Cerita Silat | Neraka Kematian | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Neraka Kematian | Cersil Sakti | Neraka Kematian pdf
Pendekar Mabuk - Misteri Tuak Dewata Wiro Sableng - Bahala Jubah Kencono Pendekar Rajawali Sakti - 156. Ratu Wajah Maya Pendekar Gila 29 - Syair Maut Lelaki Buntung Wiro Sableng 72 - Purnama Berdarah
6
Di hadapan Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi kini tampak dua penunggang kuda. Namun ketika melihat siapa yang menghadang jalan mereka, kedua penunggang kuda itu berhenti. Mereka langsung melompat turun seraya menjura hormat.
"Ampun, Gusti Prabu..!"
"Bangkitlah. Ada apa kalian menyusul kami sini?" tanya Rangga, setelah mengetahui kedua penunggang kuda itu ternyata prajurit Karang Setra.
"Kami berhasil meringkus seseorang," sahut seorang dari mereka menjelaskan.
"Siapa?"
"Seorang maling yang biasa menyatroni rumah-rumah penduduk di wilayah Kerajaan Swandana!"
"Bagus. Di mana maling itu sekarang?"
"Sedang dijaga dua prajurit lainnya."
"Apa kehadiran kalian menarik perhatian?"
"Kami rasa tidak Gusti Prabu! Dengan penyamaran sebagai rakyat jelata, orang tidak akan menyangka kalau kami para prajurit Karang Setra."
"Bagus! Lalu, dari mana kalian bisa menemukan kami di sini?"
"Di belakang tadi, kami mendengar keributan. Dan menurut mereka, Gusti Prabu telah menghajar dua tokoh silat itu. Kemudian, kami menuju ke arah ini. Itulah yang membawa kami ke sini!"
"Hm.... Ayo kita berangkat sekarang!" sahut Rangga setelah mengangguk kecil.
Mereka semua segera menggebah kudanya dengan kencang. Dan dalam waktu singkat mereka telah meninggalkan tempat ini meninggalkan debu tipis yang mengepul di angkasa.
***
Pendekar Rajawali Sakti, Pandan Wangi, dan dua prajurit Karang Setra tiba di tujuan beberapa saat kemudian. Di bawah sebuah pohon besar, terlihat dua orang bersenjata golok di pinggang berada di dekat dua ekor kuda yang tertambat di batang pohon. Seorang pemuda berbaju hitam duduk di bawah dengan kedua tangan dan kaki terikat.
"Itu dia orangnya, Gusti Prabu...!" tunjuk salah seorang prajurit.
Rangga dan Pandan Wangi turun dari kudanya. Dua prajurit yang tadi di dekat pohon besar menghampiri lalu menjura hormat. Setelah membalas penghormatan itu, Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi menghampiri pemuda berbaju hitam yang tengah terikat.
"Siapa namanya...?"
"Dia tidak mau mengaku, Gusti Prabu...," jelas seorang prajurit.
Rangga hanya menggumam, lalu mendekati pemuda berambut panjang itu.
"Siapa namamu...?" tanya Rangga datar.
"Phuih!"
Pemuda itu meludah sambil menunjukkan wajah menantang. Dan Rangga hanya menarik napas, menahan amarah.
"Siapa namamu? Bila kau penduduk Karang Setra, maka jawab pertanyaanku! "
"Huh! Apa peduliku?"
"Tahukah kau hukuman berat bagi pengkhianat negeri!" sahut Rangga mulai mengancam.
Pemuda itu tidak menjawab.. Dan dia hanya mendengus sinis seraya memandang tajam kepada Raja Karang Setra ini.
Raut wajah Pendekar Rajawali Sakti perlahan- lahan berubah, seiring hatinya yang mulai jengkel melihat ulah pemuda itu. Dan mendadak tangannya bergerak cepat, menotok bagian pundak pemuda ini.
Tuk!
"Akh...!"
Pemuda itu menjerit. Wajahnya kontan berke-rut menahan rasa sakit hebat.
Pendekar Rajawali Sakti memang baru saja menotok jalan darah menuju jantung, sehingga pemuda berambut panjang itu amat menderita.
"Kalau kau tidak bicara, maka penderitaanmu akan bertambah!" ujar Rangga dingin.
"Keparat! Aku tidak ada urusan denganmu. Bunuh saja kalau memang ingin membunuhku...!" dengus pemuda berbaju hitam itu.
"Membunuh soal mudah. Tapi kau harus jawab pertanyaanku lebih dulu...!"
Rangga kembali menotok.
Tuk!
"Aaakh...!"
Pemuda berbaju hitam itu kontan menjerit kesakitan.
