Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf
Imam Tanpa Bayangan II - Xiao Say Pendekar Pulau Neraka - 50. Bidadari Penyambar Nyawa Ksatria Panji Sakti - Gu Long Animorphs 17 Menembus Gua Bawah Tanah Pendekar Perisai Naga - 5. Siluman Kera Sakti
"Maafkanlah diri boanpwee apabila tak bisa mengutarakan nama besar suhuku berhubung hal itu merupakan pantangan bagi kami..." "Hmmm! Sungguh besar amat bacotmu..." jengek So Leng Yan yang duduk di kursi sambil tertawa dingin. Dengan pandangan dingin dan hina Wie Chin Siang melirik sekejap ke arahnya, lalu ujarnya kembali sinis : "Meskipun kepandaian silat yang boanpwee miliki amat cetek, sebelum mendatangi loteng Coei Hoa Loo tadi dalam pandanganku tempat ini pastilah merupakan suatu tempat yang merupakan sarang naga dan harimau, penuh dengan manusia-manusia pandai yang berilmu, siapa tahu... heeeeeh... kenyataan jauh merupakan kebalikannya, sungguh membuat hati orang jadi kecewa..." Air muka Siang Bong Jie Kiauw berubah hebat, pada saat yang bersamaan mereka berdua siap menggerakkan tubuhnya untuk menyerang diri Wie Chin Siang. Si Tangan Sakti Berbaju Biru segera ulapkan tangannya, ke-dua orang gadis jalang itu segera mengundurkan diri kembali ke tempat semula. Terdengar So Siauw Yan tertawa ringan dan menyindir : "Majikan! Toh di sini aa tamu agung yang sedang datang berkunjung, biarlah kami sekalian mohon diri terlebih dahulu!" "Tidak mengapa!" Si Tangan Sakti Berbaju Biru gelengkan kepalanya lalu sambil tersenyum ujarnya kepada Wie Chin Siang : "Nona manis, apakah kau adalah gadis yang dipilih putraku untuk melayani diriku?" "Bukan!" sahut dara she Wie itu sambil gelengkan kepalanya. Sepasang alis si Tangan Sakti Berbaju Biru kontan berkerut kencang, wajah yang semula berseri-seri pun seketika berubah jadi kecut, mendadak dengan wajah dingin kaku bagaikan es katanya : "Kalau begitu sungguh aneh sekali, kalau nona memang bukan termasuk gadis cantik yang dipilih putraku untuk datang melayani diriku, juga bukan merupakan sahabat dari loohu, lalu apa maksud tujuanmu datang berkunjung ke loteng Coei Hoa Loo ini?..." Nada suaranya mulai kedengaran ketus, tajam dan bersifat menegur, sementara sepasang matanya dengan memancarkan cahaya tajam bagaikan sayatan pisau menatap wajah gadis itu tanpa berkedip. Sikapnya yang ketus, dingin dan tak sedap dipandang ini mendatangkan suatu perasaan aneh bagi gadis she Wie, ia ragu-ragu dan tidak habis mengerti atas kehendak lawannya. Bibir Wie Chin Siang segera bergetar seperti mau mengucapkan sesuatu tapi niat tersebut kemudian dibatalkan, sikapnya jelas menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak persoalan yang hendak diutarakan keluar tanpa diketahui oleh pihak lain, sinar matanya dengan dingin melirik sekejap ke arah Siang Bong Jie Kiauw. Sebagai seorang jago kawakan yang banyak pengalaman di dalam dunia persilatan sudah tentu si Tangan Sakti Berbaju Biru dapat menangkap maksud hati gadis itu, ia segera mendengus dingin dan ulapkan tangannya memerintahkan sepasang gadis ayu buat impian itu mengundurkan diri dari dalam ruangan. "Teng cu, apakah kau bisa mempercayai perempuan ini??" seru So Leng Yan sambil maju ke depan. "Heeeh... heeeh... heeeh. kau tak usah kuatir," sahut si Tangan Sakti Berbaju Biru sambil tertawa dingin. Wie Chin Siang yang mendengar pembicaraan itu, kontan naik pitam teriaknya dengan penuh kegusaran : "Hey sebenarnya apa maksudmu?? aku Wie Chin