Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Kisah Si Naga Langit - 17

$
0
0
Cerita Silat | Kisah Si Naga Langit | Oleh Kho Ping Hoo | Kisah Si Naga Langit | Sakti Cersil | Kisah Si Naga Langit pdf

Pendekar Seribu Diri 3 Pendekar Seribu Diri 4 Pendekar Seribu Diri 5 Pendekar Seribu Diri - Aone Kisah Si Naga Langit 13 Fear Street - Pesta Tahun Baru Fear Street - Panggilan Masa Lalu David Seltzer - Ramalan Malapetaka Pendekar Seribu Diri 1 Pendekar Seribu Diri 2

Hui-Liong Sin-To terpaksa menangkis lagi sambil terhuyung ke belakang. Ouw Kan menggerakkan tangan kirinya, dengan telapak tangannya dia mendorong ke arah dada lawan. "Robohlah!" bentaknya. Serangkum tenaga dahsyat menyambar dan tubuh orang itu terpental ke belakang dan terbanting roboh. Goloknya terlepas darl tangannya dan tubuh itu terkulal lemas. Matanya terbelalak memandang Ouw Kan yang berdiri sambil tersenyum mengejek. Telunjuk tangan kanannya diangkat menuding dan mulutnya yang mengeluarkan darah segar bertanya, "Siapa.... siapa..... engkau.....?" "Toat-beng Coa-ong Ouw Kan namaku!" kata Ouw Kan. Orang Itu tampak terkejut sekali. , "Toat-beng Coa-ong.....? Ahhhh .... mati aku.....!" Dia terkulai lagi dan diam tak bergerak, tewas seketika karena pukulan Ouw Kan tadi mengandung hawa beracun yang amat dahsyat. Bi Lan menonton dengan mata terbelalak dan hati merasa ngeri. Kini sadarlah anak ini bahwa penculiknya adalah seorang yang sakti dan berbahaya sekali. Tahulah ia bahwa ia tidak mungkin akan dapat terlepas darl cengkeraman kakek ini mempergunakan kekerasan. la menahan kebenciannya yang makin mendalam melihat betapa kakek itu demikian mudahnya membunuh orang, hanya untuk merampas kudanya. Ouw Kan menghampiri Bi Lan dan tersenyum, lalu berkata dengan nada bangga. "Hah, orang macam itu berani melawan aku! Mencari mampus sendiri. Hayo, Bi Lan, kita melanjutkan perjalanan dengan menunggang kuda." Bi Lan tldak membantah ketika ia diangkat dan didudukkan di atas punggung kuda. Kemudian kakek itu melompat dan duduk di belakangnya. Kuda dilarikan meninggalkan tempat itu. Bi Lan menoleh memandang ke arah pemilik kuda yang menggeletak tanpa nyawa di atas tanah dan ia mulai merasa ngeri. "Bi Lan, kalau engkau bertemu orang mengatakan bahwa aku menculikmu lalu orang itu menantangku, dia tentu akan mati di tanganku dan engkaulah yang menyebabkan kematiannya itu," kata Ouw Kan. Bl Lan merasa ngerl, Kakek inl lihal bukan maln dan ia tahu bahwa ucapen kakek itu bukan sekedar gertak kosong belaka. "Habls, apa yang harua kukatakan kepada orang? Engkau memang menculikku." Jawabnya. "Engkau akan membawaku ke mana, kek? Apa yang akan kaulakukan denganku? Kalau engkau hendak membunuhku, kenapa tldak kaulakukan sekarang?" "Heh-heh, aku suka melihatmu dan sayang kalau engkau dibunuh, Bl Lan. Aku akan membawamu ke utara dan menyerahkanmu kepada Sribaginda Raja Kin yang kematian puteranya. Terserah kepadanya apa yang akan dilakukannya terhadap dirimu." Bi Lan mengerutkan alisnya. Hatinya merasa khawatir sekali. Raja Kin itu mendedam sakit hati kepada ayah ibunya yang telah membunuh puteranya dalam perang. Kalau ia terjatuh ke tangan raja itu, tentu akan celaka hidupnya. Raja itu tentu akan melampiaskan dendamnya. Mungkin ia akan dibunuh, atau disiksa. Atau la akan disandera dan dijadikan umpan untuk memancing datangnya ayah ibunya! Ah, gawat sekali kalau begitu. Akan tetapi ia diam saja. Siang hari itu panasnya bukan main. Ouw Kan menghentikan kudanya dan mereka turun dari atas punggung kuda. Setelah menambatkan kudanya pada sebatang pohon, Ouw Kan mengajak Bl Lan duduk dl bawah pohon yang teduh. Jalan pegunungan itu sunyi sekali. "Perutku lapar, kita makan dulu." katanya dan dia mengeluarkan ssebuah bungkusan