Cerita Silat | Pendekar Pedang Bayangan | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Pendekar Pedang Bayangan | Cersil Sakti | Pendekar Pedang Bayangan pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 148. Putri Randu Walang Cersil indo Lorong batas dunia Pendekar Rajawali Sakti - 149. Teror Manusia Bangkai Pendekar Romantis - Skandal Hantu Putih Pendekar Rajawali Sakti - 150. Orang-Orang Atas Angin
k. Sehingga, dia tidak mengetahui ke mana harus menyerang. Beberapa kali dicobanya, namun serangannya hanya mengenai tempat kosong. Bahkan tiba-tiba...
Begkh! Duk!
"Aaakh…!"
Hantu Rawa Bangkai baru sadar setelah dua tendangan berturut-turut menghantam dada dan perut. Tubuhnya terjungkal beberapa langkah ke belakang. Namun, Rangga sepertinya tidak mau memberi kesempatan. Sebelum Hantu Rawa Bangkai menyentuh tanah, tubuhnya melompat dan mengirim tendangan geledek ke dada.
Begkh! Krak!
"Aaa...!"
Hantu Rawa Bangkai kontan memekik nyaring. Tulang dadanya terasa remuk. Dan dari mulutnya, menyembur darah kental. Orang itu menggelepar sesaat, kemudian diam tidak berkutik.
"Heaaat...!"
"Heh?!"
Rangga tidak sempat beristirahat sejenak. Sebab saat itu juga, beberapa orang berseragam merah langsung menerjangnya dengan senjata terhunus. Pemuda itu menggeram, lalu melompat ke bawah. Langsung disambarnya senjata salah seorang lawan yang tergeletak tidak berdaya, dan segera memapaki.
Trang!
Bruet!
"Aaa...! "
Tiga bilah pedang terpental dihantam pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan ujung pedang di tangan Rangga bergerak cepat menyambar ke perut mereka. Sesaat terdengar pekik kematian. Tiga orang kontan ambruk berlumuran darah.
Dalam waktu singkat, anak buah Iblis Rambut Merah berkurang banyak. Sehingga yang tersisa saat ini hanya sekitar tujuh orang saja.
Ki Sukma Agung berhadapan dengan Ki Sampurno. Bahkan kini tengah mendesak dengan he-bat. Demikian juga halnya Ki Arga Wampu. Lawannya adalah seorang laki-laki kurus dan bertubuh agak kecil, namun gerakannya cukup lincah.
Tokoh ini bernama Bagong Kusuma. Dia adalah seorang tokoh silat kenamaan di wilayah barat. Pengaruhnya cukup disegani oleh kawan maupun lawan. Namun kali ini, dia tidak berkutik melawan Ki Arga Wampu. Sehingga dalam waktu singkat, menemui ajalnya!"
strong>
***
Beberapa saat kemudian Ki Sukma Agung menyudahi pertarungan. Ki Sampurno telah tewas di tangannya lewat pertarungan sengit. Orang tua itu tertunduk lesu, tidak berusaha mengejar ketika beberapa anak buah Iblis Rambut Merah kabur dari tempat ini.
"Sudahlah, Sobat. Hidup dan mati dalam seti-ap pertarungan adalah persoalan biasa...," bujuk Ki Arga Wampu, seraya mendekat dan menepuk punggungnya.
"Benar, Ki Sukma Agung. Kita tidak perlu merasa bersalah. Apalagi tak ada cara lain untuk menolongnya. Bila kau tidak membunuhnya, maka dia pasti akan membunuhmu timpal Rangga.
Ki Sukma Agung menghela napas panjang. Sama sekali tubuhnya tidak beranjak dari tempatnya. Orang tua ini malah duduk, dan mengusap wajah Ki Sampurno pelan.
"Dia sahabatku. Sahabat baikku sejak kecil. Kami pernah berjanji untuk saling melindungi. Dan ketika Iblis Rambut Merah mempengaruhinya, aku tidak mampu menolong. Lalu..., kini dia malah binasa di tanganku..." ujar Ki Sukma Agung lirih.
"Beberapa orang pernah mengalami hal serupa, Sobat. Dan mereka mampu tabah. Kesedihan tak akan ada habisnya. Demikian pula rasa penyesalan. Namun semua kejadian berada di luar ke kuasaan kita. Tugas utama kita adalah, berusaha berbuat hal yang sebaik mungkin," lanjut Ki Arga Wampu.
