Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar 100 Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf
Pendekar Naga Geni ~ Misteri Kapal Hantu Pendekar Mata Keranjang ~ Bara Di Jurang Guringring Pendekar Rajawali Sakti - 171. Sayembara Maut Pendekar Cambuk Naga ~ Seruling Kematian Raja Naga ~ Misteri Menara Berkabut
Pikirannya melayang-layang: “Mengapa pedang Ular
Emas ini sama dengan pedang Ular Emas yang
kupakai dahulu? Aku bersumpah kepada Thian bahwa
pembunuhan ini bukan aku yang melakukan. Tetapi
siapakah pembunuhnya itu? Mengapa menggunakan
Pedang Ular Emas ini untuk memfitnah aku sebagai
pembunuh?”
Ia menghela napas panjang.
“Saudara Li,” katanya, “pembunuhnya jelas bukan
Siau Mo. Pendekar Ular Emas Siau Mo itu sudah mati.”
Tiba-tiba sepasang mata Giok-hou membelalak lebar
dan dengan penuh dendam kemarahan ia berseru:
“Bagaimana Siau Mo itu mati? Hm, siapakah engkau?”
“Saudara Li,” kata Siau Lo-seng, “untuk sementara ini
janganlah engkau menanyakan tentang diriku. Aku
masih ingin bertanya sebuah hal kepadamu.
Kapankah saudara datang kemari? Dan bagaimana
saudara tahu kalau ayah angkat saudara itu berada di
sini?”
Giok-hou deliki mata: “Engkau ini memang
mencurigakan. Kalau engkau tak mau mengatakan
siapa dirimu, terang engkau ini.......”
“Tutup mulutmu!” bentak Siau Lo-seng dengan geram.
Namun Giok-hou tetap tertawa nyaring, serunya:
“Kalau engkau tak mau menyebut namamu,
pedangku ini takkan melepaskan engkau pergi!”
Siau Lo-seng kerutkan kedua alis dan menjawab
dingin: “Kalau engkau percaya pedangmu itu dapat
membunuh aku, silahkan saja!”
Melihat itu buru-buru Pek Wan Taysu melerai. “Harap
sicu berdua jangan bertengkar. Kalau ada persoalan
silahkan bicara dengan tenang. Li sauhiap sicu ini
adalah......
Belum paderi tua itu hendak menyebutkan nama Siau
Lo-seng, tiba-tiba telinganya terngiang kata yang
disusupkan dengan ilmu Menyusup suara oleh Siau Lo-
seng: “Locianpwe, harap jangan mengatakan namaku
kepadanya.”
Memang Pek Wan Taysu sudah menduga bahwa Siau
Lo-seng itu tentu seorang anak muda yang berdarah
panas dan suka menurutkan tabiat anak muda. Dia
tentu tak mau unjuk kelemahan kepada Giok-hou
dengan berkeras tak mau menyebut namanya.
Terpaksa paderi Siau-lim-si itupun hentikan kata-
katanya.
Giok-hou memperhatikan bahwa bibir Siau Lo-seng
telah bergerak-gerak tetapi tak mengeluarkan suara
apa. Tahulah ia bahwa pemuda itu tentu
menggunakan ilmu Menyusup suara kepada Pek Wan
Taysu.
Giok-hou tertawa dingin, serunya: “Taysu, apabila tak
mau menyingkir, maaf, aku hendak menyerang.”
Saat itu Giok-hou sudah julurkan pedang ke muka
dada dan siap hendak menyerang.
Tiba-tiba Siau Lo-seng melangkah maju ke hadapan
Giok-hou.
“Li Giok-hou, silahkan menyerang!” serunya.
Li Giok-hou getarkan pedang, terus membabat. Tetapi
Siau Lo-seng tenang-tenang saja. Setelah pedang
hampir mengenai tubuh, tiba-tiba ia menggeliat ke
samping dan menendang siku lengan Giok-hou.
Giok-hou pun endapkan lengannya ke bawah
menghindari tendangan dan menarik pedang lalu
serentak ditusukkan ketiga buah jalan darah maut di
tubuh Siau Lo-seng.
Siau Lo-seng terkejut. Cepat ia menggunakan jurus
Menengadah memandang wajah, menyerempaki
sinar pedang untuk meliukkan tubuh rebah ke
belakang.
Tetapi Giok-hou tak mau memberi kesempatan lagi.
Tiba-tiba ia merobah pedangnya dalam jurus Kim-
ciam-ting-hay atau Jarum emas menyusup laut. Ujung
pedang secepat kilat ditusukkan ke bawah.
Dalam pada rebah ke tanah tadi, dengan cepat Siau
Lo-seng sudah bergelindingan memutar ke belakang
Gok-hou, melenting bangun dan menampar belakang
pemuda itu.
“Giok-hou, dari mana engkau mempelajari jurus
permainan pedang itu?” bentak Siau Lo-seng dengan
keras, sehingga suaranya hampir memecahkan anak
telinga Giok-hou.
“Dari mana aku belajar, apa pedulimu? “sahut Giok-
hou dengan tertawa mengejek.
Pedang ditaburkan dan bagai hujan mencurah
berhamburan ke tubuh Siau Lo-seng. Sekali gus Giok-
hou telah menaburkan tiga jurus serangan.
Sepintas pandang pedang Giok-hou itu mirip dengan
sinar bianglala yang mencurah di angkasa.
Melihat permainan pedang yang sehebat itu
terkejutlah Pek Wan Taysu, serunya gopoh: “Li
sauhiap, harap berlaku murah…...”
Belum habis paderi Siau-lim itu berkata tiba-tiba
terdengarlah suara orang mengerang tertahan……
Pendekar Naga Geni ~ Misteri Kapal Hantu Pendekar Mata Keranjang ~ Bara Di Jurang Guringring Pendekar Rajawali Sakti - 171. Sayembara Maut Pendekar Cambuk Naga ~ Seruling Kematian Raja Naga ~ Misteri Menara Berkabut
Pikirannya melayang-layang: “Mengapa pedang Ular
Emas ini sama dengan pedang Ular Emas yang
kupakai dahulu? Aku bersumpah kepada Thian bahwa
pembunuhan ini bukan aku yang melakukan. Tetapi
siapakah pembunuhnya itu? Mengapa menggunakan
Pedang Ular Emas ini untuk memfitnah aku sebagai
pembunuh?”
Ia menghela napas panjang.
“Saudara Li,” katanya, “pembunuhnya jelas bukan
Siau Mo. Pendekar Ular Emas Siau Mo itu sudah mati.”
Tiba-tiba sepasang mata Giok-hou membelalak lebar
dan dengan penuh dendam kemarahan ia berseru:
“Bagaimana Siau Mo itu mati? Hm, siapakah engkau?”
“Saudara Li,” kata Siau Lo-seng, “untuk sementara ini
janganlah engkau menanyakan tentang diriku. Aku
masih ingin bertanya sebuah hal kepadamu.
Kapankah saudara datang kemari? Dan bagaimana
saudara tahu kalau ayah angkat saudara itu berada di
sini?”
Giok-hou deliki mata: “Engkau ini memang
mencurigakan. Kalau engkau tak mau mengatakan
siapa dirimu, terang engkau ini.......”
“Tutup mulutmu!” bentak Siau Lo-seng dengan geram.
Namun Giok-hou tetap tertawa nyaring, serunya:
“Kalau engkau tak mau menyebut namamu,
pedangku ini takkan melepaskan engkau pergi!”
Siau Lo-seng kerutkan kedua alis dan menjawab
dingin: “Kalau engkau percaya pedangmu itu dapat
membunuh aku, silahkan saja!”
Melihat itu buru-buru Pek Wan Taysu melerai. “Harap
sicu berdua jangan bertengkar. Kalau ada persoalan
silahkan bicara dengan tenang. Li sauhiap sicu ini
adalah......
Belum paderi tua itu hendak menyebutkan nama Siau
Lo-seng, tiba-tiba telinganya terngiang kata yang
disusupkan dengan ilmu Menyusup suara oleh Siau Lo-
seng: “Locianpwe, harap jangan mengatakan namaku
kepadanya.”
Memang Pek Wan Taysu sudah menduga bahwa Siau
Lo-seng itu tentu seorang anak muda yang berdarah
panas dan suka menurutkan tabiat anak muda. Dia
tentu tak mau unjuk kelemahan kepada Giok-hou
dengan berkeras tak mau menyebut namanya.
Terpaksa paderi Siau-lim-si itupun hentikan kata-
katanya.
Giok-hou memperhatikan bahwa bibir Siau Lo-seng
telah bergerak-gerak tetapi tak mengeluarkan suara
apa. Tahulah ia bahwa pemuda itu tentu
menggunakan ilmu Menyusup suara kepada Pek Wan
Taysu.
Giok-hou tertawa dingin, serunya: “Taysu, apabila tak
mau menyingkir, maaf, aku hendak menyerang.”
Saat itu Giok-hou sudah julurkan pedang ke muka
dada dan siap hendak menyerang.
Tiba-tiba Siau Lo-seng melangkah maju ke hadapan
Giok-hou.
“Li Giok-hou, silahkan menyerang!” serunya.
Li Giok-hou getarkan pedang, terus membabat. Tetapi
Siau Lo-seng tenang-tenang saja. Setelah pedang
hampir mengenai tubuh, tiba-tiba ia menggeliat ke
samping dan menendang siku lengan Giok-hou.
Giok-hou pun endapkan lengannya ke bawah
menghindari tendangan dan menarik pedang lalu
serentak ditusukkan ketiga buah jalan darah maut di
tubuh Siau Lo-seng.
Siau Lo-seng terkejut. Cepat ia menggunakan jurus
Menengadah memandang wajah, menyerempaki
sinar pedang untuk meliukkan tubuh rebah ke
belakang.
Tetapi Giok-hou tak mau memberi kesempatan lagi.
Tiba-tiba ia merobah pedangnya dalam jurus Kim-
ciam-ting-hay atau Jarum emas menyusup laut. Ujung
pedang secepat kilat ditusukkan ke bawah.
Dalam pada rebah ke tanah tadi, dengan cepat Siau
Lo-seng sudah bergelindingan memutar ke belakang
Gok-hou, melenting bangun dan menampar belakang
pemuda itu.
“Giok-hou, dari mana engkau mempelajari jurus
permainan pedang itu?” bentak Siau Lo-seng dengan
keras, sehingga suaranya hampir memecahkan anak
telinga Giok-hou.
“Dari mana aku belajar, apa pedulimu? “sahut Giok-
hou dengan tertawa mengejek.
Pedang ditaburkan dan bagai hujan mencurah
berhamburan ke tubuh Siau Lo-seng. Sekali gus Giok-
hou telah menaburkan tiga jurus serangan.
Sepintas pandang pedang Giok-hou itu mirip dengan
sinar bianglala yang mencurah di angkasa.
Melihat permainan pedang yang sehebat itu
terkejutlah Pek Wan Taysu, serunya gopoh: “Li
sauhiap, harap berlaku murah…...”
Belum habis paderi Siau-lim itu berkata tiba-tiba
terdengarlah suara orang mengerang tertahan……