Cerita Silat | Kembang Lembah Darah | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Kembang Lembah Darah | Cersil Sakti | Kembang Lembah Darah pdf
Mahesa Kelud ~ Mencari Mati Di Banten Cersil Mustika Lidah Naga 1 Pendekar Rajawali Sakti - 183. Jahanam Bermuka Dua Candika - Dewi Penyebar Maut 12 Candika - Dewi Penyebar Maut 2
akah menurutmu yang sepadan untukku selain dirimu?"
***
6
Rangga terdiam. Dia berpikir, apa yang mesti dilakukan untuk keluar dari tempat ini? Tapi dalam keadaan seperti sekarang, apa yang bisa dilakukannya? Tubuhnya lemah. Kedua tangannya terikat Dan..., pedangnya? Hm.... Baru sekarang dia tidak merasakan apa-apa di punggungnya. Dan saat melirik, ternyata Pedang Pusaka Rajawali Sakti tak ada di punggungnya.
Anjarasih agaknya mengerti, apa yang tengah dipikirkan pemuda ini.
"Pedangmu ada padaku. Kusimpan dengan ra- pi...," kata Anjarasih.
Rangga diam saja.
"Kalau kau menurut dan tidak banyak tingkah, maka pedangmu akan kuberikan lagi."
"Hm...," gumam Rangga, tak jelas.
"Bagaimana? Kau menerima permintaanku?"
"Jelaskanlah lebih seksama, apa sebenarnya yang kau inginkan dariku? Dalam keadaan seperti ini, rasanya otakku tumpul untuk mencerna isyarat-isyarat yang kau berikan," pinta Rangga.
"Mudah saja. Dampingi aku di istana yang me-gah ini" sahut Anjarasih sambil tersenyum lebar.
"Kenapa mesti aku? Kulihat kau memiliki banyak anak buah. Baik laki-laki atau perempuan. Dan kudenggar pula, mereka memiliki kesaktian hebat. Kau bisa pilih salah satu di antara mereka kalau suka," tukas Rangga.
"Mereka budak-budakku. Apakah pantas seorang budak berdampingan dengan majikan?"
"Lalu setelah kau tangkap aku, apakah derajatku tidak sama dengan mereka?"
"Hi hi hi... Otakmu ternyata belum tumpul. Kau cerdik dan pintar bicara. Mungkin itu salah satu sebab yang membuatku suka padamu," puji penguasa tempat ini.
"Terima kasih atas pujianmu. Untuk seorang budak sepertiku, mungkin kelewat tinggi," ucap Rangga.
"Kau bukan budak. Kau adalah tamu yang ku-hormati."
039;Tamu tidak diperlakukan seperti ini"
"Kau ingin aku melepasmu?' tanya Anjarasih.
"Kau majikan di sini. Dan bisa berbuat se- sukamu."
"Baiklah. Asal, janji tidak membuat keributan. Dan kau akan kuperlakukan seperti layaknya se-orang tamu. Tamu istimewaku" ujar wanita itu.
Anjarasih bertepuk sekali. Tak lama, seorang penjaga segera masuk.
"Hamba, Tuanku"
"Buka ikatan tangannya"
"Baik, tuanku."
Penjaga itu segera membuka ikatan yang membelenggu Pendekar Rajawali Sakti. Dan setelah memberi isyarat pada Anjarasih kembali dia beranjak meninggalkan ruangan itu.
"Duduklah di dekatku" ajak Anjarasih seraya menunjuk kursi di dekatnya.
Rangga melangkah perlahan, mendekati, Lalu dia duduk dengan tenang. Meski begitu kewas- padaannya tetap ditingkatkan untuk menghindari perangkap yang mungkin saja akan dipasang wanita ini.
"Jangan curiga. Aku tidak akan menjebak- mu...," ujar perempuan ini, seperti bisa membaca pikiran Rangga.
"Kau terlalu mempercayai orang. Apa dikira aku tidak bisa meringkusmu saat ini?" tukas Rangga, seraya bangkit berdiri.
"Kenapa tidak kau lakukan?" tanya Anjarasih tanpa merubah sikap duduknya.
Melihat sikap wanita ini yang tenang dan tidak khawatir sedikit pun, Rangga jadi curiga. Mungkin dia telah mempersiapkan sesuatu. Makanya niatnya segera diurungkan.
***
"Di antara kita tidak ada saling permusuhan. Kenapa kau berbuat begitu padaku?" tanya Rang-ga, membuka percakapan lagi.
"Duduklah di sini. Dan kita akan bicara lebih santai," ujar Anjarasih.
"Aku bukan budakmu. Maka aku berhak menolak" tegas Rangga.
"Kenapa? Kau tidak suka berdekatan dengan- ku?"
"Aku tak suka dengan perbuatanmu"
"Hm.... Kau keras kepala sekali Tapi selama kau baik-baik dan tidak berbuat keributan, maka selama itu pula aman..."
"Kalau tidak?" tukas Rangga.