Ki Sukma Agung mengangguk pelan.
"Sudahlah. Relakan kepergiannya. Dan, jangan sesalkan dirimu. Dia hanya alat. Yang kita pikirkan saat ini adalah, bagaimana membereskan Iblis Rambut Merah yang menjadi biang keladi semua ini," bujuk Ketua Padepokan Mega Dahana itu.
"Kau benar, Sobat. Aku mengerti... Hanya saja mungkin sedikit sulit menerima kenyataan ini. Tapi, aku berusaha bisa menerimanya dengan hati lapang...," sahut Ki Sukma Agung seraya bangkit berdiri.
Mereka melangkah pelan ke rumah Ki Sukma Agung. Namun baru saja hendak melangkah ke beranda depan…
"Ki Arga Wampu dan Pendekar Rajawali Sakti! Persoalan kita belum selesai! Apakah kalian hendak melupakannya begitu saja?"
Terdengar kata-kata Akira Yamamoto alias si Pendekar Pedang Bayangan yang cukup lantang.
Mereka menghentikan langkah. Ki Arga Wampu dan Rangga melangkah lima tindak, mendekati pemuda itu.
"Tidakkah kau punya perasaan? Kami tengah berduka. Dan yang kau bicarakan hanya soal pribadi!" ujar Ki Arga Wampu, dingin.
"Aku tidak peduli! Yang kuinginkan adalah jawaban. Pertarungan tidak musti hari ini. Tapi, boleh kau tentukan waktunya," sahut Pendekar Pedang Bayangan tegas.
Rangga mendekati Akira Yamamoto. Ketika jarak mereka terpaut lima langkah, pemuda itu berhenti dan berdiri tegak saling memandang.
"Kisanak! Kuterima tantanganmu dengan satu syarat!" ujar Pendekar Rajawali Sakti pendek.
"Syarat apa yang hendak kau ajukan?"
"Kami tengah bertikai dengan lblis Rambut Merah, seperti yang tadi kau lihat. Bila persoalan ini selesai, kita tentukan pertarungan. Kau tidak perlu menantang Ki Arga Wampu. Biar aku yang mewakilinya!"
"Rangga! Mana bisa begitu...?!" seru Ki Arga Wampu berusaha mencegah.
Namun Rangga telah memberi isyarat.
"Ki Arga Wampu, tidak apa-apa. Kalau ternya-ta dia mampu mengalahkanku, kau boleh menen-tukan sikap."
"Hm.... Baiklah kalau memang begitu keingin-anmu. Kuanggap saja kau yang lebih dulu maju menghadapiku... "
"Baiklah.... Kuterima syaratmu itu!" sahut Akira Yamamoto.
"Aku hendak menambahkan!" sambung Ki Arga Wampu.
"Apa gerangan?" tanya Akira Yamamoto.
"Kisanak! Tadi kau telah membantu kami. Dan kami sangat berterima kasih. Tapi, tidakkah kau hendak berbuat baik barang sedikit? Umpamanya, ikut menumpas Iblis Rambut Merah beserta anak buahnya? Sayang sekali bila kepandaianmu tidak dipergunakan untuk hal-hal yang berguna"
Pendekar Pedang Bayangan terdiam sejurus dengan kedua tangan terlipat di dada.
"Kami tidak memaksa. Namun bila kau setuju, tentu saja budimu tidak akan terlupakan begitu saja. Dan yang terpenting, kurasa Pendekar Rajawali Sakti akan lebih menghargai keinginanmu untuk bertarung dengannya. Demikian pula aku," tambah Ki Arga Wampu.
"Betul! Bila kau setuju membantu kami, maka begitu selesai menumpas Iblis Rambut Merah, maka saat itu pula aku siap bertarung denganmu," timpal Rangga.
"Hm, benarkah?"
"Kau boleh pegang janjiku. Dan mereka yang berada di sini, akan menjadi saksi!"
Pendekar Pedang Bayangan terdiam lagi barang sesaat, sebelum mengangguk pelan memberi jawaban.
"Baiklah. Aku bersedia membantu kalian! "
Mereka yang berada di tempat ini tersenyum lega mendengar jawabannya.
"Kami merasa gembira mendengar jawabanmu!" seru Ki Arga Wampu.
"Kapan kalian mempunyai rencana menumpas Iblis Rambut Merah?"