"Bicaralah! Atau kau ingin mati pelan- pelan? Dalam keadaan begini maka sore nanti nyawamu akan melayang, setelah mengalami penderitaan berat. Tapi kalau kau mau menjawab pertanyaanku, bukan tidak mungkin akan kubebaskan...."
"Uhhh...."
Pemuda berbaju hitam itu terengah-engah menarik napas. Wajahnya terlihat kuyu dan pucat.
"Tidak ada waktu bagimu untuk berpikir. Putuskan sekarang! Ingin selamat, atau nyawamu melayang perlahan-lahan?" desak Pendekar Rajawali Sakti.
Pemuda berbaju hitam itu mendengus sinis, lalu memalingkan wajahnya.
"Baiklah. Kau telah menentukan pilihan...,” desah Rangga datar.
Pendekar Rajawali Sakti lantas berbalik, diikuti Pandan Wangi.
"Ayo, tinggalkan tempat ini! Biarkan dia mati. Barangkali sebelum nyawanya putus, kawanan serigala akan merencahnya beramai-ramai!" ajak Rangga pada yang lain.
Baru saja Pendekar Rajawali Sakti melangkah, sekonyong- konyong....
"Baiklah, aku akan buka mulut...!" teriak pemuda itu.
"Bagus! Kau telah menentukan pilihan yang baik!" kata Rangga.
***
"Jangan coba-coba membohongiku, sebab aku tidak akan kepalang tanggung untuk membunuhmu!" ingat Rangga.
Pemuda itu mengangguk.
"Siapa namamu? "
"Nambe...."
"Dari mana asalmu...?"
"Dari..."
Kata-kata pemuda itu terputus, dan malah menatap wajah Pendekar Rajawali Sakti sejurus lamanya.
"Kau berasal dari Alas Karang, bukan?" lanjut Rangga menduga.
"Ya...," sahut pemuda berbaju hitam bernama Nambe, mengangguk.
"Sudah kuduga. Kau suruhan rajamu? "
Nambe kembali mengangguk.
"Berapa orang kalian bekerja?"
"Ada dua puluh satu...."
"Lalu, siapa orang yang mengaku sebagai Pendekar Rajawali Sakti?"
Nambe terdiam.
"Jawab...!" bentak Pendekar Rajawali Sakti, menggelegar.
"Eh! Aku..., aku
Pendekar Mabuk - Misteri Tuak Dewata Wiro Sableng - Bahala Jubah Kencono Pendekar Rajawali Sakti - 156. Ratu Wajah Maya Pendekar Gila 29 - Syair Maut Lelaki Buntung Wiro Sableng 72 - Purnama Berdarah
6
Di hadapan Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi kini tampak dua penunggang kuda. Namun ketika melihat siapa yang menghadang jalan mereka, kedua penunggang kuda itu berhenti. Mereka langsung melompat turun seraya menjura hormat.
"Ampun, Gusti Prabu..!"
"Bangkitlah. Ada apa kalian menyusul kami sini?" tanya Rangga, setelah mengetahui kedua penunggang kuda itu ternyata prajurit Karang Setra.
"Kami berhasil meringkus seseorang," sahut seorang dari mereka menjelaskan.
"Siapa?"
"Seorang maling yang biasa menyatroni rumah-rumah penduduk di wilayah Kerajaan Swandana!"
"Bagus. Di mana maling itu sekarang?"
"Sedang dijaga dua prajurit lainnya."
"Apa kehadiran kalian menarik perhatian?"
"Kami rasa tidak Gusti Prabu! Dengan penyamaran sebagai rakyat jelata, orang tidak akan menyangka kalau kami para prajurit Karang Setra."
"Bagus! Lalu, dari mana kalian bisa menemukan kami di sini?"
"Di belakang tadi, kami mendengar keributan. Dan menurut mereka, Gusti Prabu telah menghajar dua tokoh silat itu. Kemudian, kami menuju ke arah ini. Itulah yang membawa kami ke sini!"
"Hm.... Ayo kita berangkat sekarang!" sahut Rangga setelah mengangguk kecil.
Mereka semua segera menggebah kudanya dengan kencang. Dan dalam waktu singkat mereka telah meninggalkan tempat ini meninggalkan debu tipis yang mengepul di angkasa.
***
Pendekar Rajawali Sakti, Pandan Wangi, dan dua prajurit Karang Setra tiba di tujuan beberapa saat kemudian. Di bawah sebuah pohon besar, terlihat dua orang bersenjata golok di pinggang berada di dekat dua ekor kuda yang tertambat di batang pohon. Seorang pemuda berbaju hitam duduk di bawah dengan kedua tangan dan kaki terikat.
