Cerita Silat | Kembang Lembah Darah | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Kembang Lembah Darah | Cersil Sakti | Kembang Lembah Darah pdf
Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah
"Mungkin saja kau mampu menjebolnya. Tapi kami telah memperhitungkan hal itu. Makanya, telah kami siapkan sesuatu yang khusus bagimu"
Setelah suara berhenti, dari beberapa sudut ruangan mengepul asap putih yang cepat meme-nuhi ruangan.
"Uh, setan Dari baunya, ini jelas asap yang berasal dari aji 'Lumpuh Raga', yang pernah di-gunakan gadis bernama Kencana...."
Rangga berusaha memindahkan napasnya ke perut. Namun asap putih itu terus memenuhi ruangan, membentuk kabut tebal. Bukan saja menghalangi pemandangan, tapi juga menyusup ke dalam tubuhnya lewat pori-pori. Inilah salah satu kehebatan ajian 'Lumpuh Raga'. Asap ini memang bukan racun, walaupun terbuat dari candu. Bila hanya candu biasa, mungkin Rangga sudah kebal setelah memakan jamur yang terdapat di Lembah Bangkai. Yang jelas, karena asap candu juga diberi mantera- mantera, maka akibatnya kekebalan Rangga tak ada gunanya.
"Ohh..."
Pendekar Rajawali Sakti mulai mengeluh ber-kali-kali. Tubuhnya lemah dan pandangannya berkunang-kunang. Kepalanya berat. Pikirannya tak terkendali. Entah sampai kapan dia mampu bertahan. Tapi di akhir segalanya, Pendekar Rajawali Sakti memang tak kuasa lagi. Tubuhnya terkulai tak berdaya.
***
Entah berapa lama Rangga terkulai tak sadarkan diri. Tapi ketika kesadarannya pulih, samar-samar matanya melihat banyak orang duduk bersila dalam sebuah ruangan berlantai hitam mengkilap. Dia sendiri terikat pada sebuah tiang besar dengan kedua tangan di belakang. Yang pertama kali dilihatnya adalah empat orang laki-laki yang membawanya ke sini.
"Gembul Duduklah kau Ketua ingin bicara dengannya" ujar Sekar yang telah berada di sana.
"Baik, Panglima"
Empat laki-laki yang dilihat Rangga menepi. Mereka lantas duduk bersila. Kini Rangga bisa melihat seorang wanita muda duduk di atas sing-gasana yang terbuat dari logam mulia berkilauan. Wajahnya cantik. Beberapa bagian tubuhnya terbuka, dan secara samar dihalangi rambutnya yang panjang.
"Tuanku.... Hamba telah menyelesaikan tugas yang diberikan" ujar gadis dengan ikat kepala berwama kuning keemasan itu.
"Ya Kupuji hasil kerjamu, Sekar," sahut wanita cantik di singgasana yang tak lain Anjarasih.
"Eh Hamba ingin...."
"Aku tahu apa yang hendak kau katakan" tukas Anjarasih. "Aku tidak ingkar dari janjiku. Nah Apa yang kau inginkan? Katakanlah"
"Mana berani hamba meminta, Tuanku...," kata Sekar.
"Kalau begitu akan kuberikan beberapa emas permata padamu. Pergilah pada bagian perbekalan. Dan minta padanya bagianmu. Aku telah menyiapkannya" ujar Anjarasih.
"Terima kasih, Tuanku" sahut Sekar, girang.
"Sekarang kau boleh pergi"
"Sekali lagi terima kasih, Tuanku" ucap Sekar berulang-ulang sebelum angkat kaki dari ruangan ini.
Sesaat kemudian, bersama anak buahnya termasuk empat laki-laki yang telah menjebak Rangga, Sekar meninggalkan ruangan itu. Hanya beberapa orang penjaga yang masih tetap berada dalam ruangan. Tapi tak berapa lama Anjarasih pun memberi isyarat agar mereka angkat kaki dari sini.
"Hm.... Kini tinggal kita berdua di sini..." lanjut Anjarasih, setelah tak ada orang lagi di ruangan ini kecuali dirinya dan Pendekar Rajawali Sakti.