"Kalau tidak...? Hm.... Bisa kau bayangkan dengan keadaanmu saat ini. Seorang pesilat biasa pun, bisa melumpuhkanmu. Padahal..., dengan sepak terjangmu selama ini, kau banyak mempunyai musuh. Maka melihatmu tak berdaya, bisa ditebak apa yang akan mereka lakukan terhadapmu."
Memang tak dapat dipungkiri, saat ini Pendekar Rajawali Sakti masih di bawah pengaruh ajian 'Lumpuh Raga'. Badannya masih terasa lemas. Otot- ototnya terasa dilolosi.
"Aku tak takut Lepaskanlah aku dari sini" sentak Rangga, setelah berusaha mengangkat se-mangatnya.
"Setelah semua usaha yang kulakukan untuk menangkapmu? Hi hi hi... Tidak semudah itu"
"Kalau begitu, kau boleh membunuhku sekarang juga" dengus pemuda itu dingin.
"He, kenapa buru-buru? Lagi pula permintaanku tidak sulit untuk dipenuhi, bukan?"
"Aku tidak akan pernah memenuhi perminta- anmu"
"Jangan buru-buru memberi jawaban. Kuberi kau beberapa waktu untuk berpikir. Ingat- ingatlah Kalau setuju, maka bukan saja kau akan selamat. Tapi kedudukanmu pun akan mulia di sampingku."
"Jangan mimpi Aku tak sudi menuruti keinginan perempuan sepertimu"
"Hm.... Sudahkah kau pikirkan hal itu baik- baik?"
"Aku tak perlu berpikir untuk menolak ke-mauanmu"
"Kalau begitu kau tak sayang padanya...," sahut Anjarasih mengancam.
"Hei? Apa maksudmu?"
"Pandan Wangi. Kau kenal nama itu?"
"Terkutuk Apa yang kau lakukan padanya?" bentak Rangga, geram.
"Belum. Tapi kalau kau terus menolak, maka akan kucari gadis itu dan akan kutentukan nasibnya kelak."
"Huh Kau tak akan berhasil memperdayai-nya"
"Apakah dia lebih hebat darimu? Padahal, kau saja mampu kuringkus. Dan kalau kau tetap pada pendirianmu, aku akan bersungguh-sungguh mencari kekasihmu itu" gertak Anjarasih. "Dan akan kubunuh dia bila kudapatkan"
"Celakalah kau, Keparat" desis Rangga geram.
"Tidak perlu terus memaki, karena tak ada gunanya. Pertimbangkan baik-baik keputusanmu. Dan bila saatnya
Mahesa Kelud ~ Mencari Mati Di Banten Cersil Mustika Lidah Naga 1 Pendekar Rajawali Sakti - 183. Jahanam Bermuka Dua Candika - Dewi Penyebar Maut 12 Candika - Dewi Penyebar Maut 2
akah menurutmu yang sepadan untukku selain dirimu?"
***
6
Rangga terdiam. Dia berpikir, apa yang mesti dilakukan untuk keluar dari tempat ini? Tapi dalam keadaan seperti sekarang, apa yang bisa dilakukannya? Tubuhnya lemah. Kedua tangannya terikat Dan..., pedangnya? Hm.... Baru sekarang dia tidak merasakan apa-apa di punggungnya. Dan saat melirik, ternyata Pedang Pusaka Rajawali Sakti tak ada di punggungnya.
Anjarasih agaknya mengerti, apa yang tengah dipikirkan pemuda ini.
"Pedangmu ada padaku. Kusimpan dengan ra- pi...," kata Anjarasih.
Rangga diam saja.
"Kalau kau menurut dan tidak banyak tingkah, maka pedangmu akan kuberikan lagi."
"Hm...," gumam Rangga, tak jelas.
"Bagaimana? Kau menerima permintaanku?"
"Jelaskanlah lebih seksama, apa sebenarnya yang kau inginkan dariku? Dalam keadaan seperti ini, rasanya otakku tumpul untuk mencerna isyarat-isyarat yang kau berikan," pinta Rangga.
"Mudah saja. Dampingi aku di istana yang me-gah ini" sahut Anjarasih sambil tersenyum lebar.
"Kenapa mesti aku? Kulihat kau memiliki banyak anak buah. Baik laki-laki atau perempuan. Dan kudenggar pula, mereka memiliki kesaktian hebat. Kau bisa pilih salah satu di antara mereka kalau suka," tukas Rangga.
"Mereka budak-budakku. Apakah pantas seorang budak berdampingan dengan majikan?"
"Lalu setelah kau tangkap aku, apakah derajatku tidak sama dengan mereka?"
"Hi hi hi... Otakmu ternyata belum tumpul. Kau cerdik dan pintar bicara. Mungkin itu salah satu sebab yang membuatku suka padamu," puji penguasa tempat ini.
"Terima kasih atas pujianmu. Untuk seorang budak sepertiku, mungkin kelewat tinggi," ucap Rangga.
