Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Cheng Hoa Kiam - 102

$
0
0
Cerita Silat | Cheng Hoa Kiam | By Kho Ping Hoo | Cheng Hoa Kiam | Cersil Sakti | Cheng Hoa Kiam pdf

Si Teratai Merah Bag II - Asmaraman S. Kho Ping Hoo Pendekar Rajawali Sakti - 180. Penghianatan di Bukit Kera Tara Zagita ~ Ratu Peri Dari Selat Sunda Pendekar Rajawali Sakti - 181. Lima Golok Setan Cheng Hoa Kiam - Kho Ping Hoo

"Hemm, maling pedang tak tahu malu. Apa kau tidak malu menggunakan pedang yang sudah kau curi dari
  paman?" Wi Liong mengejek.
  "Siapa bilang mencuri?" Kun Hong membentak. "Gurumu kakek tua bangka itu tahu bahwa pedang ini bukan
  hak milik Kwee Sun Tek pamanmu, maka gurumu membiarkan saja aku mengambil pedang ini. Pedang ini
  mengapa bisa terjatuh ke dalam tangan pamanmu? Tentu ia dapat mencurinya......"
  "Ngawur! Paman menerimanya dari ibuku dan ibu menerima dari gurunya. Beng Kun Cinjin"
  Kun Hong kaget. Tak disangkanya dari mulut Wi Liong ia akan mendengar lagi nama Beng Kun Cinjin atau Gan
  Tui putera Gan Yan Ki yang masih terhitung saudara sesumber dari suhunya. Lebih tidak disangka-sangkanya
  lagi bahwa ibu pemuda yang menjadi saingannya ini adalah murid Beng Kun Cinjin Gan Tui! Akan tetapi karena
  dia cerdik, lagi memang tidak memperdulikan aturan, Kun Hong berkata tertawa,
  "Aha, begitukah? Tidak tahunya Beng Kun Cinjin itu sukongmu (kakek gurumu). Aku mendengar Beng Kun
  Cinjin seorang hwesio gundul tua bangka yang masih suka menikah dengan puteri muda dan cantik......"
  "Tutup mulutmu! Antara Beng Kun Cinjin dan aku tidak ada hubungan kakek guru dan murid!" Wi Liong
  membentak marah. Bicara tentang Beng Kun Cinjin mengingatkan dia betapa ayah bundanya dibunuh oleh
  kakek itu, dan pamannya dibikin buta matanya, membuat ia naik darah.
  Kun Hong menyeringai. "Sejak dulu pedang ini menjadi rebutan, siapa kuat dia menang dan berhak menjadi
  pemiliknya. Kau boleh coba merampas kalau kau becus."
  "Melawan macammu saja masa takut?" bentak Wi Liong yang cepat mencabut sulingnya dan menyerang.
  Biarpun Wi Liong marah dan menghadapi Kun Hong yang benar-benar lihai sekali, namun perhatian Wi Liong
  terpecah. Ia amat memperhatikan Siok Lan yang tiba-tiba muncul kembali setelah tadi ia lihat melarikan diri
  turun gunung. Ia menjadi gelisah. Bagaimana gadis itu muncul lagi? Tadinya ia sudah merasa senang melihat
  gadis itu dan kawan-kawannya berhasil melarikan diri. Apa lagi ketika melihat Siok Lan mengamuk, ia menjadi
  makin khawatir. Terlampau banyak musuh tangguh di sini dan Siok Lan takkan mampu melawan mereka.
  Melihat perhatian Wi Liong tertarik ke tempat lain. Kun Hong menengok. Wajahnya yang ganteng menjadi
  berseri dan ia gembira sekali ketika melihat gadis langsing jelita itu datang kembali seorang diri. Cepat ia minta
  tolong Tok-sim Sian-li yang hanya berdiri menonton di pinggir. Seperti sudah diceritakan di depan, akhirnya Siok
  Lan tertawan oleh Tok-sim Sian-li dan dibawa pergi oleh seorang perwira Mongol sedangkan tokoh-tokoh lain
  sudah datang pula dan disambut oleh Bu-ceng Tok-ong dan kawan-kawannya.
  Ilmu pedang yang dimainkan Kun Hong betul-betul hebat. Wi Liong melihat bahwa ilmunya dan ilmu lawannya
  mempunyai dasar yang hampir sama, maka ia maklum pula bahwa kalau dilanjutkan biarpun ia takkan kalah,
  akan tetapi untuk memperoleh kemenangan juga memerlukan waktu yang lama sekali. Sedangkan hatinya
