Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pendekar 100 Hari - 51

$
0
0
Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar 100 Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 159. Neraka Kematian Suro Bodong - Menembus Kabut Berdarah Pendekar Rajawali Sakti - 160. Keris Iblis Pendekar Rajawali Sakti - Seruling Perak Pendekar Pulau Neraka - Hantu Rimba Larangan

dada si dara
  baju merah.
  “Hm, engkau memang harus mati,” si dara baju
  merah mendengus geram. Setelah menangkis
  pukulan, ia loncat tamparkan tangan kanannya
  kepada lawan.
  Melihat pukulan yang dilancarkan sam-sumoay itu,
  diam-diam Mo-seng-li terkejut dan mengeluh,
  “Tamatlah engkau sekarang.”
  Tetapi di luar dugaan telah terjadi suatu peristiwa
  yang mengejutkan. Tepat pada saat dara baju merah
  itu menampar sekonyong-konyong ia menjerit kaget,
  “Aduh!”
  Tubuhnya, terhuyung-huyung empat langkah ke
  belakang, “Huak,” mulutnya segera menguak
  menyemburkan segumpal darah.
  Peristiwa yang tak terduga-duga itu benar-benar telah
  terjadi suatu peristiwa yang mengejutkan. Mereka
  adalah tokoh-tokoh persilatan yang ternama. Tahulah
  mereka betapa dahsyatnya tenaga dalam yang
  dipancarkan dari tamparan tangan dara baju merah
  itu kepada Bok-yong Kang. Mereka memastikan Bok-
  yong Kang tentu akan rubuh.
  Merekapun sama sekali tak melihat pemuda itu
  gerakan tangan menangkis atau balas memukul.
  Tetapi tahu-tahu dara baju merah itu sudah menjerit
  terhuyung-huyung dan muntah darah.
  Nona baju biru atau Hiat Sat Mo-li juga terkejut sekali.
  Seketika seri wajahnya berobah pucat. Ia tahu bahwa
  tamparan yang dilancarkan sam-sumoay itu disebut
  Sam-yang-ciang-keng atau Tiga tenaga positif. Sebuah
  pukulan tenaga dalam yang bukan olah-olah
  hebatnya. Sekalipun sakti kepandaian Bok-yong Kang,
  juga sukar untuk terlepas dari bencana.
  Cepat Hiat Sat Mo-li melesat ke samping si dara baju
  merah: “Sam-sumoay, apakah engkau terluka berat?”
  Sebenarnya Bok-yong Kang sendiri juga heran melihat
  peristiwa itu. Pada saat si dara baju merah
  menamparnya segera ia rasakan dadanya terdampar
  oleh angin pukulan yang hangat. Dia memang
  bingung bagaimana harus menghalau pukulan itu.
  Tiba-tiba dari arah belakang, ia merasa didampar oleh
  segelombang tenaga dalam yang hebat. Dan tenaga
  dalam itu seperti terus melanda ke arah si dara. Dan
  tahu-tahu si dara menjerit.
  Bok-yong Kang terlongong-longong mema ndang si
  dara baju merah. Pikirnya menimang: “Siapakah yang
  membantu secara diam-diam itu? Apakah Siau toako
  sudah siuman?”
  Wajah si dara baju merah yang segar, saat itu
  tampak pucat seperti kertas. Mulutnya masih
  mengumur darah.
  “Toa-suci, aku....... aku terkena pukulan Sam-im-ciang.
  Huak……,” kembali ia muntah darah lagi dan tahu-tahu
  rubuhlah ia tak sadarkan diri, di dalam pelukan Hiat
  Sat Mo-li.
  Hiat Sat Mo-li terkejut lalu cepat menutuk tujuh buah
  jalan darah di bagian saluran urat Thay-im-king-meh.
  Kemudian berpaling kepada Mo-seng-li,
  “Ji-sumoay, lekas engkau panggul dia!”
  Melihat sam-sumoay nya terluka begitu parah, Mo-
  seng-li terkejut bukan kepalang. Ia tahu bahwa di
  ruang kuil hanya terdapat seorang tokoh sakti yang
  bersembunyi yalah Pendekar Ular Emas Siau Mo.
  Menilik kepandaian Bok-yong Kang tak mungkin
  pemuda itu mampu melukai sam-sumoay nya
  sedemikian rupa.
