Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar 100 Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 168. Kitab Naga Jonggrang Pendekar Hina Kelana ~ Satria Terkutuk Berkaki Tunggal Pendekar Bloon ~ Anak Langit & Pendekar Lugu Pendekar Rajawali Sakti - 170. Siluman Bukit Tengger Pendekar Bayangan Sukma ~ Sumpah Jago-Jago Bayaran
ghela napas pelahan lalu
melanjutkan pula: “Ketua Naga Hijau yang terdahulu,
adalah sahabat baik Lo-ni. Semasa hidupnya ia
banyak melakukan tindakan-tindakan yang terpuji.
Melerai setiap perselisihan kaum persilatan,
menegakkan keadilan, membela kebenaran dan
membasmi kaum durjana dunia persilatan. Sungguh
tak terkira sebelum jasa-jasanya itu terbalas, dia telah
dibunuh orang secara mengenaskan.......”
Rupanya paderi tua itu tampak berduka ketika
menuturkan tentang kisah hidup sahabatnya atau
ketua Naga Hijau yang dulu.
Tergerak hati Siau Lo-seng, tanyanya: “Taysu siapakah
namanya ketua Naga Hijau yang terdahulu itu?”
Dengan wajah menampil kerut kesedihan, paderi tua
itu menjawab: “Dia adalah tokoh yang oleh dunia
persilatan digelari sebagai Naga sakti tanpa bayangan
namanya Siau Han-kwan.......”
Mendengar itu Siau Lo-seng seperti mendengar
halilintar meletus di siang hari.
“Hai, ternyata ayah itu ketua Naga Hijau lalu, ah!
Sungguh tak kira, ke segenap penjuru dunia kucari
jejak musuhku, ternyata tentang diri ayah aku sama
sekali tak tahu……”
Sebenarnya hampir saja Siau Lo-seng hendak
mengatakan bahwa Siau Han-kwan itu adalah
ayahnya. Tetapi tiba-tiba ia mendapat lain pikiran.
Lebih baik untuk sementara ia merahasiakan dulu
siapa dirinya.
Adalah karena bersedih mengenangkan nasib
sahabatnya itu maka Pek Wan Taysu tak sempat
memperhatikan perobahan wajah Siau Lo-seng.
Bahkan kemudian paderi Siau-lim-si itupun
melanjutkan pula penuturannya.
“Naga sakti tanpa bayangan Siau Han-kwan, luar
biasa dalam ilmu kepandaian dan kecerdasan. Dalam
melakukan setiap pekerjaan dan tindakan, ia selalu
tak memikirkan soal cari nama atau memburu
keuntungan. Tetapi walaupun seluruh kaum persilatan
mendengar akan nama Siau Han-kwan yang begitu
cemerlang tetapi hanya sedikit sekali orang yaag tahu
tentang riwayatnya. Kematiannya itu sungguh
mengherankan Lo-ni. Lo-ni mempunyai dugaan
pembunuhnya itu tentulah salah seorang sahabatnya
karib atau orang yang paling tahu keadaan
dirinya.......”
Mendengar keterangan paderi Siau-lim-si itu diam-
diam Siau Lo-seng menimang dalam hati: “Menilik
ucapan paderi ini, pembunuh ayah tentulah paman
Siau Mo sendiri. Ya, tentu dia……”
“Locianpwe,” tiba-tiba Siau Lo-seng berseru, “tahukah
lo-cianpwe tentang diri Siau Mo?”
Mendengar itu serentak paderi Siau-lim itu
membelalakkan mata dan menatap Siau Lo-seng,
“Siau sicu, kenalkah engkau pada orang itu?”
Siau Lo-seng gelengkan kepala dan menghela napas:
“Pernah kubertemu dengan dia satu kali tetapi di
sudah meninggal.”
“Sicu ketemu padanya waktu dia masih muda atau
setelah tua?” tanya Pek Wan Taysu gopoh.
Dengan kata-kata itu Siau Lo-seng dapat menduga
bahwa paderi tua itu tentu kenal pada Siau Mo.
“Mengapa ada yang muda dan yang tua? Apakah di
dunia ini terdapat dua orang Pendekar Ular Emas Siau
Mo?” tanyanya.
Pek Wan Taysu menengadah memandang ke langit
biru dan menghela napas panjang lalu berkata
seorang diri.
“Pendekar Ular Emas Siau Mo, ah, mengapa terdapat
nama yang begitu tepat sekali……. ah, Siau sicu,
benarkah Pendekar Ular Emas Siau Mo itu sudah
meninggal?”
“Benar,” sahut Siau Lo-seng, “dia memang sudah
meninggal.”
