Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pendekar 100 Hari - 59

$
0
0
Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar 100 Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf

Pendekar Naga Geni ~ Misteri Kapal Hantu Pendekar Mata Keranjang ~ Bara Di Jurang Guringring Pendekar Rajawali Sakti - 171. Sayembara Maut Pendekar Cambuk Naga ~ Seruling Kematian Raja Naga ~ Misteri Menara Berkabut

05.23. Mahluk Aneh Di Tanah Kuburan
  “Hm, memang menjengkelkan sekali pamanku yang
  licin bagai belut dan buas seperti harimau itu. Sampai
  detik-detik ini-dia belum juga mau mengunjuk diri dan
  tetap membiarkan aku mengganas dan
  membunuh.......”
  “Apakah tak mungkin pamanmu Siau Mo itu sudah
  meninggal dunia?” tanya Hun-ing.
  Siau Lo-seng menghela napas.
  “Mungkin,” katanya, “mungkin pamanku memang
  sudah mati. Kalau masih hidup dia tentu sudah unjuk
  diri. Tetapi umurku terbatas, kalau hal itu barlarut lebih
  lama lagi, bagaimana aku dapat menuntut balas
  kematian orang tua dan saudara-saudaraku? Maka,
  sia-sia dan celakalah aku yang telah menggunakan
  nama Siau Mo itu untuk melakukan perbuatan ganas
  selama ini.......”
  “Ah,” Siau Lo-seng mendesah, “maka sekarang
  kuputuskan untuk menampakkan wajahku yang
  sebenarnya. Dengan umurku yang terbatas itu, aku
  hendak berbuat sesuatu untuk menebus dosaku yang
  lalu. Agar aku tak mengecewakan arwah kedua
  orang tuaku di alam baka!”
  Mendengar penuturan itu terbukalah kini pikiran Bok-
  yong Kang akan sikap dan tingkah laku yang aneh
  dari Siau Mo selama ini. Diam-diam ia bersyukur sekali
  bahwa Siau Lo-seng telah sadar dan akan kembali ke
  jalan yang benar.
  Bok-yong Kang ulurkan tangan menjabat tangan Siau
  Lo-seng, katanya: “Toako, engkau tak bersalah.
  Sekalipun taruh kata salah, dunia pun akan
  memaafkan kesalahanmu itu.”
  Darah di dada Siau Lo-seng bergolak keras. Dan
  berkatalah dia dengan tegang: “Bokyong-te, engkau
  adalah satu-satunya sahabatku yang tahu diriku. Saat
  ini baru aku menyadari betapa aku telah banyak
  membikin susah kepadamu. Selama setahun ini, aku
  selalu memendam kesedihan dalam hatiku sendiri dan
  tak membagikan kepadamu. Pun tak mau
  menceritakannya.”
  “Tidak, toako,” sahut Bok-yong Kang, “engkau adalah
  penolongku yang melepas budi besar. Apapun
  kesalahan yang toako lakukan, bagiku tetap benar.
  Engkau tak menyalahi aku. Karena kutahu bahwa hati
  nuranimu itu sebenarnya amat berbudi.”
  Hun-ing memandang cakrawala lalu berseru: “Hari
  segera akan terang tanah, marilah kita lanjutkan
  perjalanan lagi!”
  Tiba-tiba Siau Lo-seng melepaskan Pedang Ular Emas
  yang tersanggul di bahunya dan membuat sebuah
  liang di tanah. Pedang dan kedok muka dari kulit
  orang itu dikubur bersama-sama di tanah dalam liang
  itu.
  “Siau Mo sudah mati. Kedok muka Pendekar Ular
  Emas dan pedang Ular Emas pun harus ikut dikubur.
  Sejak saat ini, aku Siau Lo-seng, akan menempuh
  hidup baru!”
  “Tepat,” seru si nona, “sejak saat ini dunia persilatan
  takkan terdapat Siau Mo lagi. Bila muncul orang yang
  menyebut dirinya Siau Mo, dialah musuh besar kita!”
  Mereka bertiga segera menimbuni liang dengan tanah.
  Kemudian mereka lalu tinggalkan lereng gunung itu.
  Tetapi tepat pada saat ketiga orang itu pergi, dari atas
  lereng gunung terdengar sebuah tertawa dingin.
  Sesosok tubuh tiba-tiba muncul dan lari menghampiri
  ke tempat liang itu.
  Cepat sekali orang aneh itu segera membongkar liang
  dan mengambil Pedang Ular Emas. Karena hari masih
  belum terang tanah maka cuacapun masih gelap
  sehingga tak dapat diketahui bagaimana wajah orang
  yang mengambil pedang Ular Emas itu.
  Siapakah orang misterius itu?
  ◄Y►
  Pada saat itu Siau Lo-seng Bok-yong Kang dan Hun-
  ing bertiga tengah berlari melintasi sebuah belantara
  sunyi. Tiba-tiba terdengar suara suitan seram
  memecah angkasa.
  Ketiga anak muda itu terkejut dan hentikan larinya.
  “Apakah toa-suci nona mengeluarkan suitan lagi?”
  tanya Siau Lo-seng kepada Hun-ing.
  Hun-ing gelengkan kepala.
  “Suitan aneh itu terang bukan ilmu Suitan Iblis dari
  Lembah Kumandang. Suitan itu luar biasanya
  tajamnya sehingga menegakkan bulu roma orang.
  Tak beda seperti jeritan iblis yang sesungguhnya.”
  Tetapi setelah melengking di udara, suara suitan
  itupun segera lenyap. Karena ditunggu sampai sekian
  jenak tak ada suatu perobahan apa-apa, merekapun
  segera lanjutkan perjalanan lagi.
  Di balik karang yang menggunduk di sebelah muka
  itu, terdapat sebidang tanah kuburan yang sudah
  hampir menjadi belantara hutan kecil.
  “Setelah melintasi hutan kecil ini, akan terdapat
  sebuah pondok. Nyo Jong-ho berada di situ. Mari kita
  lekas menemuinya,” kata Hun-ing.
  Tetapi pada saat itu pula, suitan seram tadipun
  melengking lagi. Dan dari tengah tanah kuburan tua
  itu berhamburan muncul beberapa belas sosok
  bayangan setan. Tubuh mereka yang bergemerlapan
  dan angin pun menderu-deru ketika mereka
  serempak lari menghampiri kepada rombongan Siau
  Lo-seng.
  Dalam saat dan tempat seperti itu, betapa besar nyali
  seseorang, tentu tak urung akan terbang juga
  semangatnya.
  “Ai.......,” Hun-ing menjerit kaget terus menubruk dada
  Siau Lo-seng.
  Bok-yong Kang pun terkejut dan menyurut mundur
  tiga langkah.
  Melihat kawanan setan itu menyerbu dengan cepat,
  Siau Lo-seng cepat membentaknya: “Kawanan setan
  berhenti!”
  Bentakan Siau Lo-seng itu bagaikan halilintar
  dahsyatnya. Dan kawanan mahluk aneh itupun
  serempak berhenti.
  Pun Hun-ing terkejut karena suara Siau Lo-seng yang
  begitu menggeledek. Pikirnya: “Dengan berada di
  samping seorang pe

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>