Cerita Silat | Cheng Hoa Kiam | By Kho Ping Hoo | Cheng Hoa Kiam | Cersil Sakti | Cheng Hoa Kiam pdf
Si Teratai Merah Bag II - Asmaraman S. Kho Ping Hoo Pendekar Rajawali Sakti - 180. Penghianatan di Bukit Kera Tara Zagita ~ Ratu Peri Dari Selat Sunda Pendekar Rajawali Sakti - 181. Lima Golok Setan Cheng Hoa Kiam - Kho Ping Hoo
Akan tetapi pada saat itu, rombongan serdadu itu lari cerai-berai dan tiga orang perwiranya sudah terlempar ke
kanan kiri seperti daun-daun kering tertiup angin. Sebentar saja mereka pada melarikan diri tunggang-
langgang. Kiranya Wi Liong yang datang menolong. Dengan kepandaiannya yang tinggi, pemuda ini dapat
melempar-lemparkan para serdadu yang tentu saja menjadi ketakutan melihat pemuda itu mengalahkan tiga
orang komandan mereka dengan cara demikian mudah, seperti orang mencabuti rumput saja.
Sebelum Wi Liong sempat membebaskan Siok Lan dari ikatannya,, baru dihampiri saja gadis itu sudah
mengerahkan tenaganya dan memutus tali itu sampai kulit lengannya agak lecet-lecet. Melihat ini Wi Liong
menggeleng kepala. Benar-benar seorang gadis yang amat angkuh!
"Nona,, mari kutemani kau mencari susiokmu. Di daerah ini banyak sekali tentara Mongol yang dipimpin oleh
perwira-perwira kosen, malah di samping nya dibantu oleh orang-orang seperti Bu-ceng Tok-ong d an kawan-
kawannya."
Siok Lan memang seorang gadis yang keras hati dan angkuh. Pula ia mempunyai kepercayaan besar kepada
diri sendiri. Kecelakaan yang menimpanya tadi. tertawan oleh musuh adalah karena di sana terdapat Tok-sim
Sian-li yang kepandaiannya jauh lebih tinggi. Baru tadi ia hampir tertawan kembali oleh rombongan serdadu
Mongol adalah karena ia terpelanting dari atas kudanya. Kalau tidak demikian, jangan harap pasukan kecil
dengan tiga perwiranya itu dapat menangkap dia! Biarpun di daerah itu berkeliaran orang-orang Mongol. Siok
Lan sama sekali tidak merasa takut. Akan tetapi, pemuda ini biarpun tanpa disengaja telah menghina dan
menyakiti hatinya dengan pernyataan menolak pertunangannya dengan dia, namun tak dapat disangkal lagi
telah memperlihatkan sikap yang amat ramah dan baik terhadap dia. Siok Lan maklum betul bahwa sekali
pemuda itu tahu siapa dia. pasti pemuda itu akan menyesali pengakuan sendiri. Karena kebaikan sikap Wi
Liong, Siok Lan merasa malu sendiri kalau terus-menerus memperlihatkan keangkuhannya.
Ia tidak menjawab ajakan Wi Liong untuk menemaninya mencari kakek muka merah, hanya mengangguk.
Dua orang muda itu berjalan pergi dari situ tanpa berkata-kata dan Siok Lan yang tidak begitu hafal akan
daerah ini mengikuti saja arah yang ditempuh Wi Liong.
Pemuda ini sendiri juga baru kali ini menginjak daerah utara, akan tetapi karena ketika berangkatnya ia
melakukan penyelidikan secara teliti, ia masih hafal akan jalan menuju ke selatan. Ia dapat menduga bahwa
rombongan orang gagah itu kalau sudah berhasil menyelamatkan diri tentu akan kembali ke selatan.
Hari telah malam ketika Wi Liong dan Siok Lan tiba di tepi sungai yang mengalir di sebelah selatan kota raja.
Keadaan di situ sunyi bukan main. Perahu-perahu yang nampak agak jauh bergerak-gerak perlahan di pinggir
sungai, tak sebuahpun yang berisi manusia. Pada waktu seperti itu memang tidak pernah ada orang
menyeberang.
