Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | by Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Cersil Sakti | Tarian Liar Naga Sakti pdf
The Fantasy Area Karya Angelia Putri Fiction Karya Angelia Putri Agatha Christie - Skandal Perjamuan Natal Dewi Ular - Perang Gaib Dewi Ular - Musibah Sebuah Kapal
an dengan masalah itu. Boleh dibilang, semua yang masih bertahan dengan Kim Ciam Pay karena berpegang pada warisan tradisi bahwa Kim Ciam Pay adalah perguruan yang misterius, tidak menonjolkan diri dan tidak mencari ketenaran. Sejak didirikan dan tradisi ini dilanggengkan para sesepuhnya, Kim Ciam Pay adalah Partai semenjana, yang tidak butuh popularitas tetapi memiliki missi untuk banyak membantu orang lain. Kepandaian tinggi para murid, tidak untuk memperkaya diri dan mencari kedudukan, tetapi untuk membantu mereka- mereka yang butuh bantuan, dan butuh diobati.
Diamnya semua selama beberapa detik, berakhir ketika Tianglo Kim Ciam Pay yang lainnya, yakni Tui Beng Thian Cun (Malaikat Langit Pengejar Nyawa) Ang Sin Tiu akhirnya angkat suara. Terlihat sekali jika tokoh yang perawakannya kurus dan sudah beruban, masih sangat didengar dan memanfaatkan ketika yang tepat untuk ikut berbicara dan memaparkan pikirannya. Saat semua sedang menimbang dan sedang bimbang mengambil keputusan yang benar: “Pangcu yang baik dan cuwi sekalian, sebetulnya tidak perlu kita merasa bimbang dan kebingungan. Tugas mengejar para pengkhianat tentu akan kita tetapkan sebentar dan harus dikerjakan. Apalagi karena mereka sudah menjual nama dan tempat markas kita ke pihak-pihak lain. Ini adalah dosa yang tak terampunkan.
Tetapi, untuk menghadapi aliran sesat dan aliran lurus yang mengejar kita dengan motivasi berbeda, kita perlu sangat hati-hati. Bukan perkara takut atau berani, tetapi menimbang siapa Kim Ciam Pay dan apa warisan para leluhur untuk selalu kita pegang dan kita taati. Kita belum tentu kalah menghadapi tokoh-tokoh aliran sesat itu, tetapi, kita dilarang menampakkan diri dalam pertarungan dunia persilatan. Karena pesan penting itu sudah sangat tegas ditanamkan sejak awal kita bergabung, bagi lohu, sejak mewarisinya melalui pesan dan petuah para pendahulu kita ……. Karena itu, Pangcu, silahkan mengambil keputusan dan kita perlu segera mentaati dan melaksanakannya ….."
Kata-kata dan kalimat orang tua ini memang ampuh. Ang Sin Tiu yang sudah sepuh, memang tokoh yang sangat dihormati di kalangan para petinggi Kim Ciam Pay, dan kata-katanya yang selalu bernas, biasanya menjadi keputusan organisasi. Dan sekali ini, Giok Hong juga nampaknya akan menuruti nasehat kakek tersebut: “Baiklah, dengarkan keputusan yang akan kutetapkan dan kuharapkan semua akan mendukung dan mengerjakannya sebaik-baiknya. Pertama, tugas untuk mengejar dan menghukum para pengkhianat akan dilanjutkan, bahkan Pangcu sendiri akan ikut turun tangan mengejar mereka. Kemudian, urusan-urusan permintaan bantuan pengobatan akan dilayani dan dikerjakan oleh Hu Pangcu Sun Bu Pin. Tetapi, sejak hari ini, maka latihan bagi anak murid Kim Ciam Pay akan dilakukan dengan warisan ilmu-ilmu baru dibawah bimbingan Hu Pangcu Kie Giok Tong. Sementara itu, untuk keselamatan anak murid Kim Ciam Pay, maka kita akan meninggalkan Markas kita saat ini dan mundur ke tempat rahasia Kim Ciam Pay yang dahulunya, juga adalah Markas Utama Kim Ciam Pay dibawah Pangcu Generasi pertama. Perpindahan ke Markas Baru akan langsung kita lakukan hari ini juga …… setelah selesai pemindahan Markas Besar, maka akan ditugaskan beberapa orang untuk berkelana memburu para pengkhianat ……….. demikian, keputusan kita untuk hari ini ….."
