
“Khiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..........” Jeritan melengking menembus langit seakan ingin mengoyak-ngoyak bumi dari arah panggung. ternyata yang berteriak adalah pembawa Acara yang tadi mempersilahkan hadirin. Semua hadirin terkejut, dari jumlah manusia hampir mencapai dua juta itu serempak duduk bersila dan mengerahkan tenaga dalam , hanya beberapa orang saja yang tak terpengaruh dengan teriakan itu, termasuk rombongan dari Tamu terakhir yakni Aram widiawan dan Kawan-kawan. “Tampaknya mereka tak lagi dapat bersabar,....” Berkata Seorang wanita muda dengan tahi lalat didagunya, diantara semuanya mungkin dialah yang paling seronok pakaiannya. bagaimana tidak? dengan percaya dirinya Ia memakai jubah tanpa pakaian lagi didalamnya, jubah kancing kesatu dan keduanya tidak dikancingkan, sehingga tonjolan didadanya mengintip malu malu. jubahnya lumayan panjang hingga menutupi lututnya, tapi gilanya jubahnya itu terdapat belahan sampai lima jari dari pangkal paha. dia bernama kenanga ketua dari partai kupu-kupu malam. “Haha..... mungkin kau benar sayang..” jawab seorang pemuda tampan berbaju merah darah dengan kipas ditangannya, dia bernama Eka Purnama, ketua dari partai Naga Darah Biru” Ucapan mereka terputus karena tiba tiba mereka mendengar logat gaya bicara yang mereka kenal. “Selamat Tinggal, Semoga Arwahmu dialam baka bahagia menjadi darah Pertama dilembah kematian ini” Terdengar Gumaman dari bibir Seorang pemuda yang sedari tadi memejamkan mata. dilehernya tersampir bulu rubah yang masih utuh, sekilas bulu rubah itu seakan rubah asli yang sedang melilit dilehernya. Bulu rubah itu, ia dapatkan dari Anak buahnya yang bernama Rival ketua dari Partai Harimau Niaga. Sehari sebelum memulai berangkat ke Lembah Kematian. Teman-temannya yang sedari tadi diam terheran- heran apakah yang ia maksudkan, namun kebingungan mereka tak lama karena mereka dibuat mengerti juga. “Aaaakkkhhhhh” Jeritan melengking menyayat dari barak Golongan hitam. semua Orang terkejut, ketika berpaling mereka melihat pemandangan yang paling mengerikan. bagaimana tidak? Sesosok tubuh mungkin perempuan jika dilihat dari lekukan tubuhnya sedang bermandi darah dari tiga belas lubangnya. (mata, hidung, telinga, puting susu, mulut, pusar, kemaluan, anus dan pori-pori)tubuhnya mengeluarkan darah bagaikan air mancur, sebagian orang meski menyingkir tapi masih ada yang terkena percikan darah itu. Sungguh kematian yang menggenaskan. hebatnya sosok perempuan itu, meski kesakitan atau merenggang nyawa tapi tak setitikpun berpindah atau berubah dari posisinya. Siapakah sosok perempuan itu? tentu anda sekalian masih ingat dengan Sosok perempuan yang bernama Cintamani bukan? Kala itu, Cintamani sedang bisik-bisik dengan Iblis Langit Selatan. Namun mendadak cintamani berdiri terbawa reaksi dari aliran darahnya. yang terheran- heran tentu adalah Iblis Langit sendiri. Ketika ia berdiri itu, darah tiba-tiba menggumpal ditenggorokannya, Cintamani Gugup cepat ia salurkan tenaga dalamnya, kali ini ia benar-benar mati kutu, Sebab tenaga dalamnya bagaikan melemparkan batu ditengah samudra. HILANG..... Tak berselang begitu lama, darah tiba tiba mengucur deras seperti pancuran dari ketinggian, seluruh Pori- Pori kulitnya mengeluarkan darah, juga lobang lobang lainnya tak ketinggalan. Melihat kematian Murid yang tinggal satu-satunya itu, Iblis Langit Selatan gusar bukan kepalang, Apalagi kematian muridnya itu berada didepan matanya sendiri tanpa ia sedikitpun dapat menolong. segera ia menjejakan kaki ditanah dengan ringannya ia melambung tujuh delapan tombak diudara, setelah menginjak tanah seperti Angin saja ia melesat menuju barak golongan merdeka. Set.... Iblis Langit Selatan, melesat menuju tempat duduk Seorang pemuda Berjubah coklat dengan peralatan kulit rubah, tidaklah susah mencarinya karena ia memiliki ciri-ciri khas yang sangat mencolok. Namun niat itu, harus ia urungkan