Cerita Silat | Cheng Hoa Kiam | By Kho Ping Hoo | Cheng Hoa Kiam | Cersil Sakti | Cheng Hoa Kiam pdf
Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah
tidak mampu menggerakkan kedua kakinya.
Tiba-tiba tangan Tok-sim Sian-li melayang. "Plak! Plak!" Kedua pipi Siok Lan telah ditamparnya. Masih baik dia
tetap iteringat akan pesan Kun Hong sehingga tamparan itupun hanya membikin pipi Siok Lan menjadi merah
dan terasa panas pedas saja, akan tetapi tidak melukainya.
"Kau puteri Tung-hai Sian-li? Ha-ha. bagus! Kalau saja aku tidak ingat akan ayahmu. Kwa Cun Ek, yang pernah
menjadi kekasihku sampai bertahun- tahun tentu akan kupecahkan kepalamu!"
Siok Lan adalah seorang gadis cantik yang memiliki keberanian istimewa dan kegagahan seperti ayahnya,
akan tetapi sedikitnya ia mewarisi kekerasan hati ibunya. Ia memandang kepada Tok-sim Sian-li dengan mata
berapi dan berkata,
"Wanita siluman, kau mau bunuh boleh bunuh. Siapa takut mati? Tak usah kau banyak bicara tidak karuan,
siapa percaya omonganmu yang busuk seperti racun?”
Pada saat itu terdengar ribut-ribut dan barisan di sebelah selatan kacau-balau. Tak lama kemudian muncul
Tung-hai Sian-li dan kawan-kawannya. Tung-hai Sian-li dari jauh sudah melihat Siok Lan tertawan. Ia cepat
menggerakkan pedangnya merobohkan dua orang serdadu musuh dan dengan lompatan-lompatan jauh ia
menghampiri Tok-sim Sian-li. Wanita ini sudah tersenyum-senyum mengejek lalu berkata kepada seorang
perwira Mongol. "Kau tawan gadis ini, akan tetapi ingat, dia ini pesanan Kam-taihiap jangan ganggu! Siok Lan
tak berdaya lagi ketika ia dibawa pergi oleh perwira itu.
"Tok-sim siluman betina! Kau apakan anakku?" Tung-hai Sian-li membentak dan pedangnya berkelebat
menyerang dengan tusukan mematikan karena ia tidak sabar lagi hendak cepat-cepat menolong anaknya.
"He-he-he, budak hina-dina, jangan banyak tingkah!" Tok-sim Sian-li menangkis keras. Dua musuh kawakan
saling bertemu muka. Tok-sim Sian-li masih menaruh dendam karena merasa kekasihnya, Kwa Cun Ek
dirampas oleh musuh ini, sebaliknya Tung-hai Sian-li mendendam karena gara-gara Tok-sim Sian-li inilah ia
sampai terpaksa meninggalkan suami dan anaknya.
Dua orang wanita biasa saja yang saling bermusuhan kalau bertemu muka akan terjadi hal yang hebat. Apa
lagi dua orang wanita ini yang keduanya terkenal sebagai tokoh-tokoh besar dalam dunia persilatan. Segera
terjadi perang tanding yang amat seru dan hebat.
Akan tetapi, segera Tung-hai Sian-li kaget karena dibandingkan dengan belasan tahun yang lalu, kepandaian
Tok-sim Sian-li ternyata meningkat banyak sekali. Ini berkat latihan-latihan yang ia dapat dari Thai Khek Sian.
Hanya dengan pengerahan tenaga dan seluruh kepandaian saja Tung-hai Sian-li masih dapat mengimbangi
permainan pedang lawannya yang dahsyat dan ganas itu.
Baiknya See-thian Hoat-ong juga sudah datang dan cepat membantunya ketika melihat Tung-hai Sian-li
terdesak. Berubahlah keadaannya dan kini Tok-sim Sian-li yang montang-manting dikeroyok dua oleh dua
orang yang tinggi ilmunya dan banyak pengalaman dalam pertempuran. Akan tetapi Dewi Hati Beracun ini
masih dapat mempertahankan dan masih dapat membalas serangan-serangan lawan dengan ilmu pedang dan
pukulan-pukulan Toat-sim-ciang yang berbahaya.
