Cerita Silat | Cheng Hoa Kiam | By Kho Ping Hoo | Cheng Hoa Kiam | Cersil Sakti | Cheng Hoa Kiam pdf
Si Teratai Merah Bag II - Asmaraman S. Kho Ping Hoo Pendekar Rajawali Sakti - 180. Penghianatan di Bukit Kera Tara Zagita ~ Ratu Peri Dari Selat Sunda Pendekar Rajawali Sakti - 181. Lima Golok Setan Cheng Hoa Kiam - Kho Ping Hoo
-satunya hanya suling pemberian gurunya. Suling ini bukan suling biasa, melainkan sebuah senjata
yang istimewa sekali.
Ketika Wi Liong turun gunung, matahari baru mulai timbul. Ia turun melalui lereng sebelah utara gunung dan
matahari muncul dari sebelah kanannya muncul dari permukaan laut yang jauh berada di timur. Hawa
pegunungan yang sejak ditimpa cahaya matahari yang hangat nyaman benar-benar mendatangkan suasana
yang menggembirakan. Daun-daun pohon seperti disepuh air emas kuning kemilau tapi sejuk sinarnya tidak
menyilaukan mata.
Burung-burung berkicau di dahan pohon dan kelihatan beberapa ekor burung bermain-main dengan riangnya
merupakan keluarga yang amat berbahagia menyambut darangnya matahari. Wi Liong sengaja berhenti
berjalan untuk menikmati pemandangan itu, pemandangan keluarga burung kuning yang kebahagiaannya
membuat ia tersenyum dan juga iri. Dua ekor anak burung mencicit diloloh oleh biangnya sedangkan bapak
burung menyisiri bulu si biang dari belakang!
Wi Liong tersenyum lalu melanjutkan perjalanannya. Ingin ia berdendang. Hawa dan keadaan semeriah itu
memang menimbulkan selera orang untuk berdendang dan bernyanyi seperti burung, atau lari berlompat-
lompatan seperti anak kijang. Tiba-tiba Wi Liong mendengar pekik burung dari udara. Ia mendongak dan
melihat seekor burung berbulu kehitaman terbang lewat sendiri, merupakan titik hitam pada langit yang bersih
cerah. Wi Liong mengerutkan keningnya, ada sesuatu menusuk pada ulu hatinya. Burung itu sendiri kelihatan
begitu sunyi tak berkawan, hidup menyendiri di alam yang luas. Teringat Wi Liong akan keadaan dirinya, yatim-
piatu dan seorang diri pula di dalam dunia. Sedih hatinya dan bangkit rindunya kepada pamannya Tidak tega
rasanya meninggalkan pamannya satu-satunya orang yang semenjak ia kecil berada di sampingnya, pengganti
orang tuanya.
"Beng Kun Cinjin jahanam busuk, kau pembunuh ayah ibuku dan kau yang membikin buta sepasang mata
pamanku. Tunggu saja pembalasanku!" kata hatinya yang menjadi panas karena pembunuh orang tuanya itu
yang menjadi biang keladi sehingga ia sekarang hidup seorang diri dan kesepian.
Teringat kepada musuh besarnya bangun kembali semangat Wi Liong dan ia segara mengerahkan tenaga dan
kepandaiannya untuk berlari cepat sekali turun gunung.
Seperti telah dituturkan di depan biarpun kekuasaan Bangsa Mongol berkembang pesat dan Tiongkok utara
telah diduduki, namun Tiongkok bagian selatan masih berada dalam kekuasaan pemerintah lama, yaitu
Kerajaan Sung selatan. Pemerintah Mongol tidak melanjutkan penyerbuannya ke selatan adalah karena ia
sedang memusatkan bala tentaranya untuk menyerbu lagi ke barat. Untuk sementara waktu keadaan dalam
negeri menjadi aman, kecuali hentrokan-bentrokan di antara para pengikut pendukung dua kerajaan itu yang
saling bersaing dan bermusuhan sendiri.
Kaisar Mongol Oguthai. yang berhasil merebut wilayah Cin di Tiongkok utara masih menggunakan kota Mongol
bernama Karakorum sebagai ibu kota kerajaannya. Istananya megah dan indah, penuh barang-barang
berharga hasil perampasan dari macam -macam negara yang diserbu oleh bala tentaranya yang amat kuat.