sebab seseorang telah menghadang didepannya. ketika ia perhatikan ternyata seorang kakek tua dengan dandanan super aneh, bajunya terdiri dari dua warna, kanan terbuat dari kain sutra berwarna biru, sementara yang kiri terbuat dari karung goni berwarna coklat. Celananya juga terdiri dari dua jenis, kiri pendek dan kanan panjang. . . didunia ini tak ada seorangpun yang memiliki ciri demikian selain si sinting dari Timur Ki Asmaradanu. “Ayah angkat... biarkan Tuan Rumah yang mengurusnya, bagaimanapun mereka takan membiarkan dia berulah semaunya sendiri didalam acara mereka sendiri.”. Pemuda itu mencegah, jika hanya berbicara untuk didengar sisinting dari timur saja, mungkin Kaisar Iblis akan membiarkan mereka bertarung kemudian memetik keuntungannya. Tapi, saat ini lain meski suaranya seperti dikeluarkan dengan perlahan namun suaranya begitu menggaung- gaung ditelinga orang, meski jaraknya ratusan bahkan ribuan tombak. yang mau tak mau harus membuat kaisar iblis bertindak mencegah. Dengan diawali geraman laksana singa kelaparan, Kaisar Iblis membentak. “Berhenti...!” Suaranya laksana guntur disiang bolong, burung burung terbang ketakutan. Para hadirin dipaksa kembali harus menahan sakit telinganya dengan mengerahkan segenap tenaganya. Iblis langit selatan tertegun, dengan mata yang nyalang seakan ingin menelan sosok pemuda yang sedang asyik bersantai tanpa mempedulikan suasana disekitarnya Ia berputar arah kembali ketempat dimana ia duduk semula. “hhahaha.....Siasat yang bagus rubah cilik” Ki Asmaradanu tertawa terbahak bahak. “Hanya siasat kecil Ayah” Aram tersenyum pada Ki Asmaradanu. Bagaimanakah ceritanya sehingga Kiasmaradanu menjadi Ayah Angkat dari Aram?
Akulah Sang Pangeran Dilahirkan Oleh bumi Akulah Sang Pangeran Dibesarkan Oleh langit, Panas dan dingin akan menjadi satu Suara Tembang tak jelas judul maupun nadanya berkumandang disebuah atap bangunan kuno, mengusik tiga orang pemuda berjubah coklat yang berjalan disamping bangunan itu. “Orang Gila mana yang menyayi tak jelas juntrungan ini, masa panas dan dingin menjadi satu, jadi hangat dong.....” Gerutu Seorang pemuda berjubah coklat dengan peralatan kulit beruang kepada teman yang berada disampingnya. “haha...kau bodoh Jempana bukan kah itu sudah jelas Orang Gila dari bangunan kuno, jelas-jelas suara nyanyiannya dari sana” Pemuda berjubah coklat dengan peralatan kulit buaya berseloroh, pemuda itu tak lain adalah Amuk samudra si Ksatria Buaya. Tapi tidak dengan orang yang satunya lagi ia merenung, Pemuda itu berjubah coklat dengan peralatan Rubah sebagai ciri khasnya. ia menghela nafas dalam-dalam lalu ikut bersenandung. “Sungguh mengerikan apabila telah menjadi satu” “satu adalah sumber” “sumber adalah kekuatan” “kekuatan adalah kosong” “kosong adalah diam” “lalala....Akulah Sang Pangeran.....” Begitulah tembang itu saling bersahut-sahutan. ketika ucapan terakhir selesai diucapkan Wushhh.... suatu sosok bayangan menghadang didepan mereka., hampir saja Amuk Samudra dan Jempana tertawa terpingkal-pingkal melihat dandanan orang itu. Ternyata yang datang adalah seorang kakek tua dengan dandanan super aneh, bajunya terdiri dari dua warna, kanan terbuat dari kain sutra berwarna biru, sementara yang kiri terbuat dari karung goni berwarna coklat. Celananya juga terdiri dari dua jenis, kiri pendek dan kanan panjang. . . “Siapa gerangan engkau adanya kakek?” Pemuda berjubah coklat menjura penuh penghormatan. Sikakek tertegun, ia terharu baru kali pertamanya ada orang yang menghormatinya sedemikian rupa. “Siapa kau Anak muda?” Sikakek balas bertanya. Pemuda itu sama sekali tak tersinggung dengan kelakuan sikakek yang balik menanya, ia malah tersenyum... senyum yang indah bak bunga yang sedang mekar... begitu mengikat malah mungkin lebih indah dari senyuman wanita, terbukti dengan terpesonanya ketiga lelaki yang kebetulan memandangnya. Semua hening diam,... tak berselang begitu lama Kakek Aneh