Keputusan yang disampaikan Giok Hong nampaknya dapat diterima semua pihak dan karena itu, hari itu juga rombongan Kim Ciam Pay berpindah. Tetapi, perpidahannya ternyata tidaklah sejauh yang disangka banyak orang. Yang susah adalah, karena perpindahan itu tidak melalui jalan biasa, melainkan justru melalui jalan bawah tanah. Jlan bawah tanah itu terletak di bawah sungai dan karenanya mereka menyeberangi sungai lewat jalur itu dan selanjutnya langsung menembus ke markas yang berada di sisi sungai lainnya.
Dibandingkan dengan markas yang lama, maka letak dan posisi dari Markas Baru kelihatannya justru masih jauh lebih rahasia dan jauh lebih tersembunyi sehingga sulit ditemukan orang.
Kesulitan dalam berpindah adalah, bagaimana memindahkan benda-benda dan bahan-bahan serta pusaka perguruan ke markas yang baru. Tetapi, karena pergerakan mereka tidak terpantau dari luar, maka taka da yang tahu setelah 3 hari, gedung besar markas Kim Ciam Pay tiba-tiba senyap dari aktifitas dan senyap dari kumpulan dan gerak-gerik manusia. Senyap dan sepi.
“Nampaknya banyak sekali tempat rahasia Kim Ciam Pay, karena tempat yang satu ini bahkan kita para sesepuh Kim Ciam Pay bahkan tidak mengetahuinya ……” berbisik Nenek Tio Cui In kepada rekan-rekannya dalam perjalanan ke markas yang baru, menyeberangi sungai di lorong bawah tanah, di bawah dasar sungai.
“Benar …. Sungguh benar …….” bisik Tianglo Kim Ciam Pay yang satu lagi sambil mengangguk anggukkan kepala menyetujui perkataan Nenek Tio Cui In yang diajukan dengan rasa penasaran yang tinggi.
Dan hebatnya, Markas Baru yang dimaksud, ternyata berada di tengah-tengah rimba dan tidak jauh dari Markas sebelumnya. Meski demikian, letak dan keraha siaan menuju markas yang baru benar-benar terjaga dan akan sangat sulit diduga orang lain yang tidak mengetahui jalan masuknya. Dan dari sanalah, Markas Baru tersebut, Kim Ciam Pay kembali beraktifitas. Tanpa diduga atau sulit terduga oleh para pendatang yang ingin menyerbu dan menyerang mereka, ternyata Kim Ciam Pay yang memilih menghindari pertikaian dengan dunia Bu Lim, hanya berjarak tidak jauh, kurang lebih 1 km belaka dari markas sebelumnya. Maka, sejak saat itu, Kim Ciam Pay kembali menjadi kisah misteri belaka, meski ada satu atau dua tokoh dari perguruan itu yang tetap berkelana untuk tujuan tertentu. Tujuan membersihkan perguruan dari sampah-sampah perguruan, tukang- tukang fitnah yang melumuri nama perguruan dengan noda yang susah dibersihkan.
Selama 5 hari berturut-turut Siangkoan Giok Hong melakukan pembenahan dengan memindahkan Markas Kim Ciam Pay dan membenahi markas tersebut. Selama masa tersebut, Giok Hong telah menugaskan seorang Hu Pangcu, yakni Thian Sin Cu (Si Malaikat Langit) Sun Bu Pin, yang terkenal cerdik untuk melakukan penyelidikan ke luar markas. Hari kedua setelah pemindahan markas, Giok Hong menugaskan tokoh yang diketahuinya cerdik dan memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan penyelidikan ke luar. Terutama mencari informasi keberadaan murid-murid khianat yang merusak nama Kim Ciam Pay. Tugas itu disertai penjelasan bahwa seminggu kemudian, Giok Hong akan menyusul untuk membantu Su Bu Pin dalam melakukan penelitian serta penyelidikan di dunia Bu Lim.
