Cerita Silat | Ilmu Silat Pengejar Angin | oleh Siasa | Ilmu Silat Pengejar Angin | Cersil Sakti | Ilmu Silat Pengejar Angin pdf
Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah Pendekar Bodoh - 3. Setan Selaksa Wajah Pendekar Bodoh - 4. Ratu Perut Bumi Pendekar Bodoh - 5. Ksatria Seribu Syair Pendekar Bodoh - 6. Muslihat Sang Durjana Pendekar Bodoh - 8. Pusaka Pedang Naga
"Bagus!" seru si orang kate sambil menggeser kakinja dan dengan tak kalah gesitnja, Auwjang Siang Yong menjingkir kekiri lawan, akan kemudian hudtimnja lagi2 dikerdjakan, kali ini dia mengantjam seluruh djalan darah disekitar tubuh, dari leher sampai ke udjung kaki. Untuk tolong diri, Satmijagatze pindahkan badannja kekiri; sampai disini badannja dipendekkan, untuk kemudian dengan tenaga lweekang jang dikerahkan keudjung pedang bengkoknja, ia menjapu musuh dengan gerakannja Toie tjoeng Bong goat, atau Buka Djendela Menengok Bulat. Dapatlah dimengerti hebatnja sapuan ini jang dilakukan sambil mendak. Melihat serangan lawan, jang dilakukan dengan tenaga jang dikerahkan tidak kurang dari ribuan kati, si orang kate keponakannja Auwjang Keng Liak mendjedjakkan kakinja untuk kemudian badannja sudah diapungkan, mentjelat dengan tipu Burung hoo Terdjang Langit; ia pun sudah menjingkirkan diri kearah kiri. Si orang petualang dari pulau sembilan ini, ketika melihat kegagalan serangannja dibalikkan, untuk kembali ia menjapu, kali ini ia dapat membarengi selagi lawannja baru sadja menantjapkan kakinja dimuka bumi. Ia masih tetap mendak, hingga baginja tenaganja dapat dikerahkan se-leluasa2nja, hingga dapat dibajangkan betapa hebat serangan ulangan ini. Auwjang Siang Yong baharu taruh kakinja, ketikaia disambar pula, tjepat2 mendahului tibanja serangan musuh kepalanja dilengakkan keatas, untuk kemudian dengan kedua tangannja diatjungkan keatas, kembali tubuhnja sudah mentjelat dengan menggunakan ilmu simpanannja, dengan sepuluh djari memetjah angin. Tjepat sekali, egitu serangan lewat diatas udara, dia membalikkan tubuh dengan kepala dibawah, sedang tangannja dengan kebutannja, ia mendesak sambil kirim totokannja mengantjam batok kepala si orang dari pulau sembilan. Oleh karena dibalas diserang, Satmijagatze tak dapat mengulangi sapuannja untuk ketiga kalinja, malah sebaliknja dia harus meluputkan diri, maka tjepat luar biasa terpaksa ia harus lompat mundur, hingga kali ini, ketika si orang seh Auwjang sudah pidjakkan kakinja dimuka bumi, keduanja pun sudah memisahkan diri satu dengan lain. Sedang Satmijagatze, karena kuatir dirinja didesak iapun putarkan pedang bengkoknja, hingga karenanja, akibat dari putaran ini, angin men- deru2 sampai mendatangkan rasa ngeri sedang pasir2 dan batu2 tertiup beterbangan hingga tjepat2 Siang Tjoe harus berlindung dibalik sebuah pohon besar, dan tanpa terasa pula ia sudah meleletkan lidah. Menjaksikan gerakan lawan, Auwjang Siang Yong putarkan hudtimnja, untuk tjegah supaja ia djangan kena didesak. Keduanja sama2 merasa sangsi; hingga karena itu, mereka tidak mau mengadu sendjata; keduanja menjegani masing2 sendjata lawannja. Demikianlah pertempuran mereka, sebat lawan sebat, tipu lawan tipu, mereka saling membalas menjerang. Kelihatannja mereka berimbang benar. Satu kali, Auwjang Siang Yong tarik pulang sendjatanja, dengan ia mundurkan kaki kanannja untuk terus berputar tubuh, hingga setjara demikian ia dapat teruskan ajunan hudtimnja, untuk kembali dipakai menjerang pada sasarannja, kempolan atau paha lawan. Untuk menghindarkan diri, Satmijagatze berkelit kekanan, dengan sekali lompatan, sebat sekali ia bergerak lebih djauh, hingga ia berada disamping kanan dan disebelah belakang tubuh sang lawan. Tapi hudtim telah menjambar terus, sebab Auwjang Siang Yong dengan tubuh diputarkan ia dapat bergerak leluasa. Untuk mengelakkan antjaman ini, Satmijagatze dengan kedua tangannja mentjekal keras sendjatanja. Dia menangkis dengan tenaga lweekang jang tidak tanggun2 dikerahkan, untuk bentur hudtim lawan, dilain pihak dengan mendjerit keras kaki kanannja