Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Kisah Si Naga Langit - 23

$
0
0
23kisah-si-naga-langit.jpgCerita Silat | Kisah Si Naga Langit | Oleh Kho Ping Hoo | Kisah Si Naga Langit | Sakti Cersil | Kisah Si Naga Langit pdf

kisah-si-naga-langit-23.jpg Pendekar Seribu Diri - Keluar Dari Jurang Pendekar Seribu Diri - Mulai Mengembara Pendekar Seribu Diri - Iblis Tengkorak Mas Kisah Si Naga Langit 21 Kisah Si Naga Langit 22 Pedang Kunang Kunang - Barisan Pedang Siau-lim-si Pedang Kunang Kunang - Malaekat rambut merah Pedang Kunang Kunang - Malaekat rambut merah Pendekar Seribu Diri - Kilas Balik Terlunta Lunta Pendekar Seribu Diri - Cambuk Bumi vs Pengabar Langit

"Wuuutt....!" Wanita itu terkejut bu-kan main karena ketika pedangnya me-nyambar ke arah leher pemuda itu, tiba-tiba pedangnya terpental sepertl tertolak tenaga tak tampak yang lentur dan kuat sehingga tenaganya yang mendorong pedangnya itu memballk! Pemuda itu masih berdiri sambll menundukkan muka dan kedua matanya terpejam, mulutnya tersenyum dan wajahnya tampak demiklan tenang dan tenteram, seperti wajah orang yang sedang tidur pulaa. la merasa penasaran sekali dan mepyerang lagi dengan pedangnya. Namun setiap kali membacok atau menusuk, pedangnya selalu terpental. Makiri kuat ia menyerang, semakin kuat lagi tenaga yang membuatnya terpental karena tenaga membalik. Tiba-tiba terdengar seruan lembut. "Ngo-sumoi (adik seperguruan ke lima), hentikan itu!" Mendengar seruan im, nenek itu melompat mundur, napasnya terengah dan wajahnya merah sekali. Thian Liong membuka matanya memandang dan dia melihat seorang pendeta wanita berpakalan serba putih berdlri di depannya. Wanita ini usianya sudah enam puluh lebih, namun wajahnya masih tampak segar dan slnar matanya lembut. Begitu bertemu pandang, Thian Liong merasa tunduk dan tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan seorang nenek yang sakti dan yang telah mampu mengendalikan nafsu- nafsunya sendirl. Maka dia cepat memberi hormat, mengangkat kedua tangan ke depan dada. "Loclanpwe, saya mohon maaf sebanyaknya kalau kunjungan saya kesini hanya mendatangkan keributan dan gangguan." Pendeta wanita itu tersenyum dan wajahnya tampak jauh leblh muda ketl" ka la tersenyum. "Ah, slcu (orang muda gagah), kamilah yang sepatutnya mlnta maaf atas slkap sumol Biauw In yang keras terhadapmu tadi. Akan tetapi siapakah engkau, sicu? Dan ada keperluan apakah engkau datang ke tempat kaml ini?" "Nama saya Souw Thian Liong dan kedatangan saya ini untuk memenuhl perintah guru saya." "Hemm, kaml melihat tadl bahwa engkau telah mencapal tingkat tertinggl dari tenaga sakti. Siapakah gurumu?" "Suhu disebut Tiong Lee Cin-jin." "Sian-cai (damai)....!" Nenek itu berseru dan wajahnya tampak terkejut dan berseri. "Kiranya Tiong Lee Cin-jin yang bijaksana yang mengutus muridnya datang berkunjung?" Nenek itu menoleh kepada sumoinya yang galak tadi. "Biauw In Sumoi, lihat apa yang telah kau lakukan tadi? Engkau menyerang murid Tiong Lee Cin-jin'" Wanita galak itu tampak kaget dan wajahnya menjadi agak pucat. "Aku.... aku tidak tahu....” "Loclanpwe, kejadian tadi harap dilupakan saja, Sayalah yang bersalah dan mlnta maaf." kata Thlan Liong yang merasa tldak enak mendengar teguran