Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Imam Tanpa Bayangan II - 32

$
0
0
Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf

Bendera Maut - Kwee Oen Keng Tongkat Setan - Seng Kie-Su Dewa Linglung - 29. Begal dari Gunung Kidul Fear Street - Terror di Akhir Pekan Pendekar Mabuk - 90. Kematian Sang Durjana

Mendadak lelaki kekar itu menghindar lalu mundur ke belakang, bentaknya keras : "Kau adalah Hoa Pek Tuo!" Sinar mata manusia berkerudung hitam itu berkilat bengis, sekujur tubuhnya bergetar keras tapi sambil tertawa seram serunya : "Hmmmm... hmmmmm.... siapakah Hoa Pek Tuo itu?" "Hmmm! Bukankah kau takut aku membongkar niat busuk kalian di hadapan umum maka sekarang berusaha untuk melenyapkan diriku dari muka bumi? Hoa Pek Tuo! dari sorot matamu aku sudah tahu akan perasaan hatimu saat ini..." "Hmm... keparat cilik, tiada gunanya banyak bacot di tempat ini..." Rupanya manusia berkerudung hitam itu merasa teramat gusar oleh tingkah laku lawannya, sambil membentak keras tubuhnya segera meloncat ke depan, telapak kirinya sambil berputar membentuk satu lingkaran busur segera dihantamkan ke depan, sementara telapak kanannya dengan jurus 'Ngo Teng Kay San' atau Ngo Teng membuka gunung membabat tubuh lawan. Dengan sebat dan gesit lelaki kekar itu berkelejit ke tengah udara, setelah berhasil menghindarkan diri dari dua buah serangan lawan, tubuhnya berjumpalitan di tengah udara kemudian kaki kiri dan kaki kanannya secara mendadak melancarkan tendangan berantai. "Aaaah dia..." mendadak si Iblis Khiem Kumala Hijau menjerit lengking. "Dia adalah Pek In Hoei..." Mendengar jeritan itu lelaki kekar yang sedang melangsungkan pertarungan sengit di kalangan itu seketika bergetar keras tubuhnya, seakan-akan ia merasa terkejut oleh teriakan itu. Tapi hanya sejenak saja sebab secara tiba-tiba sambil tertawa terbahak- bahak tubuhnya berkelebat ke samping dan mengundurkan diri ke belakang, tangannya dengan cepat menggosok ke atas wajah sendiri dan muncullah raut wajahnya yang tampan menawan hati itu. Sedikit pun tidak salah, dia bukan lain adalah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei adanya. Sambil menarik kembali gelak tertawanya Pek In Hoei berteriak keras : "Seandainya sejak tadi kalian sudah tahu akan kehadiranku, maka tak nanti suasana sedemikian hening dan tenangnya..." Pada saat itulah seorang lelaki berlari datang dengan cepatnya dan membisikkan sesuatu ke sisi telinga Ku Loei dengan suara lirih. Air muka Ku Loei seketika berubah hebat, dengan wajah penuh kegusaran serunya : "Apa? Tiga dewa dari luar lautan telah datang..." Dalam pada itu manusia berkerudung hitam itu sedang saling menyerang dengan serunya melawan Pek In Hoei ketika secara mendadak bahwasanya Tiga dewa dari luar lautan telah datang, sekilas perasaan aneh muncul dari balik sorot matanya. Dengan gugup dia melirik sekejap keluar perkampungan, kemudian sambil mengirim satu pukulan memaksa mundur Pek In Hoei serunya : "Hey manusia she Pek, hutang piutang di antara kita baiknya diperhitungkan di kemudian hari saja..." Habis berkata tubuhnya berkelebat melarikan diri dari ke tempat kegelapan, bagaikan suka gentayangan saja dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas, siapa pun tak berhasil melihat jelas dengan cara apakah dia berlalu dari situ. Serentetan senyuman hambar tersungging di ujung bibir Pek In Hoei, sorot mata penuh napsu membunuh terpancar dari balik matanya sambil memandang wajah Ku