Siang bukanlah seorang manusia durjana yang berhati keji dan bermaksud jahat, aku pun bukan seorang gadis yang termasuk dalam manusia tak genah tukang memikat hati orang dengan andalkan kecantikan wajah..." Siang Bong Jie Kiauw yang kenan disindir air mukanya berubah hebat, mereka melirik sekejap ke arah si Tangan Sakti Berbaju Biru dengan sorot mata ketakutan kemudian buru-buru mengundurkan diri. Sambil menoleh terdengar So Leng Yang mendengus gusar dan mengancam : "Perempuan sialan, kau berani bicara tidak karuan dan ngaco belo menghina kami, hati-hatilah ancaman kematian setiap saat bisa menimpa dirimu..." "Sudahlah, kalian mengundurkan diri lebih dahulu," tukas si Tangan Sakti Berbaju Biru sambil ulapkan tangannya. "Nanti kita baru merundingkan masalah besar lagi..." "Tang cu! Asal kau memanggil kami, dengan cepat kami kakak beradik akan muncul di sini untuk menemani diri Teng cu!" sahut So Leng Yan dengan wajah kegirangan. Selesai berkata bersama-sama saudaranya mereka segera berlalu dari situ, di tengah udara hanya tertinggal bau harum semerbak yang merangsang hidung. Sepeninggalnya ke-dua orang gadis ayu pembuat impian itu, si Tangan Sakti Berbaju Biru baru menoleh dan menatap wajah Wie Chin Siang lagi dengan sinar mata tajam, beberapa saat kemudian ia baru berkata dengan suara ketus : "Nona, sekarang kau boleh mengutarakan persoalan hatimu!" Wie Chin Siang tidak langsung berbicara, dari sakunya dia ambil keluar selembar kain selendang berwarna merah, kemudian sambil diserahkan ke tangan lelaki berbaju biru itu katanya : "Tangcu, apakah kau kenal dengan benda ini?" Sekilas perasaan hati yang bergolak terlintas di atas wajah si Tangan Sakti Berbaju Biru yang dingin dan ketus, ia tidak menyambut kain selendang tersebut sebaliknya sambil tertawa dingin tegurnya : "Nona, apakah kedatanganmu ke sini karena hendak memohon sesuatu kepada loohu?" "Benar, dua orang sahabat boanpwee karena kurang hati-hati telah termakan ilmu pukulan Toa Lek Im Jiauw Kang, oleh sebab itu mohonlah agar supaya cianpwee bisa beringan tangan dengan menghadiahkan dua butir Som Wan berusia seribu tahun untuk menyelamatkan jiwa ke-dua orang sahabatku itu." "Tentang soal ini..." Si Tangan Sakti Berbaju Biru nampak berdiri tertegun. Sesaat kemudian dengan cepat ia rampas kain selendang merah itu lalu digenggam kencang- kencang, setelah dicium beberapa kali sepasang matanya dipejam rapat-rapat. Waktu detik demi sedetik berlalu di tengah keheningan serta kesunyian yang mencekam seluruh jagad, walaupun hanya beberapa waktu tapi dalam perasaan Wie Chin Siang bagaikan setahun lamanya, ketika dilihatnya si Tangan Sakti Berbaju Biru hanya memegangi kain selendang merah itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun hatinya kian lama kian bertambah gelisah, tanpa sadar ia mulai menguatirkan keselamatan Pek In Hoei. Serunya dengan hati cemas : "Cianpwee! Apakah kau sudi mengabulkan permintaan boanpwee? Apabila kau merasa keberatan untuk menghadiahkan pil mujarab itu untuk menolong orang, terpaksa boanpwee akan mohon diri terlebih dahulu, sebab aku harus mencari akal lain untuk menyelamatkan jiwa mereka, sebaliknya kalau kau rela..." Setiap perkataannya itu diucapkan dengan keras dan tegas seolah-olah martil yang menggeletar di angkasa, tetapi si Tangan Sakti Berbaju Biru tetap tidak menggubris ucapannya itu, seorang diri ia berdiri melamun, tangannya mencekal kain selendang merah itu kencang-kencang