Cerita Silat | Kisah Si Naga Langit | Oleh Kho Ping Hoo | Kisah Si Naga Langit | Sakti Cersil | Kisah Si Naga Langit pdf
Pendekar Seribu Diri 3 Pendekar Seribu Diri 4 Pendekar Seribu Diri 5 Pendekar Seribu Diri - Aone Kisah Si Naga Langit 13 Fear Street - Pesta Tahun Baru Fear Street - Panggilan Masa Lalu David Seltzer - Ramalan Malapetaka Pendekar Seribu Diri 1 Pendekar Seribu Diri 2
Han Si Tiong dan Liang Hong Yl la-lu berkemas, menjuali harta miliknya lalu meninggalkan kpta raja. Mereka berdua merantau, mencari-cari puteri mereka. Akan tetapi penculik itu sama sekali ti-dak meninggalkan jejak sehingga mereka tidak tahu harus mencari ke mana. Dari ciri-ciri penculik itu seperti yang diceritakan oleh tukang kebun mereka kepada Kwee-clangkun, mereka mendengar keterangan dari orang-orang kang-ouw (su-ngai telaga, dunia persilatan) bahwa yang dimaksud itu mungkin seorang datuk yang bernama Ouw Kan dan berjuluk Toat-beng Coa-ong (Raja Lllar Pencabut Nyawa). Akan tetapl selama bertahun-tahun Inl datuk Itu hanya dlkenal ssbagai seorang yang datang darl Sln-klang dan riamanya amat terkenal dl utara, dl daerah yang klni dtduduki Kerajaan Kln. Karena itu Si Tiong dan Hong Yi pergl merantau ke utara, lalu ke Sin-kiang. Sampai hampir dua tahun mereka merantau dan mencarl-carl, akan tetapi semua usaha mereka sla-sia. Mereka tldak dapat me-nemukan datuk yang mereka curigai Itu, bahkan akhirnya di daerah Sin-kiang mereka mendengar bahwa datuk itu mung-kin sekali sudah tewas, walaupun tak se- orangpun dapat memastikan akan hal itu dan tidak ada pula yang tahu di mana kuburnya. Juga tidak ada orang yang da-pat mengatakan di mana adanya Bi Lan yang diculik itu. Akhirnya setelah semua usaha mereka sia-sia, Si Tiong dan Hong Yi meng-hentikan usaha mereka mencari puterl mereka. Dengan kecewa dan duka mere-ka lalu membeli sebidang tanah di dekat See- ouw (Telaga Barat) dan hldup sebagai petani, mengasingkan diri dari dunla ramai. Mereka hidup sederhana. Sang Waktu akhirnya mengobati sakit hati dan kedukaan mereka. Mereka menerima nasib dan hidup sebagai petani, mendapatkan ketenterartian dan kedamaian di tempat yang sunyi dan indah itu. Penduduk sekitar telaga yang indah itu kadang melihat sepasang suami isteri ini menunggartg keledai mereka di sepanjang tepi telaga sambil menikmati pemandangan yang indah sekali dari 'tempat itu. Mereka hidup terasing dan jauh dari dusun, seperti dua orang pertapa. Bah-kan para penduduk dusun di sekitar tela-ga tidak pernah tahu bahwa sepasang suami isteri itu adalah bekas panglima dan telah memperoleh gelar bangsawan darl Kaisar Sung Kao Tsu! * * * Apa yang terjadi dengan Bi Lan? Mari kita ikuti perjalanan Ouw Kan datukr yang dikenal dengan julukan Toat-beng Coa-ong itu, yang berhasil membawa Bi Lan yang ditotok pingsan dan dipondongnya itu keluar pintu gerbang kota raja sebelah utara. Orang-orang yang melihatnya tentu menduga bahwa kakek itu memondong cucunya yang sedang tldur. Setelah tiba jauh darl kota raja, Ouw Kan menurunkan Bi Lan dan membebaskan totokannya. Bi Lan yarig merasa tubuhnya kaku dan lemah, jatuh terduduk. Kini ia terbebas dari totokan, mampu bergerak dan mengeluarkan suara. Begitu ia dapat menggerakkan tangan kakinya, tanpa memperdulikan tubuhnya yang masih terasa lemah, ia sudah meloncat bangun. "Kakek jahat, engkau telah membu-nuh nenek, pelayan dan tukang kebun ka-n»i! Aku harus niembalaskan kernattan mereka!" Setelah mengeluarkan suara bentakan ini, ia lalu menerjang dan menyerang kakek itu kalang kabut! Akan tetapi apa artinya serangan se-orang anak berusia tujuh tahun? Biarpun Bi Lan sejak kecil telah