yang berisi roti kering dan daging kering. "Kita makan seadanya dan minum anggur ini." Ternyata kakek itu membawa seguci anggur. "Aku tidak suka minum anggur. Di sana ada alr, aku ingln minum air." kata Bi Lan, menunjuk ke arah alr yang mengucur darl celah-celah batu padas. Karena ia tidak Ingin kelaparan dan, kehabisan tenaga, Bl Lan makan rotl dan daglng kerlng, dan mlnum alr yang ditampung dengan kedua tangannya. Ouw Kan §endlrl makan rotl dan daging kerlng lalu la minum anggur sampai habls setengah guci. Dalam. keadaan hampir mabuk dia lalu merebahkan diri di atas rumput dl bawah pohon Itu dan sebentar saja dia sudah tldur mendengkur! Bi Lan duduk dl rumput dan memandang kakek Itu dengan Jantung berdebar. Inilah aaatnya, piklrnya. Saat yang memberl kesempatan kepadanya untuk meloloskan diri, untuk melarlkan diri! la menanti sampai dengkur kakek itu terdengar teratur dan panjang-panjang, tanda bahwa tidurnya sudah pulas benar. la bangkit berdirl, perlahan-lahan sambil terus mengamati kakek itu. Tidak ada tanda-tanda bahwa kakek itu memperhatikannya. la memutar tubuhnya, kemu-dian berjingkat rnelangkah meninggalkan tempat itu. Akan tetapi baru belasan langkah ia berjalan, tiba-tiba tubuhnya seperti ditarik oleh kekuatan yang taktam-pak sehingga ia terhuyung ke belakang dan jatuh terduduk di tempatnya yang tadi! la memutar tubuh melihat betapa kakek itu masih mendengkur! Bi Lan menjadi penasaran sekali. Kembali ia bangkit berdiri dengan hati-hati dan kini ia melangkah meninggalkan tempat itu sambil mundur, matanya tetap memandang ke arah kakek yang masih tidur mendengkur. Setelah mundur belasan langkah, la melihat kakek yang masih mendengkur itu tlba-tiba menggerakkan tangan ke arahnya dan .... kembali ada tenaga yang amat kuat menariknya ke depan. Betapapun ia berusaha untuk bertahan, tetap saja tubuhnya tertarlk kembali ke depan dan ia jatuh terduduk di tempatnya yang tadi, tak jauh dari tubuh kakek yang rebah telentang dan tidur mendengkur itu! Hati Bi Lan menjadi gemas sekali. Mengertilah ia bahwa kakek sakti itulah yang membuat tubuhnya selalu tertarik kembali. Entah bagaimana, dalam keadaan tidur mendengkur kakek itu mampu mencegahnya melarikan diri! Kemarahan membakar hatinya. Sekaranglah kesempatan itu terbuka baginya. Makin lama ia akan semakin jauh di daerah utara dan akan makin kecilah harapan untuk dapat meloloskan diri. Kalau kakeK ini, biarpun dalam tidur, dapat menghalanginya melarikan diri, satu-satunya jalan harus membunuhnya lebih dulu! Bi Lan menjadi nekat. Di dekatnya terdapat seborgkah batu sebesar kepalanya. la mengambil. batu itu dan mengangkatnya dengan ke-dua tangannya. Lalu ia menghampiri Ouw Kan. Dengan mengerahkan seluruh tenaganya ia membanting batu itu, menimpakannya ke arah muka Ouw Kan yang tidur telentang di atas rumput! "Wuuuttt.... bukkkk!" sungguh aneh. Dia masih mendengkur, akan tetapi ketika batu itu menlmpa, kepalanya bergerak ke samping sehingga batu itu menghantam tanah, tidak mengenai mukanya! Bi Lan menjadi penasaran sekali. Diambilnya lagi batu itu dan ditimpakan lagi ke arah muka. Namun, sampai tiga kali ia mengulang, tetap saja hantamannya itu tidak pernah mengenai muka kakek itu. Bi Lan menjadi penasaran sekali dan untuk ke empat kalinya ia menimpakan batu itu sekuat tenaga ke atas dada Ouw Kan! Sekali ini kakek itu tidak dapat mengelak dan batu itu tepat menehantam dadanya. "Bukkk....!!" Bi Lan terpental sampai tiga meter, seperti dilontarkan tenaga yang amat kuat dan batu itu terlepas dan kedua tangannya, terpental lebih jauh lagi. Tubuh Bi Lan terbanting keras ke atas tanah sehingga pinggulnya terasa nyeri. Ouw Kan bangkit duduk, menggosok-gosok kedua matanya seperti orang baru bangun tidur, memandang kepada