Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Cheng Hoa Kiam - 113

$
0
0
Cerita Silat | Cheng Hoa Kiam | By Kho Ping Hoo | Cheng Hoa Kiam | Cersil Sakti | Cheng Hoa Kiam pdf

Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah Pendekar Rajawali Sakti - 184. Kembang Lembah Darah Siluman Ular Putih ~ Manusia Rambut Merah Walet Emas ~ Manusia Beracun

mangkok butut dan tongkat bambu itu.
  Ketika tiba di lereng di mana dahulu Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong menculik dia dan Wi Liong, hari telah menjelang senja. Kun Hong berhenti dan merenung. Seakan-akan baru kemarin saja terjadinya hal
  itu. Masih terbayang di depan matanya ketika ia berkelahi dengan Wi Liong. Masih teringat ia ketika Pak-thian Koai-jin mempermain-mainkannya dan mau mengambil murid padanya.
  "Orang muda dari mana dan siapa nama yang datang ke tempat sunyi ini?" tiba-tiba terdengar orang menegur sampai Kun Hong menjadi kaget. Dari cara orang ini datang begitu tiba-tiba tanpa ia melihatnya,
  sudah dapat diduga oleh Kun Hong bahwa orang ini tentu memiliki kepandaian tinggi. Dia seorang kakek kurus bermata sipit, jenggotnya sedikit, tak terpelihara, rambutnya digelung ke atas. Dia tidak membawa
  apa-apa, hanya di punggungnya tergantung sebuah tempat arak terbuat dari kulit buah waluh yang dikeringkan.
  Karena berada di tempat perguruan ayahnya. Kun Hong tidak berani berlaku lancang dan kurang hormat. Ia segera menjura dan menjawab.
  'Siauwte adalah Kam Kun Hong. datang sengaja hendak menghadap ayahku. Kam Ceng Swi. Entah siapakah lo-enghiong ini. apakah seorang anak murid Kun-lun-pai?”
  Orang itu melengak, memandang tajam lalu tertawa bergelak. "Kau putera Seng-gwat-pian? Ha-ha-ha, tidak nyana Kam-twako mempunyai seorang putera begini ganteng dan gagah! Eh Kam Kun Hong,
  ketahuilah, aku Cin Cin Cu sahabat baik ayahmu, seperti adik sendiri. Ha-ha, alangkah senangnya mempunyai seorang keponakan begini ganteng. Pertemuan ini harus dirayakan dengan minum arak wangi."
  Sambil berkata demikian, orang yang bernama Cin Cin Cu itu menurunkan ciu-ouw (tempat arak) dari punggungnya dan membuka sumbatnya. Betul saja tercium bau arak yang amat harum oleh Kun Hong.
  "Maaf, siok-siok (paman). Bukan kurang menghormat, akan tetapi aku ingin sekali cepat bertemu dengan ayah. Nanti setelah bertemu dengan ayah, tentu dengan senang hati aku akan melayanimu minum arak,"
  kata Kun Hong sambil tersenyum.
  "'Tidak bisa. tidak bisa. Ayahmu kebetulan tidak berada di sini," kata Cin Cin Cu.
  "Tidak berada di sini?" Kun Hong bertanya dengan suara kecewa sekali. "Ke manakah perginya ayah?"
  "Kau ikutlah ke sini. minum arak. Tidak ada yang lebih nikmat dari pada minum arak sambil memandang bulan purnama dari tempat sunyi." Kakek itu lalu melompat dan tahu-tahu ia telah duduk di atas sebuah
  cabang pohon yang menjulang ke atas sebuah jurang yang curam. Cabang itu bergoyang-goyang naik turun dan hanya orang yang berkepandaian tinggi saja berani duduk di tempat seperti itu, dengan
  melompat dari bawah pula. Sekali cabang itu patah, orangnya tentu akan terjerumus ke dalam jurang yang amat dalam!”Anak muda. kau ke sinilah temani aku minum arak mengagumi bulan sambil mengobrol
  seenaknya."
  Kun Hong merasa ditantang. Ajakan kakek itu hampir sama dengan mencoba kepandaiannya. Di samping ini, juga ia ingin sekali mendengar di mana adanya ayahnya agar ia dapat menyusulnya Pemuda ini
  mengenjotkan kedua kakinya, mengerahkan ginkangnya dan melayang ke atas cabang itu, duduk di sebelah kanan kakek tadi. Diam-diam Cin Cin Cu kaget dan kagum bukan main karena cabang itu sedikitpun