Loei yang diliputi hawa amarah jengeknya : "Hey manusia she Ku, bukankah suhengmu telah modar? Apa arti kau hidup seorang diri di kolong langit? Aku lihat lebih baik kau segera menyusul dirinya saja!" Dengan pandangan dingin Ku Loei melirik sekejap ke arahnya tapi sikapnya seolah-olah sama sekali tidak mendengar jengekan tersebut bahkan perlahan-lahan menarik kembali pandangan matanya. Sikap yang aneh dan di luar dugaan ini seketika membuat Pek In Hoei jadi tertegun, ia tidak menyangka kalau Ku Loei bakal tidak menggubris dirinya. Sudah tentu si anak muda itu tak pernah menyangka kalau pada saat yang bersamaan orang she Ku ini sedang menggunakan akal serta kecerdikannya untuk membuat suatu rencana keji guna membinasakan dirinya serta membalas dendam bagi kematian Chin Tiong. Perlahan-lahan Pek In Hoei alihkan sinar matanya menyapu sekejap para jago dari pelbagai partai yang berkumpul di tepi telaga, ia lihat berpuluh-puluh pasang mata saat itu telah tercurahkan semua keluar pintu perkampungan. Diam-diam ia menghela napas panjang, pikirnya : "Aaaai...! Bagaimanapun juga nama besar dari Hai Gwan Sam San tiga Dewa dari luar lautan jauh berbeda dari siapa pun, terbukti dari sikap para jago lihay ini, begitu mendengar kehadiran dari ketiga orang dewa tersebut seluruh perhatian mereka segera dicurahkan ke situ..." Belum habis berpikir, tampaklah Thiat Tie Sin Nie serta Poh Giok cu di bawah pimpinan seorang lelaki yang membawa jalan perlahan-lahan munculkan diri di tempat itu. Ketika tiba di tepi telaga, sambil memandang si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng terdengar Poh Giok cu menegur : "Hey kau si bocah keparat yang tidak suka memakai sepatu, ayoh cepat undang keluar Hoa Pek Tuo,katakanlah aku si Poh Giok cu datang menjenguk dirinya..." Sepanjang hidupnya si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng selalu bersikap jumawa dan tinggi hati, belum pernah ada orang yang berani memaki dirinya dengan kata-kata seperti itu, tapi setelah menjumpai kehadiran dari Poh Giok cu serta Thiat Tie Sin Nie sikap bengis dan sombongnya itu seketika lenyap tak berbekas, seolah-olah ia berjumpa dengan tandingan yang paling ditakutinya. Terdengar ia menjawab dan sikap sangat menghormat : "Boanpwee tidak tahu kalau Sian jien berdua telah berkunjung kemari, atas penyambutan kami yang rada terlambat harap Sian Jien berdua suka memaafkan!" S Iblis Khiem Kumala Hijau Mie Liok Nio merasa sangat tidak puas dengan sikap suaminya yang lemah dan tunduk menghormat, ia segera mendengus dingin sambil tegurnya dengan nada aneh : "Tua bangka sialan,siapa suruh kau bersikap jeri macam cucu kura-kura begitu..." Sinar mata Thiat Tie Sin Nie berkilat, ia memandang sekejap perempuan iblis itu lalu serunya sambil menghela napas : "Mie Liok Nio, ternyata hingga kini tabiatmu yang angseran sama sekali tidak berubah!" "Heeeh... heeeh... heeeh... usiaku sudah begini tuanya, kenapa mesti berubah?" "Taaaang..." Serentetan suara genta yang nyaring dan berat berkumandang di angkasa memecahkan kesunyian yang mencekam malam itu, dari sudut sebelah barat perkampungan Thay Bie San cung tiba-tiba muncul enam bayangan lampu lentera, barisan lampu lentera itu perlahan-lahan bergerak mendekat dan tidak lama kemudian telah tiba di tepi telaga. Enam orang bocah berbaju putih dengan masing- masing membawa sebuah lentera merah berjalan di paling depan, di belakang mereka adalah sebuah tandu besar yang digotong oleh empat orang