Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar 100 Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf
Pendekar Naga Geni ~ Misteri Kapal Hantu Pendekar Mata Keranjang ~ Bara Di Jurang Guringring Pendekar Rajawali Sakti - 171. Sayembara Maut Pendekar Cambuk Naga ~ Seruling Kematian Raja Naga ~ Misteri Menara Berkabut
05.25. Siapa Pembunuh Nyo Jong-ho?
Dalam beberapa kejap saja, hutan itupun sudah
tampak tak jauh di sebelah depan. Tetapi sekonyong-
konyong terdengar suara kuda meringkik keras sekali.
Cepat kedua orang itu loncat berpencaran ke samping
kanan dan kiri dan hentikan larinya.
Dari arah hutan keluarlah seekor kuda yang lari
sekencang angin. Sedemikian pesatnya sehingga pada
saat kedua orang itu menyiak ke samping , kuda
itupun lari melintas di tengah mereka.
Siau Lo-seng menggembor keras lalu secepat kilat
menyambar kendali kuda dan menghentikannya.
Kuda terkejut, meringkik keras dan melonjak ke atas
lalu tiba-tiba rubuh ke tanah.
Ternyata pada saat menyambar tali kendali, Siau Lo-
seng pun menyerempaki dengan sebuah hantaman.
Sesosok tubuh loncat melayang dari punggung kuda
dan melayang setombak jauhnya ke tanah.
Melihat cara Siau Lo-seng menghantam rubuh kuda
dan penunggang kuda itu dapat loncat menghindar
dari kudany, Pek Wan Taysu terkejut.
“Tring......” secepat menginjak tanah, penunggang kuda
itupun sudah mencabut pedang.
Ketika memandang dangan seksama siapa
penunggang kuda itu, kejut Siau Lo-seng bukan
kepalang.
“Li Giok hou......”serunya dalam hati.
Penunggang kuda itu seorang pemuda yang berwajah
putih, alis tebal bibir merah. Siapa lagi kalau bukan Li
Giok-hou, murid pertama dari Pena Penunjuk Langit
Nyo Jong-ho
Juga Giok-hou tak kurang kagetnya demi melihat
seorang pemuda cakap bersama Pek Wan Taysu.
Dipandangnya pemuda itu lekat-lekat.
Memang saat itu Siau Lo-seng sudah bukan lagi Siau
Mo si Pendekar Ular Emas. Ia sudah menanggalkan
kedok kulit muka dari wajah Siau Mo. Tetapi samar-
samar Giok-hou seperti pernah melihat wajah
pemuda itu, tetapi ia lupa entah dimana.
Tiba-tiba Siau Lo-seng memberi hormat.
“Maaf, mengapa saudara tampaknya begitu tergopoh-
gopoh sekali? Maaf pula karena aku telah kesalahan
menghantam kuda saudara,” serunya.
Giok-hou terkesiap. Sambil menuding Siau Lo-seng
dengan ujung pedang, ia membentak: “Siapa engkau?
Mengapa engkau berani bertindak begitu liar?”
Pada waktu menuding, Giok-hou kerahkan tenaga
dalam sehingga pedang itu bergetar dan mendesis-
desis suaranya.
Pek Wan Taysu terkejut atas kesaktian tenaga dalam
anak muda itu. Pikirnya: “Mengapa dewasa ini di
dunia persilatan telah muncul dua jago muda yang
begitu sakti?
Pemuda penunggang kuda yang berbaju kuning, Li
Giok-hou telah mengunjukkan kesaktiannya
menggetarkan batang pedangnya. Jelas yang
dipertunjukkan anak muda itu tentu ilmu pedang
tataran tinggi. Itulah yang disebut dasar-dasar ilmu
pedang Ning-kiam-jut-gi atau menyalurkan hawa
murni dalam tubuh ke arah pedang.
Siau Lo-seng juga terkejut melihat kelihayan Li Giok-
hou, pikirnya: “Dengan dapat menggetarkan batang
pedang sehingga mengeluarkan suara mendesis-desis
itu, jelas dia telah memiliki tenaga dalam yang tinggi
dan lebih meningkat dari beberapa waktu yang lalu.
Apakah dahulu dia memang hendak
menyembunyikan kepandaiannya……?
Seketika berobahlah wajah Siau Lo-seng. Ia berpaling
memandang Pek Wan Taysu, serunya: “Taysu,
silahkan meninjau ke dalam.”
Rupanya Pek Wan Taysu dapat menangkap arti kata-
kata Siau Lo-seng, iapun menyahut: “Baiklah, Lo-ni
akan ke sana dan cepat kembali.”
Paderi Siau-lim-si itu terus hendak melewati sisi Gok-
hou. Tetapi pemuda itu tertawa dingin dan
membentak: “Berhenti!”
Pedang berkiblat dan ujungnya pun mengarah ke
dada Pek Wan.
Pek Wan Taysu merupakan paderi Siau-lim-si yang
tinggi tingkatnya. Sudah tentu tak begitu mudah
untuk melukainya. Ia kebutkan lengan jubahnya dan
melesat ke samping setengah meter.
“Harap jangan menyerang dulu,” seru Siau Lo-seng
seraya maju menamparkan tangannya untuk
menggagalkan serangan kedua yang hendak
dilancarkan Giok-hou.
Giok-hou terkejut. Ringan saja tampaknya pemuda itu
menamparkan tangannya tetapi ternyata tenaga yang
dihamburkan amatlah dahsyatnya. Dia terpaksa
menyurut mundur setengah langkah. Lintangkan
pedang dan berdiri tegak. Lalu tertawa dingin.
“Ho, karena mengandalkan kepandaian sakti maka
saudara berani bertindak liar. Siapa engkau? Rasanya
kita pernah bertemu!” serunya.
Siau Lo-seng tertawa.
“Ah, saudara salah lihat,” sahutnya, “kita belum
pernah bertemu dan tak kenal mengenal!”
“Katamu tak kenal mengapa engkau berani memukul
kudaku dan menghadang jalanku!” Giok-hou makin
marah.
Siau Lo-seng tertawa meloroh.
“Gerak gerik saudara mencurigakan dan tampak
gopoh sekali. Entah apakah yang hendak saudara
kerjakan?” tanyanya.
Dalam pada bertanya itu diam-diam Siau Lo-seng
teringat akan keterangan Hui-ing bahwa Nyo Jong-ho
berada dalam rumah pondok di tengah hutan. Tetapi
mengapa dalam pondok itu tak kedengaran suara
apa-apa?
Saat itu Li Giok-hou berdiri di tengah jalan kecil yang
membelah ke dalam hutan. Apabila Pek Wan Taysu
hendak melangkah ke sana tentu harus melalui
hadangan Giok-hou.
Mendengar ucapan Siau Lo-seng yang dianggap
kurang ajar, meluaplah hawa pembunuhan pada dahi
Li Giok-hou.
“Kata-katamu itu terlalu keliwat batas hendak
memaksa orang. Hm, jangan keliwa
Pendekar Naga Geni ~ Misteri Kapal Hantu Pendekar Mata Keranjang ~ Bara Di Jurang Guringring Pendekar Rajawali Sakti - 171. Sayembara Maut Pendekar Cambuk Naga ~ Seruling Kematian Raja Naga ~ Misteri Menara Berkabut
05.25. Siapa Pembunuh Nyo Jong-ho?
Dalam beberapa kejap saja, hutan itupun sudah
tampak tak jauh di sebelah depan. Tetapi sekonyong-
konyong terdengar suara kuda meringkik keras sekali.
Cepat kedua orang itu loncat berpencaran ke samping
kanan dan kiri dan hentikan larinya.
Dari arah hutan keluarlah seekor kuda yang lari
sekencang angin. Sedemikian pesatnya sehingga pada
saat kedua orang itu menyiak ke samping , kuda
itupun lari melintas di tengah mereka.
Siau Lo-seng menggembor keras lalu secepat kilat
menyambar kendali kuda dan menghentikannya.
Kuda terkejut, meringkik keras dan melonjak ke atas
lalu tiba-tiba rubuh ke tanah.
Ternyata pada saat menyambar tali kendali, Siau Lo-
seng pun menyerempaki dengan sebuah hantaman.
Sesosok tubuh loncat melayang dari punggung kuda
dan melayang setombak jauhnya ke tanah.
Melihat cara Siau Lo-seng menghantam rubuh kuda
dan penunggang kuda itu dapat loncat menghindar
dari kudany, Pek Wan Taysu terkejut.
“Tring......” secepat menginjak tanah, penunggang kuda
itupun sudah mencabut pedang.
Ketika memandang dangan seksama siapa
penunggang kuda itu, kejut Siau Lo-seng bukan
kepalang.
“Li Giok hou......”serunya dalam hati.
Penunggang kuda itu seorang pemuda yang berwajah
putih, alis tebal bibir merah. Siapa lagi kalau bukan Li
Giok-hou, murid pertama dari Pena Penunjuk Langit
Nyo Jong-ho
Juga Giok-hou tak kurang kagetnya demi melihat
seorang pemuda cakap bersama Pek Wan Taysu.
Dipandangnya pemuda itu lekat-lekat.
