Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Kisah Si Naga Langit - 24

$
0
0
Cerita Silat | Kisah Si Naga Langit | Oleh Kho Ping Hoo | Kisah Si Naga Langit | Sakti Cersil | Kisah Si Naga Langit pdf

Pendekar Seribu Diri - Keluar Dari Jurang Pendekar Seribu Diri - Mulai Mengembara Pendekar Seribu Diri - Iblis Tengkorak Mas Kisah Si Naga Langit 21 Kisah Si Naga Langit 22 Pedang Kunang Kunang - Barisan Pedang Siau-lim-si Pedang Kunang Kunang - Malaekat rambut merah Pedang Kunang Kunang - Malaekat rambut merah Pendekar Seribu Diri - Kilas Balik Terlunta Lunta Pendekar Seribu Diri - Cambuk Bumi vs Pengabar Langit

"Baik, loclanpwe, akan saya sampaikan kalau saya sudah menyelesaikan tugas-tugas saya dan bertemu lagi dengan suhu. Sekarang, saya mohon pamit dan terima kaslh atas pengertlan locianpwe yang sudah memberl maaf atas kelengahan saya sehingga kltab untuk locianpwe itu sampai hilang." "Selamat jalan, sicu, dan berhati-hatilah dalam perjalanan. Semua prang mengetahui bahwa para datuk dan tokoh kang-ouw ingin sekali merampas kitab-kitab yang didapatkan oleh Tiong Lee i! Cin-jin dari dunia barat. Sicu yang masih membawa dua kitab, tentu tidak akan terlepas dari incaran mereka." "Terima kaslh, loclanpwe, atas nasihat itu. Selamat tinggal." Thian Liong menggendong buntalan-nya» memberi hormat lalu pergi menuruni puncak itu. Akan tetapi, ketika dia tiba di lereng gunung ke dua dari'puh-cak, dia melihat Biauw In Suthai meng-hadang perjalananh^a dan pendeta wanita itu ditemani dua orang gadis yang berpa-kaian serba kuning. Dua orang gadis itu berusia kurang lebih delapan belas tahun, keduanya bertubuh rarnping berkulit pu-tih mulus dan keduanya cantik manis. Hanya bedanya, yang seorang lebih jang-kung dengan wajah bulat dan yang kedua agak lebih pendek dan lebih muda dengan wajah bulat telur. Rambut mereka di gelung ke atas dengan kain berwarna kuning yang lebar. Di panggung mereka tergantung sebatang pedang. Blarpun Blauw In Suthal tadl berslkap galak kepadanya, Thian Liong tidak mendendam dan mellhat nenek Itu berdirl menghadang perjalanan bersama dua orang gadis itu, dla cepat menghampirl dan memberi hormat. "Locianpwe, saya mohbn diri hendak meninggalkan Kun-lun-san, harap locianpwe suka memberi jalan." Akan tetapl Biauw In Suthal bertolak pinggang dan memandang pemuda itu dengan marah. "Souw Thian Liong, engkau sudah tahu akan kesalahanmu! Engkau sebagai seorang laki-laki telah berani lancang datang ke asrama puteri Kun lun-pai. Karena itu sebelum kami menguji kepandaianmu, kami tidak akan membiarkanmu pergi. Tadi kami melihat sebatang pedang dalam buntalanmu. Hayo keluarkan pedangmu. Kami menantangmu untuk mengadu silat pedang!" Nenek itu menantang. Thian Liong mengerutkah alisnya. "Akan tetapi, loclanpwe, saya tidak ingin bertanding dengan siapapun, saya tidak ingin bermusuhan dengan siapapun." "Enak saja! Engkau melanggar daerah terlarang bagi prla, dan engkau telah membikin lenyap kttab pusaka Kun-lun-pai Engkau harus menerima tantangan kaml ini. Aku tldak ingln dlanggap sebagai orang tua yang menghina anak muda. Karena itu, muridku inl akan mewaklll aku mengujl llmu pedangmu. Kim Lan, bersiaplah engkau!" Gadis yang lebih tinggi bermuka bulat itu tiba-tiba menjadi merah wajahnya dan ia tampak semakin cantik. Ia mengangguk menerima perintah gurunya dan sekali tangan kanannya bergerak, tampak sinar berkelebat dan Thian Liong segera mengenal pedang itu sebagai pedang bersinar putih yang tadi dipergunakan Biauw In Suthai. Dengan gerakan indah dan gagah gadis cantik bernama Kim Lan ini menggerakkan pedangnya menunjuk ke atas, lalu pedangnya berkelebat seperti kitat menyambar, menjadi sinar menyilaukan dan ia sudah rnemasang kuda-kuda dengan pedang bersenibu-nyi di bawah lengan kanan, tangan kiri melingkar depan dada. Gayanya indah dan gagah sekali. "Sicu, silakan!" kata Kim Lan, suaranya