Cerita Silat | Teror Manusia Bangkai | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Teror Manusia Bangkai | Cersil Sakti | Teror Manusia Bangkai pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 147. Tongkat Sihir Dewa Api Cersil indo Tawanan Datuk Sesat Cersil mwb Kelelawar Hijau Pendekar Seratus Hari - S.D Liong Cersil indo Raja Iblis Tanpa Tanding
7
Rangga dan Dewi Palasari saling berpandang- an.
"Hei? Mengapa kalian diam semuanya? Coba katakan! Apakah gadis yang bersamamu itu Dewi Palasari, Ketua Padepokan Merak Emas, Rangga...?" Peramal Tuna Netra mengulangi pertanyaannya.
"Benar, Ki...! " sahut Rangga.
"Korban berjatuhan sudah semakin banyak Tapi, kalian malah hanya berdua-duaan saja."
Wajah Dewi Palasari bersemu merah.
"Maafkan kami, Kakek Peramal. Bukannya ka-mi membawa maksud buruk. Pendekar Rajawali Sakti telah menolongku dari rasa malu, dan mem-bebaskan dari kematian. Bukankah semua itu atas perintah Kakek..? " sahut Dewi Palasari dengan wajah bersemu merah dadu.
"Ha ha ha! Memang benar! Tapi, tindakan kalian terlalu lama untuk menghentikan manusia durjana itu!"
"Dia kebal terhadap senjata dan pukulan, Ki. Apakah sebagai seorang peramal, kau tidak dapat mengetahuinya?" Rangga membela diri.
"Tentu saja aku tahu! Untuk itulah aku me-nunggu kalian di sini," ujar Peramal Tuna Netra kalem.
"Menurutmu, apakah kekebalan Manusia Bangkai tidak ada titik kelemahannya, Ki...?"
Peramal Tuna Netra tertawa aneh.
"Jika semua orang yang hidup ini mengalami mati, maka setiap kekebalan pasti ada titik kele-mahannya. Menusia Bangkai memiliki sumber ke-kuatan di bagian matanya. Menurut penglihatanku, titik kelemahannya juga ada di situ," jelas Ki Kambaya.
"Jika dapat menghancurkan matanya, maka kita dapat membunuhnya, Ki...?" Rangga menduga-duga.
"Betul.... Betul sekali...! Sekarang jangan banyak Tanya. Sudah saatnya kita berangkat!"
"Ki...!"
Suara Rangga tertahan. Namun Peramal Tuna Netra telah berkelebat lenyap dari depan mereka. Pendekar Rajawali Sakti hanya menggeleng- gelengkan kepala saja.
"Sungguh orang tua aneh, tapi menakjubkan!" desah Dewi Palasari kagum.
***
Ketika Peramal Tuna Netra tiba, lereng Gunung Kelud, telah dipenuhi para pendatang yang berasal dari berbagai padepokan di tanah Jawa. Sebuah arena yang cukup besar sebagaimana biasanya telah disediakan.
Ketua Padepokan Naga Merah yang selama empat tahun ini memimpin seluruh partai aliran putih di seluruh tanah Jawa, hadir bersama enam orang muridnya. Terlihat pula seorang laki-laki berbadan jangkung dengan baju warna hitam. Laki-laki setengah baya berkapala botak ini datang mewakili Partai Giling Wesi, bersama dua puluh orang muridnya. Di samping itu ada lagi enam partai kecil lainnya. Dan mereka semua datang sebagai peninjau.
Di antara mereka yang hadir, ada tiga padepokan lagi yang belum kelihatan batang hidungnya. Mereka adalah Padepokan Merak Emas, Padepokan Golok Perak, dan juga Padepokan Kapak Sakti.
Ketua Padepokan Naga Merah yang bernama Daeng Saka tampaknya menjadi resah ketika melihat ketidakhadiran mereka ini. Bagaimanapun. Ki Bagas Salaya, Ki Dananjaya, dan Dewi Palasari masih merupakan sahabat-sahabatnya. Jika mereka tidak hadir di situ, bisa diduga ada halangan yang sangat berarti.
"Kudengar-dengar manusia iblis Batu Kumbara telah berhasil meloloskan diri dari Lembah Batang.
