Cerita Silat | Panah Kekasih | Karya Gu Long | Panah Kekasih | Cersil Sakti | Panah Kekasih pdf
Pendekar Naga Putih - 80. Iblis Angkara Murka Panah Kekasih II - Gu Long Tom Swift - Misi Penolong Pendekar Pedang Siluman Darah - 27. Takanata Iblis Nippon Siluman Ular Putih - 25. Rahasia Kalung Permata Hijau
Mereka sadar, walaupun Kim Hui dan Tu Hun-thian sudah tidak lagi menggerakkan tubuhnya, namun situasi bertambah gawat, setiap saat kemungkinan besar ada seorang diantara mereka yang bakal roboh terluka. Berbicara soal ilmu gerakan tubuh, biarpun Kim Hui jauh lebih sempurna ketimbang Tu Hun-thian, tapi bicara soal tenaga dalam, dia masih belum bisa mengungguli tenaga dalam yang dilatih Tu Hun-thian selama puluhan tahun, latihan yang dilakukan selama berada dalam rawa rawa lumpur hanya mampu membuat dia tak cepat kalah. Oleh sebab itu siapa yang bakal roboh dalam pertarungan sengit ini masih merupakan tanda tanya besar. Oo0oo Tangan kanan Hong Ji-siong telah berhasil mencengkeram urat nadi Tian Mong-pek, waktu itu telapak tangan kirinya sudah siap membabat ke bawah. Pada saat yang amat kritis itulah, mendadak terdengar seseorang membentak keras: “Hong Ji-siong, coba lihat siapa dia?” Suara bentakan itu keras dan nyaring, tanpa berpaling Tian Mong-pek sudah tahu kalau dia adalah Ui Hau. Ujung jari Hong Ji-siong sudah menempel diatas tenggorokan Tian Mong-pek, asal dia mengerahkan tenaga, niscaya anak muda itu bakal tewas. Tapi bentakan itu membuat dia mau tak mau harus berpaling. Begitu melihat apa yang berada didepan mata, paras mukanya berubah hebat. Tampak seorang lelaki kekar dengan tangan kiri mencengkeram pergelangan tangan seseorang, golok ditangan kanan dipalangkan di leher orang itu, sedang berjalan dari balik bukit dengan langkah lebar. Terdengar lelaki itu membentak lagi: “Bila kau menghendaki nyawa adikmu, lepaskan dulu Tian toako ku.” Lelaki itu tak lain adalah Ui Hau, sedang orang yang berada dalam ancaman Ui Hau tak lain adalah Hong San-hoa, adik perempuan Hong Ji-siong. Terlihat perempuan itu mengenakan jubah abu abu dengan rambut panjang terurai dipundak, tapi wajahnya seperti orang mati, tak mampu meronta atau berkutik. Rupanya disaat Hong Ji-siong sedang menanti kedatangan Tian Mong-pek, Hong San-hoa telah memancing keluar Ui Hau, rencana mereka, pada saat yang bersamaan mereka akan menyerang Tian Mong-pek serta Ui Hau dan berusaha membinasakannya. Mimpi pun Hong Ji-siong tidak menyangka kalau adiknya bisa jatuh ketangan lelaki kasar itu, menghadapi perubahan yang sama sekali tak terduga ini, biar dia banyak akal pun tak urung wajahnya berubah jadi pucat pasi. Sejak awal Tian Mong-pek sendiripun sudah curiga kenapa tidak tampak Hong San-hoa, dia kutir perempuan itu mencari gara gara dengan Ui Hau, tapi sesudah menyaksikan kejadian ini, diapun ikut tercengang. Melihat orang lain dibuat terkejut oleh kehadirannya, Ui Hau merasa amat bangga, katanya kemudian sambil tertawa keras: “Sudah kau dengar perkataanku tadi? Kenapa kau masih belum membebaskan Tian toako?" Melihat adiknya tertunduk tanpa bicara tanpa bergerak, Hong Ji-siong tahu dia pasti menderita luka dalam, terdorong rasa kuatirnya akan keadaan saudaranya, dengan keras teriaknya: “Bebaskan dia lebih dulu.” Tian