Juga di istana bekas Kaisar Cin. yaitu di Peking, dijadikan istana ke dua, dan kerusakan-kerusakan telah
dibangun dan diperbaiki kembali, malah sekarang lebih mewah dari pada dahulu.
Peking merupakan kota raja ke dua dan kota besar ini menjadi semacam tempat beristirahat kaisar dan para
pembesar tinggi. Akan tetapi kaisar sendiri jarang sekali berada di Peking, atau kalau kebetulan berada di situ
juga hanya untuk beberapa minggu saja. Yang sudah pasti, di situ menjadi sarang para pembesar Mongol dan
kaki tangannya, yaitu penghianat-penghianat bangsa yang bermuka-muka terhadap penjajah menjual bangsa
sendiri untuk mencari kedudukan dan harta. Banyak jumlahnya pembesar-pembesar penghianat macam ini,
orang-orang Tiongkok yang lagak-lagunya sudah pula meniru-niru lagak penjajah.
Amat lucu melihat orang Tiongkok itu berpakaian seperti pembesar Mongol bertopi Mongol. aksinya seperti
orang Mongol. bahkan bicaranya di pelo-pelokan meniru-niru logat orang Mongol! Bukan main! Dan mereka
menganggap mereka telah menjadi orang berkuasa yang gagah. Inilah macamnya orang-orang yang
kehilangan kepribadiannya, beginilah manusia yang menjadi bujang nafsu kesenangan, mengejar kesenangan
diri dengan pengorbanan apapun juga, rela bersikap palsu, hidup bertentangan dengan hati nurani dan jiwa
sendiri, asal bisa memperoleh kedudukan bisa memperoleh kemuliaan dan harta dunia!
Sudah tentu saja manusia-manusia macam begini ini memuakkan perasaan setiap orang yang sedikit saja
mempunyai kepribadian manusia-manusia macam penghianat-penghianat bangsa yang sudah seperti badut-
badut menari menurut irama musik majikannya kaum penjajah tentu saja menimbulkan rasa benci kepada
setiap orang yang sehat pikirannya. Untuk menyenangkan majikan-majikannya, para bangsawan Mongol itu,
para penghianat ini tidak segan-segan unt uk menangkap-nangkapi bangsa sendiri dengan tuduha n
memberontak, dengan ketawa-tawa sambil menuangkan arak di cawan majikannya melihat bangsa sendiri
dipenggal batang lehemya sebagai hukuman seorang pemberontak. Alangkah rendahnya akhlak mereka!
Untuk mendapatkan kedudukan dan uang. tidak segan-segan penghianat bangsa ini mencari dan menangkapi
gadis-gadis cantik anak bangrsanya, untuk dijadikan umpan dan mangsa bagi bangsawan-bangsawan Mongol
yang liar seperti bandot tua! Bahkan ada beberapa orang tikus kaki dua macam ini yang tidak sayang-sayang
memberikan anak gadisnya sendiri kepada bangsawan Mongol. hanya agar dia mendapat kedudukan,
kekuasaan dan kekayaan!
Dunia sudah tua..... manusia sudah gila..... demikian keluh rakyat jelata yang hanya pandai berkeluh-kesah
tanpa berani berkutik. Tak dapat disalahkan rakyat jelata, tidak boleh mereka ini disebut lemah atau kurang
semangat. Apa daya mereka kalau berkutik sedikit saja berarti kepala mereka dipenggal? Apa daya-mereka
kalau di sana tidak ada pahlawan-pahlawan bangsa yang sanggup mempersatukan dan memimpin mereka?
Yang bermunculan malah bangsa sendiri yang menjadi penghianat dan lincah darat!
Kalau orang-orang biasa saja sudah merasa penasaran dan kemarahan mereka hanya dipendam dalam dada.
lebih-lebih lagi para pendekar perkasa yang tadinya hidup sebagai penghuni-penghuni hutan di gunung-gunung.
Mereka merasa marah dan penasaran sekaii. Mereka maklum bahwa terhadap kaum penjajah Bangsa Mongol
yang memiliki bala tentara kuat dan besar sekali itu. mereka tidak berdaya. Akan tetapi melihat bangsa sendiri
menjadi penghianat. mereka tak dapat menahan kemarahan hati dan segera para enghiong pendekar ini turun
gunung. Gegerlah di Peking setelah secara aneh. beberapa orang "pembesar" Bangsa Han yang menjadi
penghianat ini tahu-tahu kedapatan tewas dipenggal orang lehernya di dalam kamar, tanpa ada tanda-tanda
siapa adanya pembunuh- pembunuh itu.