sedang air mukanya menunjukkan perasaan bergolak yang amat hebat, tapi nampak pula kepucat-pucatan seakan-akan secara mendadak menemui suatu peristiwa yang menyulitkan hatinya. Menyaksikan kesemuanya itu Wie Chin Siang merasa terkesiap, satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya : "Sebenarnya kain selendang berwarna merah itu mengandung kekuatan ajaib apa sih? Ternyata benda itu sanggup menjerumuskan seorang jago lihay di dalam dunia persilatan ke dalam lembah penderitaan serta siksaan batin yang begitu hebat..." Tiba-tiba si Tangan Sakti Berbaju Biru membuka matanya lalu menegur dengan suara keras : "Sekarang dia berada di mana?" "Siapa yang cianpwee tanyakan?" "Orang yang memberikan kain selendang merah ini kepadamu!" kata lelaki berbaju biru itu sambil menunjukkan kain selendang di tangannya. Sementara Wie Chin Siang hendak mengatakan jejak dari suhunya, tiba-tiba ia teringat kembali akan pesan dari Kiem In Eng sesaat ia hendak berangkat, gurunya melarang dia untuk mengatakan perguruan sendiri serta jejak dari suhunya daripada mendatangkan banyak kesulitan serta kerepotan bagi mereka. Karena itu Wie Chin Siang segera menghela napas panjang. "Jejak orang itu tak menentu, sebentar ada di Barat dan sebentar lagi sudah pindah ke Timur, lebih baik tak usah kukatakan saja." Ucapan ini sebenarnya merupakan suatu alasan penampikan yang luwes dan enak didengar, tetapi bagi pendengaran si Tangan Sakti Berbaju Biru seolah- olah sebuah martil besar yang menghantam lubuk hatinya keras-keras. Dengan hati amat sedih dia menghela napas panjang, perawakan tubuhnya tinggi kekar nampak gemetar keras, wajahnya berubah hebat dan pucat pias bagaikan mayat, seakan-akan secara mendadak ia terserang sejenis penyakit yang parah. Sekali lagi ia tundukkan kepalanya, terdengar suara napasnya tersengkal-sengkal, dadanya naik turun dengan memburu, titik air mata membasahi kelopak matanya, kesemuanya ini menunjukkan bahwa ia meras tertekan jiwanya. Wie Chin Siang yang menjumpai kesemuanya ini jadi tercengang, tanpa sadar ia mundur beberapa langkah ke belakang. Pada saat itulah terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang dari luar ruangan diikuti kain horden disingkap ke samping. Seorang pemuda dengan wajah dingin kaku dan senyuman menghiasi ujung bibirnya perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam. Ia menyapu sekejap wajah Wie Chin Siang dengan pandangan tajam, sekilas perasaan tercengang menyelimuti wajahnya. Buru-buru gadis itu melengos ke samping dan menghindarkan diri dari pandangan pemuda tersebut. Mendadak pemuda itu menyaksikan air muka si Tangan Sakti Berbaju Biru yang berubah jadi pucat pias bagaikan mayat itu, hatinya jadi amat terperanjat, sambil maju tiga langkah ke depan teriaknya dengan hati cemas : "Ayah!" Si Tangan Sakti Berbaju Biru tidak menunjukkan suatu reaksi, pemuda itu segera menggoyang-goyangkan tubuhnya, tapi itu pun tidak mendatangkan reaksi apa pun, kejadian ini tentu saja membuat hati pemuda itu jadi sangat terperanjat, ia segera tergetar mundur dua langkah ke belakang. Sambil tertawa dingin serunya : "Sungguh tak disangka loteng Coei Hoa Loo yang selamanya tak pernah bersengketa dengan dunia persilatan, tidak tamak untuk memperebutkan nama serta pahala dan jarang berhubungan dengan orang Bu lim, hari ini ayahku bisa mendapat celaka di tangan seorang gadis semacam kau..." Ia mendengus marah, sambil menatap wajah Wie