digembleng dasar-dasar ilmu silat oleh ayah ibunya, na-mun tentu saja inenghadapi seorang datuk seperti Ouw Kan, kepandaiannya itu sama sekali tidak ada artinya. Sekali tangan kiri kakek itu menyambar, anak itu telah terpelanting dan terbanting roboh. "Hemm, anak bandel! Kalau engkau tidak mau menaatiku dan berjalan sendiri dengan baik-baik, aku akan membuatmu tidak dapat bergerak seperti tadi kemudian aku akan menyeretmu!" Bi Lan adalah seorang anak yang memiliki keberanian besar. Mendengar ancaman itu ia sama sekali tidak merasa takut, bahkan kini ia sudah bangkit dan dengan nekat ia inenyerang lagi! Ouw Kan menangkap lengan Bi Lan, akan tetapi anak itu cepat mendekatkan mukanya dan menggigit tangan kakek itu! "Uhh'" Ouw Kan yang tidak mengira tergigit tangannya. Karena merasa nyeri dia lalu mengibaskan tangannya dan kembali Bi Lan terpelanting. Akan tetapi ia bangkit lagi, mukanya merah karena marah dan ia sama sekali tidak menangis, "Kakek iblis! Kubunuh engkau!" teriaknya dan kembali ia menerjang. Ouw Kan diam-diam merasa kagum akan kenekatan dan keberanian anak itu akan tetapi dia juga merasa terganggu. Kini dia menggerakkan tangan dan sekali jari tangannya menotok, Bi Lan roboh dengan tubuh lemas dan kaki tangan lumpuh. Akan tetapi ia masih dapat mengeluarkan suara dan lapun memaki maki. "Kakek Jahat! Kakek Iblls! Muka jelek, hatimu lebih jelek lagi!" "Hemm, engkau memang bandel dan keras kepala. Engkau mencari sakit sendiri. Disuruh berjalan sendiri baik-baik tidak mau, rasakan sekarang aku akan menyeretmu!" Ouw Kan melepaskan pita rambut Bi Lan sehingga rambut yang panjang itu terurai lepas. Kemudian kakek itu menjambak rambut Bi Lan yang lebat dan hitam, lalu menyeret tubuh yang telentang itu di belakang. Tentu saja Bi Lan merasa tersiksa sekali. Belakang kedua lengan dan kakinya, juga punggung dan pinggulnya, terasa sakit-sakit karena terseret dan terantuk batu-batu di jalan. Tubuh bagian belakang itu lecet-lecet, pakaiannya bagian belakang juga pecah- pecah. Rasa pe-dih menusuk tulang. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya, tidak mau berteriak, tidak mengeluh. Hanya matanya yang menjadi basah dan alr mata turun ke atas kedua pipinya. Setelah berjalan agak jauh, Ouw Kati merasa kesal juga harus menyeret tubuh anak itu. Sama tldak enaknya dengan memondong. Dia berhenti dan menoleh. Dilihatnya anak itu sama sekali tidak mengeluh, melainkan mengertakkan gigi dan kedua matanya mengeluarkan air mata namun sedikitpun tidak terdengar tangisnya. Anak yang luar biasa, pikirnya kagum. Bagian belakang tubuh anak itu sudah lecet-lecet berdarah, akan tetapl la tldak pernah mengeluh, dan sepasang mata yang jeli itu memandang ke-padanya penuh kemarahan! "Nah, tidak enak bukan kalau kuseret? Apa sekarang engkau masih keras kepala dan tidak mau berjalan sendiri?" Bi Lan adalah seorang anak yang pemberani dan keras hati, akan tetapi di samping itu ia juga seorang anak yang cerdlk bukan main. Pikirannya berjalan cepat. la sudah melihat untung ruginya. Kalau la berkeras tidak menaati perintah penculikya, ia akan tersiksa, terluka dan mungkin akan tewas. Kalau begitu, tentu ia tldak beri kesempatan lagi untuk membalas semua kejahatan yang telah dilakukan kakek itu. Sebaliknya kalau ia menaati, selain penyiksaan yang menghina itu tidak perlu ia rasakan, juga masih terbuka kesempatan baginya untuk membalas dan kalau mungkin membunuh kakek ini. Setelah pikiran secepat kllat ini bekerja, ia lalu mengatakan keputusan hatinya. "Baik, aku akan berjalan sendiri." Ouw Kan tersenyum, merasa menang dan dia lalu membebaskan totokannya sehingga Bi