Tiba-tiba sebuah perahu yang berada dekat tempat mereka berdiri, bergerak dan sebuah kepala manusia
menjenguk keluar.
"Ji-wi mencari siapa?” tanya suara yang parau. Keadaan gelap, tak dapat melihat muka orang itu kecuali
bayangannya yang menyatakan bahwa dia seorang laki-laki berkepala bulat besar.
"Kami hendak menyeberang.," jawab Wi Liong. "Dapatkah kau menyeberangkan kami?”
Orang itu tidak menjawab dan kedua tangannya bekerja membuat api. lalu menyalakan obor yang diangkat
tinggi-tinggi. Tangan kanan yang memegang obor itu bergerak-gerak untuk dapat menerangi wajah dua orang
yang baru tiba. Akan tetapi pandang mata Wi Liong yang tajam dapat melihat betapa gerakan tangan itu aneh
dan teratur, seakan-akan merupakan isyarat, bergerak-gerak dari kanan ke kiri dua kali berturut-turut, lalu dari
depan ke belakang. Apakah gerangan maksud orang itu? Ia memandang teliti dan melihat bahwa sungguhpun
pakaian orang itu seperti nelayan, namun sepasang matanya bersinar tajam dan tubuhnya nampak kuat berisi.
Laki-laki setengah tua itu tercengang ketika melihat bahwa yang datang adalah seorang pemuda tampan dan
seorang gadis cantik jelita.
"'Malam-malam gelap begini ji-wi hendak menyeberang? Mengapa begitu tergesa-gesa? Lebih baik besok pagi
saja." kata orang itu sambil keluar dari perahunya.
"Kami perlu menyeberang sekarang," kata Siok Lan ketus. "Apakah kau melihat tiga orang kakek, seorang
nyonya dan seorang nona menyeberang sungai ini siang tadi?”
Tanpa dilihat orang itu, Wi Liong menowel lengan Siok Lan, akan tetapi terlambat, gadis itu sudah mengajukan
pertanyaan ini. Orang itu menggerakkan obornya sehingga mukanya bersembunyi di dalam gelap, hanya
terdengar suaranya. "Tiga orang kakek aneh dan dua orang wanita cantik? Ada......ada....... malah aku sendiri
yang menyeberangkan mereka sore tadi!" kata tukang perahu itu, suaranya gembira sekali. Kembali obornya
bergoyang-goyang, akan tetapi hanya Wi Liong yang dapat melihat ini tanpa mengetahui artinya. Siok Lan
sama sekali tidak memperhatikannya, malah dengan girang gadis ini berkata.
"Lekas seberangkan kami dan turunkan kami di tempat mereka tadi mendarat di seberang sana. Jangan
khawatir, aku mau membayar sepuluh kali lipat dari pada biaya yang biasa."
Kembali orang itu tertawa aneh. mengangguk-angguk dan mundur ke dalam perahunya. "Silahkan masuk,
silahkan masuk.........!” katanya.
Wi Liong hendak menolak, akan tetapi Siok Lan sudah mendahuluinya melompat ke dalam perahu, terpaksa
diapun melangkah ke dalam perahu itu. ’Tentu akan terjadi sesuatu’, pikirnya. ’Tukang perahu ini mencurigakan
sekali. Hendak kulihat dia akan berbuat apa’.
Tukang perahu itu menancapkan obornya di kepala perahu, lalu mengambil dayung, melepaskan tambang dari
batang pohon, lalu mulai menggerakkan perahunya ke tengah sungai yang lebar itu.
Siok Lan berdiri memandang ke seberang. Hatinya girang akan tetapi tidak sabar lagi, hendak cepat-cepat
menyeberang dan mengejar rombongannya, terutama ingin sekali lagi bertemu dengan ibunya! Setelah
bertemu dengan Wi Liong dan mendengar buah pikiran Wi Liong tentang perhubungan ayah bundanya, Siok
Lan diam-diam mengambil keputusan untuk membujuk atau memaksa ibunya kembali kepada ayahnya!
