Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Cheng Hoa Kiam - 85

$
0
0
Cerita Silat | Cheng Hoa Kiam | By Kho Ping Hoo | Cheng Hoa Kiam | Cersil Sakti | Cheng Hoa Kiam pdf

Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah

Kemudian, setelah diketahui bahwa yang melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap para "boneka"
  penjajah itu adalah orang-orang kang-ouw, mulailah para.pembesar mendatangkan jagoan-jagoan, untuk
  menjadi pelindung dan penjaga keamanan dan mulailah kerusuhan-kerusuhan terjadi, pertempuran-
  pertempuran kecil dan pertentangan-pertentangan antara orang-orang kang-ouw yang membenci para
  penghianat dan para jagoan yang dapat dijadikan kaki tangan mereka.
  Thio Wi Liong tiba di Peking pada saat sedang gawat-gawatnya karena beberapa hari yang lalu seorang
  pembesar boneka she Ciu terbunuh ketika sedang melakukan perjalanan dalam keretanya. Pemuda ini sengaja
  datang ke Peking karena setelah berbulan-bulan mencari keterangan di selatan, ia mendengar bahwa Gan Tui
  atau Beng Kun Cinjin lari dari istananya setelah membunuh seorang pangeran muda she Liu. Semenjak
  melarikan diri, tak seorangpun mendengar ke mana perginya bekas koksu itu? Oleh karena berita ini Wi Liong
  langsung menuju ke Peking untuk melakukan penyelidikan. Kalau dari orang-orang kang-ouw ia tidak bisa
  mendapat keterangan, mungkin dari pembesar- pembesar dan kaki tangan Kerajaan Mongol ia bisa
  mendapatkan jejak musuh besarnya. Kalau perlu ia akan menyusul ke kota raja di utara.
  Sebagai seorang yang berpakaian seperti seorang pemuda pelajar yang lemah lembut gerak- geriknya. ia tidak
  banyak menarik perhatian orang. Ia menginap dalam kamar sebuah rumah penginapan sedernana dan
  kelihatannya tidak mencurigakan. Akan tetapi setiap hari ia berkeluyuran ke tempat ramai, setiap kali ada
  kesempatan ia mencoba untuk bicara kepada orang-orang tua dan memancing tentang keadaan Koksu Beng
  Kun Cinjin. Di waktu malam ia keluyuran pula dan di waktu malam gelap begini lenyap sifatnya yang lemah
  lembut berubah menjadi seorang yang gerak-geriknya gesit seperti burung walet.
  Pada suatu pagi Wi Liong sudah nampak duduk di bangku rumah makan kecil menghadapi scmangkok bubur
  panas. Bukan kebetulan bahwa ia berada di warung itu, karena warung itu berada di seberang jalan di mana
  berdiri sebuah rumah gadung besar sekali milik keluarga Liu. Pemuda ini ternyata berhasil mendapat
  keterangan bahwa keluarga dari pemuda she Liu yang dahulu dibunuh oleh Beng Kun Cinjin, sekarang telah
  pindah ke Peking, di dalam rumah gedung itulah. Akan tetapi hanya sampai sekian saja keterangan yang ia
  peroleh. Tak seorangpun rupanya mengetahui mengapa pemuda Liu itu dibunuh.
  "Tentu ada rahasianya." pikir Wi Liong dan bukan tidak bisa jadi kalau anggauta keluarga Liu itu ada yang tahu
  atau setidaknya dapat menduga ke mana perginya Beng Kun Cinjin yang kabarnya lari pergi membawa isteri
  dan anaknya.
  Warung itu cukup besar dan di situ sudah ada belasan orang tamu yang semua ingin mengisi perut dengan
  bubur panas yang sedap.
  "Buburnya satu mangkok lagi!" terdengar suara keras dari belakang tempat duduk Wi Liong. Suara ini nyaring
  akan tetapi tidak menarik perhatian. Wi Liong yang sedang melamun sambil pandang matanya selalu menatap
  ke arah pintu halaman gedung keluarga kaya raya Liu itu.
  "Hebat betul orang itu, sudah habis tujuh mangkok masih tambah terus." terdengar pelayan berkata perlahan
  sekali ketika memberi Wi Liong semangkok bubur lagi yang dimintanya. "Dengan arak lagi.......!"
  Ucapan ini menggerakkan hati Wi Liong. Tidak aneh orang banyak makan, di mana-mana juga ada orang
  gembul. Akan tetapi pagi-pagi menghabiskan tujuh mangkok bubur dengan arak? Lucu juga. Ia melirik ke
  belakang dan melihat bahwa orang gembul itu ternyata adalah seorang laki-laki tua berusia limapuluh tahunan,
  bertubuh tinggi besar tegap dan sikapnya gagah sekali. Hampir semua orang di dalam warung itu memandang
  kepada kakek ini dengan muka kagum. Memang kakek itu benar-benar gagah, pakaiannya ringkas dan kuat.
  Mukanya kemerahan dengan kumis dan jenggot seperti pahlawan besar di jaman Sam-kok, Kwan In Tiang
  atau Kwan Kong! Golok besar bersarung indah tergantung di pinggang kiri. Duduknya tegak dan gerak-geriknya
  membayangkan bahwa dia bukan orang sembarangan.
  Sekaligus Wi Liong tertawan hatinya oleh orang tua gagah perkasa ini. Tidak sukar untuk diduga bahwa orang
  ini tentulah seorang yang berjiwa gagah, seorang kang-ouw yang patut dijadikan kawan.
  Mangkok bubur panas mengepul sudah diantar lagi ke depan kakek itu. Sambil mengibaskan tangannya yang
  besar, kakek itu berkata tak senang. "Hemm. di Peking sekarang menjadi sarang lalat hijau!"
  Wi Liong tersenyum diam-diam. Sebagai orang yang sudah beberapa hari berada di situ, tentu saja ia segera
  dapat mengenal tiga orang "mata-mata'" kerajaan yang sejak tadi memperhatikan kakek itu sambil saling
  bisik-bisik. Akan tetapi tak seorangpun kecuali Wi Liong melihat betapa kibasan tangan yang lebar itu sekaligus
  membuat tiga ekor lalat menempel pada telapak tangan.
  "Lalat makan lalat, sudah sepatutnya." kembali kakek itu berkata.
  Kecuali Wi Liong, tidak ada yang melihat bagaimana kakek itu menggerakkan jari-jari tangannya. Di lain saat.
  tiga orang mata-mata itu berseru marah, "Heeei.........pelayan! Dalam mangkok bubur ini ada lalatnya!"
  "Di sini juga ada."
  "Ini juga!" Tiga orang itu melotot dan memandang jijik.
  Pelayan berlari-lari menghampiri dan melihat bahwa betul dalam mangkok tiga orang itu terdapat masing-
  masin seekor lalat hijau yang besar! Ini betul-betul aneh dan tak dapat dimengerti karena sungguh kejadian
  yang langka ada lalat sampai masuk ke dalam mangkok bubur. Akan tetapi mata pelayan ini juga tajam, ia
  mengenal siapa adanya tiga orang itu, maka sambil membungkuk-bungkuk ia mengambil tiga mangkok itu dan
  berkata
  "Maaf loya. Biar saya mengambilkan gantinya." Buru-buru ia mundur dan tak lama datang lagi membawa tiga
  mangkok bubur panas di atas baki. Dengan hati-hati ia menaruh tiga mangkok bubur itu di depan tiga orang
  tamunya yang segera mengaduk-aduk dengan sumpit untuk melihat kalau-kalau ada lalatnya, sedangkan
  pelayan itu mengusir lalat yang mendekat dengan kain lapnya. Setelah melihat betul bahwa di dalam mangkok
  mereka tidak terdapat lalat, tiga orang itu mulai makan buburnya dan kembali mereka mulai melanjutkan
  pengawasan terhadap kakek gagah tadi.
  Kini Wi Liong sudah selesai m

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>