Lan mampu bergerak kembali. Bi Lan maklum bahwa menyerang lagi dengan nekat akan sia-sia belaka. la harus menekan kemarahannya dan mena-han kesabarannya, menanti terbukanya kesempatan yang baik untuk membalas dendam. la bangkit dan merasa betapa bagian belakang tubuhnya nyerl sekall, panas dan pedih sehingga tak tertahankan lagi la menyeringai kesakltan. Melihat inl, Ouw Kan yang merasa kagum dan suka mellhat anak perempuan yang pemberanl dan tahan uji itu mengeluarkan sebuah bungkusan dari sakunya. "Menghadaplah ke sana, akan kuobati lecet-lecet itu!"' Bi Lan tidak membantah, lalu berdirl membelakangi kakek itu. Ouw Kan membuka bungkusan yang terisi obat bubuk berwarna kuning. Dia menaburkan bubuk kuning itu pada luka-luka di bagian be-lakang tubuh Bi Lan. Anak itu merasa betapa panas dan pedih di tubuhnya se-gera hUang terganti rasa dingin dan nyaman. "Nah, mari kita lanjutkan perjalanan kita." kata Ouw Kan. Dia melangkah dan Bi Lan berjalan di sampingnya. Setelah berjalan tanpa bicara beberapa lamanya, Bi Lan lalu bertanya, mengatur agar kemarahan tidak muncul dalam suaranya. "Engkau ini siapakah, Kek?" Ouw Kan tersenyum dan mengelus jenggot putihnya yang lebat. Dari suaranya, anak ini sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Sungguh seorang anak yang luar biasa! "Hemm, mau tahu slapa aku? Aku bukan orang biasa saja. Namaku Ouw Kan, akan tetapi dunia persilatan mengenal aku sebagai Toat-beng Coa-ong!" "Pantas tongkatmu ular kering!" kata Bl Lan sambll memandang ke arah tongkat yang kinl dipegang tangan kanan kakek itu. "Ha-ha, engkau cerdlk. Siapa nama-mu?" "Namaku Han Bi Lan, kek." "Han Bi Lan? Nama yang bagus." Ouw Kan mengangguk-angguk. Datuk Ini adalah seorang yang berwatak aneh dan terkenal kejam sekali. Dia dapat membunuhi orang tanpa berkedipi Akan tetapi, betapapun jahatnya, ada juga saatnya dia bersikap seperti seorang manusia biasa yang dapat tertarik dan merasa suka kepada seseorang seperti sekarang dia merasa suka sekali kepatfa anak perempuan yang dlcullknya ini. Sikap Bl Lan yang pemberanl Itu membuat dia kagum dan suka. "Akan tetapi, kek. Engkau yang tidak mengenal aku, kenapa sekarang menculikku? Dan nenek Lu-ma, pembantu rumah tangga dan tukang kebun kami, apa kesalahan mereka terhadapmu? Kenapa mereka kau bunuh?" Dihujani pertanyaan ini, Ouw Kan tertawa. Dia adalah seorang manusia yang tak pernah menyadari akan kesalahannya. Dia percaya bahwa segala yang dia lakukan adalah benar, tidak jahat, karena semua perbuatannya itu ada alasannya! Nafsu daya rendah memang menjadlkan hati akal pikiran sebagai sarang- nya dan melalui hati akal pikiran inilah nafsu setan membisikkan alasan-alasan untuk membenarkan segala perbuatannya yang menyimpang dari kebenaran. Setan itu cerdik bukan main. Dia niembela se-mua perbuatan sesat dengan alasan-alas-an yang tampaknya masuk akal dan benar! "Hemm, engkau ingin tahu mengapa aku melakukan penculikan dan pembunuhan itu, Bl Lan? Semua Itu untuk menghukum dosa yang dllakukan ayah ibumu? Mereka telah membunuh Pangeran Cu Sl dalam pertempuran, maka Sribaginda Raja Kin lalu menyuruh aku untuk membalas dendam kematian puteranya." "Akan tetapi, kenapa aku yang kau culik dan mereka yang kau bunuh? Kami tidak mempunyai kesalahan apapun!" Bi Lan membantah. "Kalau ayah ibumu berada di rumah, tentu mereka yang akan kubunuh. Akan tetapi mereka tidak berada di rumah. Yang ada hanya engkau puteri mereka dan orang-orang itu. Maka engkau yang kuculik dan mereka kubunuh sebagai pembalasan atas kematian Pangeran Cu Si." Pada saat itu terdengar suara derap kaki kuda datang dari belakang. Ouw Kan