Cerita Silat | Sayembara Maut | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Sayembara Maut | Cersil Sakti | Sayembara Maut pdf
Wiro Sableng - Kupu-Kupu Giok Ngarai Sianok Pendekar Rajawali Sakti - 167. Pengemis Bintang Emas Pendekar Rajawali Sakti ~ Ratu Intan Kumala Pendekar Naga Geni ~ Misteri Kapal Hantu Pendekar Mata Keranjang ~ Bara Di Jurang Guringring
kebakaran! Aku akan mengusut, siapa saja yang berani berbuat seperti ini. Orang itu akan mendapat hukuman sekeras-kerasnya!" teriak Prabu Puntalaksana, lantang.
Para prajurit yang mendengar maklumat itu bergidik ngeri. Namun bagi mereka yang merasapunya hubungan dekat dengan Prabu Puntalaksana, kelihatan tenang- tenang saja. Orang-orang itu merasa yakin bahwa mereka tidak akan terkena hukuman panglima utama Kerajaan Krojowetan itu.
Menjelang dini hari, para prajurit masih saja disibuki untuk membenahi kedua bangunan yang terbakar. Sementara Prabu Puntalaksana sendiri sibuk menjalankan rencana bersama komplotannya. Orang yang dipercaya sudah barang tentu Nyai Saptaningrum yang selalu bersamanya, serta beberapa panglima kerajaan yang berada di pihaknya.
"Akan kujebloskan mereka semua ke dalam penjara!" dengus Prabu Puntalaksana.
"Itu usul yang bagus, Gusti Prabu!" sahut salah seorang panglima.
"Ya. Dengan begitu, kekuatan mereka berku-rang. Dan istana kerajaan kita kuasai sepenuhnya!" sambut Panglima Jumeneng yang juga hadir di tempat ini.
"Bagaimana menurutmu, Nyai?" tanya Prabu Puntalaksana.
Wanita itu tidak langsung menjawab. Sepertinya, dia tengah berpikir keras untuk menyum-bangkan usul.
"Bila mereka semua dijebloskan ke dalam penjara, maka istana kita kuasai sepenuhnya. Dan Kuntadewa tidak bisa berkutik lagi!" desak Prabu Puntalaksana.
"Betul! Rencana Gusti Puntalaksana itu amat cerdik dan bagus sekali!" timpal panglima lain yang dikenal bernama Panglima Jatmika.
"Kau melupakan pemuda itu?"
Nyai Saptaningmm tiba-tiba mengalihkan per- cakapan.
"Untuk apa kupikirkan dia? Bukankah kau telah menyanggupi untuk membereskannya?! Atau barangkali kau tidak mampu? Kalau begitu, biar kucari orang lain saja! " sahut Prabu Puntalaksana, sinis. Nada suaranya menyiratkan ketidaksenangan terhadap pertanyaan wanita tua itu.
"Hi hi hi...! Bukan begitu maksudku, Puntalaksana. Aku hanya sekadar mengingatkan, kalau kau belum boleh bergembira. Kita harus memikirkan semua hal yang kelak bisa menjadi batu sandungan. Lagi pula, he he he...! Apa kau kira semudah itu memecatku, dan menggantikannya dengan orang lain? Aku banyak tahu tentang rahasiamu! He he he...!" sahut Nyai Saptaningmm sambil terkekeh kecil.
Prabu Puntalaksana mendongkol betul mendengar kata-kata wanita tua ini. Kalau tidak ingat budi baik, sekaligus ancaman di balik itu, ingin rasanya wanita tua itu dijebloskan ke penjara untuk dihukum mati!
Tapi Prabu Puntalaksana memang orang yang cerdik. Sebisa mungkin disembunyikan kekesalan hatinya. Wajahnya tetap tersenyum ramah.
"He he he...! Nyai terlalu memasukkan ke hati tentang kata-kataku tadi. Padahal, aku hanya bercanda," kilah Prabu Puntalaksana.
"Syukurlah kalau memang demikian. Karena, kita tidak mau hal-hal buruk terjadi di antara ki berdua, bukan?"
"Tentu saja. Nah, bagaimana dengan rencanamu tadi?"
"Yaaah... Boleh saja dilaksanakan."
"Baiklah. Aku akan menjebloskan mereka ke penjara dengan tuduhan berkomplot membakar gedung kediamanku! " dengus Prabu Puntalaksana.
***
Prabu Puntalaksana benar-benar melaksana-kan niatnya untuk menjebloskan prajurit-prajurit yang tidak disukai dan tidak mau berpihak kepadanya. Bermacam-macam alasan dibuat. Dan yang lebih kuat, tentunya adalah soal kebakaran yang terjadi di tempat kediamannya.
