Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Tarian Liar Naga Sakti - 129

$
0
0
Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | Oleh Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Sakti Cersil | Tarian Liar Naga Sakti pdf

Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah

Setelah seharian bertukar kisah dan makan bersama "Ikan Bakar" yang merupakan hasil memancing Kwan Siok Bu dan Kwan Siok Bi di sungai, Nenggala dan Kiang Li Hwa semakin merasa lebih dekat dan jauh lebih akrab. Nenggala dan Li Hwa memang lebih sopan dan sangat menjaga tata krama, sementara Siok Bu dan adiknya Siok Bi yang lebih tua, lebih terbuka dan tidak memandang status hubungan. Karena keadaan mereka, Nenggala dan Li Hwa akhirnya merubah panggilan menjadi locianpwee, tetapi Siok Bu sangat tidak suka. Bahkan seterusnya meminta Nenggala dan Li Hwa untuk tidak menjadi sangat formal: "Tidak enak rasanya engkau memanggilku locianpwee, engkau bahkan boleh kuijinkan memanggi namaku saja Nenggala ......." protes Siok Bu saat ketika Nenggala mulai memanggilnya "Locianpwee". "Tetapi, bagaimanapun memang layak memanggil dengan panggilan itu ......" tangkis Nenggala yang memang taat dengan aturan antara "tua dan muda". "Tetapi panggilan itu membuat kita menjadi memiliki jarak yang jauh. Padahal, terus terang kami berdua sangat hormat dan menyayangi kalian suami-istri ini ....." berkata Kwan Siok Bi sambil memandang Nenggala dan Li Hwa. "Hmmmmm tak ada salahnya mereka menjadi adik- adik kita saja Siok Bu koko ......" Kwan Siok Bi nimbrung, dan usulnya terlihat berkenan dalam hati kakanya Kwan Siok Bu yang segera memandang Nenggala dan Li Hwa penuh harap sambil kemudian berkata dengan antusias: "Tentunya kalian berdua suami-istri tidak keberatan jika saling memanggil "Kakak dan Adik" dengan kami berdua ......."? Mendengar usulan itu, Nenggala saling pandang dengan Li Hwa. Tetapi, Li Hwa yang juga pernah hidup bebas diantara kawanan Thian Liong Pang, memandang usulan kakak beradik she Kwan itu masuk akal. Karena itu, tanpa banyak bicara dalam diam dia mengangguk kearah Nenggala. Bahkan tak lama kemudian justru dia yang ambil inisiatif dan berkata: "Sungguh kehormatan besar kami boleh memperoleh toako dan enci seperti kalian berdua. "Toako Kwan Siok Bu, Enci Kwan Siok Bi, terimalah salam adik ini ...." sambil berkata demikian, Li Hwa sudah menjura dan memberi penghormatan yang sangat tulus kepada kedua Kakak beradik dari Pulau Awan Putih yang menjadi sangat gembira dengan perlakuan dan penerimaan Kiang Li Hwa itu. Dan selesai menjura dan memanggil toako dan enci kepada kedua tokoh itu, Li Hwa kemudian melirik suaminya dan memberinya kode melalui gerakan mata. Kode yang cepat dipahami Nenggala dan dengan cepat diturutinya: "Cayhe Nenggala memberi hormat kepada toako Kwan Siok Bu dan juga Enci Kwan Siok Bi .......... semoga toako dan enci selalu diberkati usia panjang oleh Thian ....." Nenggala menuruti contoh istrinya menjura, memberi hormat dan menyebut Kakak beradik itu "Toako dan Enci". Sekejab, hari itu Kwan Siok Bu dan Kwan Siok Bi bersama dengan suami istri Nenggala dan Li Hwa telah memiliki hubungan yang cukup akrab dan juga istimewa. Adalah Kwan Siok Bu dan kwan Siok Bi yang menjadi jauh lebih gembira karena merasa telah memiliki kerabat yang hebat di Tionggoan. "Sungguh kami gembira kalian suami-istri bersedia menjadi saudara-saudara kami di Tionggoan. Semoga kita bisa lebih saling membantu dan lebih saling menghormati dan menyayangi kedepan ....." Kwan Siok Bu menyambut baik penghormatan kedua "adik baru" baginya itu dan hatinya senang bukan buatan. Hal ini sangat jelas terlihat dari sinar matanya yang bercahaya. "Mari kita rayakan dengan menghabiskan "Ikan Bakar" ini ........" Kwan Siok Bi mengusulkan sambil menunjuk ikan hasil memancing mereka yang kini sedang dibakar untuk menangsal perut mereka. "Benar ...... mari kita rayakan meski secara sederhana ....." sambut Li Hwa yang memang lebih luwes dibanding suaminya. Tak lama mereka berempatpun kembali bergembira makan dan minum dengan menu utama "Ikan bakar" hasil memancing. Dan kegembiraan mereka berlanjut dan terus berlanjut cukup lama. Sampai kemudian tiba-tiba: "Ikan ..... enak ....... hehehehe, hihihihih ......" seseorang tiba-tiba muncul dari hutan dan tertawa terkekeh- kekeh bagai orang yang kurang waras. "Hehehehe, hihihihi ......... baunya enak ....... makan ........ makan ikan ....." kembali orang yang keluar dari hutan itu tertawa-tawa tidak keruan. Tetapi bukan itu yang bikin ke-empat orang yang lagi bercakap dan bergembira menjadi terkejut. Yang membuat mereka terkejut adalah fakta betapa cepat, ringan dan pesatnya gerakan si pendatang yang tergelak-gelak sendiri bagai orang gila. "Hehehehehe ...... hihihihi ....... makan ........ ikan ......." si pendatang ketika tiba dan berdiri berhadapan dengan 4 orang yang sedang menikmati ikan bakar itu sangatlah mengejutkan. Ada apa gerangan? Ternyata si pendatang adalah seorang yang terlihat masih muda, entah berapa usianya karena sulit dipastikan karena tertutup rambutnya yang terlihat panjang dan semrawut. Tapi usianya belum begitu tua, jika ditaksir paling banyak 35 tahunan. Tetapi yang menonjol adalah gayanya yang terlihat ketolol- lololan. Dia selalu tertawa terkekeh kekeh dengan alasan yang tidak jelas. Seperti saat ini, dia tertawa sambil memandangi ke-empat orang dihadapannya tanpa rasa takut, tetapi juga dengan sikap yang tidak mengancam. Kwan Siok Bu dan Kwan Siok Bi terkejut dan heran akan kehebatan ilmu si pendatang, tetapi keduanya sama sekali tidak mengenali si pendatang. Mereka memandang Nenggala dan Li Hwa yang lebih banyak mengenali tokoh di Tionggoan. Tetapi, dalam kagetnya, mereka berdua, Nenggala dan Li Hwa juga sama herannya dan sama sekali tidak mengnali si pendatang. Sementara itu, si pendatang muda berdandan seadanya atau terkesan minim malah, pakaiannya kumal meski tidak terlihat sangat kotor. Wajahnya terpelihara dan tidaklah kotor atau dekil dan jorok. Sinar matanya menandakan orang yang datang ini rada tolol, tetapi sinar mata yang bening menandakan orangnya berisi dan berilmu tinggi. Inilah yang mengagetkan keempat orang itu. Dan kini, sekali lagi si pendatang tolol itu berkata kepada empat orang dihadapannya: "Makan ....... ikan ...... hahahahaha, hehehehehehe ......" Dan Li Hwa yang lebih luwes dengan cepat mengambil seekor ikan dari 3 ekor yang masih tersisa dan belum mereka makan kemudian memberikannya kepada si pendatang tolol itu. Kemudian diapun berkata: "Hmmmm sahabat, ambillah jika engkau lapar ......" Si Pendatang yang ketolol-tololan memandang kagum dan senang kepada Li Hwa. Dan sekali tangannya bergerak, ikan itu telah berpindah tempat, bahkan tak lama kemudian dengan kecepatan yang tidak wajar memakan sesuatu, termasuk ikan yang tulangnya masih utuh sudah masuk bulat-bulat ke perut orang pendatang yang terlihat tolol itu. Dan seterusnya diapun berkata lagi: "Hahahahaha, hehehehehehe, enak ..... ikan enak ......... lagi ....." Si Pendatang tolol itu dengan gaya polosnya dan gaya ketololannya mengulurkan tangan dan meminta lagi kepada Li Hwa. Li Hwa sendiri jatuh kasihan dan memiliki kesan yang baik dengan si pendatang yang ketolol-tololan itu. Diambilnya satu lagi, dan kemudian diulurkannya lagi kepada si tolol itu. Begitu seterusnya sampai kemudian habislah ikan-ikan yang masih tersisa. Dan melihat ikan yang tersedia sudah habis, si tololpun menoleh kepada Li Hwa ...... "Ikan habis ....... ikan habis ....... hehehehehehe ......" Tetapi