berhenti melangkah dan menengok. Bi Lan juga memutar tubuh. Mereka melihat seorang laki-laki menunggang kuda datang dari arah belakang. Ouw Kan lalu berdiri di tengah jalan menghadang dan mengangkat tangan kiri ke atas sebagai tanda menghentikan penunggang kuda itu. Kuda dihentikan, debu mengepul dan laki-laki itu melompat turun dari atas punggung kudanya. Dia seorang laki-laki kurang lebih empat puluh tahun dan me-lihat sebatang golok yang terselip di punggungnya dapat diduga bahwa dia se-orang yang siap menghadapi gangguan dengan kekerasan. Seorang tokoh kang-ouw yang mengandalkan ilmu silatnya untuk membela diri. Mukanya bulat, tubuhnya kokoh dan sinar matanya mencorong. Alisnya berkerut ketika ia memandang kakek yang menghentikannya di tengah jalan itu. "Paman tua, ada keperluan apakah engkau menghadang perjalananku?" tanya laki-laki itu sambil memandang kepada Bi Lan yang berdiri di tepi jalan. "Apakah ada sesuatu yang perlu kubantu?" "He-he, memang ada yang perlu Kau-bantu, sobat. Aku sudah tua dan cucuku ini masih kecil. Kami membutuhkan kudamu untuk melanjutkan perjalanan kami. Maka, engkau lanjutkan perjatanan dengan jalan kaki dan tinggalkan kudamu untuk kami pakai." kata Ouw Kan dengan senyum. "Dia bohong! Aku bukan cucunya. Dia bukan kakekku, dia menculikku!" tiba-tiba Bi Lan berteriak. la melihat sikap gagah laki-laki itu dan mengharapkan pertolongan darinya. Laki-laki itu mengerutkan alisnya semakin dalam dan memandang kepada Ouw Kan dengan tajam penuh selidik. "Ehh? Benarkah itu, paman tua?" Sikap lembut Ouw Kan lenyap, ter-ganti pandang mata mencorong dan sua-ranya juga ketus. "Jangan mencampuri urusanku. Berikan saja kudamu itu kepadaku!" "Hemm, engkau sudah menculik seorang anak perempuan dan kini hendak merampas kudaku? Orang tua, jangan engkau berani main-main di depanku! Engkau tidak tahu siapa aku? Aku adalah orang yang disebut Hui-liong Sin-to (Go-lok Sakti Naga Terbang)! Minggirlah dan jangan ganggu. aku lagi dan biarkan aku mengantarkan anak ini kembali ke orang tuanya. Barulah aku mau mengampunimu!" "Heh-heh-heh, kalau begitu terpaksa gku harus membunuhmu!" kata Ouw Kan tertawa sambil menggerakkan tongkat ularnya. Tongkat itu meluncur ke arah dada laki-laki itu. Akan tetapi orang yang mengaku berjuluk Hui-liong Sin-to itu dengan tangkas dan gesitnya mengelak ke belakang dan sekali tangan kanannya meraba punggung, tampak sinar berkelebat dan sebatang golok yang amat tajam telah berada dl tangan kanannya. Ouw Kan tidak perduli. Serangan pertamanya yang dapat dihindarkan lawan itu membuatnya penasaran dan diapun menyerang lagi. Kini tongkat ular kobra itu membuat gerakan melayang dan melingkar-lingkar menyerang ke arah titik-titik jalan darah maut di bagian tubuh lawannya. Hui-llong Sin-to terkeJut bukan main, mengenal serangan yang amat berbahaya. Dia cepat memutar goloknya menangkis sambil mengerahkan tenaga dengan maksud untuk mematahkan tongkat ular kobra kering itu. "Tranggg.....!!'' Tampak bunga apl berpijar dan bukan tongkat ular itu yang patah, melainkan golok itu terpental dan hampir saja terlepas dari tangan pemegangnya. Laki-laki itu terkejut bukan main. Dia adalah seorang ahli silat yang kenamaan dan tergolong jagoan sehingga memperoleh julukan Golok Sakti Naga Terbang. Goloknya amat terkenal dan jarang menemukan tanding. Akan tetapi sekali ini berhadapan dengan seorang kakek, tongkat ular kering kakek itu dapat membuat goloknya terpental! Tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan seorang lawan sakti. Akan tetapi dia tidak mendapat kesempatan untuk berpikir karena tongkat yang sudah berubah menjadi gulungan sinar hitam itu sudah menyambar lagi ke arahnya.