  gelisah melihat Siok Lan tertawan!
  Baiknya ia dapat mendesak Kun Hong dengan ilmu pedang yang dimainkan dengan suling, berdasarkan Ilmu
  Silat Pat-sian-lo (Jalan Delapan Dewa) yang sudah diubah dan dicipta oleh Thian Te Cu. Dan lebih
  menguntungkan lagi pertempuran di rombongan lain juga berhasil baik. Pak-thian Koai-jin yang lebih banyak
  jumlah kawan yang berilmu silat tinggi, dapat mendesak lawan. Akhirnya Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong.
  juga Hek-mo Sai-ong. tidak kuat lagi. Atas isyarat Bu-ceng Tok-ong, mereka bertiga melompat ke dalam barisan
  dan Hek-mo Sai-ong memberi aba-aba. Barisan panah lalu menghujankan anak panah ke arah Pak-thian Koai-
  jin berlima! Mereka adalah orang-orang lihai, akan tetapi menghadapi hujan anak panah ini tentu saja mereka
  tak berani melanjutkan pertempuran. Bahkan Pui Eng Lan yang tadi dengan gagahnya mendesak Hek-mo Sai-
  ong kini dalam sibuknya terluka sedikit pundaknya oleh sebatang anak panah. Lima orang ini terpaksa lari lagi
  turun gunung.
  Wi Liong melihat hal ini. cepat mengirim serangan maut sambil berseru keras. Hebat sekali pengerahan
  tenaganya, sampai-sampai pedang Cheng-hoa-kiam yang dipakai menangkis sulingnya terpental. Kun Hong
  terkejut dan saat itu digunakan oleh Wi Liong untuk berkelebat lenyap dari depannya.
  Kun Hong marah sekali. "Kejar mereka! Bunuh semua! Hujani anak panah."
  Akan tetapi. Pak-thian Koai-jin dan kawan-kawannya sudah berlari cepat sekali turun gunung, sedangkan Wi
  Liong sudah lenyap entah ke mana. Ke manakah perginya Wi Liong? Apakah dia juga jerih menyaksikan
  kehebatan pasukan lawan dan melarikan diri ketakutan?
  Thio Wi Liong takkan pantas disebut mund Thian Te Cu kalau dia takut dan melarikan diri. Apa lagi dalam
  keadaan seperti itu. di mana orang-orang yang dibelanya, karenanya ia anggap mereka itu di fihak yang benar,
  sedang terancam bahaya. Pemuda ini tadi sengaja mempergunakan kesempatan selagi keadaan ribut-ribut,
  untuk menyelinap pergi dari depan Kun Hong dan secara cepat sekali ia melakukan pengejaran terhadap
  perwira yang tadi ia lihat membawa pergi gadis langsing yang roboh oleh Tok-sim Sian-li. Perwira itu tadi
  membawa lari gadis itu dengan menunggang seekor kuda putih yang baik sekali dan cepat larinya.
  Berbeda dengan gadis-gadis lain yang dalam keadaan seperti itu pasti akan menjerit-jerit minta tolong. Siok
  Lan sama sekali tidak mengeluarkan suara. Dia maklum bahwa dia telah terjatuh ke dalam tangan musuh dan
  keselamatannya terancam bahaya hebat, namun gadis pendekar ini tidak takut sama sekali. Selama napasnya
  masih ada, ia tidak akan putus asa dan akan berdaya menolong diri sendiri.
  "Gadis jelita, kau manis sekali!" berkali-kali perwira Mongol itu berkata. Perwira itu masih muda. tinggi besar
  dan mukanya buruk sekali. Sepasang matanya sipit sampai seperti meram terus, hidungnya bundar pesek
  dengan lubang hidung besar-besar, bibirnya tebal dan giginya kuning menjijikkan. "Sayang kau sudah dipesan
  oleh Kam-taihiap, kalau tidak...... hemmm, aku mau dipotong usiaku satu tahun kalau bisa mendapatkan
  engkau.........!"
  Dapat dibayangkan betapa mendongkol dan marah hati Siok Lan. Gadis ini mewarisi watak keras sekali seperti
  ibunya. Akan tetapi mulutnya tetap terkunci rapar-rapat bah

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>