Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar 100 Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 168. Kitab Naga Jonggrang Pendekar Hina Kelana ~ Satria Terkutuk Berkaki Tunggal Pendekar Bloon ~ Anak Langit & Pendekar Lugu Pendekar Rajawali Sakti - 170. Siluman Bukit Tengger Pendekar Bayangan Sukma ~ Sumpah Jago-Jago Bayaran
muda yang tak takut segala apa
ini, mengapa aku begitu ketakutan?”
Tiba-tiba Siau Lo-seng menepuk pelahan bahunya: “Ui
Pangcu, mereka bukan setan tetapi manusia biasa.
Tak perlu takut.”
Dengan pipi bersemu merah, nona itu berkisar dari
dada Siau Lo-seng.
“Biarpun setan, kalau berada di sampingmu, akupun
tak takut,” serunya.
Kawanan mahluk itu berhenti pada jarak tujuh
tombak jauhnya. Tiba-tiba tiga dari mereka bersama
maju.
Siau Lo-seng tertawa dingin.
“Hai, kalian ini dari golongan mana? Mengapa berani
menyaru jadi setan. Itu kan bukan laku seorang
gagah!” serunya.
Tetapi ketiga mahluk aneh itu seperti tak mendengar.
Mereka tetap menghampiri maju.
Siau Lo-seng kerutkan alis lalu berpaling kepada Bok-
yong Kang: “Bokyong-te, jagalah Ui Pangcu.”
Habis berkata ia terus loncat ke atas batu nisan
sebuah makam. Seorang diri ia hendak menghadapi
kawanan mahluk aneh itu.
“Wut......” kawanan mahluk aneh itupun serempak
melayang ke atas sebuah makam juga.
Siau Lo-seng kerutkan dahi. Kawanan mahluk aneh itu
berjumlah tigabelas orang. Mengenakan pakaian
hitam, kepala dan mukanyapun ditutup dengan
kerudung hitam hanya bagian mata diberi lubang.
Tiba-tiba Hun-ing memekik kaget, serunya: “Hai
mustahil dalam saat begini kawanan setan mau unjuk
diri. Apakah tak mungkin mereka datang untuk
menyergap Nyo Jong-ho......”
Tetapi segera pikiran nona itu membantah
pendapatnya sendiri: “Ah, tetapi Nyo Jong-ho jarang
unjuk diri di dunia persilatan. Mengapa kawanan
mahluk aneh itu......”
Tepat pada saat itu seorang mahluk aneh loncat
melayang ke tempat Siau Lo-seng. Diam-diam
pemuda itu memperhatikan bahwa gerak loncatan
mahluk aneh itu hebat sekali. Cepat iapun segera
lepaskan sebuah hantaman.
Belum mahluk aneh itu menginjakkan kaki pada batu
nisan yang terpisah tiga tombak dari tempat Siau Lo-
seng, angin pukulan pemuda itupun sudah tiba
melandanya.
Siau Lo-seng memang sengaja hendak
menghancurkan nyali orang. Maka pukulannya itupun
dilambari dengan enam bagian tenaga.
“Krek, krek......” mahluk aneh itu menangkis tetapi
segera ia menjerit ngeri dan terlempar ke udara lalu
jatuh di atas gunduk makam. Namun secepat itu pula,
ia dapat melenting bangun lagi.
Siau Lo-seng terkejut, pikirnya: “Apakah kawanan
mahluk aneh itu memang bangsa setan yang
sesungguhnya? Mengapa pukulanku tak mampu
merubuhkannya......”
Tiba-tiba ia teringat akan bunyi `krek, krek` tadi. Bunyi
itu mirip dengan suara setan. Seketika ujung kaki Siau
Lo-seng dirayapi oleh serangkum hawa dingin.
Pada saat itu pula, tiga mahluk aneh berhamburan
loncat maju. Mereka berpencaran di tiga arah.
Siau Lo-seng segera melambung ke udara dan
menghantam mahluk aneh yang berada di tengah.
Rupanya mahluk aneh itu tak menduga kalau lawan
memiliki gerakan sedemikian gesitnya. Mereka
terkejut dan tak sempat menangkis. Belum sempat
mereka mencari pikiran untuk menghindar, angin
pukulan Siau Lo-seng pun sudah melanda dadanya.
Uh…… orang itu mengerang tertahan. Tubuhnya
jungkir balik sampai dua kali lalu melayang rubuh di
tanah.
Mendengar suara erang tadi, tahulah kini Siau Lo-seng
bahwa itu suara manusia biasa, bukan bangsa setan.
Seketika menggeloralah nyalinya. Setelah berhasil
merubuhkan seorang, Siau Lo-seng terus berputar
tubuh dan menerjang lawan yang berada di sebelah
kiri.