Bi Lan. lalu bangkit berdiri. Bi Lan juga bangkit berdin walaupun pinggulnya terasa nyeri. la maklum bahwa ia tidak mungkin dapat terbebas dari kakek ini. Kesempatan baik tadi telah ia pergunakan, akan tetapi ternyata kakek itu seorang yang amat sakti. Sedang dalam keadaan tidur saja kakek itu dapat menggagalkan usahanya menyferang untuk membebaskan diri, apalagi dalam keadaan sadar. Dan ia dapat membayangkan betapa ngeri nasibnya kalau terjatuh ke dalam tangan Raja Kin yang mendendam kepada ayah ibunya. "Tidak! Aku tidak mau kaubawa lagi! Biar kaubunuh aku, aku tetap tidak mau ikut denganmu!" teriak Bi Lan dengan nekat. Ouw Kan tertawa bergelak. Dia merasa semakin suka kepada anak yang pemberani, nekat dan tidak takut mati ini. "Ha-ha-ha, Bi Lan. Apa kaukira engkau akan dapat menolak kalau aku membawamu pergi?" Dia lalu berkemak-kemik membaca mantera dan mengerahkan kekuatan sihirnya, lalu berkata dengan suara yang lembut namun mengandung wibawa yang kuat sekali. "Bi Lan, anak baik! Ke sinilah, engkau harus patuh dan ikut denganku, ke manapun kubawa engkau pergi!" Ada sesuatu yang teramat kuat mendorong Bi Lan, baik mendorong hatinya dan kedua kakinya sehingga ia melangkah maju, menghampiri kakek itu. Akan tetapi baru tiga langkah ia berjalan, tiba-tiba terdengar suara tawa yang nyaring dan tiba-tiba saja kekuatan yang mendorong Bi Lan itu lenyap. "Tidak, tidak!" Bi Lari berhenti dan menggeleng kepalanya. "Aku tidak sudi ikut denganmu. Engkau kakek jahat, telah membunuh nenek, pelayan dan tukang kebun kami. Aku benci padamut" Ouw Kan merasa terkejut sekali melihat betapa pengaruh sihirnya atas diri anak itu punah. Dia tahu bahwa suara tawa tadilah yang memunahkan kekuatan sihirnya. Dia merasakan getaran hebat terkandung dalam suara tawa itu. "Omitohud! Toat-beng Coa-ong Ouw Kan di mana- mana mendatangkan kekacauan belaka. Anak sekecil inipun hendak dipaksanya. Uih, sungguh mernalukan sekali seorang datuk besar sampai dimakl-maki anak kecil!" Ouw Kan cepat memutar tubuh ke kanan dan dia melihat kakek itu! Seo-rang kakek yang berusia sekitar enam puluh tahun, berjubah kuning dengan kotak kotak merah, kepalanya gundul mengenakan peci kain kuning. Tubuhnya tinggi besar berperut gendut dan bajunya tidak terkancing sehingga dadanya tampak. Mukanya bulat dan semua anggauta tu-buh kakek ini tampak kebulat-bulatan. Di tangan kanannya terdapat sebatang tongkat panjang berkepala naga. Tentu saja Ouw Kan menjadi terkejut dan juga marah sekali. Baru beberapa bulan dia bertemu dengan kakek ini yang bukan lain adalah Jit Kong Lama, pendeta Lama dari Tibet yang amat sakti itu. Pernah dia dan Ali Ahmed datuk suku Hui itu berhadapan dengan Jit Kong Lama dan memperebutkan kitab-kitab yang dibawa Tlong Lee Cin-jin dan dia bersama Ali Ahmed kalah melawan kakek gundul dari Tibet Inl. "Jit Kong Lama!" Ouw Kan membentak marah. "Tidak malukah engkau sebagai seorang datuk besar hendak mencampuri urusan orang lain? Urusanku dengan anak ini sama sekali tidak ada sangkui pautnya dengan dirimu, karena itu pergilah dan jangan mengganggu kami!" "Ha-ha-ha! Ouw Kan, pinceng (aku) tidak sudi mencampuri urusan pribadimu, akan tetapi pinceng ingin inencampuri urusan anak ini. Kalau ia memang suka kaubawa pergi, pinceng tidak akan peduli. Akan tetapi kalau ia tidak mau kau bawa pergi, setelah ada pinceng di sini, engkau tidak boleh memaksanya." Mendengar ucapan hwesio gundul berjubah aneh itu, Bi Lan cepat berkata dengan lantang. "Losuhu yang baik, dia itu orang jahat sekali!" Telunjuknya menuding ke arah muka Ouw Kan. "Aku tidak sudi ikut dengan dial" . Jit Kong Lama tertawa lagi. "Ha-ha-ha, Ouw Kan, engkau sudah mendengar sendiri dengan jelas! Anak Ini tidak mau ikut denganmu, maka pergilah