itu. "Souw-sicu, sikapmu ini menunjukkan bahwa engkau pantas menjadi murid Tiong Lee Cin-jin yang bijaksana. Katakanlah, tugas apa yang diberikan gurumu kepadamu sehingga engkau datang ke slni?" "Maaf, loclanpwe. Sesual dengan perintah suhu, saya hanya dapat membicarakan urusan itu kepada para pimpinan Kun-lun-pai, yaitu Kui Beng Thai-su atau Hui In Slan-kouw saja." Nenek itu tersenyum. "Kui Beng Thai-su adalah ketua umum Kun-lun-pai dan Hui In Siankouw adalah sumoinya yang memimpin para murid wanita. Akulah Hui In Siankouw dan ia ini seorang sumoiku bernama Biauw In Suthai." "Ah, kiranya locianpwe adalah Hui In Sian-kouw. Terimalah hormat saya." Thian Liong memberi hormat lagi, Hul ln Sian-kouw tersenyum dan berkata. "Souw-sicu, harap kelak sampaikan maaf kami kepada suhumu dan jangan menertawakan kami. Kami rnempunyai peraturan bahwa laki-laki tidak boleh memasuki asrama para murid wanita Kun-lun-pai. Oleh karena itu, terpaksa kami tidak dapat mempersilakan engkau memasuki asrama dan hanya dapat menyambutmu di sini saja." "Tidak mengapa, locianpwe. Saya menghormati peraturan itu." "Kalau begitu, mari kita duduk dan bercakap-cakap di sana." Hui In Sian-kouw menunjuk ke arah kiri di mana terdapat sekumpulan batu yang putih bersih. Agaknya batu-batu itu memang dira-wat dan dijadikan tempat untuk duduk bersantai. Thian Liong mengikuti dua orang pendeta wanita itu dan mereka lalu duduk di atas batu sallng berhadapan. "Nah, sekarang sampaikan pesan Tiong Lee Cln-Jln itu kepadaku, Souw-sicu. Aku yang akan menyampaikan kepada suheng (kakak seperguruan) Kui Beng Thaisu." Thian Llong menghela napas panjang "Sungguh! sayang sekali. Saya yang semestinya membawa kabar gembira untuk locianpwe, karena kelalaian saya, telah membuat kabar itu berubah menjadi tldak menyenangkan." Hul In Slankouw tetap tersentum. "Apapun yang terjadl, terjadilah, Souw-slcu. Tidak ada kejadian baik atau buruk, sebelum pikiran kita menilai didasari kepentingan pribadi. Ceritakanlah tanpa ragu. Kaml siap menerima yang ,dianggap paling buruk sekallpun."' Thian Libng mengangguk kagum. Tak salah penilaiannya tentang pendeta wani-ta ini. Seorang yang arlf bijaksana. Maka diapun bercerita dengan lapang dada. "Saya dlutus suhu untuk mengantarkan sebuah kltab untuk Kun-lun-pal yeng harus saya serahkan sendlri kepada Kui Beng Thai-su atau kepada Hui In Slan-kouw dan kebetulan sekall kini saya berhadapan dengan locianpwe sendiri." "Ah, sebuah kltab dari Tiong Lee Cin-Jin untuk Kun-lun- pai? Souw-sicu, apakah nama kitab itu?" Tiba-tiba Biauw In Suthai bertanya dengan nada suara gembira. Agaknya ia tetah melupakan kemarahannya tadi dan kini merasa gembira sekali mendengar bahwa Kun- lun-pai akan mendapatkan sebuah kitab dari Tiong Lee Cin-jin yang namanya terkenal di antara semua tokoh besar dunia persilatan itu. "Nama kitab Itu Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat." kata Thian Liong. "Alhh! Itu kitab pelajaran ilmu silat tinggi yang khusus diciptakan untuk murid wanita dan kitab itu lenyap ratusan tahun yang lalu, kabarnya dicuri seorang pertapa sakti yang jahat!" seru Hui In Sian-kouw kagum. "Dan sekarang Tiong Lee Cin-jin dapat menemukannya kembali dan hendak mengembalikan kepada Kun-lun-pai? Betapa bijaksananya