Memang saat itu Siau Lo-seng sudah bukan lagi Siau
Mo si Pendekar Ular Emas. Ia sudah menanggalkan
kedok kulit muka dari wajah Siau Mo. Tetapi samar-
samar Giok-hou seperti pernah melihat wajah
pemuda itu, tetapi ia lupa entah dimana.
Tiba-tiba Siau Lo-seng memberi hormat.
“Maaf, mengapa saudara tampaknya begitu tergopoh-
gopoh sekali? Maaf pula karena aku telah kesalahan
menghantam kuda saudara,” serunya.
Giok-hou terkesiap. Sambil menuding Siau Lo-seng
dengan ujung pedang, ia membentak: “Siapa engkau?
Mengapa engkau berani bertindak begitu liar?”
Pada waktu menuding, Giok-hou kerahkan tenaga
dalam sehingga pedang itu bergetar dan mendesis-
desis suaranya.
Pek Wan Taysu terkejut atas kesaktian tenaga dalam
anak muda itu. Pikirnya: “Mengapa dewasa ini di
dunia persilatan telah muncul dua jago muda yang
begitu sakti?
Pemuda penunggang kuda yang berbaju kuning, Li
Giok-hou telah mengunjukkan kesaktiannya
menggetarkan batang pedangnya. Jelas yang
dipertunjukkan anak muda itu tentu ilmu pedang
tataran tinggi. Itulah yang disebut dasar-dasar ilmu
pedang Ning-kiam-jut-gi atau menyalurkan hawa
murni dalam tubuh ke arah pedang.
Siau Lo-seng juga terkejut melihat kelihayan Li Giok-
hou, pikirnya: “Dengan dapat menggetarkan batang
pedang sehingga mengeluarkan suara mendesis-desis
itu, jelas dia telah memiliki tenaga dalam yang tinggi
dan lebih meningkat dari beberapa waktu yang lalu.
Apakah dahulu dia memang hendak
menyembunyikan kepandaiannya……?
Seketika berobahlah wajah Siau Lo-seng. Ia berpaling
memandang Pek Wan Taysu, serunya: “Taysu,
silahkan meninjau ke dalam.”
Rupanya Pek Wan Taysu dapat menangkap arti kata-
kata Siau Lo-seng, iapun menyahut: “Baiklah, Lo-ni
akan ke sana dan cepat kembali.”
Paderi Siau-lim-si itu terus hendak melewati sisi Gok-
hou. Tetapi pemuda itu tertawa dingin dan
membentak: “Berhenti!”
Pedang berkiblat dan ujungnya pun mengarah ke
dada Pek Wan.
Pek Wan Taysu merupakan paderi Siau-lim-si yang
tinggi tingkatnya. Sudah tentu tak begitu mudah
untuk melukainya. Ia kebutkan lengan jubahnya dan
melesat ke samping setengah meter.
“Harap jangan menyerang dulu,” seru Siau Lo-seng
seraya maju menamparkan tangannya untuk
menggagalkan serangan kedua yang hendak
dilancarkan Giok-hou.
Giok-hou terkejut. Ringan saja tampaknya pemuda itu
menamparkan tangannya tetapi ternyata tenaga yang
dihamburkan amatlah dahsyatnya. Dia terpaksa
menyurut mundur setengah langkah. Lintangkan
pedang dan berdiri tegak. Lalu tertawa dingin.
“Ho, karena mengandalkan kepandaian sakti maka
saudara berani bertindak liar. Siapa engkau? Rasanya
kita pernah bertemu!” serunya.
Siau Lo-seng tertawa.
“Ah, saudara salah lihat,” sahutnya, “kita belum
pernah bertemu dan tak kenal mengenal!”
“Katamu tak kenal mengapa engkau berani memukul
kudaku dan menghadang jalanku!” Giok-hou makin
marah.
Siau Lo-seng tertawa meloroh.
“Gerak gerik saudara mencurigakan dan tampak
gopoh sekali. Entah apakah yang hendak saudara
kerjakan?” tanyanya.
Dalam pada bertanya itu diam-diam Siau Lo-seng
teringat akan keterangan Hui-ing bahwa Nyo Jong-ho
berada dalam rumah pondok di tengah hutan. Tetapi
mengapa dalam pondok itu tak kedengaran suara
apa-apa?
Saat itu Li Giok-hou berdiri di tengah jalan kecil yang
membelah ke dalam hutan. Apabila Pek Wan Taysu
hendak melangkah ke sana tentu harus melalui
hadangan Giok-hou.
Mendengar ucapan Siau Lo-seng yang dianggap
kurang ajar, meluaplah hawa pembunuhan pada dahi
Li Giok-hou.
“Kata-katamu itu terlalu keliwat batas hendak
memaksa orang. Hm, jangan keliwa