Sementara melakukan pemindahan markas, Giok Hong sebetulnya sedikit heran dengan tingkah laku Kakek Raj Badur dengan istrinya Nenek Un Lan Cui. Keduanya sering terlihat mondar-mandir entah sedang melakukan pekerjaan apa. Tetapi, karena memang Giok Hong sangat mempercayai mereka, serta keduanyapun sangat mengasihi Giok Hong, maka apa yang mereka kerjakan tidak ditanyai dan dibiarkan saja. Apalagi, karena sejak peristiwa Giok Hong menyembuhkan mereka, keduanya sudah bersumpah setia menjadi ORANG TUA ANGKAT bagi Giok Hong. Juga menyatakan tunduk untuk ikut membesarkan Kim Ciam Pay. Karena itu, setelah lewat seminggu, Giok Hong memanggil mereka berdua: “Ayah, Ibu …… kita harus segera bersiap-siap untuk menyusul Hu Pangcu Sun Bu Pin. Musuh-musuh kita terlampau lihay, sendirian saja terlampau riskan bagi Sun Bu Pin, karena itu kita harus segera menyusulnya …….."
“Acchhhhh, tapi kita baru saja selesai berbenah-benah Hong jie, bagaimana bisa kita meninggalkan markas secepat itu ….”? Nenek Un Lan Cui kelihatannya kaget karena sudah diajak pergi secepat itu “Ibu, musuh yang sedang menyasar kita sangat berbahaya. Karena itu kita perlu berbalik mengawasi mereka tanpa menggunakan symbol-simbol Kim Ciam Pay. Hu Pangcu akan kusuruh balik ke Markas biar kita bertiga yang bekerja di luar …."
“Tapi, Hong Jie ….. bolehkah kita menunggu 2 atau 3 hari lagi baru kemudian kita kembali menyelidik keluar ….”? “Ibu ……. Aku khawatir dengan keadaan Hu Pagcu sendirian di luar sana. Jika memang Ibu belum siap, bi arlah setelah 3 hari ibu boleh menyusul Hong Jie. Tetapi, sebaiknya kita menetapkan dimana kita kelak akan bertemu setelah Ayah dan Ibu menyusul. Jika tidak, akan kesulitan saling mencari jejak kita ……"
“Hmm, begitu juga baik,” Nenek Un Lan Cui setuju sambil memandang suaminya yang juga sama-sama mengangguk tanda setuju.
Sementara itu, Kakek Raj Badur terlihat lebih banyak berdiam diri. Seperti ada yang sedang menggelayuti pikirannya. Tetapi benarkah hanya sekedar merenung dan tak ada yang dipikirkannya sama sekali? Belum tentu. Tiba-tiba dia berkata: “Firasatku mengatakan, sesuatu yang besar sedang berlangsung. Tetapi, mungkin kita dapat menjejaki mulai dari tempat tinggal terakhir Cui Moi …….."
“Ach, suamiku, ada apa pula kita kembali kesana ….”? “Firasatku membisikkan, sesuatu yang besar bakalan berawal dari sana, entah apa gerangan itu. Masih belum dapat kupastikan ….."
Nenek Un Lan Cui memang paham jika Raj Badur adalah tokoh yang dapat atau memiliki kem ampuan menerawang apa yang mungkin terjadi kedepan. Karena itu dia paham dengan perkataan Raj Badur, maka diapun berkata: “Hong Jie, kita akan bertemu paling lama 5 hari kedepan, dan tempatnya di Pek Houw San, di Gua ibu tempat kita berjumpa pertama kalinya ……” demikian Nenek Un Lan Cui memutuskan dan kemudian diiyakan GiokHong dan Raj Badur.