Tiong Lee Cin-jin." "Souw-sicu, cepat keluarkan kitab itu dan berikan kepada Hui In Suci (kakak perempuan seperguruan Hui In)!" kata Biauw In Suthai tidak sabar lagi karena ingin segera melihat kitab pusaka Kun luni-pai itu. "Bersabarlah, sumoi. Berilah waktu kepada Souw-sicu, agaknya dia masih hendak bercerita." kata Hui In Sian-kouw dengan tenang dan sabar. "Sesungguhnya banyak yang harus saya ceritakan, locianpwe. Akan tetapi yang terpenting unluk saya beritahukan adalah bahwa kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat itu, ketika saya berada dl lereng bawah pegunungan Kun-lun-san ini lenyap dicurl orang." "Apa....??" Biauw In Suthal melompat berdiri. "Tidak mungkin!" Tentu engkau bohong dan ingin menguasai kitab itu untukmu sendiri!" "Sumoi, Jangan sembarangan bicara!" Hui In Sian- kouw menegur adik seperguruannya. "Suci, semua laki-laki di dunia ini mana ada yang dapat dipercaya? Dia memiliki ilmu kepandaian tinggi, mana mungkin kitab itu dicuri orang? Coba kuperiksa buntalannya!" Biauw In Suthai melompat ke arah buntalan pakalan Thian Liong yang tadi diturunkan pemuda itu ketlka hendak duduk di atas batu. Melihat ini, Thian Liong membiarkan saja. Hui In Sian- kouw juga tidak keburu melarang sumolnya yang sudah membuka buntalan pakaian itu. "Suci ini ada dua buah kitab!" seru Biuaw In Suthai sambil memperlihatkan dua buah kitab tua yang diambilnya dari buntalan itu. "Itu adalah Kitab Sam-jong Cin-keng milik Siauw-lim- pai dan kitab Kiauw-ta Sin-na milik Bu-tong-pai. Kedua kitab itu harus saya serahkan kepada pemilik masing- masing, seperti juga kitab milik Kun-lun-pai yang hilang." "Sumoi, kembalikan dua buah kitab itu. Kita tidak berhak menyentuhnya." perintah Hui In Sian-kouw dan Blauw In Suthai mengembalikan dua buah kitab itu. Akan tetapi ia terus mencari dan membuka kantung biru. "Hei, lihat, suci! Banyak emas di sini, Tentu dia telah menjual kitab klta itu dan mendapatkan banyak emas. Hayo kau mengaku saja! Kepada siapa kltab kami itu kau jual!" Biauw In Suthai sudah mencabut lagi pedangnya dan mengancam Thian Liong. "Sumoi, sirnpan pedangmu dan mundur!" Hui In Sian- kouw menegur sumoinya dan Biauw In Suthai menyarungkan lagi pedangnya dan melangkah mudur dengan mulut cemberut dan matanya mencorong galak memandang Thian Liong. Hui In Sian-kouw memandang pemuda Itu. "Souw-sicu, apakah penjelasanmu tentang ini semua?" Thian Liong menghela napas panjang. "Saya tadi belum selesai bercerita, loclanpwe. Tadi ketika saya melakukan perjalanan dan tiba di jalan raya di lereng bukit sebelah bawah, saya melihat serombongan lima orang saudagar dlkawal belasan orang piauwsu sedang diganggu dua orang perampok. Dua orang perampok ttu lihai dan para piauwsu agaknya akan kalah dan terbunuh semua. Saya lalu membela mereka yang dlrampok dan pada saat itu muncul pula ae-or.ang gadls yang llhai, la Juga membantu para piauwsu dan menewaskan seorang di antara dua perampok itu. Perampok ke dua melarikan sekantung emas dan saya mengejarnya dan berhasil mengambil kembali kantung yang dibawanya lari. Ketika saya mengembalikan kantung emas itu kepada para saudagar, mereka lalu menyerahkan setengah isi kantung itu kepada kami berdua, yaitu saya dan nona itu. Setelah para saudagar dan