Wi Liong juga diam saja, duduk
Si Teratai Merah Bag II - Asmaraman S. Kho Ping Hoo Pendekar Rajawali Sakti - 180. Penghianatan di Bukit Kera Tara Zagita ~ Ratu Peri Dari Selat Sunda Pendekar Rajawali Sakti - 181. Lima Golok Setan Cheng Hoa Kiam - Kho Ping Hoo
Akan tetapi pada saat itu, rombongan serdadu itu lari cerai-berai dan tiga orang perwiranya sudah terlempar ke
kanan kiri seperti daun-daun kering tertiup angin. Sebentar saja mereka pada melarikan diri tunggang-
langgang. Kiranya Wi Liong yang datang menolong. Dengan kepandaiannya yang tinggi, pemuda ini dapat
melempar-lemparkan para serdadu yang tentu saja menjadi ketakutan melihat pemuda itu mengalahkan tiga
orang komandan mereka dengan cara demikian mudah, seperti orang mencabuti rumput saja.
Sebelum Wi Liong sempat membebaskan Siok Lan dari ikatannya,, baru dihampiri saja gadis itu sudah
mengerahkan tenaganya dan memutus tali itu sampai kulit lengannya agak lecet-lecet. Melihat ini Wi Liong
menggeleng kepala. Benar-benar seorang gadis yang amat angkuh!
"Nona,, mari kutemani kau mencari susiokmu. Di daerah ini banyak sekali tentara Mongol yang dipimpin oleh
perwira-perwira kosen, malah di samping nya dibantu oleh orang-orang seperti Bu-ceng Tok-ong d an kawan-
kawannya."
Siok Lan memang seorang gadis yang keras hati dan angkuh. Pula ia mempunyai kepercayaan besar kepada
diri sendiri. Kecelakaan yang menimpanya tadi. tertawan oleh musuh adalah karena di sana terdapat Tok-sim
Sian-li yang kepandaiannya jauh lebih tinggi. Baru tadi ia hampir tertawan kembali oleh rombongan serdadu
Mongol adalah karena ia terpelanting dari atas kudanya. Kalau tidak demikian, jangan harap pasukan kecil
dengan tiga perwiranya itu dapat menangkap dia! Biarpun di daerah itu berkeliaran orang-orang Mongol. Siok
Lan sama sekali tidak merasa takut. Akan tetapi, pemuda ini biarpun tanpa disengaja telah menghina dan
menyakiti hatinya dengan pernyataan menolak pertunangannya dengan dia, namun tak dapat disangkal lagi
telah memperlihatkan sikap yang amat ramah dan baik terhadap dia. Siok Lan maklum betul bahwa sekali
pemuda itu tahu siapa dia. pasti pemuda itu akan menyesali pengakuan sendiri. Karena kebaikan sikap Wi
Liong, Siok Lan merasa malu sendiri kalau terus-menerus memperlihatkan keangkuhannya.
Ia tidak menjawab ajakan Wi Liong untuk menemaninya mencari kakek muka merah, hanya mengangguk.
Dua orang muda itu berjalan pergi dari situ tanpa berkata-kata dan Siok Lan yang tidak begitu hafal akan
daerah ini mengikuti saja arah yang ditempuh Wi Liong.
Pemuda ini sendiri juga baru kali ini menginjak daerah utara, akan tetapi karena ketika berangkatnya ia
melakukan penyelidikan secara teliti, ia masih hafal akan jalan menuju ke selatan. Ia dapat menduga bahwa
rombongan orang gagah itu kalau sudah berhasil menyelamatkan diri tentu akan kembali ke selatan.
Hari telah malam ketika Wi Liong dan Siok Lan tiba di tepi sungai yang mengalir di sebelah selatan kota raja.
Keadaan di situ sunyi bukan main. Perahu-perahu yang nampak agak jauh bergerak-gerak perlahan di pinggir
sungai, tak sebuahpun yang berisi manusia. Pada waktu seperti itu memang tidak pernah ada orang
menyeberang.