"Kukira, nanti malam adalah waktu yang te-pat!
Pendekar Rajawali Sakti - 148. Putri Randu Walang Cersil indo Lorong batas dunia Pendekar Rajawali Sakti - 149. Teror Manusia Bangkai Pendekar Romantis - Skandal Hantu Putih Pendekar Rajawali Sakti - 150. Orang-Orang Atas Angin
k. Sehingga, dia tidak mengetahui ke mana harus menyerang. Beberapa kali dicobanya, namun serangannya hanya mengenai tempat kosong. Bahkan tiba-tiba...
Begkh! Duk!
"Aaakh…!"
Hantu Rawa Bangkai baru sadar setelah dua tendangan berturut-turut menghantam dada dan perut. Tubuhnya terjungkal beberapa langkah ke belakang. Namun, Rangga sepertinya tidak mau memberi kesempatan. Sebelum Hantu Rawa Bangkai menyentuh tanah, tubuhnya melompat dan mengirim tendangan geledek ke dada.
Begkh! Krak!
"Aaa...!"
Hantu Rawa Bangkai kontan memekik nyaring. Tulang dadanya terasa remuk. Dan dari mulutnya, menyembur darah kental. Orang itu menggelepar sesaat, kemudian diam tidak berkutik.
"Heaaat...!"
"Heh?!"
Rangga tidak sempat beristirahat sejenak. Sebab saat itu juga, beberapa orang berseragam merah langsung menerjangnya dengan senjata terhunus. Pemuda itu menggeram, lalu melompat ke bawah. Langsung disambarnya senjata salah seorang lawan yang tergeletak tidak berdaya, dan segera memapaki.
Trang!
Bruet!
"Aaa...! "
Tiga bilah pedang terpental dihantam pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan ujung pedang di tangan Rangga bergerak cepat menyambar ke perut mereka. Sesaat terdengar pekik kematian. Tiga orang kontan ambruk berlumuran darah.
Dalam waktu singkat, anak buah Iblis Rambut Merah berkurang banyak. Sehingga yang tersisa saat ini hanya sekitar tujuh orang saja.
Ki Sukma Agung berhadapan dengan Ki Sampurno. Bahkan kini tengah mendesak dengan he-bat. Demikian juga halnya Ki Arga Wampu. Lawannya adalah seorang laki-laki kurus dan bertubuh agak kecil, namun gerakannya cukup lincah.
Tokoh ini bernama Bagong Kusuma. Dia adalah seorang tokoh silat kenamaan di wilayah barat. Pengaruhnya cukup disegani oleh kawan maupun lawan. Namun kali ini, dia tidak berkutik melawan Ki Arga Wampu. Sehingga dalam waktu singkat, menemui ajalnya!"
strong>
***
Beberapa saat kemudian Ki Sukma Agung menyudahi pertarungan. Ki Sampurno telah tewas di tangannya lewat pertarungan sengit. Orang tua itu tertunduk lesu, tidak berusaha mengejar ketika beberapa anak buah Iblis Rambut Merah kabur dari tempat ini.
"Sudahlah, Sobat. Hidup dan mati dalam seti-ap pertarungan adalah persoalan biasa...," bujuk Ki Arga Wampu, seraya mendekat dan menepuk punggungnya.
"Benar, Ki Sukma Agung. Kita tidak perlu merasa bersalah. Apalagi tak ada cara lain untuk menolongnya. Bila kau tidak membunuhnya, maka dia pasti akan membunuhmu timpal Rangga.
Ki Sukma Agung menghela napas panjang. Sama sekali tubuhnya tidak beranjak dari tempatnya. Orang tua ini malah duduk, dan mengusap wajah Ki Sampurno pelan.
"Dia sahabatku. Sahabat baikku sejak kecil. Kami pernah berjanji untuk saling melindungi. Dan ketika Iblis Rambut Merah mempengaruhinya, aku tidak mampu menolong. Lalu..., kini dia malah binasa di tanganku..." ujar Ki Sukma Agung lirih.
"Beberapa orang pernah mengalami hal serupa, Sobat. Dan mereka mampu tabah. Kesedihan tak akan ada habisnya. Demikian pula rasa penyesalan. Namun semua kejadian berada di luar ke kuasaan kita. Tugas utama kita adalah, berusaha berbuat hal yang sebaik mungkin," lanjut Ki Arga Wampu.
