Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Panah Kekasih - 138

$
0
0
Cerita Silat | Panah Kekasih | Karya Gu Long | Panah Kekasih | Cersil Sakti | Panah Kekasih pdf

Animorphs 16. Memburu Yeerk kembar Pendekar Slebor - 68. Rantai Naga Siluman Gosebumps 31. Boneka Hidup Beraksi II Si Bungkuk Pendekar Aneh - Boe Beng Giok Pendekar Gila - 13. Kalung Keramat Warisan Iblis

Untuk sesaat dia merasa amat kecewa, tak tahan pemuda itu menghela napas panjang, perlahan dia membaringkan kembali mayat dari Chin Siu-ang itu ke dalam tandu. Sekonyong-konyong . . . . . .. mayat Chin Siu-ang yang baru saja dibaringkan tiba tiba melejit bangun, lengan kanannya langsung menghantam jalan darah cian-keng-hiat di bahu kanan pemuda itu, deruan angin yang kencang menandakan serangan itu dahsyat. Dalam kagetnya Tian Mong-pek mencelat ke udara dan mundur sejauh berapa kaki, kendatipun dia berkelit cukup cepat, tak urung bahunya tersapu sedikit, segera timbul rasa sakit dan panas yang luar biasa. Masih untung belakangan ilmu silatnya peroleh kemajuan yang pesat, coba berganti setahun yang lalu, berada dalam situasi tak siap begini, niscaya ia sudah mampus kena serangan. Sesudah melancarkan sebuah pukulan, “mayat” Chin Siu-ang tidak melanjutkan serangannya, lagi lagi dia berbaring ke tempat semula. Tian Mong-pek berdiri kaku dengan hati tak karuan, rasa kaget dan ngerinya tak terkirakan, pikirnya: “Jangan jangan Chin Siu-ang memang belum mati?" Tapi barusan dia sudah periksa tubuh mayat itu, dengan mata kepala sendiri dia buktikan kalau Chin Siu-ang sudah mati bera pa saat, ingatan lain segera melintas: “Jangan jangan dia bangkit dari mati dan berubah jadi mayat hidup?" Berpikir begitu, peluh dingin serasa bercucuran membasahi jidatnya, coba berganti orang lain, saat itu mungkin sudah kabur dari situ dan tak berani lagi tinggal disana. Tapi Tian Mong-pek memang pemuda nekat, nyalinya lebih keras dari baja, sesudah termangu sesaat, tiba tiba ujarnya sambil tertawa tergelak: “Hahaha, Chin Siu-ang, sewaktu masih hidup aku tak takut kepadamu, masa setelah mati, aku harus takut? Mari, mari, mari, kita bertarung sekali lagi.” Dengan satu gerakan cepat dia loloskan pedang bajanya lalu menyongsong dengan langkah lebar. Sekalipun nyalinya besar, saat ini langkahnya sangat berhati hati, tangannya yang menggenggam pedang pun mulai dibasahi oleh keringat dingin. Oo0oo Sudah seluruh pelosok ruangan dilacak Siau Hui-uh dan Lam-yan, ketika berjumpa Tu Kuan, sambil tertawa tanya Lam-yan: “Nona Tu, tahukah ayahmu berada dimana?” Tu Kuan membelalakkan matanya lebar lebar, katanya sambil tertawa: “Ayahku..... nona baik, Tian Mong-pek juga orang baik, aduh ayah, kau jangan lukai dia." Tiba tiba dia menutup wajahnya sambil menjerit. Buru buru Tong Yan mendekati sambil menghibur, dengan sapu tangan dia seka air mata diwajahnya. Sebaliknya Siau Hui-uh dan Lam-yan berdiri melongo, tertegun, keheranan. Dari jawaban Tu Kuan yang melantur, kedua orang itu tahu bahwa tekanan batin yang diderita gadis ini selama banyak waktu, membuat pikirannya kalut, tanpa terasa timbul perasaan iba dihati. Namun mereka sedikit terhibur setelah melihat kasih sayang yang diperlihatkan Tong Yan kepadanya. Pikir mereka: “Bagaimana pun, akhirnya dia telah peroleh pasangan yang menyayanginya." Mereka berdua saling bertukar pandangn lalu diam diam meninggalkan tempat itu. “Cepat!" ujar Lam-yan kemudian cemas, “harus cepat! Kalau tidak, jika mereka berdua suka adu jiwa, tak seorangpun yang dapat melerai." “Mau bertanya orang, belum tentu orang bisa menjawab, lebih baik kita beradu keberuntungan diluar sana, siapa tahu malah bisa menemukan jejak mereka.” Karena tak punya pandangan lain, terpaksa Lam-yan keluar dari gedung pertemuan. Pikir Siau Hui-uh kemudian: “Saat itu ruang depan sedang kacau balau, sudah pasti mereka melalui ruang belakang." Maka mereka berdua pun menuju ke ruang belakang, setelah periksa berapa tempat, dari balik halaman terlihat ada berapa orang sedang berjalan keluar, Siau Hui-uh segera menghampiri untuk mencari kabar. Siapa sangka berapa orang itu berwatak aneh, bukan saja tidak menggubris, bahkan berlalu begitu saja sambil gelengkan kepala, mereka pergi terburu buru, seolah ada urusan penting yang harus segera dikerjakan. Biarpun mendongkol, namun dalam situasi seperti ini, Siau Hui-uh enggan jadi gara gara, mana dia tahu kalau berapa orang itu sesungguhnya sahabat karib Tian Mong-pek, yakni Ho Kun-hiong dan rekan rekannya. Ho Kun-hiong sendiripun tidak tahu kalau gadis itu adalah Siau Hui-uh, mereka sedang mencari Tian Mong-pek. Coba kalau berapa orang itu bertanya kepada Siau Hui-uh, niscaya mereka akan mengetahui ke mana Tian Mong-pek pergi. Sayang berapa orang itu baru sadar dari mabuk, kepala mereka pasih pening, gara gara membuang kesempatan inilah, mereka jadi kesulitan menemukan jejak rekannya. Sesudah pergi jauh, Ho Kun-hiong baru teringat kalau gadis itu agak aneh, mereka baru merasa kalau gadis itu mirip sekali dengan Siau Hui-uh seperti yang dituturkan Tian Mong-pek, sayang waktu itu Siau Hui-uh sudah pergi jauh. Saat ini, kecuali Siau Hui-uh, memang tak seorangpun yang mengetahui jejak Tian Mong-pek, sedang Siau Hui-uh harus menemani Lam-yan mencari Kim Hui, untuk sementara waktu urusan pemuda itupun jadi terabaikan. Oo0oo Dengan pedang hitam dalam genggaman, Tian Mong-pek menghampiri tandu itu dengan langkah lebar. Tiba tiba terdengar “mayat” didalam tandu itu tertawa dingin, kemudian menegur: “Tian Mong-pek, besar amat nyalimu, apakah kau benar benar datang untuk menghantar kematian?” Ditengah hembusan angin malam, ternyata mayat itu dapat berbicara, kejadian ini betul betul satu peristiwa yang menakutkan. Tergerak hati Tian Mong-pek, setelah berhasil menenangkan hati, dengan pedang digenggam makin kencang, dia melompat maju ke depan tandu. Mendadak mayat itu melayang ke udara, dengan cakar setannya mencengkeram tubuh pemuda itu. Tian Mong-pek segera menggetarkan pedangnya sambil melambung, setelah berjumpalitan dan melewati tubuh mayat itu, bentaknya: “Ke mana mau pergi?" Pedang bajanya dibacok ke bawah, bukan membacok mayat itu sebaliknya malah membelah tandu pengantin. Rupanya sejak awal dia sudah menduga, pasti ada orang bersembunyi dalam tandu itu dan menggunakan tubuh mayat itu untuk membokongnya. Bagi seorang jago yang memiliki tenaga dalam sempurna, bukan hal yang sulit untuk menyerang dari balik suatu benda. Karena itulah gempuran yang dilakukan mayat tadi disertai kekuatan yang menakutkan. Siapa sangka bukan saja ilmu silat yang dimiliki Tian Mong-pek sudah mengalami kemajuan pesat, nyalinya pun besar, akhirnya siasat licik itu berhasil dibongkar. saat ini pedangnya telah disertai tenaga murni, apalagi menyerang dari tengah udara, kekuatannya benar benar ibarat guntur yang membelah bumi, apalagi pedang hitam itu merupakan senjata mustika yang tajam. Dimana pedang itu menyambar, tandu pengantin itu seketika terbelah jadi dua bagian, “kraaak!” diantara percikan hancuran kayu, betul saja, dari balik tandu muncul sesosok bayangan manusia. Gerakan tubuh bayangan manusia itu cepat tak terkirakan, terdengar ia menghardik: “Pedang bagus!” Tubuhnya melambung ke udara, dalam sekali lompatan dia sudah berada sejauh tiga kaki lebih. Kuatir disaat tubuhnya meluncur ke bawah, pihak lawan melancarkan serangan, Tian Mong-pek kembali memutar pedangnya melindungi badan, setelah itu baru angkat muka. Terlihat bayangan manusia itu sudah berdiri diatas dahan pohon yang melintang diatas tebing karang, ujung bajunya berkibar terhembus angin, tubuhnya bergoyang mengikuti lenturan dahan, sayang tak terlihat jelas raut mukanya. Melihat ilmu meringankan tubuh yang dimiliki lawan ternyata sudah mencapai taraf yang luar biasa, diam diam Tian Mong-pek merasa terperanjat, segera bentaknya: “Hei sobat, tak usah berlagak jadi setan lagi, masa kau tak berani bertemu orang?" “Kalau ingin bertemu, ikuti aku!" sahut bayangan itu sambil tertawa dingin. Sekali mengebas bajunya, dia sudah meluncur sejauh empat lima kaki dari posisi semula, begitu ujung kakinya menutul tanah, kembali badannya melambung. Selama bergerak, dia seolah kuatir Tian Mong-pek tak mampu mengikuti, beberapa kali dia menggapai sambil tertawa dingin. Setelah berada dalam situasi seperti ini, Tian Mong-pek semakin bertekad untuk menyelidiki masalah ini hingga tuntas, dia besumpah, biar harus mengejar sampai ujung langit atau dasar samudra pun, dia harus berhasil mengejarnya. Gerakan tubuh mereka berdua sama sama amat cepat, setelah mengitari tanah perbukitan, makin lama mereka menuju ke tempat yang makin terpencil. Namun Tian Mong-pek tetap bergeming, dia mengintil terus dengan ketat. Seperminum teh kemudian, tibalah mereka di belakang bukit. Pada saat itulah tiba tiba bayangan manusia itu berhenti berlari dan membalikkan badan, dibawah cahaya bintang, terlihat orang itu mengenakan jubah warna abu abu, mukanya pucat keabu abuan, dingin dan kaku. Setelah diamati lebih seksama, pemuda ini segera merasa kalau orang itu tampaknya mengenakan topeng kulit manusia, tapi ketika diamati lebih teliti, ternyata otot wajahnya dapat bergerak, wajah orang ini tak ubahnya seperti wajah sesosok mayat. Tian Mong-pek segera menghentikan langkahnya, rasa bergidik tiba tiba muncul dari dalam hatinya, dengan suara keras bentaknya: “Kau..... sebenarnya siapa kau?" “Kau tidak kenal aku?” orang berjubah abu-abu itu balik bertanya. “Hmm, diantara sobatku, tak seorang pun yang beraninya berlagak jadi setan." “Jika tak kenal aku, kenapa dimana mana kau sebar tantangan kepadaku?” kata orang berjubah abu abu itu ketus. Tergetar hati Tian Mong-pek. “Jadi kau.... kau adalah Busur empat senar Hong Ji-siong?" Kembali manusia berjubah abu abu itu tertawa dingin. “Kalau memang berani menantang aku berduel, kenapa setelah bertemu aku jadi kaget? Jangan jangan mulai takut?" Dia mendongakkan dan tertawa keras, suaranya bergetar keras membuat ranting dan daun diseputar sana berguguran. Sedikit banyak Tian Mong-pek terperanjat juga setelah bertemu dengan pemimpin dari tujuh manusia tersohor, tokoh silat yang paling disegani di kolong langit. Tapi dengan cepat hawa amarah memenuhi benaknya, dengan marah bentaknya: “Dasar Hong Ji-siong, tak disangka kau adalah manusia kurcaci yang tak bisa dipercaya dan tak berbudi, beraninya main bokong, jika tadi aku tewas ditanganmu, bukankah . . . . . .." “Sudah sewajarnya bila kau mampus ditanganku." Tukas Hong Ji-siong ketus. Il “Kurangajar, umpat Tian Mong-pek semakin gusar, “sudah lupa kau dengan sumpah yang pernah kalian ucapkan didepan suhu dia orang tua? Atau mungkin kau memang berniat ingkari sumpahmu?" “Tak pernah kulupakan, tak pernah kuingkari." II “Kalau memang begitu, kenapa kau . . . . . .. Hong Ji-siong tertawa dingin, selanya: “Sumpah itu hanya berlaku disaat Jit-ci-sin-ang (kakek sakti berjari tujuh) masih hidup, bila dia belum mampus, tentu harus kutaati, kalau orangnya sudah modar, apa lagi yang musti kupegang?" “Apa..... apa kau bilang?” tanya Tian Mong-pek dengan hati bergetar. Hong Ji-siong tertawa latah. “Hahaha, gurumu sudah mampus, masa kau belum tahu? Masa Tio Beng-teng dan Li Siong-hong tidak memberitahukan kepadamu?” Semenjak melihat kemunculan Li Siong-hong dan Tio Beng-teng, Tian Mong-pek sudah tahu kalau dalam hutan penyesat telah terjadi perubahan, tapi dia tak mengira kalau gurunya sudah mati. “Jadi kau yang telah mencelai dia orang tua?” jeritnya. Kembali Hong Ji-siong tertawa dingin. “Sebelum dia mati, aku tak bakal ingkari sumpah, kalau bukan begitu, mungkin sejak dulu dia sudah mati, buat apa musti menunggu sampai hari ini?” Tian Mong-pek sadar, apa yang dia katakan memang betul, kembali bentaknya: “Lalu siapa yang telah mencelakai dia orang tua?" Gelak tertawa Hong Ji-siong semakin keras. “Hahaha, kau ingin tahu siapa yang mencelakainya? Hehehe..... hahaha, setelah kukatakan, mungkin kaupun tak akan percaya." “Siapa..... siapa dia?” bentak Tian Mong-pek sambil menggigit bibir. Hong Ji-siong hanya mendongakkan kepala sambil tertawa seram, sama sekali tak menjawab. Suara tertawanya sangat aneh, mimik mukanya juga aneh, orang tidak tahu apakah dia sedang bangga atau kecewa, sedih atau gembira. Perlu diketahui, selama hampir dua puluh tahunan, dia jarang sekali bertemu matahari, karena itulah paras mukanya seperti orang mati, apalagi ketika tertawa, suara tertawanya sangat menggidikkan hati. Mendengar suara tertawanya begitu aneh, Tian Mong-pek mersa gusar bercampur keheranan, dia tak bisa menebak apa yang menjadi penyebab kematian gurunya, diapun tak paham kenapa tertawa Hong Ji-siong begitu aneh. Perlahan-lahan Hong Ji-siong berhenti tertawa, dengan mata yang menyeramkan ditatapnya Tian Mong-pek tanpa berkedip. Sorot mata orang ini sangat menakutkan, ditengah kegelapan malam, mata itu seperti mata iblis, memancarkan sinar keabuan yang menggidikkan. Dengan suara keras, sepatah demi sepatah kata dia berkata: “Aku beritahu kepadamu, yang mencelakai dia adalah dirinya sendiri.”

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>