Cerita Silat | Neraka Kematian | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Neraka Kematian | Cersil Sakti | Neraka Kematian pdf
Cersil Wiro Sableng 85 - Wasiat Sang Ratu Pendekar Rajawali Sakti - 157. Dendam Pendekar-Pendekar Gila Cersil Wiro Sableng 89 - Geger di Pangandaran Pendekar Rajawali Sakti - 158. Pasukan Alis Kuning Pendekar Rajawali Sakti - Penyair Maut
7
Dua anak muda menggebah kudanya pelan- pelan. Yang seorang pemuda berwajah tampan. Rambutnya panjang. Dia memakai baju rompi putih. Sementara seorang lagi adalah gadis cantik berbaju serba biru. Di pinggangnya terselip sebuah kipas terbuat dari baja putih. Dan di punggungnya tampak sebilah pedang bergagang kepala naga. Mereka tidak lain dari Pendekar Rajawali Sakti dan si Kipas Maut.
"Kakang, kenapa kita berkuda lambat- lambat? Bukankah orang itu akan kabur lebih cepat? Sebaiknya kita cepat mengejamya sebelum dia menghilang!"
"Dia tidak akan menghilang, Pandan. Percayalah!"
"Kenapa Kakang begitu yakin?"
"Sebab pasukan Kerajaan Swandana telah mengepung daerah itu rapat-rapat. Orang itu seperti kabur mendekati perangkap, namun tidak disadarinya," jelas Rangga.
"Hm... Aku tidak tahu soal ini!" dengus Pandan Wangi bersungut-sungut dengan wajah cemberut.
Setahu Pandan Wangi, Rangga belum membi- carakan soal itu pada Raja Swandana. Sebab se- lama mengadakan pembicaraan, gadis ini selalu ikut hadir dan mendengarkan. Sehingga, dia tahu betul rencana apa saja yang akan dijalankan.
"Aku mengirim seorang kurir untuk memberitahukannya. Tapi bukan berarti aku bermaksud merahasiakannya darimu. Tapi, karena ada tugas lain yang mesti kukerjakan secepatnya. Dan kebetulan aku belum sempat menjelaskannya padamu," ujar Rangga, seperti bisa mengetahui apa yang tengah dirasakan gadis itu.
Pandan Wangi diam saja, meski hatinya masih kesal. Dia memang ingin tahu semua persoalan yang dihadapi kekasihnya. Dan, sebisa mungkin membantu untuk menyelesaikannya bersama-sama. Tapi entah lupa atau disengaja, Rangga tidak menceritakan beberapa persoalan kepadanya. Dan itu membuat si Kipas Maut jengkel.
"Sudahlah. Ini memang salahku. Tapi sekarang, kau kan telah mengetahuinya. Itu berarti aku tidak menyembunyikannya, bukan?" lanjut pemuda itu tersenyum-senyum, berusaha mencairkan kejengkelan Pandan Wangi.
Pandan Wangi hanya menoleh sebentar, kemudian terus mengalihkan perhatian ke depan. Pada saat yang sama, terdengar ribut-ribut. Tidak jauh dari tempat mereka. Keduanya saling pandang sesaat. Lalu dengan cepat Rangga memacu Dewa Bayu bagai lesatan angin tajam.
"Heaaa...!"
Sementara Pandan Wangi segera mengik uti.
Sebentar saja, mereka telah tiba di suatu tem- pat yang agak luas di pinggiran sebuah hutan kecil. Tempat itu telah dikepung pasukan bersenjata lengkap berjumlah sekitar tiga puluh orang. Sementara di tengah mereka, terlihat dua prajurit Kerajaan Swandana tengah bertarung melawan pemuda berambut panjang dan., memakai rompi putih!
"Keparat!" desis Rangga geram, melihat kenyataan itu.
Tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti terkepal. Wajahnya menggeram. Seketika dia turun dari kudanya, dan menguak kerumunan.
"Minggirlah. Biar bajingan ini bagianku!" ujar Rangga dengan sorot mata tajam.
Ini tidak mengherankan lagi. Baru tadi pagi pun, Pendekar Rajawali Sakti telah meringkus se-orang pemuda yang wajahnya mirip sekali dengannya. Dari orang itu, diketahui kalau jumlah mereka tiga orang. Dan selama ini, mereka menggunakan nama Pendekar Rajawali Sakti dalam sepak terjangnya. Jadi jelas, fitnahan itu kini terbukti.
"Kau adalah keparat kedua yang kutemui. Dan, jangan harap bisa lolos dari tanganku!" desis Rangga tajam seraya mendekati pemuda berambut panjang itu pelan pelan.
Pemuda yang mirip Pendekar Rajawali Sakti itu terkesiap. Dan sesaat matanya melihat ke kanan dan kiri, seperti berusaha mencari jalan untuk lolos. Mukanya tampak pucat, dan tubuhnya gemetar.