  Mo-seng-li maju menghampiri lalu menyanggapi tubuh
  si dara baju merah. Melihat wajah sam-sumoay nya
  pucat seperti kertas, terharulah hati Mo-seng-li.
  Saat itu Hiat Sat Mo-li memandang Bok-yong Kang
  dengan mata berkilat-kilat, serunya dingin: “Hm, tak
  kira engkau telah menyembunyikan kepandaian yang
  hebat.”
  Setenang kata-katanya, setenang itu pula ia pelahan-
  lahan maju menghampiri ke tempat Bok-yong Kang.
  Tiba-tiba ia membentak pelahan:
  “Kena!”
  Kebut hud-tim tiba-tiba ditaburkan menjadi ratusan
  lembar kawat halus, menghamburkan menyerang
  berpuluh jalan darah di tubuh Bok-yong Kang.
  Jurus itu cepatnya seperti kilat menyambar-nyambar
  dahsyatnya bagai gunung meletus. Bagaimana pun
  juga, Bok-yong Kang tentu sukar lolos dari serangan
  maut itu.
  Tetapi kembali suatu peristiwa ajaib telah terjadi.
  Pada saat Hiat Sat Mo-li melancarkan serangan, tiba-
  tiba setiup angin lembut menghambur ke arahnya dan
  bulu-bulu kuda dari kebut hud-timnya itu pun tersiak
  ke samping.
  Hiat Sat Mo-li terkejut. Cepat ia loncat mundur tiga
  langkah dan berteriak: “Hai, siapakah orang sakti
  yang berada dalam ruang ini?”
  Teriakan nona baju biru itu telah menyadarkan
  perhatian sekalian orang. Serempak mereka
  mencurah pandang ke arah ruang besar yang gelap
  pekat.
  Teriakan Hiat Sat Mo-li itu tak bersambut suatu apa.
  Ruangan sunyi senyap tiada penyahutan.
  Hiat Sat Mo-li mendengus dingin. Sekali melesat ia
  menyelinap dari samping Bok-yong Kang terus
  menerobos ke dalam ruang besar.
  Tiba-tiba dari ruang besar terdengar deru angin
  meniup dan pada lain saat Hiat Sat Mo-li pun loncat
  keluar pula dari ruang besar itu.
  Ketika sekalian orang memandang ternyata rambut
  nona baju biru itu sudah kusut masai, seraya
  memandang ke arah ruang besar.
  Saat itu dari ruang besar terdengar derap langkah
  orang berjalan keluar.
  Bok-yong Kang tegang hatinya. Ia yakin yang keluar
  itu tentulah Siau Mo. Maka cepat ia berpaling dan
  berseru: “Siau toako.”
  Tiba-tiba ia hentikan kata-katanya dan terbeliaklah
  kedua matanya memandang orang yang muncul
  keluar itu.
  Orang itu bukan Siau Mo melainkan seorang lelaki
  berjubah longgar dan mukanya ditutup dengan
  selubung kain warna biru.
  Ah, kiranya si Baju biru. Sudah dua-tiga kali Bok-yong
  Kang melihatnya. Sekalipun belum pernah melihat
  bagaimana wajahnya, tetapi ia tak lupa akan
  perawakan orang itu.
  Bukankah orang itu si Baju Biru yang mengendarai
  kuda hijau tempo hari?
  Selekas Baju Biru itu muncul, sekalian anak buah
  perkumpulan Naga Hijau pun segera memberi hormat
  dan serempak berseru, ”Semoga panjang usialah
  ketua Naga Hijau yang kami hormati!”
  Bahkan Ko-tok Siu pun segera membungkukkan tubuh
  memberi hormat kepadanya. seraya berseru: “Harap
  Pangcu memberi maaf atas kelengahan Sin Bok Than-
  cu Ko-tok Siu terlambat menyambut kedatangan
  pangcu.”
  Orang aneh baju biru itu hanya lambaikan lengan
  jubahnya yang gerombyongan tanpa menjawab dan
  sekalian anak buah Naga Hijau itu pun segera
  berbangkit dan tegak berjajar di empat penjuru.
  Hiat Sat Mo-li dan lain-lain orang terbeliak kaget.
  Orang aneh berkerudung kasa biru ternyata ketua
  perkumpulan Naga Hijau seorang tokoh yang
  termasyhur di seluruh dunia persilatan.
 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>