Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Teror Manusia Bangkai - 19

$
0
0
Cerita Silat | Teror Manusia Bangkai | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Teror Manusia Bangkai | Cersil Sakti | Teror Manusia Bangkai pdf

Cersil indo Jamur Sisik Naga Pendekar Rajawali Sakti - 146. Bunuh Pendekar Rajawali Sakti Cersil indo Ilmu Halimun Pendekar Rajawali Sakti - 148. Putri Randu Walang Cersil indo Lorong batas dunia

gat lincah dan gesit sekali. Sehingga. para hadirin yang ikut menyaksikan pertarungan berdecak kagum.
 
  ***
 
  Pada saat itu, Rangga dan Dewi Palasari yang baru saja sampai di puncak Gunung Kelud segera menghampiri Peramal Tuna Netra yang tampak berdiri tegak tidak jauh dari arena laga.
  "Kalian yang berkuda baru sampai rupanya. Aku sendiri yang hanya jalan kaki, sudah sampai di sini sejak pagi. Bahkan sekarang sudah setengah bosan melihat pertarungan laga itu," desah Ki Kambaya sambil mengelus-elus jenggotnya yang panjang.
  "Ah! Kakek ini ada-ada saja. Kenapa tidak segera memberitahu ketua Padepokan Naga Merah? Bukankah beliau yang mengatur acara di depan sana?" tanya Dewi Palasari, sambil meman-dang ke arah deretan bangku panjang paling depan, di mana Daeng Saka dan Gempita Soka, Ketua Partai Giling Wesi sedang berbincang-bincang.
  "Aku yang buta ini, mana dapat melihat di mana Daeng Saka berada. Lagi pula aku tidak dapat memastikan, apakah Daeng Saka orangnya berkepala botak seperti tuyul, atau tanpa kumis seperti banci!" dengus Ki Kambaya bersungut-sungut.
  Pendekar Rajawali Sakti dan Dewi Palasari hanya mampu menahan tawa.
  "Semestinya dengan tongkatmu itu, kau dapat menggebuk setiap orang, Ki. Jika orang yang kau gebuk menjerit dan menyebutkan namanya, nah! Berarti kau tidak keliru lagi. Itulah orangnya yang bernama Daeng Saka….! "
  "Kalau yang kugebuk mengeluarkan bunyi mencericit?" tanya Peramal Tuna Netra.
  'Wah itu sih tikus kurapan," sahut Rangga sambil tertawa.
  "Sudah..., sudah... Jangan bercanda lagi. Kita sekarang menghadapi persoalan yang sangat rumit. Lebih baik, kita bicarakan masalah ini dengan ketua partai yang lama,' Dewi Palasari menengahi.
  "Silakan kalian bicara. Tapi, aku tetap di sini saja," kata Peramal Tuna Netra bersikeras.
  "Memang kenapa, Ki?" tanya Rangga dan Dewi Palasari saling berpandangan. Ada keheranan di mata mereka.
  "Aku tidak ingin membicarakan apa-apa. Aku hanya menunggu kehadiran manusia gila itu...! "
  "Baiklah, Kek. Kami tidak akan memaksa...."
  Dewi Palasari akhirnya mengalah. Tanpa bicara apa-apa lagi, Rangga dan Dewi Palasari berlalu meninggalkan Ki Kambaya.
  Dewi Palasari diikuti Rangga, terus berjalan di tengah-tengah tepuk sorak orang-orang yang sedang menyaksikan pertarungan. Sebentar saja mereka sampai di tempat Daeng Saka berada.
  "Ketua Padepokan Merak Emas?!" seru Daeng Saka dan Gempita Soka hampir bersamaan, begitu mereka melihat kehadiran Dewi Palasari yang ditemani Pendekar Rajawali Sakti. Tampak kegembiraan di wajah mereka. Lalu mereka memandang Pendekar Rajawali Sakti.
  "Siapakah Kisanak ini?" tanya Daeng Saka.
  "Dia Pendekar Rajawali Sakti!" jawab Dewi Palasari.
  Tampak keterkejutan di mata Daeng Saka dan Gempita Soka. Mereka sering mendengar sepak terjang pendekar gagah ini dalam membasmi golongan hitam. Tapi sungguh tidak disangka hari ini mereka bertemu pendekar sakti itu!
  "Kami gembira bertemu denganmu, Pende-kar...!"
  "Rangga. Panggil saja namaku begitu! " ujar pemuda berompi putih ini sambil tersenyum ramah.