rombongannya meninggalkan tempat itu, saya lalu mengubur mayat perampok yang terbunuh oleh gadis itu. Di antara kami terjadi perselisihan paham karena saya mencelanya yang telah membunuh perampok itu. la marah-marah dan pergl membawa separuh uang yang ditinggalkan saudagar, yang separuh lagi ia berikan kepada saya. Nah, ketika saya sibuk menggali lubang untuk mengubur jenazah itulah, saya lengah. Tahu-tahu kantung uang emas yang tadinya saya tolak itu telah berada dalam buntalan pakaian inl dan kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang berada di tumpukan paling atas, telah lenyap." "Gadis Itu tentu cantik jelita, bukan?" Tiba-tiba Biauw In Suthai bertanya, nadanya mengejek. "Memang ia cantik jelita dan usianya kurang lebih tujuh belas tahun," kata Thian Liong sejujurnya. "Nah Itulah, laki-laki semua mata keranjang! Tentu mellhat gadis cantlk itu, dia tergila-gila dan untuk menyenangkan hatinya, dia memberikan kitab itu kepadanya. Suci, pemuda ini harus bertanggung jawab, dia harus mengembalikan kitab itu kepada kita!" "Sumoi, tidak malukah engkau berkata seperti itu? Kitab itu memang millk Kun-lun-pai, akan tetapi telah ratusan tahun hilang dan kita tldak dapat menemukannya kembali. Tlong Lee Cin-jin berhasil mendapatkannya kembali dan hendak menyerahkan kepada kita. Souw-alcu kehilangan kitab itu, dlcuri oleh orang laln. Bagalmana kita dapat menimpakan tanggung jawab kepadanya untuk mengemballkan kitab itu kepada kita? Sudahlah, aku melarangmu bicara lagi" Mendengar teguran keras dari Hui In Siankouw, Biauw In Suthai mengerutkan alishya dan mukanya menjadi buruk sekali karena ia cemberut. "Suci terlalu membela laki-laki ini. Biar aku melapor kepada toa- suheng (kakak seperguruan pria tertua)!" Setelah berkata demikian, pendeta wanita yang galak itu lalu meninggalkan tempat itu untuk pergi ke asrama baglan putera di balik bukit. Hui In Siarikouw menghela napas panjang. "Souw- sicu, maafkan sikap sumoi Biauw In Suthai. la memang keras hati. Sungguh aku merasa tidak enak kepadamu, sicu." "Tidak mengapa, locianpwe. Memang sudah sewajarnya kalau ia marah karena saya memang bersalah. Saya telah le-ngah sehingga kitab itu lenyap dicuri orang. Sudah semestinyalah kalau saya bertanggung jawab. Saya berjanji akan mencari kitab itu sampal dapat dan setelah saya temukan, tentu akan saya serahkan kepada locianpwe di slni." Pendeta wanita itu tersenyum dan mengangguk- angguk. "Dari sikapmu sebagai murid, kami dapat menilai betapa bijaksananya Tlong Lee Clnjln, Souw- sicu, Siapakah nama gadis yang mencuri kiiab itu?" "Saya tidak tahu namanya, locianpwe, kaml tidak sempat berkenalan. Akan tetapi sayapun tidak berani mengatakan bahwa ia yang mencuri kitab itu karena tldak ada buktlnya. Bagaimanapun juga, saya akan berusaha sekuat kemampuan saya untuk mencari kitab itu." "Kami percaya bahwa engkau akan berhasil, sicu, dan sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas usahamu mencari kitab itu. Tldak lupa, sampaikan terima kasih Kun-lun-pai yang sebesar-besarnya kepada gurumu Tiong Lee Cin-Jln yang sudah menemukan kitab kaml yang hilang itu dan berusaha mengembalikannya kepada kami. Sampaikan hormat ku kepada beliau."

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>