merdu namun mengandung tanteng-an dan kekerasan hati, sinar matanya tajam menyambar ke arah wajah Thian Liong. Tentu saja pemuda itu menjadi ragu. Dia tidak ingin berkelahi, apa lagi melawan seorang gadis yang tidak dike-nalnya sama sekali, yang tidak mempunyai urusan apapun juga dengan dirinya. Melihat keraguan ini, Biauw In Suthai segera berkata nyaring. "Souw Thian Liong, engkau mengaku murid Tiong Lee Cin-jin yang terkenal, akan tetapi engkau pengecut kalau tidak berani menghadapi tantangan muridku Klm Lan. Ambil pedangmu dan coba kita sama mellhat apakah engkau mampu menandingi Tian-lui-kiam-sut , (Ilmu Pe-dang Kilat Guntur)! Kalau engkau dapat menang melawan Kim Lan, berarti engkau pantas berkunjung ke markas puteri Kun-lun-pai karena engkau menjadi keluarga sendiri. Akan tetapi kalau engkau kalah, kami akan membiarkan engkau pergi dan ternyata nama besar Tiong Lee Cin-jin hanya kosong belaka!" Wajah Thian Liong berubah agak merah. Terlalu sekali nenek ini, pikirnya! Dia dipaksa untuk melawan karena kalau tidak, dia akan dianggap sebagai pe- ngecut dan berarti dia akan merendahkan nama besar gurunya yang amat dihormat di dunia kang-ouw. Dia terpaksa, mau tidak mau, harus melayani tantangan itu. Dia merasa serba salah. Dilayani, dia merasa tidak semestinya karena dia tidak mempunyai permusuhan dengan mereka dan tidak ingin menghina Kun-lun-pai dengan mengalahkannya. Kalau tidak dllayani, dia dianggap pengecut dan na-ma besar gurunya terseret turun. Selain itu, dia juga ingin sekali melihat sampai di mana kehebatan Ilmu Pedang Kilat Guntur itu. Dia pernah mendengar dari gurunya bahwa ilmu pedang Itu merupakan llmu puiaka dan andalan Kun-lun-pai dan bahwa hanya murld-murld tertinggl saja yang berhak menguasal llmu pedang itu. Gadis ini masih amat muda paling banyak sembilan belas tahun usianya, akan tetapi sudah menguasai Tian-lui-kiam- sut, berarti ia seorang murid Kun-lun-pai yang sudah tinggi tingkatnya. Timbul keinginannya untuk menguji kehebatan ilmu pedang itu! Setelah menghela napas panjang, Thian Liong melepaskan gendongannya ke atas tanah, membuka buntalan, mengambil pedangnya dan mengikatkan lagi buntalan itu dengan teliti karena dia tidak mau lagi kehilangan dua buah kitab untuk Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai itu, kemudian ia mencabut pedangnya, melempar sarung pedang di atas buntalan pakaian dan menghampiri Kim Lan dengan pedang di tangan. Pedang Thian-liong-kiam itu adalah sebatang pedang kuno, berbentuk seekor naga gagangnya merupakan ekornya. Dia berdiri santai, pedang di tangan kanan itu tergantung ke bawah. Sama sekall dla tldak membu-at pasangan kuda-kuda, "Baiklah, kalau locianpwe memaksa. Sllakan, nona, saya sudah slap melayani nona." katanya. Biauw In Suthai dan gadis ke dua melangkah mundur dan menonton di pinggir. Melihat Thian Liong sudah mencabut pedang dan mengatakan siap wa-laupun sikapnya masih santai, Kim Lan lalu membentak dengan suara nyaring. "Lihat serangan pedangku!" Setelah memberi peringatan, barulah ia bergerak. Dan serangannya memang hebat sekali. Begitu ia menerjang maju, pedangnya berkelebatan menyambar-nyambar seperti kilat dan ia telah menghujani Thian Liong dengan serangkai serangan kilat yang dahsyat! Thian Liong merasa kagum. Cepat dia menggunakan ginkang untuk berkelebatan mengelak dari semua serangan. Timbul kegembiraan hatinya. Ilmu pedang yang dimainkan gadis bernama Kim Lan itu memang hebat sekali dan gadls Itu benar-benar telah menguasai llmu pedangnya dengan baik. Pedang kilat itu seolah telah menyatu dengan dirlnya. Sampai belasan jurus Thlan Liong menghindarkan dirl dari sambaran pedang dengan elakan-elakan cepat. Namun dia tahu bahwa dla tidak mungkin meng- andalkan elakan saja untuk menghindarkan diri dari serangan yang bertubi-subi datangnya Itu. Maka, ketlka dla terdesak, mulallah dla menggerakkan