lelaki kekar, Hoa Pek Tuo sambil duduk di dalam tandu dengan pandangan dingin melotot sekejap ke arah Thiat Tie Sin Nie. "Omihtohud... " Nikouw tua itu segera merangkap tangannya memuji keagungan Buddha, senyuman manis tersungging di atas wajahnya, dan ia segera mengangguk perlahan ke arah manusia she Hoa itu. Hoa Pek Tuo mendengus dingin, ia tidak menggubris atau menegur, mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa. Sedangkan Poh Giok cu segera mendengus dingin, di atas wajahnya yang tenang tiba-tiba muncul suatu perubahan aneh yang tidak bisa dipahami oleh orang lain, seakan-akan ia menunjukkan kesedihan yang tak terhingga. Hoa Pek Tuo mencibirkan bibirnya, kepada Pek In Hoei jengeknya ketus : "Hmm, rupanya kau belum modar?" Ucapan ini seketika membuat hawa amarah yang terpendam dalam dada Pek In Hoei terasa hendak menerjang keluar, ia tarik napas panjang-panjang untuk menekan gejolak jiwanya itu, sedangkan pelbagai ingatan terutama pemandangan di kala ia disiksa dan dianiaya oleh Hoa Pek Tuo satu demi satu muncul kembali dalam benaknya. Si anak muda itu segera mendengus dingin : "Hmmm! Aku si Jago Pedang Berdarah Dingin selamanya tak akan mati, kau pasti merasa amat kecewa bukan..." Hoa Pek Tuo tidak menyahut, ia cuma tersenyum lalu ulapkan tangannya, tandu ia pun segera berhenti di hadapan Poh Giok cu. Perlahan-lahan kakek she Hoa itu melangkah turun dari dalam tandunya. Kepada Poh Giok cu sembari menjura memberi hormat, ujarnya sambil tertawa seram : "Suheng, semenjak berpisah di laut Tang Hai hingga kini..." Pek In Hoei terperanjat, ia tidak menyangka Hoa Pek Tuo yang sudah banyak melakukan kejahatan serta perbuatan terkutuk itu ternyata bukan lain adalah saudara seperguruan dari Poh Giok cu, diam-diam ia merasa gelisah sendiri, pikirnya : "Aduuuh celaka, seandainya Poh Giok cu bekerja sama dengan Hoa Pek Tuo untuk menghadapi diriku, malam ini aku pasti akan menemui ajalnya di dalam perkampungan Thay Bie San cung ini..." Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, Poh Giok cu telah mendengus dingin : "Hmmm! Kau masih ingat dengan aku yang menjadi kakak seperguruanmu ini?" Hoa Pek Tuo tertawa seram. "Haaaah... haaaah... haaaah... perkataan apakah ini? Kendati aku Hoa Pek Tuo sudah melepaskan diri dari perguruan Ciat It-boen, tapi atas budi kebaikan yang pernah Toa suheng limpahkan terhadapku, hingga kini tak pernah kulupakan barang sekejappun, setiap saat aku selalu mengingatnya terus..." Pek In Hoei dapat memahami kelicikan, kekejian serta kesadisan hati Hoa Pek Tuo, mendengar sampai di situ dengan nada menghina segera timbrungnya : "Benar, setiap saat kau selalu teringat bagaimana caranya membinasakan orang-orang yang tidak tunduk kepadamu, agar paku di depan mata bisa cepat-cepat dilenyapkan, bukankah begitu hey manusia she Hoa? Haaaah... haaaah... haaaah... " Kontan Hoa Pek Tuo melototkan matanya bulat-bulat dan memancarkan cahaya bengis dengan gusar bentaknya : "Kau tahu tempat apakah ini? Hmmm jangan dianggap kau punya hak untuk ikut berbicara..." Pek In Hoei mendengus dingin teriaknya : "Hoa Pek Tuo, aku hendak membinasakan dirimu..." Sembari berbicara... wwesss! sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan ke arah kakek tua itu. Dengan enteng Hoa Pek Tuo berkelit ke samping, serunya ketus : "Lebih baik kau segera enyah dari sini, suatu ketika utang piutang di antara kita berdua pasti akan kubereskan..." "Lebih baik sekarang juga kita bereskan