Chin Siang tajam-tajam, jubah luar berwarna birunya segera dilepaskan, serentetan sorot mata penuh mengandung napsu membunuh memasuki benaknya, seraya tertawa rendah sepasang telapaknya segera bergerak melancarkan serangan. "Tunggu sebentar!" Wie Chin Siang dengan sebat meloncat mundur satu langkah ke belakang, serunya lagi dengan nada dingin : "Kau harus bikin terang dulu duduknya persoalan kemudian baru turun tangan!" "Hmm! Ayahku menderita luka dalam yang demikian parahnya, bukankah kejadian ini adalah hasil perbuatanmu?" teriak pemuda itu dengan wajah sedih bercampur gusar. Wie Chin Siang tertegun, kemudian bentaknya : "Ayahmu adalah seorang cikal bakal dari suatu perguruan besar, kau anggap manusia selihay itu bisa jatuh kecundang dan terluka di tangan seorang boanpwee seperti aku? Coba periksalah dengan seksama, kau lihat dulu apakah dia betul-betul terluka akibat pukulan seseorang..." "Hmmmm! Aku pun tahu bahwa kau tidak nanti mempunyai kemampuan sedahsyat ini," jengek sang pemuda. Tapi dalam sekejap mata itulah, dari ujung bibir si Tangan Sakti Berbaju Biru kembali mengucurkan darah segar, wajahnya yang pucat pias bagaikan mayat kelihatan semakin mengerikan lagi. Melihat kesemuanya itu, pemuda tadi segera berteriak keras : "Tak usah dilihat lagi, di tempat ini kecuali kau seorang tidak mungkin ada orang yang bisa melukai ayahku! Hmmm! Sungguh membuat hati orang tidak percaya, seorang gadis cilik yang masih muda ternyata begitu tega untuk turun tangan keji yang demikian beratnya terhadap seorang tua yang sama sekali tak pernah terikat dendam sakit hati apa pun dengan dirinya... Manusia rendah dan perempuan adalah orang-orang yang tidak bisa dipercaya, perkataan ini ternyata sedikit pun tidak salah." Begitu selesai berkata mendadak terdengarlah seluruh persendian tulang si anak muda itu memperdengarkan suara gemerutukan yang nyaring,diikuti pakaian yang dikenakan pun menggelembung jadi sangat besar, serunya dengan nada seram : "Seandainya aku membiarkan kau lolos dari loeng Coei Hoa Loo ini dalam keadaan selamat, maka sejak hari ini nama si Jago Pedang Bertangan Sakti akan hapus dari dalam dunia persilatan, loteng Coei Hoa Loo ini pun akan menjadi milik pribadimu..." Ia menjengek dingin, sambil meloncat maju ke depan sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilontarkan ke arah Wie Chin Siang. Sungguh mati gadis she Wie ini tak pernah menyangka kalau perjalanannya menuju ke loteng Coei Hoa Loo bakal menemui perubahan yang jauh di luar dugaannya semula, saat ini ia tak mampu untuk membantah tuduhan lawan sedangkan si Tangan Sakti Berbaju Biru pun tidak menunjukkan reaksi apa pun, hal ini semakin mencemaskan serta mengelisahkan hati si dara muda ini. Obat mujarab yang diharapkan tidak berhasil didapatkan, bencana telah mengancam keselamatannya. Wie Chin Siang sadar bahwa kesalahpahaman ini sudah terjalin terlalu mendalam, tak mungkin persoalan itu bisa diselesaikan di dalam dua tiga patah kata ucapan saja. Sambil menahan cucuran air matanya yang telah memenuhi kelopak mat, ia membentak keras : "Kau betul-betul tolol dan konyol..." Segulung angin desiran tajam yang maha dahsyat meluncur tiba, terpaksa ia harus goyangkan badannya untuk menghindarkan diri dari ancaman angin pukulan yang maha dahsyat itu, tetapi pihak lawannya walaupun nampak masih muda belia ternyata kesempurnaan tenaga dalamnya benar-benar luar biasa sekali, suatu jurus serangan yang sederhana ketika digunakan olehnya bukan saja mantap bahkan kecepatannya betul-betul jauh di luar dugaan siapa pun.