Si Teratai Merah Bag II - Asmaraman S. Kho Ping Hoo Pendekar Rajawali Sakti - 180. Penghianatan di Bukit Kera Tara Zagita ~ Ratu Peri Dari Selat Sunda Pendekar Rajawali Sakti - 181. Lima Golok Setan Cheng Hoa Kiam - Kho Ping Hoo
-satunya hanya suling pemberian gurunya. Suling ini bukan suling biasa, melainkan sebuah senjata
yang istimewa sekali.
Ketika Wi Liong turun gunung, matahari baru mulai timbul. Ia turun melalui lereng sebelah utara gunung dan
matahari muncul dari sebelah kanannya muncul dari permukaan laut yang jauh berada di timur. Hawa
pegunungan yang sejak ditimpa cahaya matahari yang hangat nyaman benar-benar mendatangkan suasana
yang menggembirakan. Daun-daun pohon seperti disepuh air emas kuning kemilau tapi sejuk sinarnya tidak
menyilaukan mata.
Burung-burung berkicau di dahan pohon dan kelihatan beberapa ekor burung bermain-main dengan riangnya
merupakan keluarga yang amat berbahagia menyambut darangnya matahari. Wi Liong sengaja berhenti
berjalan untuk menikmati pemandangan itu, pemandangan keluarga burung kuning yang kebahagiaannya
membuat ia tersenyum dan juga iri. Dua ekor anak burung mencicit diloloh oleh biangnya sedangkan bapak
burung menyisiri bulu si biang dari belakang!
Wi Liong tersenyum lalu melanjutkan perjalanannya. Ingin ia berdendang. Hawa dan keadaan semeriah itu
memang menimbulkan selera orang untuk berdendang dan bernyanyi seperti burung, atau lari berlompat-
lompatan seperti anak kijang. Tiba-tiba Wi Liong mendengar pekik burung dari udara. Ia mendongak dan
melihat seekor burung berbulu kehitaman terbang lewat sendiri, merupakan titik hitam pada langit yang bersih
cerah. Wi Liong mengerutkan keningnya, ada sesuatu menusuk pada ulu hatinya. Burung itu sendiri kelihatan
begitu sunyi tak berkawan, hidup menyendiri di alam yang luas. Teringat Wi Liong akan keadaan dirinya, yatim-
piatu dan seorang diri pula di dalam dunia. Sedih hatinya dan bangkit rindunya kepada pamannya Tidak tega
rasanya meninggalkan pamannya satu-satunya orang yang semenjak ia kecil berada di sampingnya, pengganti
orang tuanya.
"Beng Kun Cinjin jahanam busuk, kau pembunuh ayah ibuku dan kau yang membikin buta sepasang mata
pamanku. Tunggu saja pembalasanku!" kata hatinya yang menjadi panas karena pembunuh orang tuanya itu
yang menjadi biang keladi sehingga ia sekarang hidup seorang diri dan kesepian.
Teringat kepada musuh besarnya bangun kembali semangat Wi Liong dan ia segara mengerahkan tenaga dan
kepandaiannya untuk berlari cepat sekali turun gunung.
Seperti telah dituturkan di depan biarpun kekuasaan Bangsa Mongol berkembang pesat dan Tiongkok utara
telah diduduki, namun Tiongkok bagian selatan masih berada dalam kekuasaan pemerintah lama, yaitu
Kerajaan Sung selatan. Pemerintah Mongol tidak melanjutkan penyerbuannya ke selatan adalah karena ia
sedang memusatkan bala tentaranya untuk menyerbu lagi ke barat. Untuk sementara waktu keadaan dalam
negeri menjadi aman, kecuali hentrokan-bentrokan di antara para pengikut pendukung dua kerajaan itu yang
saling bersaing dan bermusuhan sendiri.
Kaisar Mongol Oguthai. yang berhasil merebut wilayah Cin di Tiongkok utara masih menggunakan kota Mongol
bernama Karakorum sebagai ibu kota kerajaannya. Istananya megah dan indah, penuh barang-barang
berharga hasil perampasan dari macam -macam negara yang diserbu oleh bala tentaranya yang amat kuat.
Juga di istana bekas Kaisar Cin. yaitu di Peking, dijadikan istana ke dua, dan kerusakan-kerusakan telah
dibangun dan diperbaiki kembali, malah sekarang lebih mewah dari pada dahulu.