bekerdja dipakai menjerang dada si manusia kate. Demikianlah ia telah melakukan dua gerakan berbareng : jakni menangkis dan menjerang. Dalam serangan ini, dia telah menggunakan tipu Thay peng Thian ie atau Burung Garuda Pentang Sajap. Auwjang Siang Yong adalah seorang jang telah mempunjai pengalaman dari dua puluh tahun, walaupun dia berada dalam antjaman bahaja, tapi ia tidak mendjadi gugup. Lekas2 ia turunkan sendjata hudtimnja untuk menghindarkan benturan dan berbareng itu, dengan meneruskan turunnja hudtim sampai mentjapai tanah, lalu dengan menggunakan tenaganja jang dikerahkan pada hudtim, tubuhnja melesat keatas untuk menghindarkan tendangan kaki si manusia dari pulau sembilan. namun meski demikian oleh karena sangat tjepatnja gerakan Satmijagatze, udjung hudtim tidak urung toh tersampok djuga oleh pedang bengkok. Tapi dengan sikap Toei tjung Bong goat atau Buka Djendela Memandang Bulan, Auwjang Siang Yong dengan badan masih terapung diatas udara masih dapat kumpulkan tenaganja ditangan, untuk pertahankan sendjatanja itu. Maka setelah benturan tersebut tjepat bagaikan kilat, genggamannja sudah dikasih melajang guna menggempur batok kepala Satmijagatze. Begitulah pertempuran kedua orang ini, mereka sama sebab, kuat serta saling balas dan tangkis. Auwjang Siang Yong bergerak dengan menggunakan tipu dalam kekalahan mentjari kemenangan. Dikatakan demikian karena benar2 kedudukan orang kate jang tubuhnja masih berada diatas udara ini, walau adalah seorang ahli ginkang, sedang terantjam bahaja. Satmijagatze telah bergerak dengan dua gerakan, jakni tangan serta kaki, akan tetapi ketika ia dibalas diserang, dengan masih mempunjai kesebatan, dengan kedua tangannja dia angkat pedang bengkoknja keatas untuk menangkis serangan hudtim jang mengantjam dirinja. Kini benar2 ia tidak ragu2 pula untuk melawan keras dengan keras mengadu sendjatanja dengan hudtim sang lawan. Lie Siang Tjoe jang pengalamannja baharu beberapa bulan sadja serta tjuma baru mempeladjari tudjuh bahagian dari ilmu kepandaian ajahnja, selama kedua orang itu bertempur hebat dia hanja berdiri terpaku sadja. Tidak demikian dengan keempat orang jang walaupun semangatnja telah dibuat runtuh oleh kehebatan ilmu silat Satmijagatze dan Auwjang Siang Yong, namun tergolong dalam djagoan2 Kangouw kelas utama. Keempat orang ini terkesiap melihat keberanian Satmijagatze, karena disaat itu dapatlah dimengerti akan tenaga jang dikerahkan Auwjang Siang Yong. Sebab pukulannja adalah merupakan ajunan tenaga dari atas kebawah, sedangkan hudtim adalah sendjata jang ringan jang dapat digerakkan dengan leluasa. Sedang gerakan tjepat si manusia kate ini, djuga dimaksudkan agar sang lawan kalah sebat. Dalam keadaan jang sangat terantjam itu, Satmijagatze, si orang dari pulau sembilan itu ternjata masih sempat memutar otaknja untuk berlaku tjerdik. Demikianlah sebaliknja dia tantjap kuda2 untuk pertahankan gempuran musuh, ia djustru pindahkan kedua kakinja untuk kemudian menggeser tubuh kesebelah kiri. Dengan menerbitkan suara keras serta njaring, kedua sendjata jang berlainan bentuknja beradu berbenturan. Kesudahannja, hudtim terpental balik, karena meskipun benar kedua pihak sama2 mengerahkan tenaga masing2 akan tetapi seperti kita telah mengetahui Satmijagatze adalah murid seorang ahli lweekang. Dan dengan kesudahan itu, njatalah kalau Auwjang Siang Yong adalah dari pihak jang kalah, ini djuga Siang Tjoe mengetahuinja. Tetapi manusia kate ini sedang sengit. Ia turutkan sadja segala napsu hatinja. Ia tidak menjadari kalau selain ia berdua dengan lawannja, disitu masih terdapat lima orang lainnja jang menjaksikan pertempurannja dari awal sampai saat ini. Tidak dipedulikannja tangannja jang barusan tergetar. Ia ingin sangat untuk tjepat2 melakukan pembalasan, merubuhkan lawannja. Guna lekas mentjari sesuatu jang dipesan pamannja. Dengan menahan sakit, dengan tangan jang terluka itu, dia tjekal pula keras2 hudtimnja, lalu dari arah kanan dia bergerak pula. Selagi bergerak tubuhnja turut pula berputar sedikit. Sedang untuk dapat mendekati lawan ia madjukan sedikit kaki kirinja. Dilain pihak Satmijagatze setelah dia berhasil benturkan pedang bengkoknja pada sendjata lawan, sebat sekali sudah menggeser tubuhnja kekanan, akan terus dengan sikap Leehe Ta teng atau Ikan Tambera Membalik Tubuh, ia melengak untuk lompat berdjumpalitan. Setjara demikian lebih dahulu ia telah bersiap sedia, untuk dapat melihat segala gerakan sang lawan. Ia tidak berani pandang ringan orang kate itu, kalaupun dibabak pertama dia telah berhasil melukakan telapak tangan kirinja. Demikianlah ia dapat memperhatikan segala aksinja Auwjang Siang Yong. Begitulah setelah melihat gerakan Auwjang Siang Yong lebih djauh Satmijagatze putar kaki kanannja kekiri, setindak, hingga dengan bergerak setjara demikian, ia pisahkan dirinja sedjauh lima kaki dari sang lawan. Namun meski musuhnja dapat ber-siap2 terlebih dahulu, dengan sabetannja Auwjang Siang Yong masih dapat menjambarkan hudtimnja dengan mengantjam pundak kanan dari sang lawan. Kalau serangan ini dapat tepat mengenai sasarannja, dapatlah dipastikan kebinasaan mendjadi bagian Satmijagatze. Namun walaupun dia ini menjingkir, tidaklah ia menjingkir djauh2. Malah sambil berseru : "Kau gerembengi aku untuk hak waris jang ditinggalkan oleh nenek mojangku. Baik aku akan adu djiwa denganmu untuk dikubur bersama ditempat ini!" Ia lintangkan pedangnja diatas kepalanja. Ia tidak gunai tenaga besar, sebab itu hanjalah suatu tangkisan sadja. Melainkan mengiringi itu tenaga lweekangnja disalurkan penuh2 keseluruh kedua telapak tangannja. Suara njaring mengaung bagaikan beradunja sebuah martil besar jang dikerdjakan oleh penempa besi, setelah bentrokan dahsjat itu terdjadi. Bunga api muntrjat berhamburan kesana kemari. Sekali ini, tidak peduli ia adalah seorang ahli ginkang dan memiliki tenaga jang jauh lebih besar tenaga orang biasa, Auwjang Siang Yong tidak ungkulan pula tjekal hudtimnja terlebih djauh. Karena barusan ia sudah merasa kesakitan pada telapak tangannja, kekuatannja djadi hanja mengandalkan kepada kelima djeridjinja. Kini itu tergempur pula, hingga tidak ampun pula sendjatanja terlepas dari tjekalannja. Sebab ia merasakan kesakitan jang tidak alang kepalang. Maka dengan menerbitkan suara berkelonterangan, karena sendjata itu terbuat dari logam djatuh terbanting. Dengan muka putjat sekali, bahkan menahan malu, Auwjang Siang Yong berdiri terkesima. Akan kemudian berubah mendjadi merah padam. Seluruh tangan kanannja pun masih dirasakan amat sakit. Tubuhnja diputar untuk menghadap lawannja. "Satmijagatze," berseru ia. "Untuk lamanja sepuluh tahun aku berkutatan menuntut ilmu dibawah penilikan pamanku, serta untuk dua puluh tahun aku sudah berkenalan dalam dunia Kangouw, dan selama itu belumlah pernah aku menemui tandingan. Namun tidak sangka dalam perdjalananku ketanah barat ini untuk mentjari 'lukisan2', aku terbentur dengan kau. Dasar mungkin memang bukan djodohku, aku urungkan sadja niatku untuk memiliki 'lukisan2' itu, karena hari ini ternjata aku kena dirobohkan olehmu. Maka baiklah, aku anggap itu mungkin disebabkan kebisaanku belumlah sempurna. Tapi dalam hal ini, sudilah kiranja djika kau, pada sepuluh tahun jang akan datang nanti, turut mengundjungi daerahku, disebelah utara sungai besar, untuk memperebutkan gelar djago kelas satu bagi seluruh daratan Tiongkok. Harus kau ketahui bahwa pada hari itu nanti, djuga akan datang Alilah, Telumuju shindani Mongol, kedua naga Sutjoan Utara dan Selatan jakni Liong kang hiap Tjioe Tjin Lie dan Tjoe Giok Liong Tjhek Thoa Thong serta si pemilik pulau Tho Lioe to, Shia hiap Gouw Bian Lie, serta mungkin djuga jang lain2nja. Dan hari itu nanti aku akan mentjoba pula kehebatannja pedang bengkokmuu. Nah sampai ketemu pula!" Manusia kate itu terus rangkap kedua tangannja kepada lawannja itu untuk kemudian memberi hormat, setelah itu berpaling kepada Lie Siang Tjoe, untuk lantas ia pentang pula mulutnja : "Anak muda, maafkan aku, kalau barusan aku telah tuduh kau jang bukan2. Tapi kepandaian kau tadi sungguh benar2 membuat aku kagum. Tidak pernah aku sangka kalau didalam dunia ini ada orang semuda kau dapat memiliki kepandaian demikian tinggi. Maka, pergiatlah latihanmu, dan nanti aku harap djuga akan kedatanganmu. Sepuluh tahun bukanlah waktu jang singkat!" Setelah ber-kata2 itu, ia kembali berpaling dan kali ini kepada keempat orang lainnja, serta mengundangnja pula. Setelah itu, segera orang kate itu putar tubuhnja, untuk bertindak keluar meninggalkan daerah pegunungan itu, dan dalam sekedjap dia pun telah menghilang di balik pohon2 jang rindang sedang Satmijagatze setelah kepergian manusia itu, lalu dia pun berdjalan menghampiri Siang Tjoe. "Anak muda siapa namamu?" tanja dia. "Siang Tjoe seh Lie," menerangkan pemuda kita, sambil rangkapkan tangannja memberi hormat. Sementara itu keempat orang2 jang semangatnja telah mendjadi kuntjup benar, segera menghampiri Siang Tjoe dan Satmijagatze berdua. Ternjata mereka adalah orang jang djuga keinginannja setudjuan dengan Auwjang Siang Yong. Mereka adalah Tok gan (si mata tunggal) Gouw Tjeng dari Bietjiu, Gin piauw si piauw perak Giok Seng Toan seorang ahli menggunakan sendjata rahasia dari Sioetjiu sedang dua jang lainnja adalah dua bersaudara Sin eng si garuda sakti Kin Bian Lioe dan Kim pian (pian emas) Kin Bian Eng dari Tin-pa. Mereka adalah ahli2 Kangouw jang usianja sudah hampir mentjapai lima puluhan. Sedang kepandaiannja sudah boleh dikatakan tinggi djuga. Keempat orang ini, setelah mengutjapkan selamat berpisah, segera dengan mengambil djurusan mereka masing2, meninggalkan tempat tersebut. "Lo djin kee, untuk urusan apakah sampai-sampai kau bertempur dengan manusia kate tadi?" tanja Siang Tjoe jang mendjadi bersimpati kepada orang asing ini. "Apakah jang dimaksud dengan 'lukisan' itu?" "Siang Tjoe," sahut Satmijagatze jang langsung menjebut nama pemuda kita. "Bukankah tempatnja disini untuk kita berbitjara. Apakah kau mempunjai rumah disekitar sini, atau kau hanja seorang pelantjongan sadja?" Siang Tjoe geleng2kan kepalanja. "Aku tidak mempunjai rumah disekitar sini, djuga bukanlah seorang pelantjongan..." "Habis, mengapakah sekarang kau berada ditempat ini?" memotong Satmijagatze jang mendjadi heran. "Aku datang kemari tidak hanja bersendirian, melainkan berdua." "Berdua? Dimanakah dia sekarang?" "Dia hilang entah kemana," sahut Siang Tjoe sambil menundukkan kepalanja. "Ketika itu, baharu dua hari kemarin, aku berdua dengan kawanku tengah menaiki pegunungan ini. Tiba2 kami disergap oleh segerombolan beruang. Berseorang diri, setelah aku berhasil singkirkan kawanku itu, aku bersihkan binatang2 pegunungan ini ketjuali beberapa ekor jang kemudian melarikan diri. Segera aku pun menghampiri guha dimana temanku tadi kulemparkan, namun aku mendjadi kaget sekali ketika ternjata baik didalam atau diluar guha dia tidak kudapatkan. Karena penasaran, segera kutjari dia sampai ditempat ini, sampai kedjadian aku bertempur dengan kedua orang Tjeng hong pay dan orang asing itu." Menerangkan sampai disini, barulah Siang Tjoe ingat kalau untuk beberapa saat dia telah melupakan Sioe Lian-nja. "Sajang sekali," menghibur orang dari pulau sembilan. "Siapakah namanja kawanmu itu?" "Dia seorang perempuan, bernama An Sioe Lian..." menerangkan Siang Tjoe tanpa malu2 lagi. "Lantas untuk keperluan apakah kau menaiki tanah pegunungan ini?" tanja pula Satmijagatze sambil tertawa ketjil. "Apakah kalian pengantin baru jang sedang berbulan madu..." "Tidak Lo djin kee!" berteriak Siang Tjoe. Agak marah dia. "Kami datang kemari hanja untuk mejakinkan segala ilmu silat jang telah kami miliki!" "Hai!" berseru Satmijagatze jang mendjadi tertjengang. "Ah aku telah salah terka. Maafkan akan kata2ku tadi." "Loo djin kee," berseru Siang Tjoe jang tidak meladeni kata2 si orang asing. "Perkenankanlah aku permisi. Sebentar aku akan balik pula kepadamu, aku hendak mentjari kawanku itu." Lalu tanpa menunggu djawaban pula ia pun meninggalkannja. Tapi baharu sadja dia ber-lari belum berapa djauh, tiba2 : "Siang Tjoe! Tunggu sebentar, bolehkah aku membantumu?" terdengar suara Satmijagatze berteriak.
Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah Pendekar Bodoh - 3. Setan Selaksa Wajah Pendekar Bodoh - 4. Ratu Perut Bumi Pendekar Bodoh - 5. Ksatria Seribu Syair Pendekar Bodoh - 6. Muslihat Sang Durjana Pendekar Bodoh - 8. Pusaka Pedang Naga
"Bagus!" seru si orang kate sambil menggeser kakinja dan dengan tak kalah gesitnja, Auwjang Siang Yong menjingkir kekiri lawan, akan kemudian hudtimnja lagi2 dikerdjakan, kali ini dia mengantjam seluruh djalan darah disekitar tubuh, dari leher sampai ke udjung kaki. Untuk tolong diri, Satmijagatze pindahkan badannja kekiri; sampai disini badannja dipendekkan, untuk kemudian dengan tenaga lweekang jang dikerahkan keudjung pedang bengkoknja, ia menjapu musuh dengan gerakannja Toie tjoeng Bong goat, atau Buka Djendela Menengok Bulat. Dapatlah dimengerti hebatnja sapuan ini jang dilakukan sambil mendak. Melihat serangan lawan, jang dilakukan dengan tenaga jang dikerahkan tidak kurang dari ribuan kati, si orang kate keponakannja Auwjang Keng Liak mendjedjakkan kakinja untuk kemudian badannja sudah diapungkan, mentjelat dengan tipu Burung hoo Terdjang Langit; ia pun sudah menjingkirkan diri kearah kiri. Si orang petualang dari pulau sembilan ini, ketika melihat kegagalan serangannja dibalikkan, untuk kembali ia menjapu, kali ini ia dapat membarengi selagi lawannja baru sadja menantjapkan kakinja dimuka bumi. Ia masih tetap mendak, hingga baginja tenaganja dapat dikerahkan se-leluasa2nja, hingga dapat dibajangkan betapa hebat serangan ulangan ini. Auwjang Siang Yong baharu taruh kakinja, ketikaia disambar pula, tjepat2 mendahului tibanja serangan musuh kepalanja dilengakkan keatas, untuk kemudian dengan kedua tangannja diatjungkan keatas, kembali tubuhnja sudah mentjelat dengan menggunakan ilmu simpanannja, dengan sepuluh djari memetjah angin. Tjepat sekali, egitu serangan lewat diatas udara, dia membalikkan tubuh dengan kepala dibawah, sedang tangannja dengan kebutannja, ia mendesak sambil kirim totokannja mengantjam batok kepala si orang dari pulau sembilan. Oleh karena dibalas diserang, Satmijagatze tak dapat mengulangi sapuannja untuk ketiga kalinja, malah sebaliknja dia harus meluputkan diri, maka tjepat luar biasa terpaksa ia harus lompat mundur, hingga kali ini, ketika si orang seh Auwjang sudah pidjakkan kakinja dimuka bumi, keduanja pun sudah memisahkan diri satu dengan lain. Sedang Satmijagatze, karena kuatir dirinja didesak iapun putarkan pedang bengkoknja, hingga karenanja, akibat dari putaran ini, angin men- deru2 sampai mendatangkan rasa ngeri sedang pasir2 dan batu2 tertiup beterbangan hingga tjepat2 Siang Tjoe harus berlindung dibalik sebuah pohon besar, dan tanpa terasa pula ia sudah meleletkan lidah. Menjaksikan gerakan lawan, Auwjang Siang Yong putarkan hudtimnja, untuk tjegah supaja ia djangan kena didesak. Keduanja sama2 merasa sangsi; hingga karena itu, mereka tidak mau mengadu sendjata; keduanja menjegani masing2 sendjata lawannja. Demikianlah pertempuran mereka, sebat lawan sebat, tipu lawan tipu, mereka saling membalas menjerang. Kelihatannja mereka berimbang benar. Satu kali, Auwjang Siang Yong tarik pulang sendjatanja, dengan ia mundurkan kaki kanannja untuk terus berputar tubuh, hingga setjara demikian ia dapat teruskan ajunan hudtimnja, untuk kembali dipakai menjerang pada sasarannja, kempolan atau paha lawan. Untuk menghindarkan diri, Satmijagatze berkelit kekanan, dengan sekali lompatan, sebat sekali ia bergerak lebih djauh, hingga ia berada disamping kanan dan disebelah belakang tubuh sang lawan. Tapi hudtim telah menjambar terus, sebab Auwjang Siang Yong dengan tubuh diputarkan ia dapat bergerak leluasa. Untuk mengelakkan antjaman ini, Satmijagatze dengan kedua tangannja mentjekal keras sendjatanja. Dia menangkis dengan tenaga lweekang jang tidak tanggun2 dikerahkan, untuk bentur hudtim lawan, dilain pihak dengan mendjerit keras kaki kanannja bekerdja dipakai menjerang dada si manusia kate. Demikianlah ia telah melakukan dua gerakan berbareng : jakni menangkis dan menjerang. Dalam serangan ini, dia telah menggunakan tipu Thay peng Thian ie atau Burung Garuda Pentang Sajap. Auwjang Siang Yong adalah seorang jang telah mempunjai pengalaman dari dua puluh tahun, walaupun dia berada dalam antjaman bahaja, tapi ia tidak mendjadi gugup. Lekas2 ia turunkan sendjata hudtimnja untuk menghindarkan benturan dan berbareng itu, dengan meneruskan turunnja hudtim sampai mentjapai tanah, lalu dengan menggunakan tenaganja jang dikerahkan pada hudtim, tubuhnja melesat keatas untuk menghindarkan tendangan kaki si manusia dari pulau sembilan. namun meski demikian oleh karena sangat tjepatnja gerakan Satmijagatze, udjung hudtim tidak urung toh tersampok djuga oleh pedang bengkok. Tapi dengan sikap Toei tjung Bong goat atau Buka Djendela Memandang Bulan, Auwjang Siang Yong dengan badan masih terapung diatas udara masih dapat kumpulkan tenaganja ditangan, untuk pertahankan sendjatanja itu. Maka setelah benturan tersebut tjepat bagaikan kilat, genggamannja sudah dikasih melajang guna menggempur batok kepala Satmijagatze. Begitulah pertempuran kedua orang ini, mereka sama sebab, kuat serta saling balas dan tangkis. Auwjang Siang Yong bergerak dengan menggunakan tipu dalam kekalahan mentjari kemenangan. Dikatakan demikian karena benar2 kedudukan orang kate jang tubuhnja masih berada diatas udara ini, walau adalah seorang ahli ginkang, sedang terantjam bahaja. Satmijagatze telah bergerak dengan dua gerakan, jakni tangan serta kaki, akan tetapi ketika ia dibalas diserang, dengan masih mempunjai kesebatan, dengan kedua tangannja dia angkat pedang bengkoknja keatas untuk menangkis serangan hudtim jang mengantjam dirinja. Kini benar2 ia tidak ragu2 pula untuk melawan keras dengan keras mengadu sendjatanja dengan hudtim sang lawan. Lie Siang Tjoe jang pengalamannja baharu beberapa bulan sadja serta tjuma baru mempeladjari tudjuh bahagian dari ilmu kepandaian ajahnja, selama kedua orang itu bertempur hebat dia hanja berdiri terpaku sadja. Tidak demikian dengan keempat orang jang walaupun semangatnja telah dibuat runtuh oleh kehebatan ilmu silat Satmijagatze dan Auwjang Siang Yong, namun tergolong dalam djagoan2 Kangouw kelas utama. Keempat orang ini terkesiap melihat keberanian Satmijagatze, karena disaat itu dapatlah dimengerti akan tenaga jang dikerahkan Auwjang Siang Yong. Sebab pukulannja adalah merupakan ajunan tenaga dari atas kebawah, sedangkan hudtim adalah sendjata jang ringan jang dapat digerakkan dengan leluasa. Sedang gerakan tjepat si manusia kate ini, djuga dimaksudkan agar sang lawan kalah sebat. Dalam keadaan jang sangat terantjam itu, Satmijagatze, si orang dari pulau sembilan itu ternjata masih sempat memutar otaknja untuk berlaku tjerdik. Demikianlah sebaliknja dia tantjap kuda2 untuk pertahankan gempuran musuh, ia djustru pindahkan kedua kakinja untuk kemudian menggeser tubuh kesebelah kiri. Dengan menerbitkan suara keras serta njaring, kedua sendjata jang berlainan bentuknja beradu berbenturan. Kesudahannja, hudtim terpental balik, karena meskipun benar kedua pihak sama2 mengerahkan tenaga masing2 akan tetapi seperti kita telah mengetahui Satmijagatze adalah murid seorang ahli lweekang. Dan dengan kesudahan itu, njatalah kalau Auwjang Siang Yong adalah dari pihak jang kalah, ini djuga Siang Tjoe mengetahuinja. Tetapi manusia kate ini sedang sengit. Ia turutkan sadja segala napsu hatinja. Ia tidak menjadari kalau selain ia berdua dengan lawannja, disitu masih terdapat lima orang lainnja jang menjaksikan pertempurannja dari awal sampai saat ini. Tidak dipedulikannja tangannja jang barusan tergetar. Ia ingin sangat untuk tjepat2 melakukan pembalasan, merubuhkan lawannja. Guna lekas mentjari sesuatu jang dipesan pamannja. Dengan menahan sakit, dengan tangan jang terluka itu, dia tjekal pula keras2 hudtimnja, lalu dari arah kanan dia bergerak pula. Selagi bergerak tubuhnja turut pula berputar sedikit. Sedang untuk dapat mendekati lawan ia madjukan sedikit kaki kirinja. Dilain pihak Satmijagatze setelah dia berhasil benturkan pedang bengkoknja pada sendjata lawan, sebat sekali sudah menggeser tubuhnja kekanan, akan terus dengan sikap Leehe Ta teng atau Ikan Tambera Membalik Tubuh, ia melengak untuk lompat berdjumpalitan. Setjara demikian lebih dahulu ia telah bersiap sedia, untuk dapat melihat segala gerakan sang lawan. Ia tidak berani pandang ringan orang kate itu, kalaupun dibabak pertama dia telah berhasil melukakan telapak tangan kirinja. Demikianlah ia dapat memperhatikan segala aksinja Auwjang Siang Yong. Begitulah setelah melihat gerakan Auwjang Siang Yong lebih djauh Satmijagatze putar kaki kanannja kekiri, setindak, hingga dengan bergerak setjara demikian, ia pisahkan dirinja sedjauh lima kaki dari sang lawan. Namun meski musuhnja dapat ber-siap2 terlebih dahulu, dengan sabetannja Auwjang Siang Yong masih dapat menjambarkan hudtimnja dengan mengantjam pundak kanan dari sang lawan. Kalau serangan ini dapat tepat mengenai sasarannja, dapatlah dipastikan kebinasaan mendjadi bagian Satmijagatze. Namun walaupun dia ini menjingkir, tidaklah ia menjingkir djauh2. Malah sambil berseru : "Kau gerembengi aku untuk hak waris jang ditinggalkan oleh nenek mojangku. Baik aku akan adu djiwa denganmu untuk dikubur bersama ditempat ini!" Ia lintangkan pedangnja diatas kepalanja. Ia tidak gunai tenaga besar, sebab itu hanjalah suatu tangkisan sadja. Melainkan mengiringi itu tenaga lweekangnja disalurkan penuh2 keseluruh kedua telapak tangannja. Suara njaring mengaung bagaikan beradunja sebuah martil besar jang dikerdjakan oleh penempa besi, setelah bentrokan dahsjat itu terdjadi. Bunga api muntrjat berhamburan kesana kemari. Sekali ini, tidak peduli ia adalah seorang ahli ginkang dan memiliki tenaga jang jauh lebih besar tenaga orang biasa, Auwjang Siang Yong tidak ungkulan pula tjekal hudtimnja terlebih djauh. Karena barusan ia sudah merasa kesakitan pada telapak tangannja, kekuatannja djadi hanja mengandalkan kepada kelima djeridjinja. Kini itu tergempur pula, hingga tidak ampun pula sendjatanja terlepas dari tjekalannja. Sebab ia merasakan kesakitan jang tidak alang kepalang. Maka dengan menerbitkan suara berkelonterangan, karena sendjata itu terbuat dari logam djatuh terbanting. Dengan muka putjat sekali, bahkan menahan malu, Auwjang Siang Yong berdiri terkesima. Akan kemudian berubah mendjadi merah padam. Seluruh tangan kanannja pun masih dirasakan amat sakit. Tubuhnja diputar untuk menghadap lawannja. "Satmijagatze," berseru ia. "Untuk lamanja sepuluh tahun aku berkutatan menuntut ilmu dibawah penilikan pamanku, serta untuk dua puluh tahun aku sudah berkenalan dalam dunia Kangouw, dan selama itu belumlah pernah aku menemui tandingan. Namun tidak sangka dalam perdjalananku ketanah barat ini untuk mentjari 'lukisan2', aku terbentur dengan kau. Dasar mungkin memang bukan djodohku, aku urungkan sadja niatku untuk memiliki 'lukisan2' itu, karena hari ini ternjata aku kena dirobohkan olehmu. Maka baiklah, aku anggap itu mungkin disebabkan kebisaanku belumlah sempurna. Tapi dalam hal ini, sudilah kiranja djika kau, pada sepuluh tahun jang akan datang nanti, turut mengundjungi daerahku, disebelah utara sungai besar, untuk memperebutkan gelar djago kelas satu bagi seluruh daratan Tiongkok. Harus kau ketahui bahwa pada hari itu nanti, djuga akan datang Alilah, Telumuju shindani Mongol, kedua naga Sutjoan Utara dan Selatan jakni Liong kang hiap Tjioe Tjin Lie dan Tjoe Giok Liong Tjhek Thoa Thong serta si pemilik pulau Tho Lioe to, Shia hiap Gouw Bian Lie, serta mungkin djuga jang lain2nja. Dan hari itu nanti aku akan mentjoba pula kehebatannja pedang bengkokmuu. Nah sampai ketemu pula!" Manusia kate itu terus rangkap kedua tangannja kepada lawannja itu untuk kemudian memberi hormat, setelah itu berpaling kepada Lie Siang Tjoe, untuk lantas ia pentang pula mulutnja : "Anak muda, maafkan aku, kalau barusan aku telah tuduh kau jang bukan2. Tapi kepandaian kau tadi sungguh benar2 membuat aku kagum. Tidak pernah aku sangka kalau didalam dunia ini ada orang semuda kau dapat memiliki kepandaian demikian tinggi. Maka, pergiatlah latihanmu, dan nanti aku harap djuga akan kedatanganmu. Sepuluh tahun bukanlah waktu jang singkat!" Setelah ber-kata2 itu, ia kembali berpaling dan kali ini kepada keempat orang lainnja, serta mengundangnja pula. Setelah itu, segera orang kate itu putar tubuhnja, untuk bertindak keluar meninggalkan daerah pegunungan itu, dan dalam sekedjap dia pun telah menghilang di balik pohon2 jang rindang sedang Satmijagatze setelah kepergian manusia itu, lalu dia pun berdjalan menghampiri Siang Tjoe. "Anak muda siapa namamu?" tanja dia. "Siang Tjoe seh Lie," menerangkan pemuda kita, sambil rangkapkan tangannja memberi hormat. Sementara itu keempat orang2 jang semangatnja telah mendjadi kuntjup benar, segera menghampiri Siang Tjoe dan Satmijagatze berdua. Ternjata mereka adalah orang jang djuga keinginannja setudjuan dengan Auwjang Siang Yong. Mereka adalah Tok gan (si mata tunggal) Gouw Tjeng dari Bietjiu, Gin piauw si piauw perak Giok Seng Toan seorang ahli menggunakan sendjata rahasia dari Sioetjiu sedang dua jang lainnja adalah dua bersaudara Sin eng si garuda sakti Kin Bian Lioe dan Kim pian (pian emas) Kin Bian Eng dari Tin-pa. Mereka adalah ahli2 Kangouw jang usianja sudah hampir mentjapai lima puluhan. Sedang kepandaiannja sudah boleh dikatakan tinggi djuga. Keempat orang ini, setelah mengutjapkan selamat berpisah, segera dengan mengambil djurusan mereka masing2, meninggalkan tempat tersebut. "Lo djin kee, untuk urusan apakah sampai-sampai kau bertempur dengan manusia kate tadi?" tanja Siang Tjoe jang mendjadi bersimpati kepada orang asing ini. "Apakah jang dimaksud dengan 'lukisan' itu?" "Siang Tjoe," sahut Satmijagatze jang langsung menjebut nama pemuda kita. "Bukankah tempatnja disini untuk kita berbitjara. Apakah kau mempunjai rumah disekitar sini, atau kau hanja seorang pelantjongan sadja?" Siang Tjoe geleng2kan kepalanja. "Aku tidak mempunjai rumah disekitar sini, djuga bukanlah seorang pelantjongan..." "Habis, mengapakah sekarang kau berada ditempat ini?" memotong Satmijagatze jang mendjadi heran. "Aku datang kemari tidak hanja bersendirian, melainkan berdua." "Berdua? Dimanakah dia sekarang?" "Dia hilang entah kemana," sahut Siang Tjoe sambil menundukkan kepalanja. "Ketika itu, baharu dua hari kemarin, aku berdua dengan kawanku tengah menaiki pegunungan ini. Tiba2 kami disergap oleh segerombolan beruang. Berseorang diri, setelah aku berhasil singkirkan kawanku itu, aku bersihkan binatang2 pegunungan ini ketjuali beberapa ekor jang kemudian melarikan diri. Segera aku pun menghampiri guha dimana temanku tadi kulemparkan, namun aku mendjadi kaget sekali ketika ternjata baik didalam atau diluar guha dia tidak kudapatkan. Karena penasaran, segera kutjari dia sampai ditempat ini, sampai kedjadian aku bertempur dengan kedua orang Tjeng hong pay dan orang asing itu." Menerangkan sampai disini, barulah Siang Tjoe ingat kalau untuk beberapa saat dia telah melupakan Sioe Lian-nja. "Sajang sekali," menghibur orang dari pulau sembilan. "Siapakah namanja kawanmu itu?" "Dia seorang perempuan, bernama An Sioe Lian..." menerangkan Siang Tjoe tanpa malu2 lagi. "Lantas untuk keperluan apakah kau menaiki tanah pegunungan ini?" tanja pula Satmijagatze sambil tertawa ketjil. "Apakah kalian pengantin baru jang sedang berbulan madu..." "Tidak Lo djin kee!" berteriak Siang Tjoe. Agak marah dia. "Kami datang kemari hanja untuk mejakinkan segala ilmu silat jang telah kami miliki!" "Hai!" berseru Satmijagatze jang mendjadi tertjengang. "Ah aku telah salah terka. Maafkan akan kata2ku tadi." "Loo djin kee," berseru Siang Tjoe jang tidak meladeni kata2 si orang asing. "Perkenankanlah aku permisi. Sebentar aku akan balik pula kepadamu, aku hendak mentjari kawanku itu." Lalu tanpa menunggu djawaban pula ia pun meninggalkannja. Tapi baharu sadja dia ber-lari belum berapa djauh, tiba2 : "Siang Tjoe! Tunggu sebentar, bolehkah aku membantumu?" terdengar suara Satmijagatze berteriak.