itu tersadar, cepat ia mengerahkan segenap tenaga dalamnya.. namun naas, tak setitikpun tenaga dalamnya mampu menahan gairah untuk ikut tersenyum dari pemuda itu. Ia penasaran, dikerahkannya lagi tenaga dalam yang ia miliki sampai tubuhnya gemetaran. . keringat berketel-ketel membasahi dahinya. Pemuda itu berhenti tersenyum, ia menunduk, menunduk sangat dalam, tik.... butiran air mata membasahi permukaan bumi. Entah bagaimana caranya, ketiga orang yang masih terbuai degan senyuman itu, tiba-tiba menangis,... bukan hanya menangis keluar air mata, tapi... menangis tersedu-sedu, mereka tak mengerti mereka menangis karena apa, yang jelas dari lubuk hati terdalamnya tiba-tiba menyeruak kesedihan yang begitu mendalam. Pemuda itu sadar, ia membuat orang yang berada disekelilingnya ikut menangis gara-gara ulahnya. ia angkat wajahnya. tangannya bergerak perlahan membasut air mata yang ada dipelupuk matanya. “Saya Aram Widiawan Kek...!” Jawabnya sembari tersenyum penuh persahabatan.. bahkan lebih dari itu... mungkin itu adalah senyum kekeluargaan. senyum yang hanya dimiliki oleh seorang anak kepada ayahnya. “Darimana kau tahu tembang itu, anak muda” Sikakek bertanya setelah berhenti dari tangisnya. Aram tertegun, ia ingat kematian orang tuanya yang menggenaskan,.... kehidupannya yang harus terlunta- lunta dipermainkan nasib. Aram tak menangis, karena jika menangis itu hanya akan membuat ketiga orang itu akan ikut menangis jua. Ia tersenyum getir, tapi ia kecele... gara-gara ia tersenyum getir, ketiga orang itu bagaikan dilemparkan kejurang derita, penderitaan yang selama ini tertuang dalam penderitaan Aram, ikut tertumpah ruah kedalam hati mereka. tapi, itu tak lama... Sebab tiba tiba mucul semangat yang menggelora.. semangat yang mampu mengangkat gunung sekalipun. semangat mereka bagaikan bara yang menggolak, bagaikan lahar yang menggelegak seakan ingin meraih angkasa. “Mendiang orang tuaku Kek....” jawab Aram dengan semangat api. ia sadar, tenggelam terus dalam kesedihan takan membantunya bangkit. ia tahu.. hidup itu seperti PEMERKOSAAN. suka gak suka, mau gak mau, siap gak siap harus tetap DINIKMATI. Kakek itu termangu-mangu “Kau ternyata sependeritaan denganku Anak muda..... sebaiknya kita duduk mencari tempat untuk bercakap-cakap” kakek itu berbalik meninggalkan tiga anak muda yang sedang dilanda perasaan masing-masing. “Kalian berdua, carilah makanan untuk sarapan siang..” Aram memerintah dua anak muda yang mematung dilanda gelora semangat. Tanpa menunggu keduanya menjawab, Aram segera beranjak mengikuti Kakek-kakek yang pergi menuju Arah bangunan kuno. “Duduklah.......” Kakek itu mempersilahkan Pemuda berjubah coklat yang membuat hatinya lain dari yang lain. sampai-sampai kegilaannya juga ikut berhenti. Aram segera menuju tempat yang disediakan oleh sikakek, tanpa basa-basilagi ia duduk ditempat yang berdebu itu., “Namaku Asmaradanu...tap” “Saya sudah tahu, itu bukan nama asli kakek....” Aram menyela. yang membuat si Kakek melengak. “Saya juga tahu, kakek bukanlah berdarah manusia biasa., Setidaknya kakek berdarah Seorang Pangeran...” Keduanya diam... tak ada kata, tak ada gerakan, kakek itu memperhatikan wajah Aram yang tenang bagaikan lautan..., dalam hatinya ia berfikir, ”bocah ini benar-benar tindak lakunya selalu berubah-rubah... , sebentar gembira, sebentar murung, sebentar sedih, sebentar tenang..., sungguh aneh, pengetahuan dan kecerdikannya sungguh luar biasa, aku rasa dia hanya menggabungkan informasi dari tembang yang kunyanyikan dan saat aku memperkenalkan diri dengan ragu, luar biasa...sungguh luar biasa...”. Langkah kaki terdengar beriringan mengusik kebisuan diantara dua sosok manusia yang duduk berhadapan. “Ketua, kami datang....” dua sosok bayangan berjubah coklat tiba dihadapan kedua orang yang saling membisu. Tanpa banyak cakap segera mereka membuat api sementara yang satunya menusuk Rusa yang cukup besar yang telah dikuliti.