudah membayangi di sampingnya lalu ayunkan tangan memukul.
  Melihat betapa cepat dan luar biasa gerak wanita itu, diam-diam Bok-yong Kang menyadari bahwa wanita itu tentu berilmu tinggi. Cepat ia menyurut mundur lima langkah lagi seraya gentakkan ruyungnya untuk menangkis. Dan tangannya kiri menyerempaki dengan sebuah hantaman kepada wanita itu.
  Pukulan dengan tangan kiri itu dilontarkan Bok-yong Kang dengan tenaga penuh sehingga menimbulkan sambaran angin keras.
  Tetapi tampaknya wanita itu tak gentar menghadapi pukulan Bok-yong Kang. Ia mengangkat tangannya untuk menangkis.
  Bok-yong Kang tak gentar. Ia percaya bahwa pukulan itu tentu dapat menyurutkan lawan ke belakang.
  Tetapi dugaannya itu meleset. Wanita cantik itu tetap menangkis. “Huak,” mulut Bok-yong Kang menguak, memuntahkan segumpal darah. Tubuhnya terhuyung- huyung mundur sampai delapan langkah.
  Wanita Baju merah itu tertawa, “Untuk memberimu sedikit pelajaran, sekarang engkau boleh pilih, mencari jalan hidup atau jalan mati?”
  Ternyata Bok-yong Kang telah menderita serangan membalik dari tenaga dalam wanita itu sehingga ia terluka dan jatuh terduduk di tanah. Ia berusaha bangun tetapi kepalanya terasa pusing sekali.
  Dengan tenang wanita itu berkisar ke muka Bok-yong Kang lalu lekatkan telapak tangannya ke ubun-ubun Bok-yong Kang seraya membentak: “Engkau mau mati atau hidup?”
  “Hm. jalan hidup bagaimana, jalan mati bagaimana?”
  “Kalau mau hidup, harus menyerah.”
  Bok-yong Kang menyadari bahwa wanita itu memiliki kepandaian aneh. Ia tak mengerti entah menderita pukulan ganas macam apa sehingga tenaganya lumpuh.
  “Mati atau hidup boleh semua,” dengus Bok-yong Kang. “bukankah saat ini jiwaku berada di tanganmu?”
  Wanita Baju merah tertawa mengikik. Nada tawanya aneh mengandung nada ejek dan hina.
  Merah muka Bok-yong Kang, bentaknya: “Apa yang engkau tertawakan?”
  Tiba-tiba wanita itu wajahnya mengabut hawa pembunuhan.
  “Mati aku......,” melihat itu Bok-yong Kang pun mengeluh dalam hati.
  Sekonyong-konyong terdengar sebuah suara nyaring: “Bwe sumoay, jangan mengganggu jiwanya!”
  Sebenarnya wanita itu sudah hendak memancarkan tenaga dalam ke arah telapak tangannya yang melekat di ubun-ubun Bok-yong Kang. Mendengar suara itu ia menghentikannya.
  Memandang ke muka, Bok-yong Kang melihat empat orang muncul dari gumpalan kabut pagi. Yang dua orang, Bok-yong Kang dapat mengenali sebagai suami isteri Hong-hu Hoa dan Tong Ki. Dan yang dua orang, ia belum kenal. Yang satu, seorang tua. Jenggotnya yang putih menjulai turun ke dada, sedang punggung memanggul pedang.
  Sedang yang seorang juga seorang tua gemuk wajahnya seperti Bi-lek-bud, tetapi tak membekal senjata.
  Sesaat Bok-yong Kang tak tahu apa yang dihadapi saat itu. Ia terlongong memandang Seruling Kumala Hong-hu Hoa dan Tangan ganas jarum Beracun Tong Ki dengan penuh pandang bertanya. Bermula ia kira wanita Baju merah itu anak buah Wanita Suara Iblis.
  Melihat orang tua berambut putih, wanita cantik Baju merah itu segera bersikap serius, serunya: “Ciang-bun suheng, inilah anak buahnya seorang musuh.”
  Ciang-bun suheng artiuya kakak seperguruan yang menjadi ketua partai perguruan. Dengan demikian orang tua rambut putih itu menjadi suheng dari wanita Baju merah dan juga menjadi ketua perguruan mereka.
  Orang tua berambut putih mengangguk. “Ya, kutahu, tetapi masih banyak hal yang kita tak mengerti dan perlu mencari keterangan dari orang itu.
  Sekarang kita bawa saja dia ke tempat keluarga Nyo untuk diperiksa.”
  Bok-yong Kang tertawa dingin.
 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>