  "Benar Kami sangat senang bertemu dengan-mu, Rangga. Tapi, ada apa pendekar kondang se-pertimu sampai menyempatkan diri menghadiri pemilihan ketua partai aliran putih yang sangat kecil artinya ini? " tanya Gempita Soka, merendah.
  "Bukan aku saja yang datang menyempatkan diri kemari. Tapi, juga seorang peramal dari Ung-garan di daerah selatan telah hadir di sini!" tegas Rangga.
  Daeng Saka dan Gempita Soka semakin terkejut.
  "Peramal Tuna Netra, maksudmu? "
  "Benar, Paman Daeng Saka! " jawab Rangga.
  Daeng Saka dan Gempita Soka berpaling pada Dewi Palasari, seakan menuntut penjelasan.
  Tanpa menunggu lebih lama lagi, Dewi Palasari segera menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Termasuk, kematian Ki Bagas Salaya dan juga Ketua Padepokan Golok Perak beserta murid-muridnya.
  "Keparat betul! Rupanya itulah sebabnya, mengapa Ki Bagas Salaya dan Ki Dananjaya tidak muncul kemari? Kiranya Manusia Bangkai telah membunuh mereka secara keji!" dengus Daeng Saka, tampak gusar bukan main.
  "Aku bersumpah untuk mencincang Batu Kumbara jika sampai bertemu dengannya!" geram Gempita Soka, tidak kalah gusarnya.
  "Sudahlah, Paman berdua. Aku dan Peramal Tuna Netra datang ke sini juga dengan maksud ingin menghentikan sepak terjang Manusia Bangkai Kuharap, Paman dapat menahan diri. Karena, Batu Kumbara ternyata selain sangat sakti, juga kebal terhadap senjata tajam dan pukulan..."
  "Eee.... Jadi, bagaimana kita dapat menghan-curkannya jika tidak tahu titik kelemahannya?" Daeng Saka mulai merasa sangsi
  "Peramal Tuna Netra sudah menjelaskan pada Pendekar Rajawah Sakti, di mana titik kelemahan Batu Kumbara. Untuk itu, Paman berdua diharap dapat menahan diri!" tegas Dewi Palasari pada sa-habat-sahabatnya.
  Baik Daeng Saka maupun Gempita Soka tampak sama- sama terdiam. Mereka maklum, siapa pemuda berompi putih yang berdiri tegak tidak jauh di samping Ketua Padepokan Merak Emas itu.
  Pada saat yang sama, di atas arena laga pertarungan antara Barata dan Somali tampak ber- langsung semakin sengit. Kedua-duanya sama-sama menderita luka dalam yang tidak ringan. Kenyataan ini, rupanya sempat dilihat Daeng Saka dan Gempita Soka. Sehingga, mereka sama-sama melambaikan kain putih ke udara.
  Baik Barata maupun Somali sama-sama tahu, apa arti lambaian kain putih itu. Sebelum melompat turun dari arena, Somali sempat mendengus sinis.
  "Sayang, guru memanggilku. Jika tidak, aku punya kesempatan besar untuk menjatuhkanmu!"
  "Kita hanya bertanding! Bukan untuk saling membunuh, tapi untuk mempererat persaudaraan!" desis Barata tidak mau kalah.
  "Oh, iya! Aku lupa...!" kata Somali sambil menepuk keningnya beberapa kali. Keduanya lalu melompat turun.
  Dari bagian bawah panggung arena, tampak melesat dua sosok tubuh menggantikan Somali dan Barata. Daeng Saka yang sudah mendapat penjelasan dari Pendekar Rajawali Sakti, segera naik pula ke arena. Maka tepuk sorak terdengar riuh kembali.
  "Saudara- saudara sekalian. Sekarang sudah tiba waktunya mempertemukan dua murid utama Yang satu Partai Giling Wesi, sedangkan yang lainnya dari Padepokan Naga Merah!" kata Daeng Saka dengan suara keras.
  "Tiga partai lainnya sudah mati. Masa' mereka bisa bangkit ikut ambil bagian dalam pertandingan konyol ini. Semua ini pasti akal Pendekar Rajawali Sakti!" celetuk Peramal Tuna Netra yang berdiri pada deretan paling belakang.
  "Inilah Kala Demit dari Partai Giling Wesi dan Surya Praga dari Padepokan Naga Merah!" teriak Daeng Saka yang segera disambui tepuk tangan hadirin.
  "Ingat! Ini hanya untuk menunjukkan keahlian masing-masing. Bukan un

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>