Thian-Liong-kiam di tangan kanannya. Akan tetapi tentu saja dla membataal tenaganya karena dia tidak ingin membikin rusak pedang lawan, juga tidak ingin membikin malu gadis itu dengan tolakan tenaga saktinya. Dia menangkls dengan tenaga terbatas. "Tranggg....!" Dua pedang bertemu dan tampak bunga api berpijar menyilaukan mata. Gadls itu cepat memeriksa pedangnya. la merasa lega melihat pedangnya tidak rusak, juga lega karena merasa betapa tenaganya seimbang dengan tenaga lawan. Pertandingan dilanjutkan dan kini Thian Liong terkadang membalas dengan serangan pedangnya. Pertandingan itu tampak ramai dan seimbang. Hal ini terjadi tentu saja karena Thian Liong banyak mengalah. Dia tidak ingin membikin malu gadis itu maka sengaja membuat pertandingan itu tampak seru dan ramai seolah kepandalan mereka seimbang. Tentu saja dlapun tldak mau kalau sampai dia kalah, karena hal iu akan merendahkan nama besar gurunya. Tldak, dia harus menang, akan tetapl kemenangan melalul pertandlngan yang seimbang dan ramai. "Hailiiittt....!!" Tlba-tiba Kim Lan merendahkan tubuhnya setengah berjong-kok dan pedangnya menyambar- nyambar ke arah kedua kaki Thian Liong. Pedang itu diputar-putar merupakan gulungan sinar putlh yang mengancam kedua kaki lawan. Thlan Liong berloncatan untuk menghindarkan diri dari serangan ke arah kedua kakinya itu. Untuk menghentikan desakan lawan, dia menyerangkan pedang nya dari atas dan pedang Thian-liong-kiam berkelebat. Ujung kain pengikat ke-pala Kim Lan terbabat putus dan sehelai kain kuning melayang ke bawah. Gadis itu terkejut dan mengubah serangannya. Kini ia berdiri lagi dan pedangnya menyambar-nyambar ke arah leher lawan. "Trang-trang-tranggg..., tiga, kali berturut turut kedua pedang bertemu dl udara dan keduanya melompat ke belakang. Lima puluh jurus telah lewat dan Thlan Llong merasa bahwa sudah cukup lama dla mengalah. Ketika pedang kilat itu meuncur menyambar dengan tusukan ke arah dadanya, dia hanya sedikit miringkan tubuhnya dan mengangkat lengan kirinya. Pedang itu meluncur dekat sekali dengan iga kirinya dan pada saat itu, lengan kirinya turun mengempit pedang lawan! Kim Lan terkejut dan mengerahkan tenaga untuk mencabut pedangnya yang tampaknya seolah menancap di dada lawan itu. Akan tetapi tiba-tiba Thian Liong mengetuk siku kanannya. Seketika lengan kanannya kehilangan tenaga dan sebelum gadis itu dapat mengatasi keadaannya tangan Thian Liong yang memegang pedang itu telah mendorong pundak kiri Kim Lan sehingga tubuh gadis itu terhuyung ke belakang dan pedangnya tertinggal, dikempit oleh lengan kiri pemuda itu! Keadaan ini jelas membuktikan bahwa Kim Lan telah kalah. Thian Liong cepat mengambtl pedang gadis itu, memegang ujungnya dan menyodorkan gagangnya kepada Kim Lan. "Terimalah pedangmu dan maafkan aku, nona." ucapannya itu dikeluarkan dengan tulus. Kim Lan menerima pedang itu dan tiba-tiba ia menjatuhkan diri bersimpuh di atas tanah dan menangis tentu saja Thian Liong menjadi bengong melihat hal ini. Anehnya, Biauw In Suthai menghampirinya. Thian Liong sudah bersiap siaga untuk melindungi dirinya kalau diserang tiba-tiba oleh pendeta wanita yang galak ini. Akan tetapi anehnya, Biauw In Suthai tersenyum dan berkata dengan suara girang. "Souw Thian Liong, kiong-hi (selamat)! Kami mengucapkan selamat!" "Selamat? Untuk apa?" Thian Liong bertanya, tidak mengerti. "Selamat karena engkau telah membuktikan bahwa engkau murid yang mengagumkan dari Tlong Lee Cln- jln, engkau telah menang dalam pertandingan ini dan engkau telah memperoleh seorang isteri yang baik dan cocok sekali bagimu." Thian Liong terbelalak semakin heran. "Isteri? Apa.... apa maksud locianpwe?" Nenek itu menunjuk Kim Lan yang masih bersimpuh dan menangis menutupi muka dengan kedua tangannya. "Lihat itu, calon isterimu menangis karena haru dan bahagia!" "Locianpwe, apa maksudmu? Saya.... saya