Pendekar Seribu Diri 3 Pendekar Seribu Diri 4 Pendekar Seribu Diri 5 Pendekar Seribu Diri - Aone Kisah Si Naga Langit 13 Fear Street - Pesta Tahun Baru Fear Street - Panggilan Masa Lalu David Seltzer - Ramalan Malapetaka Pendekar Seribu Diri 1 Pendekar Seribu Diri 2
Han Si Tiong dan Liang Hong Yl la-lu berkemas, menjuali harta miliknya lalu meninggalkan kpta raja. Mereka berdua merantau, mencari-cari puteri mereka. Akan tetapi penculik itu sama sekali ti-dak meninggalkan jejak sehingga mereka tidak tahu harus mencari ke mana. Dari ciri-ciri penculik itu seperti yang diceritakan oleh tukang kebun mereka kepada Kwee-clangkun, mereka mendengar keterangan dari orang-orang kang-ouw (su-ngai telaga, dunia persilatan) bahwa yang dimaksud itu mungkin seorang datuk yang bernama Ouw Kan dan berjuluk Toat-beng Coa-ong (Raja Lllar Pencabut Nyawa). Akan tetapl selama bertahun-tahun Inl datuk Itu hanya dlkenal ssbagai seorang yang datang darl Sln-klang dan riamanya amat terkenal dl utara, dl daerah yang klni dtduduki Kerajaan Kln. Karena itu Si Tiong dan Hong Yi pergl merantau ke utara, lalu ke Sin-kiang. Sampai hampir dua tahun mereka merantau dan mencarl-carl, akan tetapi semua usaha mereka sla-sia. Mereka tldak dapat me-nemukan datuk yang mereka curigai Itu, bahkan akhirnya di daerah Sin-kiang mereka mendengar bahwa datuk itu mung-kin sekali sudah tewas, walaupun tak se- orangpun dapat memastikan akan hal itu dan tidak ada pula yang tahu di mana kuburnya. Juga tidak ada orang yang da-pat mengatakan di mana adanya Bi Lan yang diculik itu. Akhirnya setelah semua usaha mereka sia-sia, Si Tiong dan Hong Yi meng-hentikan usaha mereka mencari puterl mereka. Dengan kecewa dan duka mere-ka lalu membeli sebidang tanah di dekat See- ouw (Telaga Barat) dan hldup sebagai petani, mengasingkan diri dari dunla ramai. Mereka hidup sederhana. Sang Waktu akhirnya mengobati sakit hati dan kedukaan mereka. Mereka menerima nasib dan hidup sebagai petani, mendapatkan ketenterartian dan kedamaian di tempat yang sunyi dan indah itu. Penduduk sekitar telaga yang indah itu kadang melihat sepasang suami isteri ini menunggartg keledai mereka di sepanjang tepi telaga sambil menikmati pemandangan yang indah sekali dari 'tempat itu. Mereka hidup terasing dan jauh dari dusun, seperti dua orang pertapa. Bah-kan para penduduk dusun di sekitar tela-ga tidak pernah tahu bahwa sepasang suami isteri itu adalah bekas panglima dan telah memperoleh gelar bangsawan darl Kaisar Sung Kao Tsu! * * * Apa yang terjadi dengan Bi Lan? Mari kita ikuti perjalanan Ouw Kan datukr yang dikenal dengan julukan Toat-beng Coa-ong itu, yang berhasil membawa Bi Lan yang ditotok pingsan dan dipondongnya itu keluar pintu gerbang kota raja sebelah utara. Orang-orang yang melihatnya tentu menduga bahwa kakek itu memondong cucunya yang sedang tldur. Setelah tiba jauh darl kota raja, Ouw Kan menurunkan Bi Lan dan membebaskan totokannya. Bi Lan yarig merasa tubuhnya kaku dan lemah, jatuh terduduk. Kini ia terbebas dari totokan, mampu bergerak dan mengeluarkan suara. Begitu ia dapat menggerakkan tangan kakinya, tanpa memperdulikan tubuhnya yang masih terasa lemah, ia sudah meloncat bangun. "Kakek jahat, engkau telah membu-nuh nenek, pelayan dan tukang kebun ka-n»i! Aku harus niembalaskan kernattan mereka!" Setelah mengeluarkan suara bentakan ini, ia lalu menerjang dan menyerang kakek itu kalang kabut! Akan tetapi apa artinya serangan se-orang anak berusia tujuh tahun? Biarpun Bi Lan sejak kecil telah digembleng dasar-dasar ilmu silat oleh ayah ibunya, na-mun