The Fantasy Area Karya Angelia Putri Fiction Karya Angelia Putri Agatha Christie - Skandal Perjamuan Natal Dewi Ular - Perang Gaib Dewi Ular - Musibah Sebuah Kapal
an dengan masalah itu. Boleh dibilang, semua yang masih bertahan dengan Kim Ciam Pay karena berpegang pada warisan tradisi bahwa Kim Ciam Pay adalah perguruan yang misterius, tidak menonjolkan diri dan tidak mencari ketenaran. Sejak didirikan dan tradisi ini dilanggengkan para sesepuhnya, Kim Ciam Pay adalah Partai semenjana, yang tidak butuh popularitas tetapi memiliki missi untuk banyak membantu orang lain. Kepandaian tinggi para murid, tidak untuk memperkaya diri dan mencari kedudukan, tetapi untuk membantu mereka- mereka yang butuh bantuan, dan butuh diobati.
Diamnya semua selama beberapa detik, berakhir ketika Tianglo Kim Ciam Pay yang lainnya, yakni Tui Beng Thian Cun (Malaikat Langit Pengejar Nyawa) Ang Sin Tiu akhirnya angkat suara. Terlihat sekali jika tokoh yang perawakannya kurus dan sudah beruban, masih sangat didengar dan memanfaatkan ketika yang tepat untuk ikut berbicara dan memaparkan pikirannya. Saat semua sedang menimbang dan sedang bimbang mengambil keputusan yang benar: “Pangcu yang baik dan cuwi sekalian, sebetulnya tidak perlu kita merasa bimbang dan kebingungan. Tugas mengejar para pengkhianat tentu akan kita tetapkan sebentar dan harus dikerjakan. Apalagi karena mereka sudah menjual nama dan tempat markas kita ke pihak-pihak lain. Ini adalah dosa yang tak terampunkan.
Tetapi, untuk menghadapi aliran sesat dan aliran lurus yang mengejar kita dengan motivasi berbeda, kita perlu sangat hati-hati. Bukan perkara takut atau berani, tetapi menimbang siapa Kim Ciam Pay dan apa warisan para leluhur untuk selalu kita pegang dan kita taati. Kita belum tentu kalah menghadapi tokoh-tokoh aliran sesat itu, tetapi, kita dilarang menampakkan diri dalam pertarungan dunia persilatan. Karena pesan penting itu sudah sangat tegas ditanamkan sejak awal kita bergabung, bagi lohu, sejak mewarisinya melalui pesan dan petuah para pendahulu kita ……. Karena itu, Pangcu, silahkan mengambil keputusan dan kita perlu segera mentaati dan melaksanakannya ….."
Kata-kata dan kalimat orang tua ini memang ampuh. Ang Sin Tiu yang sudah sepuh, memang tokoh yang sangat dihormati di kalangan para petinggi Kim Ciam Pay, dan kata-katanya yang selalu bernas, biasanya menjadi keputusan organisasi. Dan sekali ini, Giok Hong juga nampaknya akan menuruti nasehat kakek tersebut: “Baiklah, dengarkan keputusan yang akan kutetapkan dan kuharapkan semua akan mendukung dan mengerjakannya sebaik-baiknya. Pertama, tugas untuk mengejar dan menghukum para pengkhianat akan dilanjutkan, bahkan Pangcu sendiri akan ikut turun tangan mengejar mereka. Kemudian, urusan-urusan permintaan bantuan pengobatan akan dilayani dan dikerjakan oleh Hu Pangcu Sun Bu Pin. Tetapi, sejak hari ini, maka latihan bagi anak murid Kim Ciam Pay akan dilakukan dengan warisan ilmu-ilmu baru dibawah bimbingan Hu Pangcu Kie Giok Tong. Sementara itu, untuk keselamatan anak murid Kim Ciam Pay, maka kita akan meninggalkan Markas kita saat ini dan mundur ke tempat rahasia Kim Ciam Pay yang dahulunya, juga adalah Markas Utama Kim Ciam Pay dibawah Pangcu Generasi pertama. Perpindahan ke Markas Baru akan langsung kita lakukan hari ini juga …… setelah selesai pemindahan Markas Besar, maka akan ditugaskan beberapa orang untuk berkelana memburu para pengkhianat ……….. demikian, keputusan kita untuk hari ini ….."