Bu-ceng Tok-ong sudah datang pula di tempat pertempuran itu. Dia dikawani oleh Hek-ma Sai-ong. Seperti
pernah diceritakan dalam jilid pertama. Hek-mo Sai-ong ini adalah Perwira Kim-i-wi di istana kaisar, pengawal
kelas satu yang lihai ilmu silatnya. Dia berusia limapuluh tahun lebih, bertubuh besar kuat bermuka hitam lagi
berbulu seperti muka singa. Hek-mo Sai-ong ini adalah seorang ahli gwakang. tenaganya sebesar tenaga gajah
dan senjatanya sepasang gembolan yang entah sudah menghancur-remukkan berapa puluh buah kepala
orang! Tadinya ia bekerja sebagai kepala pengawal di ruang depan istana Kaisar Mongol, sekarang dia
dipindahkan sebagai kepala penjaga istana di kota raja ke dua. Ketika tadi Bu-ceng Tok-ong mendengar
laporan Kun Hong bahwa di bukit itu terdapat sebuah Kelenteng Siauw-Iim-si yang mencurigakan, menjadi
tempat bersembunyi para pembunuh bangsawan-bangsawan di Peking, ia cepat minta bantuan Hek-mo Sai-
ong yang segera mengerahkan pasukan-pasukannya untuk melakukan penyerbuan.
Bu-ceng Tok-ong segera disambut oleh Lam-san Sian-ong. Kakek ini tangan kirinya buntung akibat pukulan Ngo-
tok-jiauw dari Bu-ceng Tok-ong. belasan tahun yang lalu. Oleh karena itu dapat dibayangkan betapa marah dan
dendam hatinya melihat musuh besar ini. Sebaliknya, melihat Lam-san Sian-ong, Bu-ceng Tok-ong tertawa
bergelak dengan sikap mengejek.
"Ha-ha-ha, apa kau datang untuk menyumbangkan tangan kananmu?"
Lam-san Sian-ong tidak menjawab, melainkan menggerakkan tongkatnya menyerang dengan dahsyat. Dengan
masih tertawa bergelak. Bu-ceng Tok-ong mengelak dan membalas dengan pukulan-pukulannya yang
berbahaya. Lam-san Sian-ong sudah mengenal kelihaian pukulan-pukulan ini, maka ia tidak berani berlaku
sembrono dan karenanya ia bertempur sambil mundur. Bu-ceng Tok-ong terus tertawa mengejek dan
mendesak keras.
Akan tetapi, tiba-tiba ada tongkat bambu butut ke dua yang menyambar dan menyerangnya, di samping
tongkat di tangan Lam-san Sian-ong, lalu terdengar suara nyaring mengejek.
"Raja Racun, kau sekarang seperti anjing yang diancam dua tongkat bambu. Ha-ha-ha, ke mana kau dapat
melarikan diri?"
Yang baru datang ini adalah Pak-thian Koai-jin yang tahu bahwa Lam-san Sian-ong takkan menang kalau
seorang diri menghadapi Bu-ceng Tok-ong yang kosen itu. maka lalu membantunya. Hek-mo Sai-ong
menggereng seperti singa, dan menerjang maju dengan sepasang gembolannya. Akan tetapi ia dihadapi secara
berani oleh Pui Eng Lan, gadis cantik manis murid Pak-thian Koai-jin yang gagah itu!
Kini pertempuran terpecah menjadi empat rombongan. Tok-sim Sian-li dikeroyok oleh Tung-hai Sian-li dan See-
thian Hoat-ong. Bu-ceng Tok-ong dikeroyok oleh Lam-san Sian-ong dan Pak-thian Koai-jin. Hek-mo Sai-ong
bertempur melawan Pui Eng Lan. dan Kun Hong digempur oleh Wi Liong. Para serdadu Mongol hanya berteriak-
teriak memberi semangat kepada kawan sendiri. Pertempuran orang-orang kang-ouw dengan tingkat yang
sudah tinggi itu amat sukar bagi mereka untuk membantunya. Membedakan mana kawan mana lawan saja
sudah amat sukarnya. Oleh karena itu, para perwira Mongol rendahan lalu mulai menyuruh orang-orangnya
menghujankan anak panah ke arah Kelenteng Siauw-lim-si di seberang jurang. Segera berluncuran panah-
panah api ke arah kelenteng itu!
Adapun pertempuran antara Kun Hong dan Wi Liong terjadi amat hebatnya. Kun Hong adalah murid Thai Khek
Sian yang sudah mewarisi sebagian besar ilmu pentolan Mo-kauw itu sebaliknya Wi Liong telah menerima
gemblengan hebat dan penuh kasih saya ng dari Thian Te Cu. Dahulu, pernah Thian Te Cu bertand ing dengan
Thai Khek Sian sampai memakan waktu tiga hari tiga malam baru Thai Khek Sian mengakui keunggulan Thian
Te Cu. Siapa sangka sekarang murid-murid mereka, keduanya masih muda belia dan rupawan mengulangi
pertandingan itu dengan tidak kalah ramainya. Setelah mengeluarkan pelbagai pukulan beracun yang
semuanya dapat dihadapi dan ditangkis oleh Wi Liong, Kun Hong memuncak kemarahannya dan ia mencabut
Cheng-hoa-kiam.
Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah
tidak mampu menggerakkan kedua kakinya.
Tiba-tiba tangan Tok-sim Sian-li melayang. "Plak! Plak!" Kedua pipi Siok Lan telah ditamparnya. Masih baik dia
tetap iteringat akan pesan Kun Hong sehingga tamparan itupun hanya membikin pipi Siok Lan menjadi merah
dan terasa panas pedas saja, akan tetapi tidak melukainya.
"Kau puteri Tung-hai Sian-li? Ha-ha. bagus! Kalau saja aku tidak ingat akan ayahmu. Kwa Cun Ek, yang pernah
menjadi kekasihku sampai bertahun- tahun tentu akan kupecahkan kepalamu!"
Siok Lan adalah seorang gadis cantik yang memiliki keberanian istimewa dan kegagahan seperti ayahnya,
akan tetapi sedikitnya ia mewarisi kekerasan hati ibunya. Ia memandang kepada Tok-sim Sian-li dengan mata
berapi dan berkata,
"Wanita siluman, kau mau bunuh boleh bunuh. Siapa takut mati? Tak usah kau banyak bicara tidak karuan,
siapa percaya omonganmu yang busuk seperti racun?”
Pada saat itu terdengar ribut-ribut dan barisan di sebelah selatan kacau-balau. Tak lama kemudian muncul
Tung-hai Sian-li dan kawan-kawannya. Tung-hai Sian-li dari jauh sudah melihat Siok Lan tertawan. Ia cepat
menggerakkan pedangnya merobohkan dua orang serdadu musuh dan dengan lompatan-lompatan jauh ia
menghampiri Tok-sim Sian-li. Wanita ini sudah tersenyum-senyum mengejek lalu berkata kepada seorang
perwira Mongol. "Kau tawan gadis ini, akan tetapi ingat, dia ini pesanan Kam-taihiap jangan ganggu! Siok Lan
tak berdaya lagi ketika ia dibawa pergi oleh perwira itu.
"Tok-sim siluman betina! Kau apakan anakku?" Tung-hai Sian-li membentak dan pedangnya berkelebat
menyerang dengan tusukan mematikan karena ia tidak sabar lagi hendak cepat-cepat menolong anaknya.
"He-he-he, budak hina-dina, jangan banyak tingkah!" Tok-sim Sian-li menangkis keras. Dua musuh kawakan
saling bertemu muka. Tok-sim Sian-li masih menaruh dendam karena merasa kekasihnya, Kwa Cun Ek
dirampas oleh musuh ini, sebaliknya Tung-hai Sian-li mendendam karena gara-gara Tok-sim Sian-li inilah ia
sampai terpaksa meninggalkan suami dan anaknya.
Dua orang wanita biasa saja yang saling bermusuhan kalau bertemu muka akan terjadi hal yang hebat. Apa
lagi dua orang wanita ini yang keduanya terkenal sebagai tokoh-tokoh besar dalam dunia persilatan. Segera
terjadi perang tanding yang amat seru dan hebat.
Akan tetapi, segera Tung-hai Sian-li kaget karena dibandingkan dengan belasan tahun yang lalu, kepandaian
Tok-sim Sian-li ternyata meningkat banyak sekali. Ini berkat latihan-latihan yang ia dapat dari Thai Khek Sian.
Hanya dengan pengerahan tenaga dan seluruh kepandaian saja Tung-hai Sian-li masih dapat mengimbangi
permainan pedang lawannya yang dahsyat dan ganas itu.
Baiknya See-thian Hoat-ong juga sudah datang dan cepat membantunya ketika melihat Tung-hai Sian-li
terdesak. Berubahlah keadaannya dan kini Tok-sim Sian-li yang montang-manting dikeroyok dua oleh dua
orang yang tinggi ilmunya dan banyak pengalaman dalam pertempuran. Akan tetapi Dewi Hati Beracun ini
masih dapat mempertahankan dan masih dapat membalas serangan-serangan lawan dengan ilmu pedang dan
pukulan-pukulan Toat-sim-ciang yang berbahaya.
Bu-ceng Tok-ong sudah datang pula di tempat pertempuran itu. Dia dikawani oleh Hek-ma Sai-ong. Seperti
pernah diceritakan dalam jilid pertama. Hek-mo Sai-ong ini adalah Perwira Kim-i-wi di istana kaisar, pengawal
kelas satu yang lihai ilmu silatnya. Dia berusia limapuluh tahun lebih, bertubuh besar kuat bermuka hitam lagi
berbulu seperti muka singa. Hek-mo Sai-ong ini adalah seorang ahli gwakang. tenaganya sebesar tenaga gajah
dan senjatanya sepasang gembolan yang entah sudah menghancur-remukkan berapa puluh buah kepala
orang! Tadinya ia bekerja sebagai kepala pengawal di ruang depan istana Kaisar Mongol, sekarang dia
dipindahkan sebagai kepala penjaga istana di kota raja ke dua. Ketika tadi Bu-ceng Tok-ong mendengar
laporan Kun Hong bahwa di bukit itu terdapat sebuah Kelenteng Siauw-Iim-si yang mencurigakan, menjadi
tempat bersembunyi para pembunuh bangsawan-bangsawan di Peking, ia cepat minta bantuan Hek-mo Sai-
ong yang segera mengerahkan pasukan-pasukannya untuk melakukan penyerbuan.
Bu-ceng Tok-ong segera disambut oleh Lam-san Sian-ong. Kakek ini tangan kirinya buntung akibat pukulan Ngo-
tok-jiauw dari Bu-ceng Tok-ong. belasan tahun yang lalu. Oleh karena itu dapat dibayangkan betapa marah dan
dendam hatinya melihat musuh besar ini. Sebaliknya, melihat Lam-san Sian-ong, Bu-ceng Tok-ong tertawa
bergelak dengan sikap mengejek.
"Ha-ha-ha, apa kau datang untuk menyumbangkan tangan kananmu?"
Lam-san Sian-ong tidak menjawab, melainkan menggerakkan tongkatnya menyerang dengan dahsyat. Dengan
masih tertawa bergelak. Bu-ceng Tok-ong mengelak dan membalas dengan pukulan-pukulannya yang
berbahaya. Lam-san Sian-ong sudah mengenal kelihaian pukulan-pukulan ini, maka ia tidak berani berlaku
sembrono dan karenanya ia bertempur sambil mundur. Bu-ceng Tok-ong terus tertawa mengejek dan
mendesak keras.
Akan tetapi, tiba-tiba ada tongkat bambu butut ke dua yang menyambar dan menyerangnya, di samping
tongkat di tangan Lam-san Sian-ong, lalu terdengar suara nyaring mengejek.
"Raja Racun, kau sekarang seperti anjing yang diancam dua tongkat bambu. Ha-ha-ha, ke mana kau dapat
melarikan diri?"
Yang baru datang ini adalah Pak-thian Koai-jin yang tahu bahwa Lam-san Sian-ong takkan menang kalau
seorang diri menghadapi Bu-ceng Tok-ong yang kosen itu. maka lalu membantunya. Hek-mo Sai-ong
menggereng seperti singa, dan menerjang maju dengan sepasang gembolannya. Akan tetapi ia dihadapi secara
berani oleh Pui Eng Lan, gadis cantik manis murid Pak-thian Koai-jin yang gagah itu!
Kini pertempuran terpecah menjadi empat rombongan. Tok-sim Sian-li dikeroyok oleh Tung-hai Sian-li dan See-
thian Hoat-ong. Bu-ceng Tok-ong dikeroyok oleh Lam-san Sian-ong dan Pak-thian Koai-jin. Hek-mo Sai-ong
bertempur melawan Pui Eng Lan. dan Kun Hong digempur oleh Wi Liong. Para serdadu Mongol hanya berteriak-
teriak memberi semangat kepada kawan sendiri. Pertempuran orang-orang kang-ouw dengan tingkat yang
sudah tinggi itu amat sukar bagi mereka untuk membantunya. Membedakan mana kawan mana lawan saja
sudah amat sukarnya. Oleh karena itu, para perwira Mongol rendahan lalu mulai menyuruh orang-orangnya
menghujankan anak panah ke arah Kelenteng Siauw-lim-si di seberang jurang. Segera berluncuran panah-
panah api ke arah kelenteng itu!
Adapun pertempuran antara Kun Hong dan Wi Liong terjadi amat hebatnya. Kun Hong adalah murid Thai Khek
Sian yang sudah mewarisi sebagian besar ilmu pentolan Mo-kauw itu sebaliknya Wi Liong telah menerima
gemblengan hebat dan penuh kasih saya ng dari Thian Te Cu. Dahulu, pernah Thian Te Cu bertand ing dengan
Thai Khek Sian sampai memakan waktu tiga hari tiga malam baru Thai Khek Sian mengakui keunggulan Thian
Te Cu. Siapa sangka sekarang murid-murid mereka, keduanya masih muda belia dan rupawan mengulangi
pertandingan itu dengan tidak kalah ramainya. Setelah mengeluarkan pelbagai pukulan beracun yang
semuanya dapat dihadapi dan ditangkis oleh Wi Liong, Kun Hong memuncak kemarahannya dan ia mencabut
Cheng-hoa-kiam.