tentu saja inenghadapi seorang datuk seperti Ouw Kan, kepandaiannya itu sama sekali tidak ada artinya. Sekali tangan kiri kakek itu menyambar, anak itu telah terpelanting dan terbanting roboh. "Hemm, anak bandel! Kalau engkau tidak mau menaatiku dan berjalan sendiri dengan baik-baik, aku akan membuatmu tidak dapat bergerak seperti tadi kemudian aku akan menyeretmu!" Bi Lan adalah seorang anak yang memiliki keberanian besar. Mendengar ancaman itu ia sama sekali tidak merasa takut, bahkan kini ia sudah bangkit dan dengan nekat ia inenyerang lagi! Ouw Kan menangkap lengan Bi Lan, akan tetapi anak itu cepat mendekatkan mukanya dan menggigit tangan kakek itu! "Uhh'" Ouw Kan yang tidak mengira tergigit tangannya. Karena merasa nyeri dia lalu mengibaskan tangannya dan kembali Bi Lan terpelanting. Akan tetapi ia bangkit lagi, mukanya merah karena marah dan ia sama sekali tidak menangis, "Kakek iblis! Kubunuh engkau!" teriaknya dan kembali ia menerjang. Ouw Kan diam-diam merasa kagum akan kenekatan dan keberanian anak itu akan tetapi dia juga merasa terganggu. Kini dia menggerakkan tangan dan sekali jari tangannya menotok, Bi Lan roboh dengan tubuh lemas dan kaki tangan lumpuh. Akan tetapi ia masih dapat mengeluarkan suara dan lapun memaki maki. "Kakek Jahat! Kakek Iblls! Muka jelek, hatimu lebih jelek lagi!" "Hemm, engkau memang bandel dan keras kepala. Engkau mencari sakit sendiri. Disuruh berjalan sendiri baik-baik tidak mau, rasakan sekarang aku akan menyeretmu!" Ouw Kan melepaskan pita rambut Bi Lan sehingga rambut yang panjang itu terurai lepas. Kemudian kakek itu menjambak rambut Bi Lan yang lebat dan hitam, lalu menyeret tubuh yang telentang itu di belakang. Tentu saja Bi Lan merasa tersiksa sekali. Belakang kedua lengan dan kakinya, juga punggung dan pinggulnya, terasa sakit-sakit karena terseret dan terantuk batu-batu di jalan. Tubuh bagian belakang itu lecet-lecet, pakaiannya bagian belakang juga pecah- pecah. Rasa pe-dih menusuk tulang. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya, tidak mau berteriak, tidak mengeluh. Hanya matanya yang menjadi basah dan alr mata turun ke atas kedua pipinya. Setelah berjalan agak jauh, Ouw Kati merasa kesal juga harus menyeret tubuh anak itu. Sama tldak enaknya dengan memondong. Dia berhenti dan menoleh. Dilihatnya anak itu sama sekali tidak mengeluh, melainkan mengertakkan gigi dan kedua matanya mengeluarkan air mata namun sedikitpun tidak terdengar tangisnya. Anak yang luar biasa, pikirnya kagum. Bagian belakang tubuh anak itu sudah lecet-lecet berdarah, akan tetapl la tldak pernah mengeluh, dan sepasang mata yang jeli itu memandang ke-padanya penuh kemarahan! "Nah, tidak enak bukan kalau kuseret? Apa sekarang engkau masih keras kepala dan tidak mau berjalan sendiri?" Bi Lan adalah seorang anak yang pemberani dan keras hati, akan tetapi di samping itu ia juga seorang anak yang cerdlk bukan main. Pikirannya berjalan cepat. la sudah melihat untung ruginya. Kalau la berkeras tidak menaati perintah penculikya, ia akan tersiksa, terluka dan mungkin akan tewas. Kalau begitu, tentu ia tldak beri kesempatan lagi untuk membalas semua kejahatan yang telah dilakukan kakek itu. Sebaliknya kalau ia menaati, selain penyiksaan yang menghina itu tidak perlu ia rasakan, juga masih terbuka kesempatan baginya untuk membalas dan kalau mungkin membunuh kakek ini. Setelah pikiran secepat kllat ini bekerja, ia lalu mengatakan keputusan hatinya. "Baik, aku akan berjalan sendiri." Ouw Kan tersenyum, merasa menang dan dia lalu membebaskan totokannya sehingga Bi Lan mampu bergerak kembali. Bi Lan maklum bahwa menyerang