Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pendekar 100 Hari - 67

$
0
0
Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar 100 Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf

Pendekar Naga Geni ~ Misteri Kapal Hantu Pendekar Mata Keranjang ~ Bara Di Jurang Guringring Pendekar Rajawali Sakti - 171. Sayembara Maut Pendekar Cambuk Naga ~ Seruling Kematian Raja Naga ~ Misteri Menara Berkabut


  Pikirannya melayang-layang: “Mengapa pedang Ular
  Emas ini sama dengan pedang Ular Emas yang
  kupakai dahulu? Aku bersumpah kepada Thian bahwa
  pembunuhan ini bukan aku yang melakukan. Tetapi
  siapakah pembunuhnya itu? Mengapa menggunakan
  Pedang Ular Emas ini untuk memfitnah aku sebagai
  pembunuh?”
  Ia menghela napas panjang.
  “Saudara Li,” katanya, “pembunuhnya jelas bukan
  Siau Mo. Pendekar Ular Emas Siau Mo itu sudah mati.”
  Tiba-tiba sepasang mata Giok-hou membelalak lebar
  dan dengan penuh dendam kemarahan ia berseru:
  “Bagaimana Siau Mo itu mati? Hm, siapakah engkau?”
  “Saudara Li,” kata Siau Lo-seng, “untuk sementara ini
  janganlah engkau menanyakan tentang diriku. Aku
  masih ingin bertanya sebuah hal kepadamu.
  Kapankah saudara datang kemari? Dan bagaimana
  saudara tahu kalau ayah angkat saudara itu berada di
  sini?”
  Giok-hou deliki mata: “Engkau ini memang
  mencurigakan. Kalau engkau tak mau mengatakan
  siapa dirimu, terang engkau ini.......”
  “Tutup mulutmu!” bentak Siau Lo-seng dengan geram.
  Namun Giok-hou tetap tertawa nyaring, serunya:
  “Kalau engkau tak mau menyebut namamu,
  pedangku ini takkan melepaskan engkau pergi!”
  Siau Lo-seng kerutkan kedua alis dan menjawab
  dingin: “Kalau engkau percaya pedangmu itu dapat
  membunuh aku, silahkan saja!”
  Melihat itu buru-buru Pek Wan Taysu melerai. “Harap
  sicu berdua jangan bertengkar. Kalau ada persoalan
  silahkan bicara dengan tenang. Li sauhiap sicu ini
  adalah......
  Belum paderi tua itu hendak menyebutkan nama Siau
  Lo-seng, tiba-tiba telinganya terngiang kata yang
  disusupkan dengan ilmu Menyusup suara oleh Siau Lo-
  seng: “Locianpwe, harap jangan mengatakan namaku
  kepadanya.”
  Memang Pek Wan Taysu sudah menduga bahwa Siau
  Lo-seng itu tentu seorang anak muda yang berdarah
  panas dan suka menurutkan tabiat anak muda. Dia
  tentu tak mau unjuk kelemahan kepada Giok-hou
  dengan berkeras tak mau menyebut namanya.
  Terpaksa paderi Siau-lim-si itupun hentikan kata-
  katanya.
  Giok-hou memperhatikan bahwa bibir Siau Lo-seng
  telah bergerak-gerak tetapi tak mengeluarkan suara
  apa. Tahulah ia bahwa pemuda itu tentu
  menggunakan ilmu Menyusup suara kepada Pek Wan
  Taysu.
  Giok-hou tertawa dingin, serunya: “Taysu, apabila tak
  mau menyingkir, maaf, aku hendak menyerang.”
  Saat itu Giok-hou sudah julurkan pedang ke muka
  dada dan siap hendak menyerang.
  Tiba-tiba Siau Lo-seng melangkah maju ke hadapan
  Giok-hou.
  “Li Giok-hou, silahkan menyerang!” serunya.
  Li Giok-hou getarkan pedang, terus membabat. Tetapi
  Siau Lo-seng tenang-tenang saja. Setelah pedang
  hampir mengenai tubuh, tiba-tiba ia menggeliat ke
  samping dan menendang siku lengan Giok-hou.
  Giok-hou pun endapkan lengannya ke bawah
  menghindari tendangan dan menarik pedang lalu
  serentak ditusukkan ketiga buah jalan darah maut di
  tubuh Siau Lo-seng.
  Siau Lo-seng terkejut. Cepat ia menggunakan jurus
  Menengadah memandang wajah, menyerempaki
  sinar pedang untuk meliukkan tubuh rebah ke
  belakang.
  Tetapi Giok-hou tak mau memberi kesempatan lagi.
  Tiba-tiba ia merobah pedangnya dalam jurus Kim-
  ciam-ting-hay atau Jarum emas menyusup laut. Ujung
  pedang secepat kilat ditusukkan ke bawah.
  Dalam pada rebah ke tanah tadi, dengan cepat Siau
  Lo-seng sudah bergelindingan memutar ke belakang
  Gok-hou, melenting bangun dan menampar belakang
  pemuda itu.
  “Giok-hou, dari mana engkau mempelajari jurus
  permainan pedang itu?” bentak Siau Lo-seng dengan
  keras, sehingga suaranya hampir memecahkan anak
  telinga Giok-hou.
  “Dari mana aku belajar, apa pedulimu? “sahut Giok-
  hou dengan tertawa mengejek.
  Pedang ditaburkan dan bagai hujan mencurah
  berhamburan ke tubuh Siau Lo-seng. Sekali gus Giok-
  hou telah menaburkan tiga jurus serangan.
  Sepintas pandang pedang Giok-hou itu mirip dengan
  sinar bianglala yang mencurah di angkasa.
  Melihat permainan pedang yang sehebat itu
  terkejutlah Pek Wan Taysu, serunya gopoh: “Li
  sauhiap, harap berlaku murah…...”
  Belum habis paderi Siau-lim itu berkata tiba-tiba
  terdengarlah suara orang mengerang tertahan……
 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>