"Itu dia orangnya, Gusti Prabu...!" tunjuk salah seorang prajurit.
Rangga dan Pandan Wangi turun dari kudanya. Dua prajurit yang tadi di dekat pohon besar menghampiri lalu menjura hormat. Setelah membalas penghormatan itu, Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi menghampiri pemuda berbaju hitam yang tengah terikat.
"Siapa namanya...?"
"Dia tidak mau mengaku, Gusti Prabu...," jelas seorang prajurit.
Rangga hanya menggumam, lalu mendekati pemuda berambut panjang itu.
"Siapa namamu...?" tanya Rangga datar.
"Phuih!"
Pemuda itu meludah sambil menunjukkan wajah menantang. Dan Rangga hanya menarik napas, menahan amarah.
"Siapa namamu? Bila kau penduduk Karang Setra, maka jawab pertanyaanku! "
"Huh! Apa peduliku?"
"Tahukah kau hukuman berat bagi pengkhianat negeri!" sahut Rangga mulai mengancam.
Pemuda itu tidak menjawab.. Dan dia hanya mendengus sinis seraya memandang tajam kepada Raja Karang Setra ini.
Raut wajah Pendekar Rajawali Sakti perlahan- lahan berubah, seiring hatinya yang mulai jengkel melihat ulah pemuda itu. Dan mendadak tangannya bergerak cepat, menotok bagian pundak pemuda ini.
Tuk!
"Akh...!"
Pemuda itu menjerit. Wajahnya kontan berke-rut menahan rasa sakit hebat.
Pendekar Rajawali Sakti memang baru saja menotok jalan darah menuju jantung, sehingga pemuda berambut panjang itu amat menderita.
"Kalau kau tidak bicara, maka penderitaanmu akan bertambah!" ujar Rangga dingin.
"Keparat! Aku tidak ada urusan denganmu. Bunuh saja kalau memang ingin membunuhku...!" dengus pemuda berbaju hitam itu.
"Membunuh soal mudah. Tapi kau harus jawab pertanyaanku lebih dulu...!"
Rangga kembali menotok.
Tuk!
"Aaakh...!"
Pemuda berbaju hitam itu kontan menjerit kesakitan.
"Bicaralah! Atau kau ingin mati pelan- pelan? Dalam keadaan begini maka sore nanti nyawamu akan melayang, setelah mengalami penderitaan berat. Tapi kalau kau mau menjawab pertanyaanku, bukan tidak mungkin akan kubebaskan...."
"Uhhh...."
Pemuda berbaju hitam itu terengah-engah menarik napas. Wajahnya terlihat kuyu dan pucat.
"Tidak ada waktu bagimu untuk berpikir. Putuskan sekarang! Ingin selamat, atau nyawamu melayang perlahan-lahan?" desak Pendekar Rajawali Sakti.
Pemuda berbaju hitam itu mendengus sinis, lalu memalingkan wajahnya.
"Baiklah. Kau telah menentukan pilihan...,” desah Rangga datar.
Pendekar Rajawali Sakti lantas berbalik, diikuti Pandan Wangi.
"Ayo, tinggalkan tempat ini! Biarkan dia mati. Barangkali sebelum nyawanya putus, kawanan serigala akan merencahnya beramai-ramai!" ajak Rangga pada yang lain.
Baru saja Pendekar Rajawali Sakti melangkah, sekonyong- konyong....
"Baiklah, aku akan buka mulut...!" teriak pemuda itu.
"Bagus! Kau telah menentukan pilihan yang baik!" kata Rangga.
***
"Jangan coba-coba membohongiku, sebab aku tidak akan kepalang tanggung untuk membunuhmu!" ingat Rangga.
Pemuda itu mengangguk.
"Siapa namamu? "
"Nambe...."
"Dari mana asalmu...?"
"Dari..."
Kata-kata pemuda itu terputus, dan malah menatap wajah Pendekar Rajawali Sakti sejurus lamanya.
"Kau berasal dari Alas Karang, bukan?" lanjut Rangga menduga.
"Ya...," sahut pemuda berbaju hitam bernama Nambe, mengangguk.
"Sudah kuduga. Kau suruhan rajamu? "
Nambe kembali mengangguk.
"Berapa orang kalian bekerja?"
"Ada dua puluh satu...."
"Lalu, siapa orang yang mengaku sebagai Pendekar Rajawali Sakti?"
Nambe terdiam.
"Jawab...!" bentak Pendekar Rajawali Sakti, menggelegar.
"Eh! Aku..., aku