Mong-pek tahu orang itu licik dan buas, baru saja akan menjerit: “Jangan dilepas." Siapa tahu Ui Hau sudah berseru sambil tertawa: “Kalau aku sudah bebaskan dia dan ternyata kau tidak membebaskan Tian toako, lantas bagaimana aku? Hahaha.... Ui toaya mah ogah kau tipu!" Tian Mong-pek jadi girang mendengar jawaban ini, pikirnya: “Tak disangka Ui lote ku ini telah berubah semakin pintar." Darimana dia tahu kalau Ui Hau bisa berbicara begitu karena sudah mendapat petunjuk dari orang pintar. Tampak Hong Ji-siong mengerutkan dahinya, jelas dia merasa serba salah. Tadi dia sempat menyaksikan kehebatan kungfu Tian Mong-pek, dia tahu bila membebaskan pemuda itu, sama halnya dengan membebaskan harimau pulang gunung, sebaliknya kalau tidak dilepas, bagaimana caranya menyelamatkan nyawa adiknya? sudah puluhan tahun mereka kakak beradik hidup bersama, hubungan batin mereka jauh lebih kental daripada hubungan persaudaraan lainnya, menyaksikan keadaan Hong San-hoa, sejak tadi dia sudah merasa sedih bagaikan diiris iris. Sementar itu Ui Hau sudah memandang kearah Tian Mong-pek sambil mengerdipkan mata, dia seakan sudah yakin kalau kemenangan berpihak dirinya, dengan hati yang riang kembali desaknya: “Ayoh cepat..... cepat memberi jawaban." Berputar biji mata Hong Ji-siong, mendadak katanya sambil tertawa dingin: “Aku berhasil menaklukan Tian Mong-pek dengan andalkan kepandaian, sementara kau berhasil membekuk adikku dengan akal licik, apakah pertukaran semacam ini disebut adil?" Dia percaya kungfu yang dimiliki Ui Hau tidak sebanding dengan Hong San-hoa, maka sengaja dia berkata begitu dengan harapan bisa memancing perasaan ingin menangnya. Siapa tahu kembali Ui Hau tertawa terbahak, ejeknya: “Dasar tua bangka yang tak tahu malu. Memangnya kau berhasil mengungguli Tian toako dengan andalkan ilmu silat? Hahaha, tiga jurus Cun-hong- jut-tong yang kau gunakan memangnya bukan siasat licik?" Hong Ji-siong tertegun, pikirnya: “Jangan jangan orang ini memang orang pintar yang berlagak bodoh . . . . . . .." Begitu melihat keadaan Hong San-hoa semakin layu dan menderita, dalam sakit hatinya muncul pikiran keji dihati orang ini, bentaknya: “Aku akan bebaskan Tian Mong-pek, tapi bersamaan waktu kaupun harus lepas tangan!” Diam diam dia kerahkan tenaga dalamnya siap melukai Tian Mong-pek, agar pemuda itu terluka parah dan selama hidup cacat tubuh. Siapa tahu belum sempat dia turun tangan, kembali Ui Hau membentak nyaring: “Akupun perlu memberitahukan dirimu lebih dulu, jangan coba coba main setan, asal jari tanganmu mengerahkan sedikit tenaga, aku akan menjagal adikmu terlebih dulu." Diam diam Hong Ji-siong menghela napas, pikirnya: “Yaa sudah, tak disangka penampilan orang ini tampaknya polos dan jujur, ternyata dia ulet sekali." Setelah mengendorkan tangannya dan mundur berapa langkah, serunya: “Bagaimana?” “Anggap saja kau memang pintar, kami bukanlah orang yang ingkar janji." Sambil mengendorkan kelima jari tangannya, ia berseru: “Cepat kau ambil adikmu!” Tidak sampai dia menyelesaikan perkataannya, Hong Ji-siong sudah melompat maju dan memayang tubuh Hong San-hoa. Tapi begitu tahu seluruh tubuh adiknya lemas tak bertenaga, dengan gusar teriaknya: “Kau..... kau lukai dia?" “Hmm, siapa yang melukai dia,' I sahut Ui Hau sambil tertawa dingin, “sejak awal dia sudah terluka parah, tadi, tidak seharusnya menggunakan hawa murni untuk melukai aku, siapa sangka gagal mencelakai orang, diri sendiri yang celaka." Hong Ji-siong menggertak gigi menahan amarah yang meluap, dengan penuh kebencian dia menatap wajah Ui Hau, lalu menatap pula Tian Mong-pek, katanya kemudian: “Baik, kita bertemu setahun yang akan datang." Dengan membopong tubuh Hong San-hoa, ia siap meninggalkan tempat itu. Andaikata Hong San-hoa belum terluka, dia masih bisa mengajaknya bertarung lagi, tapi dengan kondisi Hong San-hoa saat ini, dia sadar kalau mereka bukan tandingan lawannya, terpaksa dengan membawa dendam ia berlalu. Kembali Ui Hau berseru dengan lantang: “Dengan kepandaian silat yang dimiliki kalian berdua, sebenarnya dapat melakukan banyak perbuatan yang baik dan angkat martabat sendiri, tapi kalian justru karena rasa dengki dan rakus, ingin jadi jago nomor satu serta melakukan perbuatan yang mencelakai orang lain maupun mencelakai diri sendiri. Tahukah kalian, dalam jagad raya yang begini luas, masih terdapat banyak jago yang sanggup mengalahkan kalian berdua, apalagi ombak belakang mendorong ombak didepannya, angkatan muda akan selalu bermunculan. Terlebih sekarang, sudah sejak lama tak ada umat persilatan yang menganggap kalian sebagai jago nomor wahid lagi." Sebetulnya Hong Ji-siong sudah membalikkan badan, tapi kini tak tahan dia berpaling lagi, dengan wajah hijau membesi, bentaknya: “Siapa yang berani tidak mengakui aku Hong Ji-siong sebagai jago nomor satu dikolong langit?" Walaupun dia licik dan banyak akal, namun rasa ingin menangnya kelewat kental sehingga paling tak tahan bila dipanasi hatinya. Sambil tertawa ujar Ui Hau: “Hanya orang yang sanggup membongkar rahasia panah kekasih baru bisa disebut jago nomor satu dikolong langit, bila tak puas, silahkan ikut memperebutkannya, kalau tidak, kuanjurkan lebih baik cuci tangan saja untuk hidup mengasingkan diri." “Benda apa itu panah kekasih?" dengus Hong Ji-siong sambil tertawa dingin, “akan kubongkar rahasia ini untuk membuktikan aku tetap paling hebat." Kemudian sambil membopong adiknya, ia berlalu dengan langkah lebar. Tian Mong-pek merasa terkejut bercampur keheranan, dia tak menyangka Ui Hau dengan berapa patah katanya berhasil membujuk Hong Ji-siong untuk ikut memusuhi panah kekasih, dia tak tahu sejak kapan rekannya ini berubah jadi pintar. Setelah Hong Ji-siong pergi jauh, Tian Mong-pek tak kuasa menahan diri lagi, ujarnya sambil tersenyum: “Pepatah biang, berpisah tiga hari, segala sesuatu dapat berubah. Tak kusangka baru berpisah setengah hari, kau sudah berubah jadi manusia hebat, bukan saja berhasil mengungguli Hong San-hoa, datang selamatkan diriku, ini masih belum mengherankan, yang lebih aneh lagi adalah perkataanmu barusan, aku tak mengerti darimana kau bisa berbicara begitu?" Sebagaimana diketahui, hubungannya dengan Ui Hau memang istimewa sehingga dia tak merasa perlu untuk berterima kasih atas pertolongannya. Siapa tahu baru selesai dia bicara, Ui Hau telah tertawa terbahak bahak. “Hahaha.... toako, kau sangka perkataanku tadi benar benar merupakan hasil pemikiranku?" Tian Mong-pek tertegun, katanya keheranan: “Perkataan muncul dari mulutmu, masuk ke telingaku, aku mendengar semuanya dengan sangat jelas, kalau bukan kau yang bicara, lantas siapa?” “Setiap perkataan yang siaute katakan tadi, sesungguhnya sudah didiktekan orang lain disisi telingaku, hanya saja dia orang tua menyampaikan dikte nya memakai ilmu coan-im-jip-pit sehingga kalian tak ada yang menyadari.” “Lantas siapa yang mendikte mu?" tanya Tian Mong-pek semakin keheranan. Belum sempat Ui Hau menjawab, dari balik kegelapan terdengar seseorang menyahut: “Aku!" Terlihat seorang berbaju kuning berjalan keluar dari balik kegelapan, walaupun bibirnya tersenyum namun wajahnya dingin kaku tanpa ekspresi. Tian Mong-pek merasa kaget bercampur girang, teriaknya: “cianpwee, rupanya kaupun sudah datang?" Orang berbaju kuning itu tak lain adalah Kokcu lembah kaisar, Siau Ong-sun. Ujarnya lagi sambil tersenyum: “Semua orang sudah pergi, dalam lembah jadi sepi, tentu saja akupun ikut keluar, hanya saja kau berada didepan sementara aku mengintil dari belakang." Ui Hau menghela napas panjang. “Andai cianpwee tidak datang, hari ini Ui Hau sudah pasti mati!" katanya. “Bagaimana ceritanya?" tanya Tian Mong-pek terkejut bercampur girang. “Sewaktu sadar dari mabuk, kau sudah tak terlihat, orang lainpun tergeletak disana sini, aku merasa tenggorokanpun panas, teko air teh kosong semua . . . . . .." “Aku yang telah menghabiskan air dingin itu." Ujar Tian Mong-pek sambil tersenyum. Ui Hau ikut tertawa. “Aku tahu, maka akupun membawa teko menuju belakang, maksudnya mau mencari air dingin, tiba tiba dari kejauhan kulihat ada sesosok bayangan manusia sedang menggapai kearahku." “Apakah orang itu adalah Siau locianpwee?" Ui Hau menggeleng. “Bukan," katanya, “orang itu mempunyai rambut sepanjang bahu, jubah panjangnya lebar, didalam kegelapan aku tak bisa melihat dengan jelas siapa dia, sehingga untuk berapa saat aku tak tahu harus berbuat apa" Setelah tersenyum, lanjutnya: “Pada saat itulah Siau locianpwee mulai ajak aku berbicara dengan ilmu coan-im-jip-pit, mula mula aku kaget setengah mati." “Apa yang dikatakan dia orang tua?" “Mula mula dia orang tua memperkenalkan diri dan minta aku mengikuti saja dengan perasaan lega, toako kan tahu, aku memang bukan bangsa bernyali kecil, maka akupun mengikuti." Mendengar sampai disini, tak tahan Tian Mong-pek dan Kokcu lembah kaisar tertawa geli. Ujar Ui Hau lebih lanjut: “Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki bayangan manusia itu hebat, dia membawaku berkeliling cukup lama sebelum tampilkan diri, begitu tahu kalau dia adalah perempuan dari marga Hong, akupun bertanya apa dia mencari aku untuk beradu senjata rahasia?" Sebagaimana diketahui, Ui Hau adalah orang kasar yang tak pernah memperhatikan urusan secara detil, karenanya dia bukannya menegur kenapa Hong San-hoa mengingkar sumpah dengan datang mencarinya, malahan dia mengajak orang untuk beradu ilmu. Karena Hong San-hoa memang berniat akan lenyapkan dia, tentu saja perempuan itupun tidak banyak bicara. Tenaga dalamnya memang sudah menderita luka, namun masih berlebihan untuk mengungguli Ui Hau. Siapa sangka Ui Hau justru mendapat bantuan Siau Ong-sun secara diam diam, dengan ilmu coan-im-jip-pit tiada hentinya dia memberi petunjuk jurus serangan, sehingga berulang kali dia berhasil merebut posisi diatas angin.
Pendekar Naga Putih - 80. Iblis Angkara Murka Panah Kekasih II - Gu Long Tom Swift - Misi Penolong Pendekar Pedang Siluman Darah - 27. Takanata Iblis Nippon Siluman Ular Putih - 25. Rahasia Kalung Permata Hijau
Mereka sadar, walaupun Kim Hui dan Tu Hun-thian sudah tidak lagi menggerakkan tubuhnya, namun situasi bertambah gawat, setiap saat kemungkinan besar ada seorang diantara mereka yang bakal roboh terluka. Berbicara soal ilmu gerakan tubuh, biarpun Kim Hui jauh lebih sempurna ketimbang Tu Hun-thian, tapi bicara soal tenaga dalam, dia masih belum bisa mengungguli tenaga dalam yang dilatih Tu Hun-thian selama puluhan tahun, latihan yang dilakukan selama berada dalam rawa rawa lumpur hanya mampu membuat dia tak cepat kalah. Oleh sebab itu siapa yang bakal roboh dalam pertarungan sengit ini masih merupakan tanda tanya besar. Oo0oo Tangan kanan Hong Ji-siong telah berhasil mencengkeram urat nadi Tian Mong-pek, waktu itu telapak tangan kirinya sudah siap membabat ke bawah. Pada saat yang amat kritis itulah, mendadak terdengar seseorang membentak keras: “Hong Ji-siong, coba lihat siapa dia?” Suara bentakan itu keras dan nyaring, tanpa berpaling Tian Mong-pek sudah tahu kalau dia adalah Ui Hau. Ujung jari Hong Ji-siong sudah menempel diatas tenggorokan Tian Mong-pek, asal dia mengerahkan tenaga, niscaya anak muda itu bakal tewas. Tapi bentakan itu membuat dia mau tak mau harus berpaling. Begitu melihat apa yang berada didepan mata, paras mukanya berubah hebat. Tampak seorang lelaki kekar dengan tangan kiri mencengkeram pergelangan tangan seseorang, golok ditangan kanan dipalangkan di leher orang itu, sedang berjalan dari balik bukit dengan langkah lebar. Terdengar lelaki itu membentak lagi: “Bila kau menghendaki nyawa adikmu, lepaskan dulu Tian toako ku.” Lelaki itu tak lain adalah Ui Hau, sedang orang yang berada dalam ancaman Ui Hau tak lain adalah Hong San-hoa, adik perempuan Hong Ji-siong. Terlihat perempuan itu mengenakan jubah abu abu dengan rambut panjang terurai dipundak, tapi wajahnya seperti orang mati, tak mampu meronta atau berkutik. Rupanya disaat Hong Ji-siong sedang menanti kedatangan Tian Mong-pek, Hong San-hoa telah memancing keluar Ui Hau, rencana mereka, pada saat yang bersamaan mereka akan menyerang Tian Mong-pek serta Ui Hau dan berusaha membinasakannya. Mimpi pun Hong Ji-siong tidak menyangka kalau adiknya bisa jatuh ketangan lelaki kasar itu, menghadapi perubahan yang sama sekali tak terduga ini, biar dia banyak akal pun tak urung wajahnya berubah jadi pucat pasi. Sejak awal Tian Mong-pek sendiripun sudah curiga kenapa tidak tampak Hong San-hoa, dia kutir perempuan itu mencari gara gara dengan Ui Hau, tapi sesudah menyaksikan kejadian ini, diapun ikut tercengang. Melihat orang lain dibuat terkejut oleh kehadirannya, Ui Hau merasa amat bangga, katanya kemudian sambil tertawa keras: “Sudah kau dengar perkataanku tadi? Kenapa kau masih belum membebaskan Tian toako?" Melihat adiknya tertunduk tanpa bicara tanpa bergerak, Hong Ji-siong tahu dia pasti menderita luka dalam, terdorong rasa kuatirnya akan keadaan saudaranya, dengan keras teriaknya: “Bebaskan dia lebih dulu.” Tian Mong-pek tahu orang itu licik dan buas, baru saja akan menjerit: “Jangan dilepas." Siapa tahu Ui Hau sudah berseru sambil tertawa: “Kalau aku sudah bebaskan dia dan ternyata kau tidak membebaskan Tian toako, lantas bagaimana aku? Hahaha.... Ui toaya mah ogah kau tipu!" Tian Mong-pek jadi girang mendengar jawaban ini, pikirnya: “Tak disangka Ui lote ku ini telah berubah semakin pintar." Darimana dia tahu kalau Ui Hau bisa berbicara begitu karena sudah mendapat petunjuk dari orang pintar. Tampak Hong Ji-siong mengerutkan dahinya, jelas dia merasa serba salah. Tadi dia sempat menyaksikan kehebatan kungfu Tian Mong-pek, dia tahu bila membebaskan pemuda itu, sama halnya dengan membebaskan harimau pulang gunung, sebaliknya kalau tidak dilepas, bagaimana caranya menyelamatkan nyawa adiknya? sudah puluhan tahun mereka kakak beradik hidup bersama, hubungan batin mereka jauh lebih kental daripada hubungan persaudaraan lainnya, menyaksikan keadaan Hong San-hoa, sejak tadi dia sudah merasa sedih bagaikan diiris iris. Sementar itu Ui Hau sudah memandang kearah Tian Mong-pek sambil mengerdipkan mata, dia seakan sudah yakin kalau kemenangan berpihak dirinya, dengan hati yang riang kembali desaknya: “Ayoh cepat..... cepat memberi jawaban." Berputar biji mata Hong Ji-siong, mendadak katanya sambil tertawa dingin: “Aku berhasil menaklukan Tian Mong-pek dengan andalkan kepandaian, sementara kau berhasil membekuk adikku dengan akal licik, apakah pertukaran semacam ini disebut adil?" Dia percaya kungfu yang dimiliki Ui Hau tidak sebanding dengan Hong San-hoa, maka sengaja dia berkata begitu dengan harapan bisa memancing perasaan ingin menangnya. Siapa tahu kembali Ui Hau tertawa terbahak, ejeknya: “Dasar tua bangka yang tak tahu malu. Memangnya kau berhasil mengungguli Tian toako dengan andalkan ilmu silat? Hahaha, tiga jurus Cun-hong- jut-tong yang kau gunakan memangnya bukan siasat licik?" Hong Ji-siong tertegun, pikirnya: “Jangan jangan orang ini memang orang pintar yang berlagak bodoh . . . . . . .." Begitu melihat keadaan Hong San-hoa semakin layu dan menderita, dalam sakit hatinya muncul pikiran keji dihati orang ini, bentaknya: “Aku akan bebaskan Tian Mong-pek, tapi bersamaan waktu kaupun harus lepas tangan!” Diam diam dia kerahkan tenaga dalamnya siap melukai Tian Mong-pek, agar pemuda itu terluka parah dan selama hidup cacat tubuh. Siapa tahu belum sempat dia turun tangan, kembali Ui Hau membentak nyaring: “Akupun perlu memberitahukan dirimu lebih dulu, jangan coba coba main setan, asal jari tanganmu mengerahkan sedikit tenaga, aku akan menjagal adikmu terlebih dulu." Diam diam Hong Ji-siong menghela napas, pikirnya: “Yaa sudah, tak disangka penampilan orang ini tampaknya polos dan jujur, ternyata dia ulet sekali." Setelah mengendorkan tangannya dan mundur berapa langkah, serunya: “Bagaimana?” “Anggap saja kau memang pintar, kami bukanlah orang yang ingkar janji." Sambil mengendorkan kelima jari tangannya, ia berseru: “Cepat kau ambil adikmu!” Tidak sampai dia menyelesaikan perkataannya, Hong Ji-siong sudah melompat maju dan memayang tubuh Hong San-hoa. Tapi begitu tahu seluruh tubuh adiknya lemas tak bertenaga, dengan gusar teriaknya: “Kau..... kau lukai dia?" “Hmm, siapa yang melukai dia,' I sahut Ui Hau sambil tertawa dingin, “sejak awal dia sudah terluka parah, tadi, tidak seharusnya menggunakan hawa murni untuk melukai aku, siapa sangka gagal mencelakai orang, diri sendiri yang celaka." Hong Ji-siong menggertak gigi menahan amarah yang meluap, dengan penuh kebencian dia menatap wajah Ui Hau, lalu menatap pula Tian Mong-pek, katanya kemudian: “Baik, kita bertemu setahun yang akan datang." Dengan membopong tubuh Hong San-hoa, ia siap meninggalkan tempat itu. Andaikata Hong San-hoa belum terluka, dia masih bisa mengajaknya bertarung lagi, tapi dengan kondisi Hong San-hoa saat ini, dia sadar kalau mereka bukan tandingan lawannya, terpaksa dengan membawa dendam ia berlalu. Kembali Ui Hau berseru dengan lantang: “Dengan kepandaian silat yang dimiliki kalian berdua, sebenarnya dapat melakukan banyak perbuatan yang baik dan angkat martabat sendiri, tapi kalian justru karena rasa dengki dan rakus, ingin jadi jago nomor satu serta melakukan perbuatan yang mencelakai orang lain maupun mencelakai diri sendiri. Tahukah kalian, dalam jagad raya yang begini luas, masih terdapat banyak jago yang sanggup mengalahkan kalian berdua, apalagi ombak belakang mendorong ombak didepannya, angkatan muda akan selalu bermunculan. Terlebih sekarang, sudah sejak lama tak ada umat persilatan yang menganggap kalian sebagai jago nomor wahid lagi." Sebetulnya Hong Ji-siong sudah membalikkan badan, tapi kini tak tahan dia berpaling lagi, dengan wajah hijau membesi, bentaknya: “Siapa yang berani tidak mengakui aku Hong Ji-siong sebagai jago nomor satu dikolong langit?" Walaupun dia licik dan banyak akal, namun rasa ingin menangnya kelewat kental sehingga paling tak tahan bila dipanasi hatinya. Sambil tertawa ujar Ui Hau: “Hanya orang yang sanggup membongkar rahasia panah kekasih baru bisa disebut jago nomor satu dikolong langit, bila tak puas, silahkan ikut memperebutkannya, kalau tidak, kuanjurkan lebih baik cuci tangan saja untuk hidup mengasingkan diri." “Benda apa itu panah kekasih?" dengus Hong Ji-siong sambil tertawa dingin, “akan kubongkar rahasia ini untuk membuktikan aku tetap paling hebat." Kemudian sambil membopong adiknya, ia berlalu dengan langkah lebar. Tian Mong-pek merasa terkejut bercampur keheranan, dia tak menyangka Ui Hau dengan berapa patah katanya berhasil membujuk Hong Ji-siong untuk ikut memusuhi panah kekasih, dia tak tahu sejak kapan rekannya ini berubah jadi pintar. Setelah Hong Ji-siong pergi jauh, Tian Mong-pek tak kuasa menahan diri lagi, ujarnya sambil tersenyum: “Pepatah biang, berpisah tiga hari, segala sesuatu dapat berubah. Tak kusangka baru berpisah setengah hari, kau sudah berubah jadi manusia hebat, bukan saja berhasil mengungguli Hong San-hoa, datang selamatkan diriku, ini masih belum mengherankan, yang lebih aneh lagi adalah perkataanmu barusan, aku tak mengerti darimana kau bisa berbicara begitu?" Sebagaimana diketahui, hubungannya dengan Ui Hau memang istimewa sehingga dia tak merasa perlu untuk berterima kasih atas pertolongannya. Siapa tahu baru selesai dia bicara, Ui Hau telah tertawa terbahak bahak. “Hahaha.... toako, kau sangka perkataanku tadi benar benar merupakan hasil pemikiranku?" Tian Mong-pek tertegun, katanya keheranan: “Perkataan muncul dari mulutmu, masuk ke telingaku, aku mendengar semuanya dengan sangat jelas, kalau bukan kau yang bicara, lantas siapa?” “Setiap perkataan yang siaute katakan tadi, sesungguhnya sudah didiktekan orang lain disisi telingaku, hanya saja dia orang tua menyampaikan dikte nya memakai ilmu coan-im-jip-pit sehingga kalian tak ada yang menyadari.” “Lantas siapa yang mendikte mu?" tanya Tian Mong-pek semakin keheranan. Belum sempat Ui Hau menjawab, dari balik kegelapan terdengar seseorang menyahut: “Aku!" Terlihat seorang berbaju kuning berjalan keluar dari balik kegelapan, walaupun bibirnya tersenyum namun wajahnya dingin kaku tanpa ekspresi. Tian Mong-pek merasa kaget bercampur girang, teriaknya: “cianpwee, rupanya kaupun sudah datang?" Orang berbaju kuning itu tak lain adalah Kokcu lembah kaisar, Siau Ong-sun. Ujarnya lagi sambil tersenyum: “Semua orang sudah pergi, dalam lembah jadi sepi, tentu saja akupun ikut keluar, hanya saja kau berada didepan sementara aku mengintil dari belakang." Ui Hau menghela napas panjang. “Andai cianpwee tidak datang, hari ini Ui Hau sudah pasti mati!" katanya. “Bagaimana ceritanya?" tanya Tian Mong-pek terkejut bercampur girang. “Sewaktu sadar dari mabuk, kau sudah tak terlihat, orang lainpun tergeletak disana sini, aku merasa tenggorokanpun panas, teko air teh kosong semua . . . . . .." “Aku yang telah menghabiskan air dingin itu." Ujar Tian Mong-pek sambil tersenyum. Ui Hau ikut tertawa. “Aku tahu, maka akupun membawa teko menuju belakang, maksudnya mau mencari air dingin, tiba tiba dari kejauhan kulihat ada sesosok bayangan manusia sedang menggapai kearahku." “Apakah orang itu adalah Siau locianpwee?" Ui Hau menggeleng. “Bukan," katanya, “orang itu mempunyai rambut sepanjang bahu, jubah panjangnya lebar, didalam kegelapan aku tak bisa melihat dengan jelas siapa dia, sehingga untuk berapa saat aku tak tahu harus berbuat apa" Setelah tersenyum, lanjutnya: “Pada saat itulah Siau locianpwee mulai ajak aku berbicara dengan ilmu coan-im-jip-pit, mula mula aku kaget setengah mati." “Apa yang dikatakan dia orang tua?" “Mula mula dia orang tua memperkenalkan diri dan minta aku mengikuti saja dengan perasaan lega, toako kan tahu, aku memang bukan bangsa bernyali kecil, maka akupun mengikuti." Mendengar sampai disini, tak tahan Tian Mong-pek dan Kokcu lembah kaisar tertawa geli. Ujar Ui Hau lebih lanjut: “Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki bayangan manusia itu hebat, dia membawaku berkeliling cukup lama sebelum tampilkan diri, begitu tahu kalau dia adalah perempuan dari marga Hong, akupun bertanya apa dia mencari aku untuk beradu senjata rahasia?" Sebagaimana diketahui, Ui Hau adalah orang kasar yang tak pernah memperhatikan urusan secara detil, karenanya dia bukannya menegur kenapa Hong San-hoa mengingkar sumpah dengan datang mencarinya, malahan dia mengajak orang untuk beradu ilmu. Karena Hong San-hoa memang berniat akan lenyapkan dia, tentu saja perempuan itupun tidak banyak bicara. Tenaga dalamnya memang sudah menderita luka, namun masih berlebihan untuk mengungguli Ui Hau. Siapa sangka Ui Hau justru mendapat bantuan Siau Ong-sun secara diam diam, dengan ilmu coan-im-jip-pit tiada hentinya dia memberi petunjuk jurus serangan, sehingga berulang kali dia berhasil merebut posisi diatas angin.