"Kau bukan budak. Kau adalah tamu yang ku-hormati."
039;Tamu tidak diperlakukan seperti ini"
"Kau ingin aku melepasmu?' tanya Anjarasih.
"Kau majikan di sini. Dan bisa berbuat se- sukamu."
"Baiklah. Asal, janji tidak membuat keributan. Dan kau akan kuperlakukan seperti layaknya se-orang tamu. Tamu istimewaku" ujar wanita itu.
Anjarasih bertepuk sekali. Tak lama, seorang penjaga segera masuk.
"Hamba, Tuanku"
"Buka ikatan tangannya"
"Baik, tuanku."
Penjaga itu segera membuka ikatan yang membelenggu Pendekar Rajawali Sakti. Dan setelah memberi isyarat pada Anjarasih kembali dia beranjak meninggalkan ruangan itu.
"Duduklah di dekatku" ajak Anjarasih seraya menunjuk kursi di dekatnya.
Rangga melangkah perlahan, mendekati, Lalu dia duduk dengan tenang. Meski begitu kewas- padaannya tetap ditingkatkan untuk menghindari perangkap yang mungkin saja akan dipasang wanita ini.
"Jangan curiga. Aku tidak akan menjebak- mu...," ujar perempuan ini, seperti bisa membaca pikiran Rangga.
"Kau terlalu mempercayai orang. Apa dikira aku tidak bisa meringkusmu saat ini?" tukas Rangga, seraya bangkit berdiri.
"Kenapa tidak kau lakukan?" tanya Anjarasih tanpa merubah sikap duduknya.
Melihat sikap wanita ini yang tenang dan tidak khawatir sedikit pun, Rangga jadi curiga. Mungkin dia telah mempersiapkan sesuatu. Makanya niatnya segera diurungkan.
***
"Di antara kita tidak ada saling permusuhan. Kenapa kau berbuat begitu padaku?" tanya Rang-ga, membuka percakapan lagi.
"Duduklah di sini. Dan kita akan bicara lebih santai," ujar Anjarasih.
"Aku bukan budakmu. Maka aku berhak menolak" tegas Rangga.
"Kenapa? Kau tidak suka berdekatan dengan- ku?"
"Aku tak suka dengan perbuatanmu"
"Hm.... Kau keras kepala sekali Tapi selama kau baik-baik dan tidak berbuat keributan, maka selama itu pula aman..."
"Kalau tidak?" tukas Rangga.
"Kalau tidak...? Hm.... Bisa kau bayangkan dengan keadaanmu saat ini. Seorang pesilat biasa pun, bisa melumpuhkanmu. Padahal..., dengan sepak terjangmu selama ini, kau banyak mempunyai musuh. Maka melihatmu tak berdaya, bisa ditebak apa yang akan mereka lakukan terhadapmu."
Memang tak dapat dipungkiri, saat ini Pendekar Rajawali Sakti masih di bawah pengaruh ajian 'Lumpuh Raga'. Badannya masih terasa lemas. Otot- ototnya terasa dilolosi.
"Aku tak takut Lepaskanlah aku dari sini" sentak Rangga, setelah berusaha mengangkat se-mangatnya.
"Setelah semua usaha yang kulakukan untuk menangkapmu? Hi hi hi... Tidak semudah itu"
"Kalau begitu, kau boleh membunuhku sekarang juga" dengus pemuda itu dingin.
"He, kenapa buru-buru? Lagi pula permintaanku tidak sulit untuk dipenuhi, bukan?"
"Aku tidak akan pernah memenuhi perminta- anmu"
"Jangan buru-buru memberi jawaban. Kuberi kau beberapa waktu untuk berpikir. Ingat- ingatlah Kalau setuju, maka bukan saja kau akan selamat. Tapi kedudukanmu pun akan mulia di sampingku."
"Jangan mimpi Aku tak sudi menuruti keinginan perempuan sepertimu"
"Hm.... Sudahkah kau pikirkan hal itu baik- baik?"
"Aku tak perlu berpikir untuk menolak ke-mauanmu"
"Kalau begitu kau tak sayang padanya...," sahut Anjarasih mengancam.
"Hei? Apa maksudmu?"
"Pandan Wangi. Kau kenal nama itu?"
"Terkutuk Apa yang kau lakukan padanya?" bentak Rangga, geram.
"Belum. Tapi kalau kau terus menolak, maka akan kucari gadis itu dan akan kutentukan nasibnya kelak."
"Huh Kau tak akan berhasil memperdayai-nya"
"Apakah dia lebih hebat darimu? Padahal, kau saja mampu kuringkus. Dan kalau kau tetap pada pendirianmu, aku akan bersungguh-sungguh mencari kekasihmu itu" gertak Anjarasih. "Dan akan kubunuh dia bila kudapatkan"
"Celakalah kau, Keparat" desis Rangga geram.
"Tidak perlu terus memaki, karena tak ada gunanya. Pertimbangkan baik-baik keputusanmu. Dan bila saatnya