lagi dengan nekat akan sia-sia belaka. la harus menekan kemarahannya dan mena-han kesabarannya, menanti terbukanya kesempatan yang baik untuk membalas dendam. la bangkit dan merasa betapa bagian belakang tubuhnya nyerl sekall, panas dan pedih sehingga tak tertahankan lagi la menyeringai kesakltan. Melihat inl, Ouw Kan yang merasa kagum dan suka mellhat anak perempuan yang pemberanl dan tahan uji itu mengeluarkan sebuah bungkusan dari sakunya. "Menghadaplah ke sana, akan kuobati lecet-lecet itu!"' Bi Lan tidak membantah, lalu berdirl membelakangi kakek itu. Ouw Kan membuka bungkusan yang terisi obat bubuk berwarna kuning. Dia menaburkan bubuk kuning itu pada luka-luka di bagian be-lakang tubuh Bi Lan. Anak itu merasa betapa panas dan pedih di tubuhnya se-gera hUang terganti rasa dingin dan nyaman. "Nah, mari kita lanjutkan perjalanan kita." kata Ouw Kan. Dia melangkah dan Bi Lan berjalan di sampingnya. Setelah berjalan tanpa bicara beberapa lamanya, Bi Lan lalu bertanya, mengatur agar kemarahan tidak muncul dalam suaranya. "Engkau ini siapakah, Kek?" Ouw Kan tersenyum dan mengelus jenggot putihnya yang lebat. Dari suaranya, anak ini sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Sungguh seorang anak yang luar biasa! "Hemm, mau tahu slapa aku? Aku bukan orang biasa saja. Namaku Ouw Kan, akan tetapi dunia persilatan mengenal aku sebagai Toat-beng Coa-ong!" "Pantas tongkatmu ular kering!" kata Bl Lan sambll memandang ke arah tongkat yang kinl dipegang tangan kanan kakek itu. "Ha-ha, engkau cerdlk. Siapa nama-mu?" "Namaku Han Bi Lan, kek." "Han Bi Lan? Nama yang bagus." Ouw Kan mengangguk-angguk. Datuk Ini adalah seorang yang berwatak aneh dan terkenal kejam sekali. Dia dapat membunuhi orang tanpa berkedipi Akan tetapi, betapapun jahatnya, ada juga saatnya dia bersikap seperti seorang manusia biasa yang dapat tertarik dan merasa suka kepada seseorang seperti sekarang dia merasa suka sekali kepatfa anak perempuan yang dlcullknya ini. Sikap Bl Lan yang pemberanl Itu membuat dia kagum dan suka. "Akan tetapi, kek. Engkau yang tidak mengenal aku, kenapa sekarang menculikku? Dan nenek Lu-ma, pembantu rumah tangga dan tukang kebun kami, apa kesalahan mereka terhadapmu? Kenapa mereka kau bunuh?" Dihujani pertanyaan ini, Ouw Kan tertawa. Dia adalah seorang manusia yang tak pernah menyadari akan kesalahannya. Dia percaya bahwa segala yang dia lakukan adalah benar, tidak jahat, karena semua perbuatannya itu ada alasannya! Nafsu daya rendah memang menjadlkan hati akal pikiran sebagai sarang- nya dan melalui hati akal pikiran inilah nafsu setan membisikkan alasan-alasan untuk membenarkan segala perbuatannya yang menyimpang dari kebenaran. Setan itu cerdik bukan main. Dia niembela se-mua perbuatan sesat dengan alasan-alas-an yang tampaknya masuk akal dan benar! "Hemm, engkau ingin tahu mengapa aku melakukan penculikan dan pembunuhan itu, Bl Lan? Semua Itu untuk menghukum dosa yang dllakukan ayah ibumu? Mereka telah membunuh Pangeran Cu Sl dalam pertempuran, maka Sribaginda Raja Kin lalu menyuruh aku untuk membalas dendam kematian puteranya." "Akan tetapi, kenapa aku yang kau culik dan mereka yang kau bunuh? Kami tidak mempunyai kesalahan apapun!" Bi Lan membantah. "Kalau ayah ibumu berada di rumah, tentu mereka yang akan kubunuh. Akan tetapi mereka tidak berada di rumah. Yang ada hanya engkau puteri mereka dan orang-orang itu. Maka engkau yang kuculik dan mereka kubunuh sebagai pembalasan atas kematian Pangeran Cu Si." Pada saat itu terdengar suara derap kaki kuda datang dari belakang. Ouw Kan berhenti melangkah dan menengok. Bi Lan juga memutar tubuh. Mereka