  tidak bergoyang! Padahal tadi ketika ia melompat ke situ, cabang itu bergoyang-goyang. Terang bahwa dalam ilmu ginkang, ia malah kalah oleh pemuda ini! Padahal ia adalah seorang ahli ginkang yang sudah
  mendapat julukan Bu-beng-kwi (Setan Tanpa Bayangan)!
  "Bagus, kau pemuda gagah pantas menjadi keponakanku, pantas kuberi hadiah secawan arak harum!" katanya sambil mengeluarkan sebuah cawan arak yang amat kecil dan menuangkan arak dari tempat arak
  itu ke dalam cawan sampai penuh. Kun Hong menerima cawan penuh arak itu dan tersenyum. Alangkah kikirnya kakek ini. cawan araknya saja demikian kecil, seperempat cawan arak biasa! Akan tetapi karena
  gembira juga melihat bahwa dari tempat itu ternyata mereka dapat melihat bulan purnama yang baru timbul dari timur, Kun Hong menyatakan terima kasih dan mengirup araknya sekaligus. Akan tetapi,
  alangkah kagetnya ketika ia merasa betapa arak itu menyengat lidah dan mulutnya. Arak yang demikian keras, demikian harum dan demikian enak belum pernah ia minum selama hidupnya. Hampir ia tersedak.
  Cin Cin Cu tertawa ketika menerima cawan yang sudah kosong. "Ha-ha. kaukira arak ini sama dengan arak yang boleh kaubeli dari segala warung? Ha-ha-ha, arak ini telah menyimpan sari cahaya bulan
  bertahun-tahun lamanya, namanya juga arak sinar bulan! Kau dapat menenggak habis sekaligus tanpa tersedak, itu menandakan bahwa lweekangmu sudah amat tinggi. Kau seorang muda begini lihai, patut
  minum cawan ke dua!" Kembali ia menuangkan arak ke dalam cawan sampai penuh memberikannya kepada Kun Hong.
  Kini tahulah Kun Hong bahwa kakek ini tidak pelit, melainkan araknya yang istimewa dan tidak bisa disamakan dengan arak lain yang boleh ditenggak sampai berpuluh cawan besar. Timbul kegembiraannya, ia
  menerima cawan itu sambil mengucapkan terima kasih.
  "Lo-enghiong patut menjadi pamanku, patut menjadi saudara ayah......."
  "Ha-ha-ha. tentu saja. Aku Cin Cin Cu memang dengan Kam Ceng Swi seperti adik dan kakak. Kau selanjutnya boleh menyebutku paman Cin!"
  Kun Hong juga tertawa. "Paman Cin benar-benar baik sekali. Tidak tahu apakah kau juga mengerti mengapa ayah turun gunung dan sekarang berada di mana?”
  "Ayahmu turun gunung menuju ke Peking untuk membantu perjuangan ornag-orang gagah sedunia yang berusaha membendung pengaruh Mongol yang makin meracuni semangat orang-orang kang-ouw.
  Kabarnya orang-orang Mo-kauw juga sudah terang-terangan membantu para penghianat dan pembesar Mongol. Oleh karena itu ayahmu tidak dapat menahan hatinya dan sudah mendahului kami turun gunung.
  Apa lagi ketika ia mendengar bahwa manusia-manusia busuk macam Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-U juga ikut-ikut menjadi anjing penjilat Bangsa Mongol, malah kabarnya si gembong Mo-kauw Thai Khek
  Sian juga turut-turut!" Sambil berkata demikian, tiba-tiba Cin Cin Cu menghentikan sikapnya yang tertawa-tawa, sebaliknya kini menatap wajah Kun Hong dengan tajam penuh selidik!
  Ucapan itu memang benar merupakan serangan mendadak yang menikam isi dada Kun Hong, akan tetapi pemuda ini dapat mengendalikan diri dan untuk menutupi mukanya yang menjadi merah, ia meneguk
  arak di dalam cawannya sekaligus ke dalam mulut. Kali ini ia tidak akan tersedak lagi karena ia sudah bersiap menghadapi arak keras itu.
  Cin Cin Cu kembali tertawa bergelak. "Ayahmu memang bersemangat sekali, seorang gagah perkasa yang mulutnya saja sering kali bilang tidak perduli urusan dunia., akan tetapi di dalam hatinya selalu
  membela rakyat kecil yang terus- menerus menjadi korban kekuasaan ganas. Kaupun gagah, mari minum cawan ke tiga. Kau.tahu hanya tokoh-tokoh nomor satu dari Go-bi-pai yang sanggup menghabiskan tiga
  cawan arak sinar bulan ini sekaligus!'
 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles