Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Ilmu Silat Pengejar Angin - 10

$
0
0
Cerita Silat | Ilmu Silat Pengejar Angin | oleh Siasa | Ilmu Silat Pengejar Angin | Cersil Sakti | Ilmu Silat Pengejar Angin pdf

Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah Pendekar Bodoh - 3. Setan Selaksa Wajah Pendekar Bodoh - 4. Ratu Perut Bumi Pendekar Bodoh - 5. Ksatria Seribu Syair Pendekar Bodoh - 6. Muslihat Sang Durjana Pendekar Bodoh - 8. Pusaka Pedang Naga

Tjepat sekali burung pegunungan pemakan bangkai jang ternjata berdjumlah 19 ekor itu tiba dihadapannja Satmijagatze, dan disaat itu djuga tiba2 terdengar suatu bentakan keras dari orang tersebut, sambil telapak tangannja ditamparkan kemuka memukul angin beberapa djengkel dimuka kesembilan belas ekor binatang2 alas bersajap tersebut dan berbareng itu bagaikan terhadjarnja binatang2 itu dengan belasan batang anak panah, kesemua burung2 mendjerit keras sambil kemudian terpental balik. Akibat tamparan ini tidak sampai disini sadja, bahkan bagaikan ada angin keras jang menjapu mereka, kesemua burung2 itu tjepat melebihi angin melajang balik kedjurusan Auwjang Siang Yong kearah seluruh bagian anggota tubuh si manusia kate! Semuanja mengantjam seluruh djalan darah disekitar tubuh! Bukan main kagumnja Lie Siang Tjoe menjaksikan tenaga lweekang jang dipertundjukkan Satmijagatze itu, disaat itu benar2 ia seperti orang kemekmek, karena jang ia pernah dengar dari jang pernah ditjeritakan ajahnja tentang beberapa ahli lweekang dari daratan Tiongkok, ketjuali Beng beng Sian soe jang kebisaannja ia sangsikan sampai sedemikian hebat, jang lain2nja tjuma bisa setengah2 sadja. Siang Tjoe untuk sesaat itu benar2 lupa akan Sioe Lian-nja dan musuh besarnja Ong Kauw Lian, matanja tidak lepas memandangi Auwjang Siang Yong, untuk menjaksikan gerakan apakah jang akan dipertundjukkan si manusia kate itu, untuk menghindarkan serangan jang maha dahsjat Satmijagatze. Sementara itu Auwjang Siang Yong djuga tidak kurang terperandjatnja, namun ia adalah turunan seorang ahli jang mendjagoi Tiongkok utara dan mempunjai kepandaian tersendiri. Ia tjuma terperandjat untuk mengagumi lweekang orang dari pulau sembilan ini, jang hampir menjamai lweekang pamannja. Untuk membebaskan diri, Auwjang Siang Yong, dikala hampir sadja kesembilan belas ekor burung2 itu menjentuh tubuhnja jang berarti djuga menghadjar djalan darahnja, tiba2 badannja melesat keatas bagaikan meluntjurnja sebatang anak panah, djauh keatas belasan tombak dari muka bumi. Hebat sekali gerakan ini, sampai2 Siang Tjoe tidak melihat lagi kemana turunnja orang kate itu. Ia tjuma melihat betapa kesembilan belas ekor burung2 pemakan bangkai itu tanpa mengeluarkan djeritan2 lagi, badannja hantjur luluh karena bertumbukan dengan pohon besar dimana Auwjang Siang Yong barusan duduk bersila. Djuga akibat tamparan jang mengandung tenaga lweekang luar biasa besarnja ini, tidak berachir sampai disini sadja. Sebagai akibat tenaga bertumbukan jang luar biasa kerasnja antara tubuh2 burung2 dengan batang pohon jang besarnja sepelukan orang dewasa itu, tiba terdengar mengkerekeknja suara pohon tumbang, dan dilain saat pohon besar itupun rubuh patah dengan badan terbelah dua! Dengan menerbitkan suara berisik serta menggetarkan bumi, sesaat kemudian batang pohon itupun sudah melintang dipermukaan bumi. Sungguh tenaga lweekang jang dahsjat sekali! Entah bagaimana djadinja kalau tenaga itu dipakai untuk menghadjar tubuh manusia, hingga tanpa terasa lagi Lie Siang Tjoe sudah meleletkan lidah. Disaat itu, dikala Siang Tjoe berada dalam lautan kekaguman akan kedahsjatannja tenaga dalam Satmijagatze dan kegesitannja ginkang si orang kate, se-konjong dari atas puntjak pohon dimana Satmijagatze mengambil tempat terdengar suara bentakan. Akan kemudian menjusul itu melesat dua bajangan manusia ke-tengah2 udara, jang satu lebih tinggi2 7-8 tombak dari jang lain. Itulah bajangannja Satmijagatze dan lawannja. Ternjata ketika barusan Auwjang Siang Yong melesat keudara, untuk menghindar dari hadjaran burung2 jang digunakan sebagai peluru oleh Satmijagatze, tidak kepalang tanggung pula ia telah mempertundjukkan kepandaiannja mengentengkan tubuh jang djuga membutuhkan latihan belasan tahun. Disaat itu djuga dia telah menggunakan Tjap- tjie Kay-toei atau dengan Sepuluh Djari Membuka Angin, badannja meluntjur ketempat Satmijagatze mengambil kedudukan, ketika itu disaat Auwjang Siang Yong badannja masih berada di-tengah2 udara, dia sudah menggenggam sebuah kebutan, akan kemudian dengan kebutan itu, setelah sampai, dia hadjar batok kepala si orang dari pulau sembilan jang rupanja ada mempunjai gandjelan hati dengan pihaknja. Akan tetapi tjepat sekali, sebelum kebutan itu jang djuga dapat digunakan sebagai alat penotok djalan darah, mengenai sasarannja, tiba2 Satmijagatze melontjat kesamping kanan, akan kemudian tjepat luar biasa diapun telah menghunus sendjatanja, jakni pedang tipis jang badannja bengkok. Sendjata itu ber-kilau2 menjilaukan, karena pantulan sinar matahari. Dengan sendjata jang berlainan tjorak itu, keduanja Satmijagatze dan Auwjang Siang Yong dengan mengeluarkan bentakan2 keras, masing2 telah melesat pula ke- tengah2 udara dengan si orang seh Auwjang lebih tinggi beberapa tombak, seperti tadi barusan telah ditjeritakan. Dengan demikian dalam sekedjab sadja, kedua orang jang bertempur ini telah mempertundjukkan kepandaiannja masing2. Jang satu ahli lweekang sedang satunja pula gesit dalam menggunakan ginkang. Maka sesaat kemudian, dengan Satmijagatze sampai lebih dahulu kemuka bumi, mereka pun kembali telah ber-hadap2an, tjuma kali ini mereka berhadapan satu dengan lain dimuka bumi, tidak lagi dipuntjak pohon jang sangat tinggi. Jang satu adalah keponakan dari seorang djago Tiongkok utara, ahli ginkang jang tiada keduanja, sedang lawannja, jang telah membela Siang Tjoe dari tuduhan sebagai pentjuri, adalah murid dari seorang ahli silat kelas satu dari pulau sembilan, ahli lweekang jang pada djamannja tak pernah terkalahkan. Maka tidaklah mengherankan, kalau masing2 pihak sangat berwaspada serta saling mengawasi dengan mata tiada berkedip. Sedang keempat orang lainnja, jang barusan satu sama lain saling mengawasi dengan mata bersifat hendak berkelahi, kini semua itu tjuma mengawasi sadja pada kedua orang, Satmijagatze dan Auwjang Siang Yong. Rupa2nja keempat orang itu telah mendjadi djeri setelah menjaksikan kedahsjatannja lweekang dan ginkang Satmijagatze dan Auwjang Siang Yong jang barusan telah dipertundjukkan. Rupa2nja semangat mereka telah mendjadi hantjur, hingga mereka tidak bernafsu dan naga2nja mereka sudah mengalah kepada kedua orang jang hendak bertempur itu. Tjuma... entah sesuatu apa itu jang keenam orang2 tersebut tengah perebutkan, sampai2 kedua ahli lweekang dan ginkang itu bertekad hendak mengukur tenaga. Sementara itu, kedua belah pihak, setelah mengeluarkan pula beberapa kata merendah, Satmijagatze lantas sadja menanja dengan senjum mengedjek : "Auwjang Siang Yong," katanja, "oleh karena barusan kita, begitu berhadapan begitu bergebrak, sampai2 aku tidak sempat menanjakan kesehatan pamanmu, jang tentunja berada dalam sehat2 sadja..." Sungguh lutju kata2 orang dari pulau sembilan ini. Dia menanjakan kesehatan paman orang, dan ia sendiri pula jang memberikan djawabannja... "... tjuma, apakah Auwjang-heng... jang sudah mentjapaikan diri dengan datang ke Than- ala-san ini untuk urusan..." sambil me-meta2kan kedua tangannja, Satmijagatze melandjuti kata2nja. "Lukisan2 itu?" Mengachiri utjapannja ini dia melirik kepada Lie Siang Tjoe... Dilihatnja anak muda itu tengah berdiri dengan mata tak berkedip mengawasi Auwjang Siang Yong. Hingga melihat sikap pemuda tersebut, diam2 Satmijagatze menghela napas lega. "Saudara Satmi," ia mendengar lawannja, Auwjang Siang Yong membuka mulut, "Kau barusan me- njebut2 soal 'lukisan'. Memang aku, oleh pamanku ditugaskan untuk urusan itu. Tjuma aku tidak habis mengerti, mengapakah kabar ini tersiar sedemikian meluas, hingga sudah sampai dinegerimu? Mengapa pula, kau jang dasar2 ilmu silatnja berlainan dengan gerakan2 ilmu silat negeriku, djuga mengingini lukisan2 itu. Sungguh lutju, sungguh lutju, haa haa ha..." Memang edjekan ini tepat sekali. Tepat sekali, bagi seorang asing jang memasuki daerah negeri lain. Dan mendengar sindiran ini tentulah orang asing itu akan merasakan hatinja tertusuk, karena setjara tidak langsung orang asing itu disindir menghendaki barang jang bukan milik negaranja. Tapi rupa2nja Satmijagatze si orang dari pula sembilan ini adalah lain. Edjekan ini tidak mempengaruhi djiwanja, malah kelihatan dia tersenjum. Senjum jang orang lain tidak mengetahui apa artinja... Hanja sesaat kemudian terdengar dia berkata : "Asy, kata2mu tepat sekali, tepat dan djitu untuk menggentjet dan menghina seorang jang bukan senegerimu, seperti aku ini, tapi aku lain, aku datang kemari untuk memenuhi tugas jang dibebankan guruku untuk mentjari lukisan2 itu... jang... jang..." dia berhenti sebentar akan kemudian orang inipun melandjutinja : "... tapi tidak perlu kuterangkan sadja, nanti kau djuga akan mengetahuinja. Dan... Auwjang Siang Yong, aku minta dengan hudtimmu itu, tolonglah kau berbelas kasihan terhadapku, nanti aku akan bersjukur tidak habisnja..." Sungguh tidak enak Satmijagatze mengachiri pembitjaraannja, dia mengachiri dengan kata2 jang menantang. Sungguh aneh! "Satmijagatze terlalu merendahkan diri," bilang Auwjang Siang Yong. "Aku sendirilah jang djustru khawatir bahwa akulah bukannja tandingan Saudara Satmi. Nah, silahkan!" Auwjang Siang Yong tutup pembitjaraannja sambil madjukan kaki kirinja setengah tindak, untuk ditekuk, akan kemudian dengan sikap Pelajan Radja Mempersembahkan Buah Angtjoh, dengan hudtimnja dilintangkan kedepan dadanja, dia memberi hormat. Lalu dari tangan kiri, hudtim itu dipindahkan ketangan kanan sedang tangan kirinja, dengan kedua telundjuknja, dipakai untuk mendjepit udjung hudtimnja. Dengan demikian, ia bersiap sambil mempertundjukkan tjara memberi hormat dari silat Tiongkok. Ternjata dengan sikapnja ini, dia masih menghormati orang dari luar daerah Tionggoan ini, jang harus diperlakukan selajaknja sebagai seorang tamu. Satmijagatze jang djuga rupa-rupanja mengerti akan tata-tjara ini, seraja mentjekal sendjatanja, dengan tubuh tetap tegak, kepalanja dibungkukkan sedikit; akan kemudian dengan mengeluarkan suara teriakan keras, sendjatanja dikibaskan kemuka, tjahajanja berkeredepan. Sesudah itu ia bertindak untuk mulai berputaran. Sungguh luar biasa tjara memberikan hormat ini! Dengan memutar kekiri, Auwjang Siang Yong bersiap- sedia. Kedua pihak bergerak tjepat luar biasa; mereka sekarang bebas, tidak lagi dipuntjak pohon jang kalau salah pidjak dapat mengakibatkan tubuh melajang djatuh serta badan dapat dipastikan akan hantjur, kini kalangan pertempuran tjukup luas. Setelah bergerak beberapa putaran, mendadak Auwjang Siang Yong hentikan tubuhnja, untuk diputar balik, akan kemudian tubuhnja tahu2 sudah melajang dengan ginkang jang luar biasa tjepatnja, dengan hudtimnja dikakukan bahagian udjung, dia mengantjam tenggorokan lawannja. Melihat gerakan lawan jang tiba2 berubah itu, Satmijagatze, sambil memekik keras pedang bengkoknja dikibaskan kemuka sambil mengerahkan tenaga lweekang keudjung sendjatanja. Sudah mendjadi adat kebiasaan rupanja, karena setiap ia bergerak, pastilah pekiknja tidak pernah tidak terdengar, hingga Siang Tjoe jang menjaksikan ini sudah menganggap tjara berkelahinja orang ini seperti orang gila. Sementara itu, Auwjang Siang Yong jang bergerak terlebih dahulu, ia mendahului lawannja mendekati; tjepat luar biasa bagaikan kilat ia mulai serangannja jang pertama mengantjam dada lawan. Pedang bengkok genggamannja Satmijagatze ini sebenarnja termasuk sedjenis pedang pusaka, pedang ini dapat memapas putus pelbagai barang logam, akan tetapi menghadapi hudtim Auwjang Siang Yong jang ia sangsikan bukanlah hudtim sembarangan, Satmijagatze tak berani segera mentjobanja, maka ketika serangan datang, ia tjuma berkelit kekanan, dari sini ia sodorkan pedang bengkoknja diantara bulu2 hudtim, untuk membabat lengan lawan. Auwjang Siang Yong menjusuli serangannja jang barusan tidak memberi hasil; tidak ajal pula, tjuma dengan udjung hudtimnja jang lantjip, iapun menangkis sendjata lawannja, untuk membuat pedang bengkok terlepas dari tjekalannja. Satmijagatze tjepat2 tarik pedang bengkoknja, untuk meloloskan diri dari tangkisan itu jang dapat menotok djalan darahnja, sebab mana ia berbalik mendahului, menjerang pendjagaan sang lawan jang lowong, dada musuhlah jang mendjadi sasarannja. Orang kate dari daratan tanah Tionggoan utara ini berkelit kekiri, kemudian dengan sendjatanja, ia benturkan sendjatanja dengan sendjata lawan, menjusul mana, serangannja diteruskan, sendjatanja diluntjurkan, mengantjam kepala lawannja itu; untuk ini ia gunakan tipu pukulannja Im jang koen. Kebutan itu, jang tampaknja biasa sadja, sebenarnja mengandung dua rupa serangan jang maha dahsjat. Dalam serangan pertama, lembaran2 benang hudtim bergabung mendjadi satu, dalam bentuk perkakas alat tulis Tionghoa, serta menghantam dengan kandungan tenaga jang keras. Dan apabila serangan ini gagal, benang2 itu seperti mempunjai alat akan lantas terbuka untuk menusuk djalan djalan darah musuh dengan tenaga Im-tjioe (tenaga lembek) Kedua serangan ini hebat tak terkatakan, hingga kalau serangan ini ditudjukan kepada seorang ahli silat jang tanggung2, maka tjuma kematianlah jang akan dapat diterima orang itu. Namun, orang jang diserang, bukanlah seorang ahli sembarangan, jang kini dihadapinja adalah Satmijagatze, seorang petualang. Dia, Satmijagatze, dalam menghadapi serangan sehebat ini, sama sekali tidak mendjadi keder, malah segemingpun ia tidak bergerak. "Apakah benar2 kau dapat menahan seranganku?" Auwjang Siang Yong membentak. Djustru ketika itu, lembaran2 benang kebutan sudah terbuka dan tengah menjambar muka Satmijagatze. Pada detik itu diam2 Auwjang Siang Yong terperandjat djuga, iapun agak menjesali, karena kalau serangan ini mengenai sasarannja, maka pastilah lawnnja akan binasa ketika itu djuga. Dan ini berarti ia menanam bibit permusuhan dengan orang2 dari pulau sembilan. Namun apa daja, ia tidak dapat lagi mengendalikan serangannja. Demikianlah, bagaikan kilat, ribuan benang2 itu menjambar. Pada saat jang sangat berbahaja bagi keselamatan dirinja, Satmijagatze, tiba2 membuka mulutnja dan meniup se-keras2nja, sehingga disaat itu djuga, benag2 hudtim tersebut tersapu bujar. Ternjata Satmijagatze telah menggunakan tenaga dalamnja jang terdahsjat dari perguruannja da meniup se- keras2nja, hingga mutlak serangan lawan mendjadi gagal. Auwjang Siang Yong terkedjut sekali. Dengan sekali mengibas, ia membaliki tangannja, tjepat sekali, ia membuat lembaran2 benang itu dengan berbareng berdiri serta seperti djarum2 tadjam, berbalik menjambar mengantjam tenggorokan dan kedua bidji mata Satmijagatze. Pertempuran ini berlangsung seru sekali, hingga membuat keempat orang jang rupa2nja dari golonga2 jang berlainan, hatinja mendjadi semakin kuntjup. Sedang Lie Siang Tjoe tjuma berdiri terpaku sadja bahna kagumnja. Sementara itu, hampir pada detik jang sama, se- konjong2 berkelebat sinar terang serta dingin, diiringi teriakan Satmijagatze, "Bagus! Sambutlah pembalasanku!" Dengan kedua telapak tangannja Satmijagatze mentjekal keras gagang sendjatanja, kemudian dengan mengeluarkan pekikan jang memekakkan telinga, ia membabat kekanan, kiri, atas bawah serta kemana sadja. Belum habis serangan jang pertama, serangan kedua sudah menjusul. Demikianlah, selagi Auwjang Siang Yong memikir untuk balas menjerang, serangan Satmijagatze jang ketiga sudah menjambar pula.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>