Wajah, bentuk tubuh, dan cara berpakaian orang ini betul-betul mirip Pendekar Rajawali Sakti. Juga senjata yang digunakan. Sehingga para prajurit yang berada di sekitar tempat ini akan pangling untuk membedakannya. Hanya saja sekarang lebih mudah, sebab Pendekar Rajawali Sakti palsu kelihatan seperti orang yang menderita demam hebat!
"Kau mencari kawan- kawanmu? Jangan harap! Mereka telah diringkus prajuritku. Kau lihat, mereka berada di sekitar ini. Dan di sini, kau terkurung para prajurit Swandana. Tidak ada jalan lolos lagi bagimu. Maka cabutlah pedangmu. Dan, pertahankan nyawamu!"
Pendekar Rajawali Sakti gadungan itu terkesiap!
Tidak jauh dari tempat itu terlihat sekitar dua puluh lima orang-orang bersenjata. Mereka berpencar, namun tidak saling berjauhan. Sehingga satu sama lain masih terlihat mengurung daerah ini. Sedang para prajurit Swandana mengurungnya lebih dekat. Sehingga sedikit pun tak ada jalan keluar.
"Cabut pedangmu! " sentak Rangga geram.
Namun Pendekar Rajawali Sakti gadungan tetap berdiam diri dan tidak kelihatan tanda-tanda akan menyerang lebih dulu. Dan ini membuat Rangga menjadi semakin geram saja.
"Huh! Kau telah cemarkan nama baikku. Dan ganjarannya, kau patut mampus!" dengus Rangga dingin.
Rangga bersiap seraya memasang kuda-kuda Namun saat itu....
"Ha ha ha...!'
Mendadak terdengar suara tawa nyaring yang disusul berkelebatnya sesosok tubuh ke tengah lingkaran yang dibuat para prajurit Swandana. Mereka terkejut dan bersiap menyerang. Demikian pula halnya para prajurit Karang Setra yang tadi mengikuti rajanya dengan sembunyi-sembunyi.
"Tahan...!" bentak Rangga.
***
Tidak jauh di dekat Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak seorang tua berjenggot panjang dan telah memutih, memakai baju hijau. Tangan kanannya menggenggam sebatang tombak kayu yang mirip ranting.
"Ki Satria Kendeng! Kau lagi! Apakah kali ini kau akan mengacau?!" seru Rangga dengan wajah kesal.
"Ha ha ha...! Jangan marah dulu, Sobat. Maafkan kekasaranku tempo hari. Kini aku mulai menyadari, bahwa kau memang di pihak yang benar. Nah! Kini, kusaksikan sendiri hal itu. Untuk menebus kesalahanku, maka biar bajingan ini menerima hajaranku!" ujar orang tua yang ternyata Ki Satria Kendeng.
"Orang ini telah memfitna
Cersil Wiro Sableng 85 - Wasiat Sang Ratu Pendekar Rajawali Sakti - 157. Dendam Pendekar-Pendekar Gila Cersil Wiro Sableng 89 - Geger di Pangandaran Pendekar Rajawali Sakti - 158. Pasukan Alis Kuning Pendekar Rajawali Sakti - Penyair Maut
7
Dua anak muda menggebah kudanya pelan- pelan. Yang seorang pemuda berwajah tampan. Rambutnya panjang. Dia memakai baju rompi putih. Sementara seorang lagi adalah gadis cantik berbaju serba biru. Di pinggangnya terselip sebuah kipas terbuat dari baja putih. Dan di punggungnya tampak sebilah pedang bergagang kepala naga. Mereka tidak lain dari Pendekar Rajawali Sakti dan si Kipas Maut.
"Kakang, kenapa kita berkuda lambat- lambat? Bukankah orang itu akan kabur lebih cepat? Sebaiknya kita cepat mengejamya sebelum dia menghilang!"
"Dia tidak akan menghilang, Pandan. Percayalah!"
"Kenapa Kakang begitu yakin?"
"Sebab pasukan Kerajaan Swandana telah mengepung daerah itu rapat-rapat. Orang itu seperti kabur mendekati perangkap, namun tidak disadarinya," jelas Rangga.
"Hm... Aku tidak tahu soal ini!" dengus Pandan Wangi bersungut-sungut dengan wajah cemberut.
Setahu Pandan Wangi, Rangga belum membi- carakan soal itu pada Raja Swandana. Sebab se- lama mengadakan pembicaraan, gadis ini selalu ikut hadir dan mendengarkan. Sehingga, dia tahu betul rencana apa saja yang akan dijalankan.
"Aku mengirim seorang kurir untuk memberitahukannya. Tapi bukan berarti aku bermaksud merahasiakannya darimu. Tapi, karena ada tugas lain yang mesti kukerjakan secepatnya. Dan kebetulan aku belum sempat menjelaskannya padamu," ujar Rangga, seperti bisa mengetahui apa yang tengah dirasakan gadis itu.
Pandan Wangi diam saja, meski hatinya masih kesal. Dia memang ingin tahu semua persoalan yang dihadapi kekasihnya. Dan, sebisa mungkin membantu untuk menyelesaikannya bersama-sama. Tapi entah lupa atau disengaja, Rangga tidak menceritakan beberapa persoalan kepadanya. Dan itu membuat si Kipas Maut jengkel.
