Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Misteri Tabib Siluman - 2

$
0
0
Cerita Silat | Misteri Tabib Siluman | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Misteri Tabib Siluman | Cersil Sakti | Misteri Tabib Siluman pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 168. Kitab Naga Jonggrang Pendekar Hina Kelana ~ Satria Terkutuk Berkaki Tunggal Pendekar Bloon ~ Anak Langit & Pendekar Lugu Pendekar Rajawali Sakti - 170. Siluman Bukit Tengger Pendekar Bayangan Sukma ~ Sumpah Jago-Jago Bayaran

uat daya tarik bagi tamu yang akan berobat. Mereka harus menunggu selama beberapa hari, karena jumlah yang datang setiap harinya selalu berjubel. Tapi usaha itu tidak sia-sia. Sebab setelah menginap dua malam di tempat terbuka, mereka pasti mendapat giliran.
  Dan setelah menunggu beberapa hari, akhirnya Ki Jaladra dan istrinya mendapat giliran untuk membawa Sentanu ke hadapan tabib cantik ini. Begitu cantiknya, sehingga laki-laki setengah baya itu hanya termangu memandangi tabib ini.
  “Siapa namanya...?” tegur tabib cantik itu.
  Ki Jaladra masih terpaku. Telinganya seperti tertutup oleh perasaan menggebu-gebu melihat kecantikan tabib di depannya.
  “Kang!” panggil Nyi Sakaweni sambil mencubit pelan pinggang suaminya.
  “Eh, iya!” sahut Ki Jaladra tergagap. Seketika wajahnya merah menahan malu, ketika menoleh ke arah istrinya.
  Sementara tabib cantik itu tersenyum memperlihatkan deretan gigi-giginya yang rata dan putih bagai biji ketimun. Bibirnya merah merekah. Dan tatapan matanya bersinar cerah.
  “Sentanu...,” sahut Nyi Sakaweni seraya memandang Ki Jaladra dengan muka cemberut.
  “Oh, ya. Sebelumnya perkenalkan, namaku Dewi Saraswati...,” kata dukun cantik ini, sambil memandang Ki Jaladra dan Nyi Sakaweni bergantian. “Mudah-mudahan anak kalian bisa cepat sembuh....”
  Disertai senyum ramah, dukun cantik yang mengaku bernama Dewi Saraswati ini memandang pemuda berwajah sayu yang duduk bersila di depannya.
  Pemuda bernama Sentanu hanya terduduk loyo, tanpa gairah sedikit pun yang tersirat dari sinar matanya.
  Nyai Dewi Saraswati lantas memegang kepala Sentanu. Lalu diperiksanya urat nadi pada pergelangan tangan pemuda itu. Kemudian kepalanya mengangguk kecil disertai senyum.
  “Parah juga penyakitnya...,” gumam tabib cantik ini.
  “Apakah masih bisa disembuhkan, Nyai?” tanya Nyi Sakaweni memandang penuh harap.
  “Jangan khawatir.... Putra kalian masih bisa disembuhkan.”
  “Oh, syukurlah....”
  Nyai Dewi Saraswati kemudian menuangkan isi kendi yang ada di sampingnya ke dalam cangkir yang terbuat dari batok kelapa. Lalu disodorkannya pada pemuda berwajah pucat dan kuyu di hadapannya.
  “Minumlah...!” kata Nyai Dewi Saraswati.
  “Minum, Sentanu! Cepat minum...!” ujar Nyi Sakaweni.
  Pemuda bertubuh kurus itu mencicipinya sedikit. Namun, bibirnya tidak lepas dari cangkir. Dan pelan-pelan ditenggaknya air itu sampai tandas.
  “Tidak diberi obat. Nyai?” tanya Ki Jaladra setelah kegugupannya mulai reda.
  “Sudah...,” sahut dukun cantik ini.
  “Cuma air putih saja?” tanya Ki Jaladra, heran.
  “Apakah kau tidak percaya pada air putih itu?” Nyai Dewi Saraswati balik bertanya dengan tatapan tajam.
  “Eh, tentu saja kami percaya!” sahut Ki Jaladra cepat, seraya berusaha mengusir ketidakenakannya.
  “Dan, apakah kalian percaya padaku?” sindir Nyai Dewi Saraswati.
  “Kami percaya, Nyai...!”
  Hampir berbarengan sepasang suami istri itu menyahut. Mereka tersenyum dan mengangguk cepat.
  “Kalian memang harus yakin. Apa pun yang kuberikan pada putramu, akan menyembuhkannya dari penyakit yang diderita,” tegas dukun sakti ini.
  “Eh, Iya, Nyai...!” sambut suami istri itu kembali mengangguk.
  “Cukup begitu dulu. Mudah-mudahan Sentanu akan sembuh.”
  “Eh, sudah, Nyai?” tanya wanita istri Kepala Desa Karang Welas ini.
  “Ya.”
  “Kalau begitu kami mohon diri dulu, Nyai. Ini ada sedikit bawaan dari kami. Ala kadarnya.... Terimalah dengan senang hati, Nyai!” ucap Nyai Sakaweni seraya menyerahkan beberapa buah keping emas.
  Sambil tersenyum Nyai Dewi Saraswati menerima beberapa keping emas itu.
  “Kami pamit, Nyai! Terima kasih banyak atas pertolongan yang Nyai berikan...!” pamit Nyai Sakaweni lagi seraya bangkit berdiri diikuti suami dan putranya.
  Setelah menjura hormat, mereka keluar dari ruangan untuk digantikan tamu yang lainnya.
  Setiba di luar Nyai Sakaweni marah-marah pada suaminya. Sementara Ki Jaladra diam saja. Mungkin menyadari kesalahannya.
  “Sadar toh. Kang! Umur sudah berapa.... Eee, malah melotot begitu melihat perempuan cantik!”
  Ki Jaladra tetap diam saja seraya memperhatikan Sentanu yang sudah berada di dalam sebuah tandu. Tandu itu sendiri dipanggul dua pembantu setianya yang tadi menunggu di luar.
  Hati wanita setengah baya itu memang mangkel kalau mengingat suaminya yang seperti kepincut dengan tabib itu. Namun mendadak kemangkelannya hilang ketika...
  “Ibu.... Aku lapar...,” rintih Sentanu dari dalam tandu.
  Kedua pembantu yang memanggul cepat berhenti, ketika Nyai Sakaweni menghampiri tandu dan menyeruak ke dalam. Wajahnya tampak berseri.
  “Benar kamu ingin makan?!” tanya perempuan ini.
  Sentanu mengangguk.
 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>