Kembali Pek Wan Taysu mengingau seorang diri
“Bermula kukira dia adalah keturunannya...... tetapi itu
tak mungkin...... Mayat yang berserakan di desa Hay-
hong-cung, darah yang membasahi tanah, tua muda
besar kecil semua telah dijagal habis-habisan tak ada
yang disisakan...... “
Mendengar itu merahlah mata Siau Lo-seng. Seolah-
olah terbayanglah peristiwa seperti yang dilukiskan
Pek Wan Taysu. Tubuhnyapun menggigil keras.
Tiba-tiba Pek Wan Taysu berpaling: “Hai, Siau sicu,
mengapa engkau ini?”
Siau Lo-seng gelagapan dan buru-buru tenangkan
ketegangan hatinya: “Ah, tak apa-apa taysu. Aku
hanya teringat sebuah hal yang mengerikan. Mari
taysu, kita lanjutkan perjalanan lagi.”
Habis berkata ia terus berputar tubuh. Pek Wan Taysu
terpaksa mengikutinya.
“Siau sicu, kemanakah kita hendak pergi?” tanya
paderi tua itu.
“Kita menemui seseorang yalah Pena Penunjuk Langit
Nyo Jong-ho!” sahut Siau Lo-seng.
Ternyata Siau Lo-seng teringat akan kata-kata nona
Hun-ing yang hendak mengajaknya menemui Nyo
Jong-ho. Karena nona itu dan Bok-yong Kang telah
diculik orang dan tak dapat diketahui jejaknya maka
Siau Lo-seng memutuskan untuk mencari Nyo Jong-
ho. Ia duga jago tua she Nyo itu tentu mempunyai
hubungan dengan peristiwa itu.
“Dia dimana? Lo-ni memang hendak mencarinya?”
seru Pek Wan Taysu.
Menunjuk pada sebuah hutan di ujung tanah kuburan,
Siau Lo-seng berkata: “Dia berada di sana. Kalau
terlambat, mungkin terjadi perobahan lagi.”
Sambil bicara keduanya berlari dengan ilmu lari cepat.
Waktu mengikuti di belakang Siau Lo-seng, diam-diam
Pek Wan Taysu memperhatikan bahwa pemuda itu
memiliki ilmu ginkang yang hebat sekali. Terkejutlah
hati paderi tua itu, pikirnya: “Bilakah di dunia
persilatan muncul seorang pemuda yang begini sakti
kepandaiannya? Melihat ilmu ginkangnya, dia tak di
bawah Lo-ni.......”
Pek Wan Taysu kerahkan tenaga untuk mempercepat
larinya agar dapat menyusul di samping pemuda itu.
Pendekar Rajawali Sakti - 168. Kitab Naga Jonggrang Pendekar Hina Kelana ~ Satria Terkutuk Berkaki Tunggal Pendekar Bloon ~ Anak Langit & Pendekar Lugu Pendekar Rajawali Sakti - 170. Siluman Bukit Tengger Pendekar Bayangan Sukma ~ Sumpah Jago-Jago Bayaran
ghela napas pelahan lalu
melanjutkan pula: “Ketua Naga Hijau yang terdahulu,
adalah sahabat baik Lo-ni. Semasa hidupnya ia
banyak melakukan tindakan-tindakan yang terpuji.
Melerai setiap perselisihan kaum persilatan,
menegakkan keadilan, membela kebenaran dan
membasmi kaum durjana dunia persilatan. Sungguh
tak terkira sebelum jasa-jasanya itu terbalas, dia telah
dibunuh orang secara mengenaskan.......”
Rupanya paderi tua itu tampak berduka ketika
menuturkan tentang kisah hidup sahabatnya atau
ketua Naga Hijau yang dulu.
Tergerak hati Siau Lo-seng, tanyanya: “Taysu siapakah
namanya ketua Naga Hijau yang terdahulu itu?”
Dengan wajah menampil kerut kesedihan, paderi tua
itu menjawab: “Dia adalah tokoh yang oleh dunia
persilatan digelari sebagai Naga sakti tanpa bayangan
namanya Siau Han-kwan.......”
Mendengar itu Siau Lo-seng seperti mendengar
halilintar meletus di siang hari.
“Hai, ternyata ayah itu ketua Naga Hijau lalu, ah!
Sungguh tak kira, ke segenap penjuru dunia kucari
jejak musuhku, ternyata tentang diri ayah aku sama
sekali tak tahu……”
Sebenarnya hampir saja Siau Lo-seng hendak
mengatakan bahwa Siau Han-kwan itu adalah
ayahnya. Tetapi tiba-tiba ia mendapat lain pikiran.
Lebih baik untuk sementara ia merahasiakan dulu
siapa dirinya.
Adalah karena bersedih mengenangkan nasib
sahabatnya itu maka Pek Wan Taysu tak sempat
memperhatikan perobahan wajah Siau Lo-seng.
Bahkan kemudian paderi Siau-lim-si itupun
melanjutkan pula penuturannya.