melihat seorang laki-laki menunggang kuda datang dari arah belakang. Ouw Kan lalu berdiri di tengah jalan menghadang dan mengangkat tangan kiri ke atas sebagai tanda menghentikan penunggang kuda itu. Kuda dihentikan, debu mengepul dan laki-laki itu melompat turun dari atas punggung kudanya. Dia seorang laki-laki kurang lebih empat puluh tahun dan me-lihat sebatang golok yang terselip di punggungnya dapat diduga bahwa dia se-orang yang siap menghadapi gangguan dengan kekerasan. Seorang tokoh kang-ouw yang mengandalkan ilmu silatnya untuk membela diri. Mukanya bulat, tubuhnya kokoh dan sinar matanya mencorong. Alisnya berkerut ketika ia memandang kakek yang menghentikannya di tengah jalan itu. "Paman tua, ada keperluan apakah engkau menghadang perjalananku?" tanya laki-laki itu sambil memandang kepada Bi Lan yang berdiri di tepi jalan. "Apakah ada sesuatu yang perlu kubantu?" "He-he, memang ada yang perlu Kau-bantu, sobat. Aku sudah tua dan cucuku ini masih kecil. Kami membutuhkan kudamu untuk melanjutkan perjalanan kami. Maka, engkau lanjutkan perjatanan dengan jalan kaki dan tinggalkan kudamu untuk kami pakai." kata Ouw Kan dengan senyum. "Dia bohong! Aku bukan cucunya. Dia bukan kakekku, dia menculikku!" tiba-tiba Bi Lan berteriak. la melihat sikap gagah laki-laki itu dan mengharapkan pertolongan darinya. Laki-laki itu mengerutkan alisnya semakin dalam dan memandang kepada Ouw Kan dengan tajam penuh selidik. "Ehh? Benarkah itu, paman tua?" Sikap lembut Ouw Kan lenyap, ter-ganti pandang mata mencorong dan sua-ranya juga ketus. "Jangan mencampuri urusanku. Berikan saja kudamu itu kepadaku!" "Hemm, engkau sudah menculik seorang anak perempuan dan kini hendak merampas kudaku? Orang tua, jangan engkau berani main-main di depanku! Engkau tidak tahu siapa aku? Aku adalah orang yang disebut Hui-liong Sin-to (Go-lok Sakti Naga Terbang)! Minggirlah dan jangan ganggu. aku lagi dan biarkan aku mengantarkan anak ini kembali ke orang tuanya. Barulah aku mau mengampunimu!" "Heh-heh-heh, kalau begitu terpaksa gku harus membunuhmu!" kata Ouw Kan tertawa sambil menggerakkan tongkat ularnya. Tongkat itu meluncur ke arah dada laki-laki itu. Akan tetapi orang yang mengaku berjuluk Hui-liong Sin-to itu dengan tangkas dan gesitnya mengelak ke belakang dan sekali tangan kanannya meraba punggung, tampak sinar berkelebat dan sebatang golok yang amat tajam telah berada dl tangan kanannya. Ouw Kan tidak perduli. Serangan pertamanya yang dapat dihindarkan lawan itu membuatnya penasaran dan diapun menyerang lagi. Kini tongkat ular kobra itu membuat gerakan melayang dan melingkar-lingkar menyerang ke arah titik-titik jalan darah maut di bagian tubuh lawannya. Hui-llong Sin-to terkeJut bukan main, mengenal serangan yang amat berbahaya. Dia cepat memutar goloknya menangkis sambil mengerahkan tenaga dengan maksud untuk mematahkan tongkat ular kobra kering itu. "Tranggg.....!!'' Tampak bunga apl berpijar dan bukan tongkat ular itu yang patah, melainkan golok itu terpental dan hampir saja terlepas dari tangan pemegangnya. Laki-laki itu terkejut bukan main. Dia adalah seorang ahli silat yang kenamaan dan tergolong jagoan sehingga memperoleh julukan Golok Sakti Naga Terbang. Goloknya amat terkenal dan jarang menemukan tanding. Akan tetapi sekali ini berhadapan dengan seorang kakek, tongkat ular kering kakek itu dapat membuat goloknya terpental! Tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan seorang lawan sakti. Akan tetapi dia tidak mendapat kesempatan untuk berpikir karena tongkat yang sudah berubah menjadi gulungan sinar hitam itu sudah menyambar lagi ke arahnya.