"Kaukah penguasa tempat ini?" tanya Rangga.
"Ya. Bagaimana? Apakah kau menyukai is- tanaku?"
"Entah siapa sebenarnya kau. Tapi aku tidak kenal sebelumnya denganmu. Kenapa kau mengi-nginkan aku?" tanya Rangga lagi.
"Mungkin saja. Tapi aku kenal baik denganmu. Namamu selalu mengusik rasa ingin tahuku. Dan wajahmu selalu membayang-bayangi pelupuk mataku...."
"Dengar, Nisanak. Aku tak kenal denganmu. Dan kau seorang diri berada di sini menghadapiku. Apa tidak terpikir olehmu kalau aku terlepas, maka tak seorang pun yang bisa mencegahku menangkapmu"
"Betulkah? Kalau kau bisa melepaskan diri dari ajian 'Lumpuh Raga'ku, silakan saja. Hm.... Aku telah cukup lama mengawasimu, sehingga bisa memperhitungkan sampai di mana tingkat kehebatanmu. Belum tentu kau bisa menangkapku dengan mudah," sahut Anjarasih sambil tersenyum-senyum.
Rangga mendengus geram. Apa yang dikatakan wanita itu memang benar. Ajian yang mem-pengaruhinya masih terasa membelenggunya. Belum lagi tali yang mengikat kedua tangannya. Begitu alot dan sulit dilepaskan. Tenaganya pun kini terasa berkurang. Keadaannya saat ini agak lemah. Entah kenapa. Mungkin juga karena pengaruh asap putih dari aji 039;Lumpuh Raga' di ruangan tadi. Dan Rangga perlu bersemadi untuk menghilangkan pengaruh ini. Tapi dalam keadaan begini mana bisa?
"Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?" tanya Rangga.
"Tentu saja dirimu" sahut Anjarasih, kalem.
"Aku tak mengerti."
"Kenapa? Bukankah amat sederhana? Aku seorang wanita. Dan kau seorang laki-laki. Aku seorang penguasa, dan kau seorang raja. Aku cantik dan kau tampan. Lalu, siap
Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah
"Mungkin saja kau mampu menjebolnya. Tapi kami telah memperhitungkan hal itu. Makanya, telah kami siapkan sesuatu yang khusus bagimu"
Setelah suara berhenti, dari beberapa sudut ruangan mengepul asap putih yang cepat meme-nuhi ruangan.
"Uh, setan Dari baunya, ini jelas asap yang berasal dari aji 'Lumpuh Raga', yang pernah di-gunakan gadis bernama Kencana...."
Rangga berusaha memindahkan napasnya ke perut. Namun asap putih itu terus memenuhi ruangan, membentuk kabut tebal. Bukan saja menghalangi pemandangan, tapi juga menyusup ke dalam tubuhnya lewat pori-pori. Inilah salah satu kehebatan ajian 'Lumpuh Raga'. Asap ini memang bukan racun, walaupun terbuat dari candu. Bila hanya candu biasa, mungkin Rangga sudah kebal setelah memakan jamur yang terdapat di Lembah Bangkai. Yang jelas, karena asap candu juga diberi mantera- mantera, maka akibatnya kekebalan Rangga tak ada gunanya.
"Ohh..."
Pendekar Rajawali Sakti mulai mengeluh ber-kali-kali. Tubuhnya lemah dan pandangannya berkunang-kunang. Kepalanya berat. Pikirannya tak terkendali. Entah sampai kapan dia mampu bertahan. Tapi di akhir segalanya, Pendekar Rajawali Sakti memang tak kuasa lagi. Tubuhnya terkulai tak berdaya.
***
Entah berapa lama Rangga terkulai tak sadarkan diri. Tapi ketika kesadarannya pulih, samar-samar matanya melihat banyak orang duduk bersila dalam sebuah ruangan berlantai hitam mengkilap. Dia sendiri terikat pada sebuah tiang besar dengan kedua tangan di belakang. Yang pertama kali dilihatnya adalah empat orang laki-laki yang membawanya ke sini.