"Mereka berkomplot hendak membunuhku. Oleh sebab itu sudah sepatutnya dijebloskan ke dalam penjara! " jelas Prabu Puntalaksana lantang tatkala Prabu Kuntadewa mempertanyakannya.
"Apakah kau punya bukti bahwa mereka yang membakar tempat kediamanmu?" tanya Prabu Kuntadewa.
"Kutemukan busur serta anak panah yang dibalut sumbu. Dan setelah diselidiki, ternyata penyebab kebakaran adalah anak panah yang ujungnya disulut api," papar adik tiri Prabu Kuntadewa ini.
"Di mana kau temukan busur serta anak panah itu?"
"Di tempat kediaman Ki Jiwandana! " sahut Prabu Puntalaksana lantang.
Prabu Kuntadewa terkesiap. Dia betul-betul kaget mendengar tuduhan adik tirinya. Siapa pun di istana kerajaan ini tahu, Ki Jiwandana adalah penasihat Gusti Prabu Kuntadewa. Maka dengan menangkapnya, sama artinya Prabu Puntalaksana mempermalukan Raja Krojowetan itu.
"Tapi kenapa kau menjebloskan sekian banyak prajurit? Ini perbuatan yang tidak adil, Pang- lima!" tanya Prabu Kuntadewa.
Meskipun Prabu Puntalaksana adalah adik tirinya, namun di muka umum, Prabu Kuntadewa selalu memanggilnya sesuai jabatannya.
"Hamba memeriksanya lebih terliti. Dan ter-nyata Ki Jiwandana bersekutu dengan para prajurit itu. Ketahuilah, bahwa hal ini hamba lakukan demi keselamatan Gusti Prabu sendiri!" jelas Prabu Puntalaksana dengan kata-kata manis-yang dibuat-buat.
Prabu Kuntadewa tidak mampu berkata apa-apa lagi. Beliau masih terpaku, tatkala Prabu Puntalaksana telah meninggalkan tempat itu.
***
"Sabarlah, Ayahanda. Mudah-mudahan sega-lanya akan cepat berakhir...."
Prabu Kuntadewa terkejut dan cepat menoleh. Bibirnya tersenyum ketika mengetahui siapa yang baru saja bicara membujuknya.
Wiro Sableng - Kupu-Kupu Giok Ngarai Sianok Pendekar Rajawali Sakti - 167. Pengemis Bintang Emas Pendekar Rajawali Sakti ~ Ratu Intan Kumala Pendekar Naga Geni ~ Misteri Kapal Hantu Pendekar Mata Keranjang ~ Bara Di Jurang Guringring
kebakaran! Aku akan mengusut, siapa saja yang berani berbuat seperti ini. Orang itu akan mendapat hukuman sekeras-kerasnya!" teriak Prabu Puntalaksana, lantang.
Para prajurit yang mendengar maklumat itu bergidik ngeri. Namun bagi mereka yang merasapunya hubungan dekat dengan Prabu Puntalaksana, kelihatan tenang- tenang saja. Orang-orang itu merasa yakin bahwa mereka tidak akan terkena hukuman panglima utama Kerajaan Krojowetan itu.
Menjelang dini hari, para prajurit masih saja disibuki untuk membenahi kedua bangunan yang terbakar. Sementara Prabu Puntalaksana sendiri sibuk menjalankan rencana bersama komplotannya. Orang yang dipercaya sudah barang tentu Nyai Saptaningrum yang selalu bersamanya, serta beberapa panglima kerajaan yang berada di pihaknya.
"Akan kujebloskan mereka semua ke dalam penjara!" dengus Prabu Puntalaksana.
"Itu usul yang bagus, Gusti Prabu!" sahut salah seorang panglima.
"Ya. Dengan begitu, kekuatan mereka berku-rang. Dan istana kerajaan kita kuasai sepenuhnya!" sambut Panglima Jumeneng yang juga hadir di tempat ini.
"Bagaimana menurutmu, Nyai?" tanya Prabu Puntalaksana.
Wanita itu tidak langsung menjawab. Sepertinya, dia tengah berpikir keras untuk menyum-bangkan usul.
"Bila mereka semua dijebloskan ke dalam penjara, maka istana kita kuasai sepenuhnya. Dan Kuntadewa tidak bisa berkutik lagi!" desak Prabu Puntalaksana.
"Betul! Rencana Gusti Puntalaksana itu amat cerdik dan bagus sekali!" timpal panglima lain yang dikenal bernama Panglima Jatmika.