selepas berkata demikian, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang entah sedang bicara apa dengan si Tolol. Baik Li Hwa maupun Nenggala, bahkan juga Kwan SIok Bu dan Kwan Siok Bi saling pandang dengan heran karena sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mereka mengerti bahwa ada yang sedang bicara dengan si Tolol, tetapi mereka tak sanggup mendengar karena disampaikan secara khusus dengan ilmu menyampaikan suara. Sementara itu si pendatang yang ketolol-tololan terlihat berusaha memiringkan kepalanya, dan sepertinya sedang berusaha keras memahami apa yang disampaikan kepadanya. Sesaat kemudian, wajahnya berubah menjadi "bingung" dan kemudian terlihat "murka", bahkan tadinya Li Hwa dipandang dan diperlakukannya secara istimewa, juga sudah dilupakannya. Dia seperti tidak lagi mengenali Li Hwa dan memandangnya dengan sinar mata aneh dan sulit ditafsirkan. Ada beberapa detik dia, si pendatang yang ketololan itu berlaku seperti itu. Tidak lama kemudian, matanya semakin marah dan terlihat murka. Diapun menoleh ke Li Hwa yang berada paling dekat dengan dirinya. Li Hwa terkejut karena sinar mata si pendatang yang ketololan itu sudah berubah demikian menyeramkan, seakan-akan sudah bukan dirinya lagi. Lebih terkejut lagi ketika kemudian si tolol mendengus dan dengan cepat menggerakkan tangannya menyerang, dan karena Li Hwa adalah orang terdekat, maka dialah yang menjadi sasaran serangan itu: "Hiyaaaaaaaaaaaaaaaa ......." Tangan kanan si pendatang ketololan itu bergerak dengan cepat dan mendatangkan hawa panas yang luar biasa. Tetapi, akan menyesal Li Hwa sebagai salah satu tokoh Lembah Pualam Hijau jika sampai kalah dalam gebrakan pertama. Dengan santai dia menggetarkan lengan kirinya dan menyambut serangan si pendatang tolol. Dan .... "Aiiiiiiccccccccccchhhhhhhhhh .............. hebat ..... hebat ...." Li Hwa tersentak kaget. Karena ujung bajunya terlihat mengepulkan asap saking panasnya tenaga serangan lawan yang terlihat ketololan itu. Tetapi, setelah serangan itu, Li Hwa segera sadar, lawan yang terlihat tolol itu adalah tokoh yang tidak berada disebelah bawah kemampuannya. Jeritan lirih dan kaget Li Hwa mengagetkan Nenggala, tetapi melihat istrinya tidak apa-apa, perlahan dia akhirnya tenang kembali. Dia yakin istrinya punya kemampuan yang memadai untuk menandingi lawan. Sementara itu, Kakak beradik Siok Bu dan Siok Bi terlihat sangat tertarik dan memandang arena serta jurus-jurus di tolol secara saksama. Bentrokan pertama telah menyadarkan Li Hwa tentang kehebatan lawannya. Karena itu, kini dia bergerak lebih cepat dan mengeluarkan tenaga saktinya dengan kekuatan yang lebih dan semakin lama lebih kuat. Tetapi, dalam kagetnya, meski dia tidak terdesak, tetapi lawannya juga terlihat ringans aja mengelakkan serangan-serangannya seakan tidak kerepotan sama sekali. "Duk ..... dukkkkk ......" dan kembali terjadi dua kali benturan. Li Hwa yang sudah mendukung serangan dan perlawanannya dengan Giok Ceng Sinkang merasa heran karena panasnya tenaga serangan lawan. Dari tubuh si tolol seakan mengalir udara "panas" yang sangat menyengat. Dan hanya dengan pengerahan kekuatan Giok Ceng Sinkang tingkat tinggi sajalah yang membuatnya berkemampuan menahan hawa panas dari si tolol tersebut. Tetapi harus diakuinya, hawa panas itu sangat mengganggunya. Dan si Tolol terus dan terus menyerangnya dengan hawa panas yang semakin lama semakin panas. Tiba-tiba si tolol kembali menyerang dengan kekuatan tenaga yang luar biasa. Tetapi yang lebih hebat lagi, dari lengannya tiba-tiba menyambar satu kekuatan dahsyat yang diawali dengan seletikan hawa panas di lengannya dan kemudian menuju Li Hwa. Li Hwa sadar bahaya, diapun meningkatkan kekuatan Giok Ceng Sinkang dan menampar dengan kekuatan yang lebih hebat lagi: "Duaaaaaaarrrrrrrrr" terdengar ledakan hebat akibat benturan keduanya. Benturan dan ledakan itu membuat baik si tolol maupun Li Hwa terdorong ke belakang tanda keduanya sama kuatnya. Tetapi, Li Hwa terlihat sedikit lebih menderita, bukan kalah tenaga tetapi merana oleh arus dan hawa panas luar biasa yang mengalir keluar dari lawannya itu. Sementara itu, Kwan Siok Bu terkesima dan kaget luar biasa melihat benturan hebat itu. Ketika keduanya terpisah, tanpa banyak bicara dia maju ke tengah arena dan berkata: "Adik Li Hwa, kami dari Pulau Awan Putih berkepentingan dengan orang yang terlihat tolol ini, sebaiknya engkau beristirahat sejenak ......" sambil berkata demikian, Kwan Siok Bu telah berdiri di tengah arena dan menunggu si tolol siap. Dan dia tidak menunggu lama. Karena si tolol tidak perduli siapa yang didekatnya, dialah yang akan diserangnya. Dan kini, serangannya diarahkan kepada Kwan Siok Bu dengan ilmu dan gaya yang sama dan bahkan meningkat dibandingkan tadi. Tetapi Siok Bu sudah sangat siap menyambutnya. Pertempuran dahsyatpun segera terjadi. Pertempuran yang membuat baik Li Hwa, Nenggala maupun Siok Bi terkesima. Mereka kaget, ternyata kehebatan si tolol bukan buatan. Bahkan Nenggala sendiripun ragu, mampukah dia mengalahkan si tolol itu. "Sungguh hebat kemampuannya, luar biasa ...... kelihatannya bahkan tidak dibawah kemampuanku" desis Nenggala dalam hati. Pertempuran kini berlangsung berbeda. Dengan sinkang khas Pulau Awan Putih, Kwan Siok Bu menggerakkan Tiat Sie Sin kang, ilmu Tangan baju Besi. Dia mencobanya karena memang kelihatannya sedang mempelajari dan menjajal kemampuan si tolol. Tetapi hebatnya, Siok Bu menjajal dengan ilmu andalan, ini berarti lawan memang dipandangnya tinggi. "Haiiiit ......." dengan cepat dan cermat, Siok Bu memukul berkali-kali, tidak langsung berhadapan dengan arah dan pukulan si tolol, tetapi menyamping. Kedua tangannya bergerak cepat, menyentuh, membelokkan dan kemudian memukul tenaga ataupun lengan lawan yang telah serong oleh pukulannya. Tetapi, si Tolol juga bukan manusia sembarangan. Dia boleh tolol dalam kesehariannya, tetapi segera berubah seratus delapan puluh derajat ketika sedang bertarung. Dan dia tahu lawan berusaha untuk tidak langsung berhadapan dengan kekuatannya yang panas menyengat, karena itu diapun bergerak cepat dan cepat, mampu mengimbangi kecepatan gerak Siok Bu. Maka pertempuran mereka terlihat monoton, karena mereka berusaha untuk saling menyudutkan "serangan tangan" lawan. Meski terlihat monoton dan tidak enak ditonton, tetapi jangan tanya bahayanya. Kandungan tenaga yang luar biasa mengaliri lengan keduanya, tetapi begitupun, yang luar biasa adalah, meski telah mengeluarkan tenaga dalam yang sangat tinggi, tetapi mereka mampu menahan, membelokkan, merubah gerakan dan jurus dengan cepat dan tepat. Membahasakannya sulit, tetapi yang jelas, keempat tangan mereka, diatur oleh tata gerak yang hebat, berkelabatan untuk memunahkan, mendorong, memental dan menyerang lawan. Diawali dengan gerakan tipuan si Tolol yang mengarah lurus kedada Siok Bu. Siok Bu cepat tanggap diapun bergerak setengah langkah kekiri dan memukul lengan kanan si Tolol agar menyamping, dan lengan yang sama sudah langsung berubah menjadi serangan keleher lawan. Tetapi si Tolol tidak alpa, tidak lalai dan tidak kalah cepatnya. Diapun cepat menggerakkan lengan kirinya menyambut sergapan lengan kiri lawan kearah leher dan menggerakkan tangan kanannya menampar bagian atas tubuh Siok Bu. Tidak mau kalah, Siok Bu kembali menarik tangan kanannya dan merubahnya menjadi totokan ke lengan kiri lawan, dan tangan kanannya bergerak menonjok dada lawan sambil kakinya kembali bergeser setengah langkah.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>