Ah...! Kuharap saja ketiga sahabatku itu tidak mengalami nasib celaka. Aku jadi khawatir, Manusia Bangkai itu mengacaukan suasana tempat ini...," desah Daeng Saka, cemas.
Karena waktu semakin mendesak dan para hadirin mulai berteriak-teriak pula, akhirnya Daeng Saka naik ke arena tempat mengadu kehebatan masing-masing. Dan kini, suasana di sekelilingnya barubah menjadi tenang.
"Saudara-saudara sekalian! " Daeng Saka me-inulai ucapannya. "Sebagai mana biasa yang terjadi empat tahun sekali, maka di sini kita selalu mengadakan pemilihan ketua partai aliran putih yang baru. Aku sebagai ketua yang lama, telah siap menerima pergantian. Hanya saja yang merisaukan hatiku, sampai acara ini dibuka, tiga padepokan terkuat yang seharusnya ikut ambil bagian penting masih belum hadir. Padahal, selama ini kejadian seperti itu belum pernah terjadi. Maka untuk menunggu kedatangan mereka, alangkah baiknya jika diadakan pertandingan selingan untuk mengisi acara yang kosong!"
Daeng Saka kemudian memberi isyarat kepada salah seorang muridnya, dan juga pada murid Partai Giling Wesi.
Mendapat isyarat itu, kedua murid yang dimaksud segera melompat ke atas arena. Dan mereka langsung menjura hormat pada Daeng Saka.
"Nah, Saudara-saudar sekalian. Kita mulai saja babak pemanasan ini antara muridku Somali, melawan murid Partai Giling Wesi yang bernama Barata...!"
Daeng Saka kemudian mempersilakan kedua pemuda gagah yang masing-masing berbaju hitam dan putih ini saling berhadapan. Sementara, dia sendiri segera meninggalkan arena dan mulai bergabung bersama Ketua Partai Giling Wesi.
Di atas arena, pertandingan pun dimulai Masing-masing murid padepokan mengerahkan jurus-jurus tangan kosong yang menjadi kebanggaan padepokannya. Dan sebagaimana peraturan yang telah ditetapkan, mereka tidak diperkenankan mempergunakan senjata. Jadi, mereka harus saling menyerang mempergunakan jurus-jurus tangan kosong.
"Hiyaaa...!"
"Heaaa...! "
Baik Barata maupun Somali sama- sama mem-bentak. Kemudian tubuh mereka berkelebat, me-lancarkan serangan-serangan ganas ke arah ba-gian bagian terlemah. Somali tampaknya tidak mau kalah. Walau bukan murid tertua, namun Somali memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi. Tak heran kalau dengan gesit serangan- serangan gencar Barata baik yang berupa tendangan kaki maupun jotosan berisi tenaga dalam itu dapat dihindarinya.
Dan Barata sendiri tampaknya menjadi sangat penasaran. Tiba-tiba dia melompat ke belakang sejauh tiga batang tombak. Kaki kanannya ter-angkat ke atas. Sedangkan kedua tangannya me-nyilang di depan dada. Rupanya, Barata saat itu telah bersia-siap mengerahkan jurus 'Besi Baja Membentur Karang'.
Somali dari Padepokan Naga Merah menyadari betapa berbahayanya jurus yang digunakan lawan tandingnya. Sehingga dia pun tidak mau bertindak gegabah. Seketika dipergunakannya jurus 039;Mengusir Lalat Menggapai Matahari'.
Wut!
Bet!
Kedua tangan Somali bergerak lincah. Kaki ka-nan bergerak menggeser geser sedemikian rupa. Sampai kemudian, dia bersalto ke depan. Tangannya yang terpentang, menghantam ke bagian perut dengan kaki depan ditekuk.
"Uph...!"
Barata berkelit. Serangan pertama dapat dihindarinya. Tapi karena kedua tangan Somali seakan mengejar terus, tepaksa dia menangkis.
Splak!
Duk!
Kedua orang itu sama-sama jatuh terjengkang.
Barata merasa dadanya seperti remuk. Sebaliknya, Somali juga sempat merasakan tangannya seperti membentur batu karang.
Dengan cepat, mereka bangkit berdiri dan kembali saling serang tidak ubahnya bagai dua musuh bebuyutan.