"Kau melupakan pemuda itu?"
Nyai Saptaningmm tiba-tiba mengalihkan per- cakapan.
"Untuk apa kupikirkan dia? Bukankah kau telah menyanggupi untuk membereskannya?! Atau barangkali kau tidak mampu? Kalau begitu, biar kucari orang lain saja! " sahut Prabu Puntalaksana, sinis. Nada suaranya menyiratkan ketidaksenangan terhadap pertanyaan wanita tua itu.
"Hi hi hi...! Bukan begitu maksudku, Puntalaksana. Aku hanya sekadar mengingatkan, kalau kau belum boleh bergembira. Kita harus memikirkan semua hal yang kelak bisa menjadi batu sandungan. Lagi pula, he he he...! Apa kau kira semudah itu memecatku, dan menggantikannya dengan orang lain? Aku banyak tahu tentang rahasiamu! He he he...!" sahut Nyai Saptaningmm sambil terkekeh kecil.
Prabu Puntalaksana mendongkol betul mendengar kata-kata wanita tua ini. Kalau tidak ingat budi baik, sekaligus ancaman di balik itu, ingin rasanya wanita tua itu dijebloskan ke penjara untuk dihukum mati!
Tapi Prabu Puntalaksana memang orang yang cerdik. Sebisa mungkin disembunyikan kekesalan hatinya. Wajahnya tetap tersenyum ramah.
"He he he...! Nyai terlalu memasukkan ke hati tentang kata-kataku tadi. Padahal, aku hanya bercanda," kilah Prabu Puntalaksana.
"Syukurlah kalau memang demikian. Karena, kita tidak mau hal-hal buruk terjadi di antara ki berdua, bukan?"
"Tentu saja. Nah, bagaimana dengan rencanamu tadi?"
"Yaaah... Boleh saja dilaksanakan."
"Baiklah. Aku akan menjebloskan mereka ke penjara dengan tuduhan berkomplot membakar gedung kediamanku! " dengus Prabu Puntalaksana.
***
Prabu Puntalaksana benar-benar melaksana-kan niatnya untuk menjebloskan prajurit-prajurit yang tidak disukai dan tidak mau berpihak kepadanya. Bermacam-macam alasan dibuat. Dan yang lebih kuat, tentunya adalah soal kebakaran yang terjadi di tempat kediamannya.
"Mereka berkomplot hendak membunuhku. Oleh sebab itu sudah sepatutnya dijebloskan ke dalam penjara! " jelas Prabu Puntalaksana lantang tatkala Prabu Kuntadewa mempertanyakannya.
"Apakah kau punya bukti bahwa mereka yang membakar tempat kediamanmu?" tanya Prabu Kuntadewa.
"Kutemukan busur serta anak panah yang dibalut sumbu. Dan setelah diselidiki, ternyata penyebab kebakaran adalah anak panah yang ujungnya disulut api," papar adik tiri Prabu Kuntadewa ini.
"Di mana kau temukan busur serta anak panah itu?"
"Di tempat kediaman Ki Jiwandana! " sahut Prabu Puntalaksana lantang.
Prabu Kuntadewa terkesiap. Dia betul-betul kaget mendengar tuduhan adik tirinya. Siapa pun di istana kerajaan ini tahu, Ki Jiwandana adalah penasihat Gusti Prabu Kuntadewa. Maka dengan menangkapnya, sama artinya Prabu Puntalaksana mempermalukan Raja Krojowetan itu.
"Tapi kenapa kau menjebloskan sekian banyak prajurit? Ini perbuatan yang tidak adil, Pang- lima!" tanya Prabu Kuntadewa.
Meskipun Prabu Puntalaksana adalah adik tirinya, namun di muka umum, Prabu Kuntadewa selalu memanggilnya sesuai jabatannya.
"Hamba memeriksanya lebih terliti. Dan ter-nyata Ki Jiwandana bersekutu dengan para prajurit itu. Ketahuilah, bahwa hal ini hamba lakukan demi keselamatan Gusti Prabu sendiri!" jelas Prabu Puntalaksana dengan kata-kata manis-yang dibuat-buat.
Prabu Kuntadewa tidak mampu berkata apa-apa lagi. Beliau masih terpaku, tatkala Prabu Puntalaksana telah meninggalkan tempat itu.
***
"Sabarlah, Ayahanda. Mudah-mudahan sega-lanya akan cepat berakhir...."
Prabu Kuntadewa terkejut dan cepat menoleh. Bibirnya tersenyum ketika mengetahui siapa yang baru saja bicara membujuknya.