hutang piutang di antara kita berdua itu," seru Pek In Hoei sambil melangkah maju ke depan dengan tindakan lebar. Si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng segera mendengus dingin, ia geser badannya dan menerjang ke depan menghadang jalan pergi si anak muda itu, tapi Hoa Pek Tuo keburu goyangkan kepalanya maka terpaksa Iblis Sakti Berkaki Telanjang itu menghentikan gerakan tubuhnya. Terdengar Poh Giok cu berkata lagi sambil tersenyum : "Sute, setelah bertemu dengan suhengmu, kenapa kau tidak menyambut kedatanganku dengan menuruti adat istiadat perguruan kita..." Air muka Hoa Pek Tuo berubah hebat, buru-buru jawabnya : "Aku telah melepaskan diri dari perguruan Ciat It- boen, menyebut dirimu sebagai Suheng tidak lain karena aku tak pernah melupakan budi kebaikanmu pada masa yang silam, tapi kalau kau hendak maksa diriku untuk menuruti peraturan perguruan... Hmmm! Hmmm! terpaksa aku pun tak akan mengakui dirimu sebagai Toa Suheng lagi..." Air muka Poh Giok cu berubah menjadi dingin, bentaknya : "Kau hanya diusir dari laut Tang Hay dan belum pernah melepaskan diri dari ikatan perguruan Ciat It- boen, apabila kau bersikeras mengatakan bahwa dirimu sudah bukan anak murid dari perguruan Ciat It- boen lagi, maka terpaksa aku akan mewakili suhu untuk menarik kembali ilmu silat yang telah diwariskan kepadamu dari perguruan kami..." Sinar mata bengis memancar keluar dari balik mata Hoa Pek Tuo, ia melirik sekejap ke arah Thiat Tie Sin Nie kemudian secara tiba-tiba mendongak dan tertawa terbahak-bahak : "Haaaah... haaaah... haaaah... Toa Suheng," serunya sinis, "keadaanku pada hari ini jauh berbeda dengan keadaan pada masa lampau, aku takut kau belum mempunyai kemampuan sehebat itu..." "Kau terlalu jumawa!" bentak Poh Giok cu gusar. Kepergiannya meninggalkan luar lautan kali ini tujuan yang terpenting baginya adalah menyelesaikan persoalan pribadi dalam perguruannya, kini setelah menyaksikan Hoa Pek Tuo sama sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap dirinya, hawa amarah kontan memuncak, sambil membentak gusar dari tempat kejauhan ia lancarkan sebuah pukulan dahsyat. Air muka Hoa Pek Tuo berubah serius, ia mendengus berat : "Toa suheng, apakah kau benar-benar hendak memusuhi diri siauw te??..." Dia mengerti ilmu pukulan 'Poh Giok Chiet Sih' dari Toa suhengnya adalah kepandaian hawa sakti dari dunia persilatan, manusia yang ada di kolong langit tak ada beberapa orang banyaknya yang sanggup menahan tujuh pukulan berantainya ini, maka ia tak berani bertindak gegabah. Sambil tarik napas dalam-dalam ia mundur selangkah ke belakang, kemudian ayunkan telapak tangannya melancarkan pula sebuah pukulan! "Blaaam...!" di tengah suara bentrokan yang amat dahsyat, para jago lihay dari pelbagai partai yang ada di sekeliling tempat itu merasakan dadanya seakan- akan terhantam oleh martil besar, beberapa orang jago yang rendah tenaga lweekangnya kontan muntah darah segar saking tak kuat menahan goncangan dahsyat itu. "Omihtohud!" Thiat Tie Sin Nie merangkap tangannya memuji keagungan sang Buddha, kemudian teriaknya keras-keras : "Para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit, inilah ilmu pukulan Poh Giok Chiet Sih yang dapat melukai orang tanpa berwujud. Bagi mereka yang tak ada urusan di tempat ini segeralah mengundurkan diri dari perkampungan Thay Bie San cung daripada terkena bencana besar yang mengakibatkan kematian."

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>