tidak...." dia bingung harus berkata apa. Biauw In Suthai tertawa dan melihat nenek itu tertawa Thian Liong merasa aneh sekali. Nenek yang galak dan keras seperti batu karang itu dapat terta- wa, akan tetapi hanya mulutnya yang menyeririgai tertawa, matanya sama sekali tldak ikut tertawa. Mata itu tetap memandang dengan sinar yang keras. "Heh-heh-hl-hl-hlk. Makaudku....? Itu urusan orang muda. Engkau boleh bicara sendtrl dengan Klm Lan!" Setelah berkata demikian, pendeta wanita itu melangkah pergi meninggalkan Thian Liong yang masih berdiri bengong. Setelah nenek itu pergi, Thiar Liong memandang kepada gadis yang masih duduk bersimpuh dan menangis tanpa suara itu. Kemudian dia memandang kepada gadis ke dua yang berdiri di dekat gadis yang menangis dan kebetulan gadis itu juga sedang memandang kepadanya Gadis yang bermuka bulat telur dan bertubuh mungil ini wajahnya sama cantik dengan gadis pertama. Bedanya, gadis yang lebih pendek ini wajahnya tidak membayangkan kekerasan seperti yang lain. la bahkan memandang kepada Thian Liong dengan sinar mata kagum dan lembut, dan bibirnya mengembangkan senyum. Melihat sikap ini, Thian Liong yang tidak berani bertanya kepada gadis yang menangis, lalu bertanya kepada gadis ke dua itu. "Nona, apakah sebenarnya yang dimaksudkan oleh loclanpwe tadi? Sungguh mati saya tldak mengertl sama sekali" Gadis itu menoleh kepada gadls yang masih duduk bersimpuh dan biarpun sudah tidak menangs lagi namun masih menutupi mukanya dengan kedua tangan seperti orang yang merasa malu. "Sucl (kakak seperguruan, bolehkah aku mewakilimu menceritakan apa artinya semua ini kepada Souw-sicu?" Gadis yang bernama Kim Lan mengangguk. Gadis mungil itu lalu melahgkah maju rnenghampiri Thian Liong dan la berkata dengan suara merdu. "Kami berdua adalah murid Kun-lun-paii di bawah asuhan guru karni Biauw In Suthai. Inl adalah enci Kim Lan dan aku bernama Ai Yin. Ketahuilah, sicu, kami berdua telah disumpah oleh guru kami ketika kami menerima pelajaran ilmu pedang Tian-lui-kiam-sut (Ilmu Pedang Kilat Gun-tur) bahwa kami hanya boleh menikah kalau...." "Sumoi....!" Kim Lan menegur sumoinya dan ia kini bangkit berdiri, akan tetapi tidak berani menatap wajah Thian Liong, melainkan memandang wajah sumoinya. "Suci, kalau aku tldak menceritakan semuanya, bagaimana Souw-sicu akan dapat mengertl persoalannya? Karena dia merupakan orang yang tersangkut, tiada salahnya dia mengetahui rahasia kita." Sejenak Kim Lan termangu-mangu, lalu melirik malu- malu ke arah Thian Liong, kemudlan mengangguk dan berkata lirih, "Balk, teruskanlah." Thian Llong merasa tidak enak. "Nona, kalau kalian mempunyai rahasia, tidak perlu kalian ceritakan padaku. Akupun tidak ingin mendengar tentang rahasia orang lain." "Souw-slcu, rahasia kami ini sekarang telah melibatkan dirimu, maka engkau harus mendengarnya." "Hemm, kalau engkau dengan suka rela hendak menceritakan kepadaku, silakan." kata Thian Liong yang sebetulnya ingin sekali tahu akan sikap 8iauw In Suthai tadi. "Seperti kukatakan tadi, kami berdua telah disumpah oleh guru kami. Kami tidak boleh berhubungan dengan pria, bahkan tldak boleh berdekatan. Subo (ibu guru) mungkin akan rnembunuh kami kalau melihat kami akrab dengan pria. Kami disumpah bahwa kami hanya boleh menikah kalau ada pria yang dapat mengalahkan Ilmu Pedang Kilat Guntur kami. Pria yang dapat mengalahkan kami harus menjadi suami kami. Karena itu, ketika engkau mengalahkan suci Kim Lan, berarti engkau menjadi jodoh atau calon suami suci Kim Lan, Souw-sicu." Thlan Liong terbelalak, terkejut dan heran. "Akan tetapi....., bagaimana mungkin ada aturan seperti itu? Pernikahan tidak dapat dipaksakan oleh satu pihak, harus ada persetujuan kedua pihak. Sedangkan aku.... aku sama sekali belum mempunyai keinginan bahkan belurn pernah berpikir untuk menikah!"

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles