Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Panah Kekasih - 133

$
0
0
Cerita Silat | Panah Kekasih | Karya Gu Long | Panah Kekasih | Cersil Sakti | Panah Kekasih pdf

Animorphs 16. Memburu Yeerk kembar Pendekar Slebor - 68. Rantai Naga Siluman Gosebumps 31. Boneka Hidup Beraksi II Si Bungkuk Pendekar Aneh - Boe Beng Giok Pendekar Gila - 13. Kalung Keramat Warisan Iblis

Biarpun para jago cukup lama berkelana dalam dunia persilatan, namun selama ini belum pernah berjumpa dengan gadis yang begini cantik, untuk sesaat semua orang memandang dengan bodoh, bahkan sampai ayah beranak dari keluarga Tong pun ikut terperana hingga lupa bicara. Tak terlukiskan rasa kaget dan girang Tian Mong-pek setelah menyaksikan kehadiran ke tiga orang ini. Dengan hati tergetar Tu Hun-thian ikut berteriak: “Hah, nona Siau, ternyata kau.” Tiga orang yang barusan muncul tak lain adalah manusia tak berusus Kim Hui suami istri serta Siau Hui-uh. Melihat gelagat tidak menguntungkan, Tong Yan jadi keder dan ketakutan, diam diam ia berusaha kabur dari situ. “Berhenti!" tiba tiba terdengar suara bentakan nyaring, suara itu bagaikan guntur yang membelah bumi. Bersamaan dengan menggemanya suara bentakan, Kim Hui sudah melambung ke udara dan menerkam Tong Yan. Dalam takutnya cepat tong Yan mengayun tangannya ke belakang, siapa tahu belum sempat serangannya dilontarkan, pergelangan tangannya sudah dicengkeram orang, rasa sakit yang luar biasa membuat anak muda itu menjerit keras. “Hei sii..... siapa orang ini? Hajar dia.” Teriak Tong Lojin sambil bertepuk tangan. Tanpa banyak bicara, Tong Pa melontarkan satu pukulan mengancam belakang lengan Kim Hui. Siapa tahu belakang punggung Kim Hui seakan tumbuh mata, satu kebasan ke belakang membuat Tong Pa tak sanggup berdiri tegak, dia merasa ada satu kekuatan besar menghantamnya, membuat dia terhuyung lalu roboh terjungkal. Menyaksikan betapa dahsyatnya kekuatan lawan, bahkan dalam satu pukulan berhasil merobohkan si macan tutul baja yang terhitung hebat diantara jago muda, tak kuasa para jago berseru memuji: “Ilmu silat hebat . . . . . ..” Tapi begitu Kim Hui berpaling dan memperlihatkan sinar matanya yang buas bagai binatang serta wajahnya yang mengerikan, terutama gigi runcingnya seakan hendak menggigit mangsanya, para jago kembali merasa bergidik, sorak sorai pun seketika terhenti sampai tengah jalan. Kim Hui menyeret tubuh Tong Yan ke hadapan Tong Lojin serta Tu Hun-thian, kemudian teriaknya: “Hei orang she-Tu, bukankah kau ingin bertanya kepada lohu kenapa menghantar putrimu dalam tandu pengantin?" “Benar!" Tu Hun-thian dan Kim-pit-hud serentak menjawab. “Hahaha,” Kim Hui tertawa keras, “ini dikarenakan putrimu sudah punya hubungan pribadi dengan bocah she-Tong itu, kalau lohu tidak menghantar naik tandu pengantin, lantas siapa yang akan naik?" “Omong kosong!' kembali Tu Hun-thian dan Tong Lojin berteriak hampir berbareng. “Hahaha, kalau kalian berdua tak percaya, tuh, yang laki maupun yang perempuan sudah hadir disini, tanyakan saja kepada mereka.” “Anak Kuan, kau?" tanya Tu Hun-thian. “Tong Yan, kau?” teriak Tong Lojin pula. Ternyata suara Tong Bu-im jauh lebih lantang, maka Tu Hun-thian pun tutup mulut. Terdengar Tong Lojin bertanya lagi: “Benarkah kau telah melakukan perbuatan ini?” Paras muka tong Yan pucat bagai mayat, sepasang kakinya menggigil takut, sahutnya terbata bata: “A..... ananda . . . . ..” “Tak usah dilanjutkan, kelihatannya kejadian ini memang benar." Kembali Tong Lojin menukas. “Ti.... tidak . . . . ..” “Tidak apa?" hardik Kim Hui sambil memperkencang cengkeramannya. “Aduuuh...." seketika Tong Yan kesakitan setengah mati, “tidak... tidak salah . . . . ..” Para jago merasa terkejut, keheranan bercampur gembira, sebaliknya si Tangan pencabut nyawa Tong Ti merasa kehilangan muka, tak kuasa dia tampar wajah Tong Yan keras keras. “Hei, kenapa kau memukulnya?” tegur Tong Lojin. sekujur tubuh Tong Ti gemetar keras saking gusarnya. “Binatang..... binatang, kau telah membuat malu keluarga Tong, akan kuhajar kau hingga mampus.” Kembali tangannya melayang, siap menggampar wajah putranya. “Tahan!" tiba tiba Tong Lojin membentak. “Ayah," seru Tong Ti tertegun, “kau..... kau . . . . .. Sambil tertawa terbahak-bahak kata Tong Lojin: “Putri tua bangka Tu jauh lebih bagus ketimbang putri si tua bangka Chin, bocah ini bisa memperistri nona Tu, hal ini merupakan rejekinya, kenapa II harus kau pukul?" Tong Ti melengak, Tong Yan melongo, apalagi para jago yang hadir. Sebaliknya Tian Mong-pek segera mengacungkan jempolnya dan diam diam memuji: “Orang tua ini memang manusia hebat, cara kerjanya tegas dan bijaksana.” Kembali Tong Lojin berkata sambil tertawa tergelak: “Tu Hun-thian, kita salah biarlah salah, bagaimana kalau dari kesalahan kita bina hubungan keluarga? Cucu keluarga tong rasanya tak akan membuat putrimu jadi malu." Tu Hun-thian memandang wajah Tu Kuan, melihat putrinya tertawa dengan air mata mengembang di mata, diapun menghentakkan kakinya dengan gemas sambil mengeluh: "Yaa sudahlah!" Kembali Tong Lojin tertawa terbahak bahak. “Yan-ji, kenapa tidak segera bersujud memberi hormat?" perintahnya. Tong Yan terkejut bercampur girang, dengan penuh rasa takut ditengoknya wajah sang ayah sekejap. Si Tangan pencabut nyawa Tong Ti termenung berapa saat, akhirnya dia pun berkata sambil menghentakkan kakinya: “Terlalu enakan buat kau si bocah tak tahu diri." Tong Yan amat girang, buru buru dia menjatuhkan diri berlutut dan benar benar bersujud tiga kali. Tu Hun-thian menghela napas panjang, dia hanya bisa pejamkan mata dan tidak lagi menengok kearahnya. Saat inilah para tamu baru bisa tertawa keras, dalam waktu singkat suasana pun jadi hiruk pikuk. “Tu Hun-thian, apakah kau masih punya anak perempuan?" tiba tiba Tong Lojin bertanya sambil tertawa. Tu Hun-thian melengak, tapi segera jawabnya sambil tertawa ewa: “Satu pun sudah lebih dari cukup." Biarpun tadi ia diliputi rasa gusar dan kaget yang luar biasa, tapi bila teringat keadaan putrinya saat ini, bisa menjadi menantu keluarga Tong sesungguhnya sudah merupakan satu berkah yang luar biasa, maka perasaan hati pun mulai menjadi tenang kembali. Terdengar Tong Lojin tertawa terbahak-bahak. “Bagus, bagus, untung kau hanya punya seorang anak gadis, itu berarti kau 'I' a tak bakal merebut calon cucu menantu laki ku Gelak tertawanya penuh diliputi rasa bangga, jelas orang tua ini sangat menyukai Tian Mong-pek. Siapa tahu belum habis dia tertawa, kakek berbaju sutera itu sudah tertawa pula, serunya: “Mungkin si tua bangka Tu tak akan merebut, sayangnya masih ada orang lain yang akan merebutnya.” Gelak tertawanya lebih nyaring ketimbang Tong Bu-im, lebih bangga. “Siapa yang berani merebut cucu menantuku?" tanya Tong Lojin dengan wajah berubah. Tampak perempuan cantik berdandan pria itu berjalan mendekat sambil tersenyum, setelah menjura, jawabnya: “Aku!" Satu gelombang baru reda, gelombang lain kembali timbul, para jago merasa terkejut bercampur tercengang, Tian Mong-pek kaget bercampur girang, sedang Tong Ti si Tangan pencabut nyawa kaget bercampur gusar, hanya Kim Hui yang tertawa terbahak-bahak, tertawa penuh rasa bangga. Setelah melengak berapa saat, tanya Tong Lojin sambil tertawa tergelak: “Kau? Kau akan merebut calon cucu menantuku? Hahaha . . . . ..” Mungkin saking gelinya, dia tertawa sampai terbungkuk-bungkuk. “Betul, memang aku." Tandas Siau Hui-uh sambil tersenyum. “Hahahaha, aku orang tua hidup sampai delapan puluh tahun, baru pertama kali ini kujumpai kejadian semacam ini, hei nona cilik, berapa usiamu tahun ini?" “Diatas sepuluh tahun, dibawah enam puluh tahun." “Hahaha, masih begitu muda belia sudah ingin buru buru kawin? Lebih baik pulang saja, orang semacam kau tak perlu takut tidak laku kawin." “Baik," kata Siau Hui-uh sambil tersenyum, “kami akan pulang, tapi calon cucu menantu mu akan pulang bersama kami." Belum pernah para jago menjumpai gadis muda selatah itu, selain heran, mereka pun geli, tiba tiba terdengar seseorang berseru sambil tertawa keras: “Nona, lebih baik pulang saja ikut aku!” Siau Hui-uh tertawa dingin. “Siapa yang ingin mengajak aku pergi? Silahkan keluar.” Para jago tertawa terbahak-bahak, tak ada yang menjawab. “Ayoh keluar," kembali Siau Hui-uh berseru, “kenapa musti malu?" Terlihat seorang lelaki berbaju indah didorong orang hingga tampil ke depan. Gelak tertawa kembali bergema dari empat penjuru, teriak orang orang itu: “Ong Beng, kemana kau simpan nyalimu dihari hari biasa? Ayoh keluar!" II “Kemari, cepat kemari, biar kulihat macam apa wajahmu. Kata si nona. Orang itu mengenakan baju sutera yang indah, wajahnya putih pucat, jenggotnya pendek, matanya berputar kian kemari dengan liar, bisa diduga dihari biasa dia memang orang yang romantis. Saat ini dengan andalkan nyali karena mabuk, ia benahi bajunya lalu berjalan keluar dan memandang Siau Hui-uh sambil cengengesan. “Siapa namamu?” tanya si nona. “Hehehe, aku Ong Beng, berkat perhatian dan sanjungan sahabat dunia persilatan, mereka memanggilku Hong-liu-phoa-an, padahal aku tak berani menerima kata romantis." Maksudnya dia suka sekali disamakan dengan Phoa An, seseorang yang dianggap sebagai lelaki paling ganteng dimasa lalu. Tong Lojin hanya menonton dengan senyum dikulum, sedang Tian Mong-pek tahu, orang itu bakal merasakan pil getir ditangan si nona, tapi setelah melihat bentuk wajah orang ini, dia tahu orang seperti itu biasanya bukan tergolong orang baik, maka diapun tidak berusaha untuk mencegah. Terdengar Siau Hui-uh berkata: “Padahal gampang sekali bila ingin jalan bersama aku . . . . ..” Perlahan dia membuka tangannya, melepaskan cincin kumala hijau dari jari tangan dan diletakkan diatas telapak, katanya: “Asal kau dapat mengambil cincin ini dari telapak tanganku, aku pun akan ikut kau.” Melihat jari tangannya yang putih bersih bagai salju, dalam hati para jago berpikir: “Orangnya begitu lembut, mana mungkin tangannya begitu bertenaga? Jangan jangan dia sudah tertarik dengan Ong Beng sehingga sengaja bicara begitu.” Seketika Ong Beng merasakan hatinya gatal saking girangnya, sambil cengar cengir tegasnya: “Sungguh?" “Tentu saja sungguh,” hardik Kim Hui, “tak usah banyak bicara lagi, cepat lakukan!" Agak merinding hati Ong Beng melihat wajahnya yang seram, tapi setelah memandang lagi jari tangan Siau Hui-uh yang lentik, tak tahan diapun berjalan mendekat sambil mengulurkan tangannya. “Cepat!" seru Siau Hui-uh tertawa. Tiba tiba Ong Beng melancarkan satu cengkeraman, gerak geriknya lincah dan enteng, serangan itupun dilakukan cepat dan tepat sasaran, dia tahu pihak lawan pasti akan menggunakan ki-na-jiu untuk menghadapi serangannya. Siapa sangka pandangan matanya tiba tiba jadi kabur, si nona yang ada dihadapannya mendadak hilang tak berbekas, baru saja hatinya terkesiap, dari arah belakang sudah terdengar seseorang berkata sambil tertawa merdu: “Cincin nya berada disini, apa yang sedang kau comot?" Sambil tarik napas Ong Beng berputar badan secara tiba tiba, siapa tahu si nona sudah menyelinap lagi ke belakang tubuhnya, kejadian ini berlangsung berulang kali, betapa pun dia mencoba bergerak lebih cepat, jangan lagi merampas cincin itu, menjawil ujung baju lawanpun tak mampu. Dalam waktu singkat semua jago dibuat terkesiap, siapa pun tidak menyangka kalau gadis lemah lembut itu ternyata memiliki ilmu meringankan tubuh yang luar biasa. Senyuman diwajah Buddha berlengan emas Tong Bu-im pun hilang lenyap seketika. Orang tua ini dijuluki orang sebagai tanpa bayangan, bisa diduga ilmu meringankan tubuhnya dimasa lalu luar biasa hebatnya, tapi setelah menyaksikan ginkang gadis itu, dia baru kaget karena kehebatannya sedikitpun tidak berada kehebatannya dimasa muda dulu. Tiba tiba Ong Beng menghentikan langkahnya, sambil tertawa getir ia berseru: II “Nona, aku mengaku . . . . . .. Tahu tahu tubuhnya gontai dan “Bruuuk!" roboh terjungkal ke tanah. Ternyata sejak berputar kesana kemari tadi, kepalanya sudah terasa pening dan matanya berkunang, tak heran begitu ia berhenti berputar, badannya langsung terjerembab ke tanah. “Hahaha, jangan sungkan sungkan, kenapa malahan bersujud?" ejek Siau Hui-uh sambil tertawa. Perlahan-lahan Ong Beng merangkak bangun, dalam ke adaan begini mana berani banyak bicara lagi, dengan sempoyongan ia segera melarikan diri. Para hadirin pun saling berpandangan tanpa bicara, bahkan bernapas keraspun tak berani. Terdengar Tong Lojin menghela napas panjang, katanya: “Gadis yang begini cantik, pintar dan gagah betul-betul jarang dijumpai, coba kemari, biar kulihat lebih cermat." “Mau dilihat silahkan saja melihat." Dengan langkah santai Siau Hui-uh berjalan menghampiri. “Aaai, dasar mata tua, sudah semakin rabun, coba majulah lebih dekat, biar aku dapat melihat lebih jelas.” Pinta kakek itu. Kembali Siau Hui-uh bergerak maju, katanya sambil tertawa: “Kau orang tua sudah mempunyai cucu menantu, apalagi yang hendak kau Il lihat..... toh cucu menantu mu jauh lebih cantik daripada diriku..... Tiba tiba terlihat kakek itu menggerakkan tangannya, tidak tampak gerakan itu sangat cepat, tahu tahu telapak tangan Siau Hui-uh sudah berhasil ditangkap. Kembali para jago dibuat kaget, padahal gerakan tubuh Siau Hui-uh sudah terhitung sangat cepat, tapi kenyataannya dia gagal menghindari serangan si kakek cacat itu hingga tertangkap. Dalam gusarnya, Kim Hui siap menerjang maju, tapi begitu melihat Siau Hui-uh ditangkap, dia kuatir orang tua itu melukainya, maka niat untuk maju pun segera diurungkan. Siau Hui-uh sendiripun diam-diam merasa terperanjat, tapi paras mukanya sama sekali tak berubah, katanya sambil tertawa enteng: “Ooh, rupanya kau orang tua pun ingin pergi ikut aku? Kalau tidak, kenapa ikutan merebut cincinku?” “Siapa yahg perintah kau datang kemari?" hardik Tong Lojin sambil tarik muka. “Aku datang sendiri, masa harus disuruh orang?" “Lohu sudah hidup hampir delapan puluh tahun, belum pernah mataku kemasukan pasir, kalau minta aku percaya bahwa kau si nona cilik datang untuk merebut cucu menantuku, mungkin hanya orang buta yang percaya." Para jago yang hadir ikut kasak kusuk membicarakan masalah ini, mereka merasa ketajaman mata orang tua itu luar biasa, sudah pasti gadis muda ini datang karena perintah seseorang dan sengaja he ndak mencari gara gara dengan keluarga Tong. Perlu diketahui, masyarakat masa itu masih sangat kolot dalam hal hubungan antara lelaki dan wanita, sekalipun dia anggota persilatan, tak mungkin ada gadis muda yang begitu latah, berani datang untuk merebut suami orang, tak heran kalau semua orang tak percaya. Siau Hui-uh memandang sekejap sekeliling tempat itu, tiba tiba serunya sambil tertawa: “Tian Mong-pek, kemari kau.” Tian Mong-pek tertegun, akhirnya dia menyahut dan tampil ke depan. “Coba jawab, benarkah kita . . . . . . . ..” tiba tiba Siau Hui-uh melancarkan sebuah pukulan ke arah Tong Lojin, sekalipun tangan kanannya dicengkeram, namun tangan kirinya masih bisa digunakan sekehendak hati. Waktu itu pandangan mata Tong Lojin sudah terpecah oleh penampilan Tian Mong-pek, sedikit saja lengah, sebuah telapak tangan yang putih mulus telah muncul dihadapannya, sekalipun tenaga pukulannya tidak berat, namun dengan status dan posisinya sekarang, mana boleh ia biarkan serangan itu mengenai sasaran?

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>