"Sudahlah. Ini memang salahku. Tapi sekarang, kau kan telah mengetahuinya. Itu berarti aku tidak menyembunyikannya, bukan?" lanjut pemuda itu tersenyum-senyum, berusaha mencairkan kejengkelan Pandan Wangi.
Pandan Wangi hanya menoleh sebentar, kemudian terus mengalihkan perhatian ke depan. Pada saat yang sama, terdengar ribut-ribut. Tidak jauh dari tempat mereka. Keduanya saling pandang sesaat. Lalu dengan cepat Rangga memacu Dewa Bayu bagai lesatan angin tajam.
"Heaaa...!"
Sementara Pandan Wangi segera mengik uti.
Sebentar saja, mereka telah tiba di suatu tem- pat yang agak luas di pinggiran sebuah hutan kecil. Tempat itu telah dikepung pasukan bersenjata lengkap berjumlah sekitar tiga puluh orang. Sementara di tengah mereka, terlihat dua prajurit Kerajaan Swandana tengah bertarung melawan pemuda berambut panjang dan., memakai rompi putih!
"Keparat!" desis Rangga geram, melihat kenyataan itu.
Tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti terkepal. Wajahnya menggeram. Seketika dia turun dari kudanya, dan menguak kerumunan.
"Minggirlah. Biar bajingan ini bagianku!" ujar Rangga dengan sorot mata tajam.
Ini tidak mengherankan lagi. Baru tadi pagi pun, Pendekar Rajawali Sakti telah meringkus se-orang pemuda yang wajahnya mirip sekali dengannya. Dari orang itu, diketahui kalau jumlah mereka tiga orang. Dan selama ini, mereka menggunakan nama Pendekar Rajawali Sakti dalam sepak terjangnya. Jadi jelas, fitnahan itu kini terbukti.
"Kau adalah keparat kedua yang kutemui. Dan, jangan harap bisa lolos dari tanganku!" desis Rangga tajam seraya mendekati pemuda berambut panjang itu pelan pelan.
Pemuda yang mirip Pendekar Rajawali Sakti itu terkesiap. Dan sesaat matanya melihat ke kanan dan kiri, seperti berusaha mencari jalan untuk lolos. Mukanya tampak pucat, dan tubuhnya gemetar.
Wajah, bentuk tubuh, dan cara berpakaian orang ini betul-betul mirip Pendekar Rajawali Sakti. Juga senjata yang digunakan. Sehingga para prajurit yang berada di sekitar tempat ini akan pangling untuk membedakannya. Hanya saja sekarang lebih mudah, sebab Pendekar Rajawali Sakti palsu kelihatan seperti orang yang menderita demam hebat!
"Kau mencari kawan- kawanmu? Jangan harap! Mereka telah diringkus prajuritku. Kau lihat, mereka berada di sekitar ini. Dan di sini, kau terkurung para prajurit Swandana. Tidak ada jalan lolos lagi bagimu. Maka cabutlah pedangmu. Dan, pertahankan nyawamu!"
Pendekar Rajawali Sakti gadungan itu terkesiap!
Tidak jauh dari tempat itu terlihat sekitar dua puluh lima orang-orang bersenjata. Mereka berpencar, namun tidak saling berjauhan. Sehingga satu sama lain masih terlihat mengurung daerah ini. Sedang para prajurit Swandana mengurungnya lebih dekat. Sehingga sedikit pun tak ada jalan keluar.
"Cabut pedangmu! " sentak Rangga geram.
Namun Pendekar Rajawali Sakti gadungan tetap berdiam diri dan tidak kelihatan tanda-tanda akan menyerang lebih dulu. Dan ini membuat Rangga menjadi semakin geram saja.
"Huh! Kau telah cemarkan nama baikku. Dan ganjarannya, kau patut mampus!" dengus Rangga dingin.
Rangga bersiap seraya memasang kuda-kuda Namun saat itu....
"Ha ha ha...!'
Mendadak terdengar suara tawa nyaring yang disusul berkelebatnya sesosok tubuh ke tengah lingkaran yang dibuat para prajurit Swandana. Mereka terkejut dan bersiap menyerang. Demikian pula halnya para prajurit Karang Setra yang tadi mengikuti rajanya dengan sembunyi-sembunyi.
"Tahan...!" bentak Rangga.
***
Tidak jauh di dekat Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak seorang tua berjenggot panjang dan telah memutih, memakai baju hijau. Tangan kanannya menggenggam sebatang tombak kayu yang mirip ranting.
"Ki Satria Kendeng! Kau lagi! Apakah kali ini kau akan mengacau?!" seru Rangga dengan wajah kesal.
"Ha ha ha...! Jangan marah dulu, Sobat. Maafkan kekasaranku tempo hari. Kini aku mulai menyadari, bahwa kau memang di pihak yang benar. Nah! Kini, kusaksikan sendiri hal itu. Untuk menebus kesalahanku, maka biar bajingan ini menerima hajaranku!" ujar orang tua yang ternyata Ki Satria Kendeng.
"Orang ini telah memfitna