Baru mahluk aneh itu menginjakkan kaki ke atas
sebuah makam, Siau Lo-seng pun sudah tiba dengan
pukulan Ngo-ting-biat-ciok yang mengarah kepala.
Melihat Siau Lo-seng menyerang kawannya, mahluk
aneh yang berada di sebelah kanan cepat maju
menyerang, memukul punggung lawan.
Mahluk aneh di sebelah kiri nekad mengangkat untuk
menangkis pukulan Siau Lo-seng. Tetapi dia segera
terpental mundur dan terhuyung-huyung. Untung tak
sampai rubuh.
Mahluk aneh yang menyerang punggung Siau Lo-seng
itu hampir bersorak girang karena pukulannya hampir
mengenai sasaran. Tetapi betapa kejutnya ketika
tahu-tahu tubuh pemuda itu telah merebah ke
samping. Karena mahluk aneh itu menggunakan
seluruh tenaganya untuk memukul maka
tubuhnyapun ikut menjorok ke muka.
“Plak,” enak saja Siau Lo-seng menampar punggung
mahluk aneh itu. Serentak terdengar jeritan ngeri dan
mulut mahluk aneh itupun menyembur darah segar
dan rubuhlah ia ke muka.
Lebih sial pula, ketika orang itu menjorok ke muka,
tepat dia bertubrukan dengan kawannya yang
hendak menyerang Siau Lo-seng dari sebelah kiri.
Keduanyapun berhamburan jatuh.
Menyaksikan sendiri betapa dalam waktu beberapa
kejap saja Siau Lo-seng dapat merubuhkan tiga orang
aneh yang berkepandaian tinggi, terkejutlah Hun-ing.
Nona itu diam-diam bertanya dalam hati: “Begitu sakti
kepandaiannya, entah dari siapakah dia mendapat
ilmu kepandaiannya itu?”
Tetapi beda dengan penilaian Hun-ing, kawanan orang
aneh itu tak gentar karena tiga orang kawannya telah
dirubuhkan Siau Lo-seng. Mereka tetap maju hendak
menyerbu pemuda itu.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan aneh macam burung
hantu melantang dari ujung kuburan. Mendengar itu
kawanan orang aneh pun segera berhenti berputar
tubuh lari kembali ke arah ba
Pendekar Rajawali Sakti - 168. Kitab Naga Jonggrang Pendekar Hina Kelana ~ Satria Terkutuk Berkaki Tunggal Pendekar Bloon ~ Anak Langit & Pendekar Lugu Pendekar Rajawali Sakti - 170. Siluman Bukit Tengger Pendekar Bayangan Sukma ~ Sumpah Jago-Jago Bayaran
muda yang tak takut segala apa
ini, mengapa aku begitu ketakutan?”
Tiba-tiba Siau Lo-seng menepuk pelahan bahunya: “Ui
Pangcu, mereka bukan setan tetapi manusia biasa.
Tak perlu takut.”
Dengan pipi bersemu merah, nona itu berkisar dari
dada Siau Lo-seng.
“Biarpun setan, kalau berada di sampingmu, akupun
tak takut,” serunya.
Kawanan mahluk itu berhenti pada jarak tujuh
tombak jauhnya. Tiba-tiba tiga dari mereka bersama
maju.
Siau Lo-seng tertawa dingin.
“Hai, kalian ini dari golongan mana? Mengapa berani
menyaru jadi setan. Itu kan bukan laku seorang
gagah!” serunya.
Tetapi ketiga mahluk aneh itu seperti tak mendengar.
Mereka tetap menghampiri maju.
Siau Lo-seng kerutkan alis lalu berpaling kepada Bok-
yong Kang: “Bokyong-te, jagalah Ui Pangcu.”
Habis berkata ia terus loncat ke atas batu nisan
sebuah makam. Seorang diri ia hendak menghadapi
kawanan mahluk aneh itu.
“Wut......” kawanan mahluk aneh itupun serempak
melayang ke atas sebuah makam juga.
Siau Lo-seng kerutkan dahi. Kawanan mahluk aneh itu
berjumlah tigabelas orang. Mengenakan pakaian
hitam, kepala dan mukanyapun ditutup dengan
kerudung hitam hanya bagian mata diberi lubang.
Tiba-tiba Hun-ing memekik kaget, serunya: “Hai
mustahil dalam saat begini kawanan setan mau unjuk
diri. Apakah tak mungkin mereka datang untuk
menyergap Nyo Jong-ho......”
Tetapi segera pikiran nona itu membantah
pendapatnya sendiri: “Ah, tetapi Nyo Jong-ho jarang
unjuk diri di dunia persilatan. Mengapa kawanan
mahluk aneh itu......”