Masih mempergunakan jurus yang sama, kedua pemuda itu memperhebat serangannya. Gerakan mereka san
Pendekar Rajawali Sakti - 147. Tongkat Sihir Dewa Api Cersil indo Tawanan Datuk Sesat Cersil mwb Kelelawar Hijau Pendekar Seratus Hari - S.D Liong Cersil indo Raja Iblis Tanpa Tanding
7
Rangga dan Dewi Palasari saling berpandang- an.
"Hei? Mengapa kalian diam semuanya? Coba katakan! Apakah gadis yang bersamamu itu Dewi Palasari, Ketua Padepokan Merak Emas, Rangga...?" Peramal Tuna Netra mengulangi pertanyaannya.
"Benar, Ki...! " sahut Rangga.
"Korban berjatuhan sudah semakin banyak Tapi, kalian malah hanya berdua-duaan saja."
Wajah Dewi Palasari bersemu merah.
"Maafkan kami, Kakek Peramal. Bukannya ka-mi membawa maksud buruk. Pendekar Rajawali Sakti telah menolongku dari rasa malu, dan mem-bebaskan dari kematian. Bukankah semua itu atas perintah Kakek..? " sahut Dewi Palasari dengan wajah bersemu merah dadu.
"Ha ha ha! Memang benar! Tapi, tindakan kalian terlalu lama untuk menghentikan manusia durjana itu!"
"Dia kebal terhadap senjata dan pukulan, Ki. Apakah sebagai seorang peramal, kau tidak dapat mengetahuinya?" Rangga membela diri.
"Tentu saja aku tahu! Untuk itulah aku me-nunggu kalian di sini," ujar Peramal Tuna Netra kalem.
"Menurutmu, apakah kekebalan Manusia Bangkai tidak ada titik kelemahannya, Ki...?"
Peramal Tuna Netra tertawa aneh.
"Jika semua orang yang hidup ini mengalami mati, maka setiap kekebalan pasti ada titik kele-mahannya. Menusia Bangkai memiliki sumber ke-kuatan di bagian matanya. Menurut penglihatanku, titik kelemahannya juga ada di situ," jelas Ki Kambaya.
"Jika dapat menghancurkan matanya, maka kita dapat membunuhnya, Ki...?" Rangga menduga-duga.
"Betul.... Betul sekali...! Sekarang jangan banyak Tanya. Sudah saatnya kita berangkat!"
"Ki...!"
Suara Rangga tertahan. Namun Peramal Tuna Netra telah berkelebat lenyap dari depan mereka. Pendekar Rajawali Sakti hanya menggeleng- gelengkan kepala saja.
"Sungguh orang tua aneh, tapi menakjubkan!" desah Dewi Palasari kagum.
***
Ketika Peramal Tuna Netra tiba, lereng Gunung Kelud, telah dipenuhi para pendatang yang berasal dari berbagai padepokan di tanah Jawa. Sebuah arena yang cukup besar sebagaimana biasanya telah disediakan.
Ketua Padepokan Naga Merah yang selama empat tahun ini memimpin seluruh partai aliran putih di seluruh tanah Jawa, hadir bersama enam orang muridnya. Terlihat pula seorang laki-laki berbadan jangkung dengan baju warna hitam. Laki-laki setengah baya berkapala botak ini datang mewakili Partai Giling Wesi, bersama dua puluh orang muridnya. Di samping itu ada lagi enam partai kecil lainnya. Dan mereka semua datang sebagai peninjau.
Di antara mereka yang hadir, ada tiga padepokan lagi yang belum kelihatan batang hidungnya. Mereka adalah Padepokan Merak Emas, Padepokan Golok Perak, dan juga Padepokan Kapak Sakti.
Ketua Padepokan Naga Merah yang bernama Daeng Saka tampaknya menjadi resah ketika melihat ketidakhadiran mereka ini. Bagaimanapun. Ki Bagas Salaya, Ki Dananjaya, dan Dewi Palasari masih merupakan sahabat-sahabatnya. Jika mereka tidak hadir di situ, bisa diduga ada halangan yang sangat berarti.
"Kudengar-dengar manusia iblis Batu Kumbara telah berhasil meloloskan diri dari Lembah Batang.