Tiba-tiba sebuah perahu yang berada dekat tempat mereka berdiri, bergerak dan sebuah kepala manusia
menjenguk keluar.
"Ji-wi mencari siapa?” tanya suara yang parau. Keadaan gelap, tak dapat melihat muka orang itu kecuali
bayangannya yang menyatakan bahwa dia seorang laki-laki berkepala bulat besar.
"Kami hendak menyeberang.," jawab Wi Liong. "Dapatkah kau menyeberangkan kami?”
Orang itu tidak menjawab dan kedua tangannya bekerja membuat api. lalu menyalakan obor yang diangkat
tinggi-tinggi. Tangan kanan yang memegang obor itu bergerak-gerak untuk dapat menerangi wajah dua orang
yang baru tiba. Akan tetapi pandang mata Wi Liong yang tajam dapat melihat betapa gerakan tangan itu aneh
dan teratur, seakan-akan merupakan isyarat, bergerak-gerak dari kanan ke kiri dua kali berturut-turut, lalu dari
depan ke belakang. Apakah gerangan maksud orang itu? Ia memandang teliti dan melihat bahwa sungguhpun
pakaian orang itu seperti nelayan, namun sepasang matanya bersinar tajam dan tubuhnya nampak kuat berisi.
Laki-laki setengah tua itu tercengang ketika melihat bahwa yang datang adalah seorang pemuda tampan dan
seorang gadis cantik jelita.
"'Malam-malam gelap begini ji-wi hendak menyeberang? Mengapa begitu tergesa-gesa? Lebih baik besok pagi
saja." kata orang itu sambil keluar dari perahunya.
"Kami perlu menyeberang sekarang," kata Siok Lan ketus. "Apakah kau melihat tiga orang kakek, seorang
nyonya dan seorang nona menyeberang sungai ini siang tadi?”
Tanpa dilihat orang itu, Wi Liong menowel lengan Siok Lan, akan tetapi terlambat, gadis itu sudah mengajukan
pertanyaan ini. Orang itu menggerakkan obornya sehingga mukanya bersembunyi di dalam gelap, hanya
terdengar suaranya. "Tiga orang kakek aneh dan dua orang wanita cantik? Ada......ada....... malah aku sendiri
yang menyeberangkan mereka sore tadi!" kata tukang perahu itu, suaranya gembira sekali. Kembali obornya
bergoyang-goyang, akan tetapi hanya Wi Liong yang dapat melihat ini tanpa mengetahui artinya. Siok Lan
sama sekali tidak memperhatikannya, malah dengan girang gadis ini berkata.
"Lekas seberangkan kami dan turunkan kami di tempat mereka tadi mendarat di seberang sana. Jangan
khawatir, aku mau membayar sepuluh kali lipat dari pada biaya yang biasa."
Kembali orang itu tertawa aneh. mengangguk-angguk dan mundur ke dalam perahunya. "Silahkan masuk,
silahkan masuk.........!” katanya.
Wi Liong hendak menolak, akan tetapi Siok Lan sudah mendahuluinya melompat ke dalam perahu, terpaksa
diapun melangkah ke dalam perahu itu. ’Tentu akan terjadi sesuatu’, pikirnya. ’Tukang perahu ini mencurigakan
sekali. Hendak kulihat dia akan berbuat apa’.
Tukang perahu itu menancapkan obornya di kepala perahu, lalu mengambil dayung, melepaskan tambang dari
batang pohon, lalu mulai menggerakkan perahunya ke tengah sungai yang lebar itu.
Siok Lan berdiri memandang ke seberang. Hatinya girang akan tetapi tidak sabar lagi, hendak cepat-cepat
menyeberang dan mengejar rombongannya, terutama ingin sekali lagi bertemu dengan ibunya! Setelah
bertemu dengan Wi Liong dan mendengar buah pikiran Wi Liong tentang perhubungan ayah bundanya, Siok
Lan diam-diam mengambil keputusan untuk membujuk atau memaksa ibunya kembali kepada ayahnya!
Wi Liong juga diam saja, duduk