Tepat pada saat itu seorang mahluk aneh loncat
melayang ke tempat Siau Lo-seng. Diam-diam
pemuda itu memperhatikan bahwa gerak loncatan
mahluk aneh itu hebat sekali. Cepat iapun segera
lepaskan sebuah hantaman.
Belum mahluk aneh itu menginjakkan kaki pada batu
nisan yang terpisah tiga tombak dari tempat Siau Lo-
seng, angin pukulan pemuda itupun sudah tiba
melandanya.
Siau Lo-seng memang sengaja hendak
menghancurkan nyali orang. Maka pukulannya itupun
dilambari dengan enam bagian tenaga.
“Krek, krek......” mahluk aneh itu menangkis tetapi
segera ia menjerit ngeri dan terlempar ke udara lalu
jatuh di atas gunduk makam. Namun secepat itu pula,
ia dapat melenting bangun lagi.
Siau Lo-seng terkejut, pikirnya: “Apakah kawanan
mahluk aneh itu memang bangsa setan yang
sesungguhnya? Mengapa pukulanku tak mampu
merubuhkannya......”
Tiba-tiba ia teringat akan bunyi `krek, krek` tadi. Bunyi
itu mirip dengan suara setan. Seketika ujung kaki Siau
Lo-seng dirayapi oleh serangkum hawa dingin.
Pada saat itu pula, tiga mahluk aneh berhamburan
loncat maju. Mereka berpencaran di tiga arah.
Siau Lo-seng segera melambung ke udara dan
menghantam mahluk aneh yang berada di tengah.
Rupanya mahluk aneh itu tak menduga kalau lawan
memiliki gerakan sedemikian gesitnya. Mereka
terkejut dan tak sempat menangkis. Belum sempat
mereka mencari pikiran untuk menghindar, angin
pukulan Siau Lo-seng pun sudah melanda dadanya.
Uh…… orang itu mengerang tertahan. Tubuhnya
jungkir balik sampai dua kali lalu melayang rubuh di
tanah.
Mendengar suara erang tadi, tahulah kini Siau Lo-seng
bahwa itu suara manusia biasa, bukan bangsa setan.
Seketika menggeloralah nyalinya. Setelah berhasil
merubuhkan seorang, Siau Lo-seng terus berputar
tubuh dan menerjang lawan yang berada di sebelah
kiri.
Baru mahluk aneh itu menginjakkan kaki ke atas
sebuah makam, Siau Lo-seng pun sudah tiba dengan
pukulan Ngo-ting-biat-ciok yang mengarah kepala.
Melihat Siau Lo-seng menyerang kawannya, mahluk
aneh yang berada di sebelah kanan cepat maju
menyerang, memukul punggung lawan.
Mahluk aneh di sebelah kiri nekad mengangkat untuk
menangkis pukulan Siau Lo-seng. Tetapi dia segera
terpental mundur dan terhuyung-huyung. Untung tak
sampai rubuh.
Mahluk aneh yang menyerang punggung Siau Lo-seng
itu hampir bersorak girang karena pukulannya hampir
mengenai sasaran. Tetapi betapa kejutnya ketika
tahu-tahu tubuh pemuda itu telah merebah ke
samping. Karena mahluk aneh itu menggunakan
seluruh tenaganya untuk memukul maka
tubuhnyapun ikut menjorok ke muka.
“Plak,” enak saja Siau Lo-seng menampar punggung
mahluk aneh itu. Serentak terdengar jeritan ngeri dan
mulut mahluk aneh itupun menyembur darah segar
dan rubuhlah ia ke muka.
Lebih sial pula, ketika orang itu menjorok ke muka,
tepat dia bertubrukan dengan kawannya yang
hendak menyerang Siau Lo-seng dari sebelah kiri.
Keduanyapun berhamburan jatuh.
Menyaksikan sendiri betapa dalam waktu beberapa
kejap saja Siau Lo-seng dapat merubuhkan tiga orang
aneh yang berkepandaian tinggi, terkejutlah Hun-ing.
Nona itu diam-diam bertanya dalam hati: “Begitu sakti
kepandaiannya, entah dari siapakah dia mendapat
ilmu kepandaiannya itu?”
Tetapi beda dengan penilaian Hun-ing, kawanan orang
aneh itu tak gentar karena tiga orang kawannya telah
dirubuhkan Siau Lo-seng. Mereka tetap maju hendak
menyerbu pemuda itu.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan aneh macam burung
hantu melantang dari ujung kuburan. Mendengar itu
kawanan orang aneh pun segera berhenti berputar
tubuh lari kembali ke arah ba