“Naga sakti tanpa bayangan Siau Han-kwan, luar
biasa dalam ilmu kepandaian dan kecerdasan. Dalam
melakukan setiap pekerjaan dan tindakan, ia selalu
tak memikirkan soal cari nama atau memburu
keuntungan. Tetapi walaupun seluruh kaum persilatan
mendengar akan nama Siau Han-kwan yang begitu
cemerlang tetapi hanya sedikit sekali orang yaag tahu
tentang riwayatnya. Kematiannya itu sungguh
mengherankan Lo-ni. Lo-ni mempunyai dugaan
pembunuhnya itu tentulah salah seorang sahabatnya
karib atau orang yang paling tahu keadaan
dirinya.......”
Mendengar keterangan paderi Siau-lim-si itu diam-
diam Siau Lo-seng menimang dalam hati: “Menilik
ucapan paderi ini, pembunuh ayah tentulah paman
Siau Mo sendiri. Ya, tentu dia……”
“Locianpwe,” tiba-tiba Siau Lo-seng berseru, “tahukah
lo-cianpwe tentang diri Siau Mo?”
Mendengar itu serentak paderi Siau-lim itu
membelalakkan mata dan menatap Siau Lo-seng,
“Siau sicu, kenalkah engkau pada orang itu?”
Siau Lo-seng gelengkan kepala dan menghela napas:
“Pernah kubertemu dengan dia satu kali tetapi di
sudah meninggal.”
“Sicu ketemu padanya waktu dia masih muda atau
setelah tua?” tanya Pek Wan Taysu gopoh.
Dengan kata-kata itu Siau Lo-seng dapat menduga
bahwa paderi tua itu tentu kenal pada Siau Mo.
“Mengapa ada yang muda dan yang tua? Apakah di
dunia ini terdapat dua orang Pendekar Ular Emas Siau
Mo?” tanyanya.
Pek Wan Taysu menengadah memandang ke langit
biru dan menghela napas panjang lalu berkata
seorang diri.
“Pendekar Ular Emas Siau Mo, ah, mengapa terdapat
nama yang begitu tepat sekali……. ah, Siau sicu,
benarkah Pendekar Ular Emas Siau Mo itu sudah
meninggal?”
“Benar,” sahut Siau Lo-seng, “dia memang sudah
meninggal.”
Kembali Pek Wan Taysu mengingau seorang diri
“Bermula kukira dia adalah keturunannya...... tetapi itu
tak mungkin...... Mayat yang berserakan di desa Hay-
hong-cung, darah yang membasahi tanah, tua muda
besar kecil semua telah dijagal habis-habisan tak ada
yang disisakan...... “
Mendengar itu merahlah mata Siau Lo-seng. Seolah-
olah terbayanglah peristiwa seperti yang dilukiskan
Pek Wan Taysu. Tubuhnyapun menggigil keras.
Tiba-tiba Pek Wan Taysu berpaling: “Hai, Siau sicu,
mengapa engkau ini?”
Siau Lo-seng gelagapan dan buru-buru tenangkan
ketegangan hatinya: “Ah, tak apa-apa taysu. Aku
hanya teringat sebuah hal yang mengerikan. Mari
taysu, kita lanjutkan perjalanan lagi.”
Habis berkata ia terus berputar tubuh. Pek Wan Taysu
terpaksa mengikutinya.
“Siau sicu, kemanakah kita hendak pergi?” tanya
paderi tua itu.
“Kita menemui seseorang yalah Pena Penunjuk Langit
Nyo Jong-ho!” sahut Siau Lo-seng.
Ternyata Siau Lo-seng teringat akan kata-kata nona
Hun-ing yang hendak mengajaknya menemui Nyo
Jong-ho. Karena nona itu dan Bok-yong Kang telah
diculik orang dan tak dapat diketahui jejaknya maka
Siau Lo-seng memutuskan untuk mencari Nyo Jong-
ho. Ia duga jago tua she Nyo itu tentu mempunyai
hubungan dengan peristiwa itu.
“Dia dimana? Lo-ni memang hendak mencarinya?”
seru Pek Wan Taysu.
Menunjuk pada sebuah hutan di ujung tanah kuburan,
Siau Lo-seng berkata: “Dia berada di sana. Kalau
terlambat, mungkin terjadi perobahan lagi.”
Sambil bicara keduanya berlari dengan ilmu lari cepat.
Waktu mengikuti di belakang Siau Lo-seng, diam-diam
Pek Wan Taysu memperhatikan bahwa pemuda itu
memiliki ilmu ginkang yang hebat sekali. Terkejutlah
hati paderi tua itu, pikirnya: “Bilakah di dunia
persilatan muncul seorang pemuda yang begini sakti
kepandaiannya? Melihat ilmu ginkangnya, dia tak di
bawah Lo-ni.......”
Pek Wan Taysu kerahkan tenaga untuk mempercepat
larinya agar dapat menyusul di samping pemuda itu.