tinggalkan ia dan jangan menggunakan paksaan Ouw Kan menjadi marah bukan main. la amat membutuhkan diri Bi Lan untuk dijadikan bukti keberhasilan tugasnya kepada Raja Kin. Dia tidak berhasil membunuh Han Si Tiong dan Liang Hong Yi, sekarang harus gagal lagi menculik anak mereka. Membunuhi nenek dan dua pela-yan itu, tentu saja tidak ada artinya bagi pembalasan dendam kematian Pangeran Cu Si. Akan tetapi diapun bukan seorang bodoh. Baru beberapa bulan yang lalu, bersama Ali Ahmed sekalipun mere-ka tidak mampu menandingi Jit Kong Lama. Apalagi sekarang harus melawan seorang diri! Dia tidak sebodoh itu untuk mencari penyakit melawan orang yang jauh lebih, kuat dari padanya. "Anak ini aku yang membawanya sampai di sirai. Kalau ia tidak mau ikut, biar ia mampus saja!" Setelah berkata demikian, tiba-tiba dengan gerakan cepat sekali tubuhnya sudah melompat ke arah Bi Lan dan tongkat ular kobra itu meluncur ke arah kepala anak perempuan itu. "Trakkk!" tongkat itu bertemU ujung tongkat naga di tangan Jit Kong Lama sehingga terpental dan tubuh Ouw Kan agak terhuyung ketika ia terdorong ke belakang. "Omitohud! Apa kaukira pinceng ini patung? Anak ini tidak sudi kau bawa, apalagi kaubunuh! Karena ia tidak mau, pinccng harus membelanya!" Jit Kong Lama melintangkan tongkat kepala naga di depan dadanya. Ouw Kan memandang dengan mata berapi, akan tetapi dia menahan diri dan tidak berani menyerang. "Jit Kong Lama, sekali ini aku mengalah kepadamu. Akan tetapi ingatlah bahwa aku bertugas sebagai utusan Sribaginda Raja Kin dan campur tanganmu ini berarti engkau telah berdosa terhadap KeraJaan Kin!" "Ha-ha-ha, ancamanmu itu tidak ada artinya bagi pinceng. Pinceng bukan warga negara Kin, maka pinceng tidak berdosa kepada kerajaan manapun!" Setelah melotot kepada pendeta Lama dan Bi Lan, Ouw Kan lalu memutar tubuhnya, berlari ke arah kuda yang dltam-batkan pada batang pohon, melepas kendali kuda lalu melompat ke atas punggung binatang itu dan cepat meninggalkan tempat itu. Kini pendeta Lama itu berdiri berhadapan dengan Bi Lan. Mereka saling pandang dan memperhatikan. Sebagai anak Cerdik Bi Lan tahu bahwa kakek gundul ini telah menolongnya dan ia harus berterima kasih kepadanya. Maka iapun maju menghampiri dan menjatuhkan diri berlutut di depan Jit Kong Lama. "Losuhu telah menolong saya dan membebaskan saya dari tangan pembunuh dan penculik itu. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada losuhu." Jit Kong Hwesio membungkuk dan menggunakan tangan kirinya untuk meraba-raba dan menekan- nekan kepala, kedua pundak dan punggung Bi Lan. Anak itu merasa heran dan tidak enak diraba-raba seperti ku, akan tetsipi ia diam saja. "Bangkitlah, anak baik. Siapa namamu dan di mana tempat tinggalmu?" Bi Lan bangkit berdiri. "Saya bernama Han Bi Lan dan tempat tinggal saya dl kota raja Hang-chou." "Omitohud! Begitu jauhnya dia membawamu? Dari Hang-chou ke sini? Wah, perjalanan dari sini ke Hang- chou dengan berjalan kaki akan makan waktu puluhan hari! Bagaimana engkau akan dapat pulang sendiri, Bi Lan? Di dalam perjalanan sejauh itu, engkau tentu akan bertemu banyak orang jahat. Engkau mungil dan cantik, tentu banyak orang jahat tidak akan melepaskanmu begitu saja." Mendengar ini, kembali Bi Lan menjatuhkap dirinya berlutut. "Lo-suhu, mohon losuhu jangan kepalang menolong saya. Kalau losuhu sudi menolong saya mengantarkan saya pulang ke Hang-chou, pasti saya akan sampai di rumah dengan selamat dan kedua orang tua saya tentu akan berterima kasih sekali kepada losuhu." Bi Lan belum mau menyebutkan nama ayah dan ibunya, karena la beluin mengenal slapa sebenarnya kakek Inl dan la tldak tahu apakah kakek ini tidak memusuhl ayah Ibunya.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>