Imam Tanpa Bayangan II - Xiao Say Pendekar Pulau Neraka - 50. Bidadari Penyambar Nyawa Ksatria Panji Sakti - Gu Long Animorphs 17 Menembus Gua Bawah Tanah Pendekar Perisai Naga - 5. Siluman Kera Sakti
"Maafkanlah diri boanpwee apabila tak bisa mengutarakan nama besar suhuku berhubung hal itu merupakan pantangan bagi kami..." "Hmmm! Sungguh besar amat bacotmu..." jengek So Leng Yan yang duduk di kursi sambil tertawa dingin. Dengan pandangan dingin dan hina Wie Chin Siang melirik sekejap ke arahnya, lalu ujarnya kembali sinis : "Meskipun kepandaian silat yang boanpwee miliki amat cetek, sebelum mendatangi loteng Coei Hoa Loo tadi dalam pandanganku tempat ini pastilah merupakan suatu tempat yang merupakan sarang naga dan harimau, penuh dengan manusia-manusia pandai yang berilmu, siapa tahu... heeeeeh... kenyataan jauh merupakan kebalikannya, sungguh membuat hati orang jadi kecewa..." Air muka Siang Bong Jie Kiauw berubah hebat, pada saat yang bersamaan mereka berdua siap menggerakkan tubuhnya untuk menyerang diri Wie Chin Siang. Si Tangan Sakti Berbaju Biru segera ulapkan tangannya, ke-dua orang gadis jalang itu segera mengundurkan diri kembali ke tempat semula. Terdengar So Siauw Yan tertawa ringan dan menyindir : "Majikan! Toh di sini aa tamu agung yang sedang datang berkunjung, biarlah kami sekalian mohon diri terlebih dahulu!" "Tidak mengapa!" Si Tangan Sakti Berbaju Biru gelengkan kepalanya lalu sambil tersenyum ujarnya kepada Wie Chin Siang : "Nona manis, apakah kau adalah gadis yang dipilih putraku untuk melayani diriku?" "Bukan!" sahut dara she Wie itu sambil gelengkan kepalanya. Sepasang alis si Tangan Sakti Berbaju Biru kontan berkerut kencang, wajah yang semula berseri-seri pun seketika berubah jadi kecut, mendadak dengan wajah dingin kaku bagaikan es katanya : "Kalau begitu sungguh aneh sekali, kalau nona memang bukan termasuk gadis cantik yang dipilih putraku untuk datang melayani diriku, juga bukan merupakan sahabat dari loohu, lalu apa maksud tujuanmu datang berkunjung ke loteng Coei Hoa Loo ini?..." Nada suaranya mulai kedengaran ketus, tajam dan bersifat menegur, sementara sepasang matanya dengan memancarkan cahaya tajam bagaikan sayatan pisau menatap wajah gadis itu tanpa berkedip. Sikapnya yang ketus, dingin dan tak sedap dipandang ini mendatangkan suatu perasaan aneh bagi gadis she Wie, ia ragu-ragu dan tidak habis mengerti atas kehendak lawannya. Bibir Wie Chin Siang segera bergetar seperti mau mengucapkan sesuatu tapi niat tersebut kemudian dibatalkan, sikapnya jelas menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak persoalan yang hendak diutarakan keluar tanpa diketahui oleh pihak lain, sinar matanya dengan dingin melirik sekejap ke arah Siang Bong Jie Kiauw. Sebagai seorang jago kawakan yang banyak pengalaman di dalam dunia persilatan sudah tentu si Tangan Sakti Berbaju Biru dapat menangkap maksud hati gadis itu, ia segera mendengus dingin dan ulapkan tangannya memerintahkan sepasang gadis ayu buat impian itu mengundurkan diri dari dalam ruangan. "Teng cu, apakah kau bisa mempercayai perempuan ini??" seru So Leng Yan sambil maju ke depan. "Heeeh... heeeh... heeeh. kau tak usah kuatir," sahut si Tangan Sakti Berbaju Biru sambil tertawa dingin. Wie Chin Siang yang mendengar pembicaraan itu, kontan naik pitam teriaknya dengan penuh