Peking merupakan kota raja ke dua dan kota besar ini menjadi semacam tempat beristirahat kaisar dan para
pembesar tinggi. Akan tetapi kaisar sendiri jarang sekali berada di Peking, atau kalau kebetulan berada di situ
juga hanya untuk beberapa minggu saja. Yang sudah pasti, di situ menjadi sarang para pembesar Mongol dan
kaki tangannya, yaitu penghianat-penghianat bangsa yang bermuka-muka terhadap penjajah menjual bangsa
sendiri untuk mencari kedudukan dan harta. Banyak jumlahnya pembesar-pembesar penghianat macam ini,
orang-orang Tiongkok yang lagak-lagunya sudah pula meniru-niru lagak penjajah.
Amat lucu melihat orang Tiongkok itu berpakaian seperti pembesar Mongol bertopi Mongol. aksinya seperti
orang Mongol. bahkan bicaranya di pelo-pelokan meniru-niru logat orang Mongol! Bukan main! Dan mereka
menganggap mereka telah menjadi orang berkuasa yang gagah. Inilah macamnya orang-orang yang
kehilangan kepribadiannya, beginilah manusia yang menjadi bujang nafsu kesenangan, mengejar kesenangan
diri dengan pengorbanan apapun juga, rela bersikap palsu, hidup bertentangan dengan hati nurani dan jiwa
sendiri, asal bisa memperoleh kedudukan bisa memperoleh kemuliaan dan harta dunia!
Sudah tentu saja manusia-manusia macam begini ini memuakkan perasaan setiap orang yang sedikit saja
mempunyai kepribadian manusia-manusia macam penghianat-penghianat bangsa yang sudah seperti badut-
badut menari menurut irama musik majikannya kaum penjajah tentu saja menimbulkan rasa benci kepada
setiap orang yang sehat pikirannya. Untuk menyenangkan majikan-majikannya, para bangsawan Mongol itu,
para penghianat ini tidak segan-segan unt uk menangkap-nangkapi bangsa sendiri dengan tuduha n
memberontak, dengan ketawa-tawa sambil menuangkan arak di cawan majikannya melihat bangsa sendiri
dipenggal batang lehemya sebagai hukuman seorang pemberontak. Alangkah rendahnya akhlak mereka!
Untuk mendapatkan kedudukan dan uang. tidak segan-segan penghianat bangsa ini mencari dan menangkapi
gadis-gadis cantik anak bangrsanya, untuk dijadikan umpan dan mangsa bagi bangsawan-bangsawan Mongol
yang liar seperti bandot tua! Bahkan ada beberapa orang tikus kaki dua macam ini yang tidak sayang-sayang
memberikan anak gadisnya sendiri kepada bangsawan Mongol. hanya agar dia mendapat kedudukan,
kekuasaan dan kekayaan!
Dunia sudah tua..... manusia sudah gila..... demikian keluh rakyat jelata yang hanya pandai berkeluh-kesah
tanpa berani berkutik. Tak dapat disalahkan rakyat jelata, tidak boleh mereka ini disebut lemah atau kurang
semangat. Apa daya mereka kalau berkutik sedikit saja berarti kepala mereka dipenggal? Apa daya-mereka
kalau di sana tidak ada pahlawan-pahlawan bangsa yang sanggup mempersatukan dan memimpin mereka?
Yang bermunculan malah bangsa sendiri yang menjadi penghianat dan lincah darat!
Kalau orang-orang biasa saja sudah merasa penasaran dan kemarahan mereka hanya dipendam dalam dada.
lebih-lebih lagi para pendekar perkasa yang tadinya hidup sebagai penghuni-penghuni hutan di gunung-gunung.
Mereka merasa marah dan penasaran sekaii. Mereka maklum bahwa terhadap kaum penjajah Bangsa Mongol
yang memiliki bala tentara kuat dan besar sekali itu. mereka tidak berdaya. Akan tetapi melihat bangsa sendiri
menjadi penghianat. mereka tak dapat menahan kemarahan hati dan segera para enghiong pendekar ini turun
gunung. Gegerlah di Peking setelah secara aneh. beberapa orang "pembesar" Bangsa Han yang menjadi
penghianat ini tahu-tahu kedapatan tewas dipenggal orang lehernya di dalam kamar, tanpa ada tanda-tanda
siapa adanya pembunuh- pembunuh itu.