"Gembul Duduklah kau Ketua ingin bicara dengannya" ujar Sekar yang telah berada di sana.
"Baik, Panglima"
Empat laki-laki yang dilihat Rangga menepi. Mereka lantas duduk bersila. Kini Rangga bisa melihat seorang wanita muda duduk di atas sing-gasana yang terbuat dari logam mulia berkilauan. Wajahnya cantik. Beberapa bagian tubuhnya terbuka, dan secara samar dihalangi rambutnya yang panjang.
"Tuanku.... Hamba telah menyelesaikan tugas yang diberikan" ujar gadis dengan ikat kepala berwama kuning keemasan itu.
"Ya Kupuji hasil kerjamu, Sekar," sahut wanita cantik di singgasana yang tak lain Anjarasih.
"Eh Hamba ingin...."
"Aku tahu apa yang hendak kau katakan" tukas Anjarasih. "Aku tidak ingkar dari janjiku. Nah Apa yang kau inginkan? Katakanlah"
"Mana berani hamba meminta, Tuanku...," kata Sekar.
"Kalau begitu akan kuberikan beberapa emas permata padamu. Pergilah pada bagian perbekalan. Dan minta padanya bagianmu. Aku telah menyiapkannya" ujar Anjarasih.
"Terima kasih, Tuanku" sahut Sekar, girang.
"Sekarang kau boleh pergi"
"Sekali lagi terima kasih, Tuanku" ucap Sekar berulang-ulang sebelum angkat kaki dari ruangan ini.
Sesaat kemudian, bersama anak buahnya termasuk empat laki-laki yang telah menjebak Rangga, Sekar meninggalkan ruangan itu. Hanya beberapa orang penjaga yang masih tetap berada dalam ruangan. Tapi tak berapa lama Anjarasih pun memberi isyarat agar mereka angkat kaki dari sini.
"Hm.... Kini tinggal kita berdua di sini..." lanjut Anjarasih, setelah tak ada orang lagi di ruangan ini kecuali dirinya dan Pendekar Rajawali Sakti.
"Kaukah penguasa tempat ini?" tanya Rangga.
"Ya. Bagaimana? Apakah kau menyukai is- tanaku?"
"Entah siapa sebenarnya kau. Tapi aku tidak kenal sebelumnya denganmu. Kenapa kau mengi-nginkan aku?" tanya Rangga lagi.
"Mungkin saja. Tapi aku kenal baik denganmu. Namamu selalu mengusik rasa ingin tahuku. Dan wajahmu selalu membayang-bayangi pelupuk mataku...."
"Dengar, Nisanak. Aku tak kenal denganmu. Dan kau seorang diri berada di sini menghadapiku. Apa tidak terpikir olehmu kalau aku terlepas, maka tak seorang pun yang bisa mencegahku menangkapmu"
"Betulkah? Kalau kau bisa melepaskan diri dari ajian 'Lumpuh Raga'ku, silakan saja. Hm.... Aku telah cukup lama mengawasimu, sehingga bisa memperhitungkan sampai di mana tingkat kehebatanmu. Belum tentu kau bisa menangkapku dengan mudah," sahut Anjarasih sambil tersenyum-senyum.
Rangga mendengus geram. Apa yang dikatakan wanita itu memang benar. Ajian yang mem-pengaruhinya masih terasa membelenggunya. Belum lagi tali yang mengikat kedua tangannya. Begitu alot dan sulit dilepaskan. Tenaganya pun kini terasa berkurang. Keadaannya saat ini agak lemah. Entah kenapa. Mungkin juga karena pengaruh asap putih dari aji 039;Lumpuh Raga' di ruangan tadi. Dan Rangga perlu bersemadi untuk menghilangkan pengaruh ini. Tapi dalam keadaan begini mana bisa?
"Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?" tanya Rangga.
"Tentu saja dirimu" sahut Anjarasih, kalem.
"Aku tak mengerti."
"Kenapa? Bukankah amat sederhana? Aku seorang wanita. Dan kau seorang laki-laki. Aku seorang penguasa, dan kau seorang raja. Aku cantik dan kau tampan. Lalu, siap