Keputusan yang disampaikan Giok Hong nampaknya dapat diterima semua pihak dan karena itu, hari itu juga rombongan Kim Ciam Pay berpindah. Tetapi, perpidahannya ternyata tidaklah sejauh yang disangka banyak orang. Yang susah adalah, karena perpindahan itu tidak melalui jalan biasa, melainkan justru melalui jalan bawah tanah. Jlan bawah tanah itu terletak di bawah sungai dan karenanya mereka menyeberangi sungai lewat jalur itu dan selanjutnya langsung menembus ke markas yang berada di sisi sungai lainnya.
Dibandingkan dengan markas yang lama, maka letak dan posisi dari Markas Baru kelihatannya justru masih jauh lebih rahasia dan jauh lebih tersembunyi sehingga sulit ditemukan orang.
Kesulitan dalam berpindah adalah, bagaimana memindahkan benda-benda dan bahan-bahan serta pusaka perguruan ke markas yang baru. Tetapi, karena pergerakan mereka tidak terpantau dari luar, maka taka da yang tahu setelah 3 hari, gedung besar markas Kim Ciam Pay tiba-tiba senyap dari aktifitas dan senyap dari kumpulan dan gerak-gerik manusia. Senyap dan sepi.
“Nampaknya banyak sekali tempat rahasia Kim Ciam Pay, karena tempat yang satu ini bahkan kita para sesepuh Kim Ciam Pay bahkan tidak mengetahuinya ……” berbisik Nenek Tio Cui In kepada rekan-rekannya dalam perjalanan ke markas yang baru, menyeberangi sungai di lorong bawah tanah, di bawah dasar sungai.
“Benar …. Sungguh benar …….” bisik Tianglo Kim Ciam Pay yang satu lagi sambil mengangguk anggukkan kepala menyetujui perkataan Nenek Tio Cui In yang diajukan dengan rasa penasaran yang tinggi.
Dan hebatnya, Markas Baru yang dimaksud, ternyata berada di tengah-tengah rimba dan tidak jauh dari Markas sebelumnya. Meski demikian, letak dan keraha siaan menuju markas yang baru benar-benar terjaga dan akan sangat sulit diduga orang lain yang tidak mengetahui jalan masuknya. Dan dari sanalah, Markas Baru tersebut, Kim Ciam Pay kembali beraktifitas. Tanpa diduga atau sulit terduga oleh para pendatang yang ingin menyerbu dan menyerang mereka, ternyata Kim Ciam Pay yang memilih menghindari pertikaian dengan dunia Bu Lim, hanya berjarak tidak jauh, kurang lebih 1 km belaka dari markas sebelumnya. Maka, sejak saat itu, Kim Ciam Pay kembali menjadi kisah misteri belaka, meski ada satu atau dua tokoh dari perguruan itu yang tetap berkelana untuk tujuan tertentu. Tujuan membersihkan perguruan dari sampah-sampah perguruan, tukang- tukang fitnah yang melumuri nama perguruan dengan noda yang susah dibersihkan.
Selama 5 hari berturut-turut Siangkoan Giok Hong melakukan pembenahan dengan memindahkan Markas Kim Ciam Pay dan membenahi markas tersebut. Selama masa tersebut, Giok Hong telah menugaskan seorang Hu Pangcu, yakni Thian Sin Cu (Si Malaikat Langit) Sun Bu Pin, yang terkenal cerdik untuk melakukan penyelidikan ke luar markas. Hari kedua setelah pemindahan markas, Giok Hong menugaskan tokoh yang diketahuinya cerdik dan memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan penyelidikan ke luar. Terutama mencari informasi keberadaan murid-murid khianat yang merusak nama Kim Ciam Pay. Tugas itu disertai penjelasan bahwa seminggu kemudian, Giok Hong akan menyusul untuk membantu Su Bu Pin dalam melakukan penelitian serta penyelidikan di dunia Bu Lim.