Ah...! Kuharap saja ketiga sahabatku itu tidak mengalami nasib celaka. Aku jadi khawatir, Manusia Bangkai itu mengacaukan suasana tempat ini...," desah Daeng Saka, cemas.
Karena waktu semakin mendesak dan para hadirin mulai berteriak-teriak pula, akhirnya Daeng Saka naik ke arena tempat mengadu kehebatan masing-masing. Dan kini, suasana di sekelilingnya barubah menjadi tenang.
"Saudara-saudara sekalian! " Daeng Saka me-inulai ucapannya. "Sebagai mana biasa yang terjadi empat tahun sekali, maka di sini kita selalu mengadakan pemilihan ketua partai aliran putih yang baru. Aku sebagai ketua yang lama, telah siap menerima pergantian. Hanya saja yang merisaukan hatiku, sampai acara ini dibuka, tiga padepokan terkuat yang seharusnya ikut ambil bagian penting masih belum hadir. Padahal, selama ini kejadian seperti itu belum pernah terjadi. Maka untuk menunggu kedatangan mereka, alangkah baiknya jika diadakan pertandingan selingan untuk mengisi acara yang kosong!"
Daeng Saka kemudian memberi isyarat kepada salah seorang muridnya, dan juga pada murid Partai Giling Wesi.
Mendapat isyarat itu, kedua murid yang dimaksud segera melompat ke atas arena. Dan mereka langsung menjura hormat pada Daeng Saka.
"Nah, Saudara-saudar sekalian. Kita mulai saja babak pemanasan ini antara muridku Somali, melawan murid Partai Giling Wesi yang bernama Barata...!"
Daeng Saka kemudian mempersilakan kedua pemuda gagah yang masing-masing berbaju hitam dan putih ini saling berhadapan. Sementara, dia sendiri segera meninggalkan arena dan mulai bergabung bersama Ketua Partai Giling Wesi.
Di atas arena, pertandingan pun dimulai Masing-masing murid padepokan mengerahkan jurus-jurus tangan kosong yang menjadi kebanggaan padepokannya. Dan sebagaimana peraturan yang telah ditetapkan, mereka tidak diperkenankan mempergunakan senjata. Jadi, mereka harus saling menyerang mempergunakan jurus-jurus tangan kosong.
"Hiyaaa...!"
"Heaaa...! "
Baik Barata maupun Somali sama- sama mem-bentak. Kemudian tubuh mereka berkelebat, me-lancarkan serangan-serangan ganas ke arah ba-gian bagian terlemah. Somali tampaknya tidak mau kalah. Walau bukan murid tertua, namun Somali memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi. Tak heran kalau dengan gesit serangan- serangan gencar Barata baik yang berupa tendangan kaki maupun jotosan berisi tenaga dalam itu dapat dihindarinya.
Dan Barata sendiri tampaknya menjadi sangat penasaran. Tiba-tiba dia melompat ke belakang sejauh tiga batang tombak. Kaki kanannya ter-angkat ke atas. Sedangkan kedua tangannya me-nyilang di depan dada. Rupanya, Barata saat itu telah bersia-siap mengerahkan jurus 'Besi Baja Membentur Karang'.
Somali dari Padepokan Naga Merah menyadari betapa berbahayanya jurus yang digunakan lawan tandingnya. Sehingga dia pun tidak mau bertindak gegabah. Seketika dipergunakannya jurus 039;Mengusir Lalat Menggapai Matahari'.
Wut!
Bet!
Kedua tangan Somali bergerak lincah. Kaki ka-nan bergerak menggeser geser sedemikian rupa. Sampai kemudian, dia bersalto ke depan. Tangannya yang terpentang, menghantam ke bagian perut dengan kaki depan ditekuk.
"Uph...!"
Barata berkelit. Serangan pertama dapat dihindarinya. Tapi karena kedua tangan Somali seakan mengejar terus, tepaksa dia menangkis.
Splak!
Duk!
Kedua orang itu sama-sama jatuh terjengkang.
Barata merasa dadanya seperti remuk. Sebaliknya, Somali juga sempat merasakan tangannya seperti membentur batu karang.
Dengan cepat, mereka bangkit berdiri dan kembali saling serang tidak ubahnya bagai dua musuh bebuyutan.
Masih mempergunakan jurus yang sama, kedua pemuda itu memperhebat serangannya. Gerakan mereka san