Ki Sukma Agung mengangguk pelan.
"Sudahlah. Relakan kepergiannya. Dan, jangan sesalkan dirimu. Dia hanya alat. Yang kita pikirkan saat ini adalah, bagaimana membereskan Iblis Rambut Merah yang menjadi biang keladi semua ini," bujuk Ketua Padepokan Mega Dahana itu.
"Kau benar, Sobat. Aku mengerti... Hanya saja mungkin sedikit sulit menerima kenyataan ini. Tapi, aku berusaha bisa menerimanya dengan hati lapang...," sahut Ki Sukma Agung seraya bangkit berdiri.
Mereka melangkah pelan ke rumah Ki Sukma Agung. Namun baru saja hendak melangkah ke beranda depan…
"Ki Arga Wampu dan Pendekar Rajawali Sakti! Persoalan kita belum selesai! Apakah kalian hendak melupakannya begitu saja?"
Terdengar kata-kata Akira Yamamoto alias si Pendekar Pedang Bayangan yang cukup lantang.
Mereka menghentikan langkah. Ki Arga Wampu dan Rangga melangkah lima tindak, mendekati pemuda itu.
"Tidakkah kau punya perasaan? Kami tengah berduka. Dan yang kau bicarakan hanya soal pribadi!" ujar Ki Arga Wampu, dingin.
"Aku tidak peduli! Yang kuinginkan adalah jawaban. Pertarungan tidak musti hari ini. Tapi, boleh kau tentukan waktunya," sahut Pendekar Pedang Bayangan tegas.
Rangga mendekati Akira Yamamoto. Ketika jarak mereka terpaut lima langkah, pemuda itu berhenti dan berdiri tegak saling memandang.
"Kisanak! Kuterima tantanganmu dengan satu syarat!" ujar Pendekar Rajawali Sakti pendek.
"Syarat apa yang hendak kau ajukan?"
"Kami tengah bertikai dengan lblis Rambut Merah, seperti yang tadi kau lihat. Bila persoalan ini selesai, kita tentukan pertarungan. Kau tidak perlu menantang Ki Arga Wampu. Biar aku yang mewakilinya!"
"Rangga! Mana bisa begitu...?!" seru Ki Arga Wampu berusaha mencegah.
Namun Rangga telah memberi isyarat.
"Ki Arga Wampu, tidak apa-apa. Kalau ternya-ta dia mampu mengalahkanku, kau boleh menen-tukan sikap."
"Hm.... Baiklah kalau memang begitu keingin-anmu. Kuanggap saja kau yang lebih dulu maju menghadapiku... "
"Baiklah.... Kuterima syaratmu itu!" sahut Akira Yamamoto.
"Aku hendak menambahkan!" sambung Ki Arga Wampu.
"Apa gerangan?" tanya Akira Yamamoto.
"Kisanak! Tadi kau telah membantu kami. Dan kami sangat berterima kasih. Tapi, tidakkah kau hendak berbuat baik barang sedikit? Umpamanya, ikut menumpas Iblis Rambut Merah beserta anak buahnya? Sayang sekali bila kepandaianmu tidak dipergunakan untuk hal-hal yang berguna"
Pendekar Pedang Bayangan terdiam sejurus dengan kedua tangan terlipat di dada.
"Kami tidak memaksa. Namun bila kau setuju, tentu saja budimu tidak akan terlupakan begitu saja. Dan yang terpenting, kurasa Pendekar Rajawali Sakti akan lebih menghargai keinginanmu untuk bertarung dengannya. Demikian pula aku," tambah Ki Arga Wampu.
"Betul! Bila kau setuju membantu kami, maka begitu selesai menumpas Iblis Rambut Merah, maka saat itu pula aku siap bertarung denganmu," timpal Rangga.
"Hm, benarkah?"
"Kau boleh pegang janjiku. Dan mereka yang berada di sini, akan menjadi saksi!"
Pendekar Pedang Bayangan terdiam lagi barang sesaat, sebelum mengangguk pelan memberi jawaban.
"Baiklah. Aku bersedia membantu kalian! "
Mereka yang berada di tempat ini tersenyum lega mendengar jawabannya.
"Kami merasa gembira mendengar jawabanmu!" seru Ki Arga Wampu.
"Kapan kalian mempunyai rencana menumpas Iblis Rambut Merah?"
"Kukira, nanti malam adalah waktu yang te-pat!