Sementara melakukan pemindahan markas, Giok Hong sebetulnya sedikit heran dengan tingkah laku Kakek Raj Badur dengan istrinya Nenek Un Lan Cui. Keduanya sering terlihat mondar-mandir entah sedang melakukan pekerjaan apa. Tetapi, karena memang Giok Hong sangat mempercayai mereka, serta keduanyapun sangat mengasihi Giok Hong, maka apa yang mereka kerjakan tidak ditanyai dan dibiarkan saja. Apalagi, karena sejak peristiwa Giok Hong menyembuhkan mereka, keduanya sudah bersumpah setia menjadi ORANG TUA ANGKAT bagi Giok Hong. Juga menyatakan tunduk untuk ikut membesarkan Kim Ciam Pay. Karena itu, setelah lewat seminggu, Giok Hong memanggil mereka berdua: “Ayah, Ibu …… kita harus segera bersiap-siap untuk menyusul Hu Pangcu Sun Bu Pin. Musuh-musuh kita terlampau lihay, sendirian saja terlampau riskan bagi Sun Bu Pin, karena itu kita harus segera menyusulnya …….."
“Acchhhhh, tapi kita baru saja selesai berbenah-benah Hong jie, bagaimana bisa kita meninggalkan markas secepat itu ….”? Nenek Un Lan Cui kelihatannya kaget karena sudah diajak pergi secepat itu “Ibu, musuh yang sedang menyasar kita sangat berbahaya. Karena itu kita perlu berbalik mengawasi mereka tanpa menggunakan symbol-simbol Kim Ciam Pay. Hu Pangcu akan kusuruh balik ke Markas biar kita bertiga yang bekerja di luar …."
“Tapi, Hong Jie ….. bolehkah kita menunggu 2 atau 3 hari lagi baru kemudian kita kembali menyelidik keluar ….”? “Ibu ……. Aku khawatir dengan keadaan Hu Pagcu sendirian di luar sana. Jika memang Ibu belum siap, bi arlah setelah 3 hari ibu boleh menyusul Hong Jie. Tetapi, sebaiknya kita menetapkan dimana kita kelak akan bertemu setelah Ayah dan Ibu menyusul. Jika tidak, akan kesulitan saling mencari jejak kita ……"
“Hmm, begitu juga baik,” Nenek Un Lan Cui setuju sambil memandang suaminya yang juga sama-sama mengangguk tanda setuju.
Sementara itu, Kakek Raj Badur terlihat lebih banyak berdiam diri. Seperti ada yang sedang menggelayuti pikirannya. Tetapi benarkah hanya sekedar merenung dan tak ada yang dipikirkannya sama sekali? Belum tentu. Tiba-tiba dia berkata: “Firasatku mengatakan, sesuatu yang besar sedang berlangsung. Tetapi, mungkin kita dapat menjejaki mulai dari tempat tinggal terakhir Cui Moi …….."
“Ach, suamiku, ada apa pula kita kembali kesana ….”? “Firasatku membisikkan, sesuatu yang besar bakalan berawal dari sana, entah apa gerangan itu. Masih belum dapat kupastikan ….."
Nenek Un Lan Cui memang paham jika Raj Badur adalah tokoh yang dapat atau memiliki kem ampuan menerawang apa yang mungkin terjadi kedepan. Karena itu dia paham dengan perkataan Raj Badur, maka diapun berkata: “Hong Jie, kita akan bertemu paling lama 5 hari kedepan, dan tempatnya di Pek Houw San, di Gua ibu tempat kita berjumpa pertama kalinya ……” demikian Nenek Un Lan Cui memutuskan dan kemudian diiyakan GiokHong dan Raj Badur.