kegusaran : "Hey sebenarnya apa maksudmu?? aku Wie Chin Siang bukanlah seorang manusia durjana yang berhati keji dan bermaksud jahat, aku pun bukan seorang gadis yang termasuk dalam manusia tak genah tukang memikat hati orang dengan andalkan kecantikan wajah..." Siang Bong Jie Kiauw yang kenan disindir air mukanya berubah hebat, mereka melirik sekejap ke arah si Tangan Sakti Berbaju Biru dengan sorot mata ketakutan kemudian buru-buru mengundurkan diri. Sambil menoleh terdengar So Leng Yang mendengus gusar dan mengancam : "Perempuan sialan, kau berani bicara tidak karuan dan ngaco belo menghina kami, hati-hatilah ancaman kematian setiap saat bisa menimpa dirimu..." "Sudahlah, kalian mengundurkan diri lebih dahulu," tukas si Tangan Sakti Berbaju Biru sambil ulapkan tangannya. "Nanti kita baru merundingkan masalah besar lagi..." "Tang cu! Asal kau memanggil kami, dengan cepat kami kakak beradik akan muncul di sini untuk menemani diri Teng cu!" sahut So Leng Yan dengan wajah kegirangan. Selesai berkata bersama-sama saudaranya mereka segera berlalu dari situ, di tengah udara hanya tertinggal bau harum semerbak yang merangsang hidung. Sepeninggalnya ke-dua orang gadis ayu pembuat impian itu, si Tangan Sakti Berbaju Biru baru menoleh dan menatap wajah Wie Chin Siang lagi dengan sinar mata tajam, beberapa saat kemudian ia baru berkata dengan suara ketus : "Nona, sekarang kau boleh mengutarakan persoalan hatimu!" Wie Chin Siang tidak langsung berbicara, dari sakunya dia ambil keluar selembar kain selendang berwarna merah, kemudian sambil diserahkan ke tangan lelaki berbaju biru itu katanya : "Tangcu, apakah kau kenal dengan benda ini?" Sekilas perasaan hati yang bergolak terlintas di atas wajah si Tangan Sakti Berbaju Biru yang dingin dan ketus, ia tidak menyambut kain selendang tersebut sebaliknya sambil tertawa dingin tegurnya : "Nona, apakah kedatanganmu ke sini karena hendak memohon sesuatu kepada loohu?" "Benar, dua orang sahabat boanpwee karena kurang hati-hati telah termakan ilmu pukulan Toa Lek Im Jiauw Kang, oleh sebab itu mohonlah agar supaya cianpwee bisa beringan tangan dengan menghadiahkan dua butir Som Wan berusia seribu tahun untuk menyelamatkan jiwa ke-dua orang sahabatku itu." "Tentang soal ini..." Si Tangan Sakti Berbaju Biru nampak berdiri tertegun. Sesaat kemudian dengan cepat ia rampas kain selendang merah itu lalu digenggam kencang- kencang, setelah dicium beberapa kali sepasang matanya dipejam rapat-rapat. Waktu detik demi sedetik berlalu di tengah keheningan serta kesunyian yang mencekam seluruh jagad, walaupun hanya beberapa waktu tapi dalam perasaan Wie Chin Siang bagaikan setahun lamanya, ketika dilihatnya si Tangan Sakti Berbaju Biru hanya memegangi kain selendang merah itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun hatinya kian lama kian bertambah gelisah, tanpa sadar ia mulai menguatirkan keselamatan Pek In Hoei. Serunya dengan hati cemas : "Cianpwee! Apakah kau sudi mengabulkan permintaan boanpwee? Apabila kau merasa keberatan untuk menghadiahkan pil mujarab itu untuk menolong orang, terpaksa boanpwee akan mohon diri terlebih dahulu, sebab aku harus mencari akal lain untuk menyelamatkan jiwa mereka, sebaliknya kalau kau rela..." Setiap perkataannya itu diucapkan dengan keras dan tegas seolah-olah martil yang menggeletar di angkasa, tetapi si Tangan Sakti Berbaju Biru tetap tidak menggubris ucapannya itu, seorang diri ia berdiri melamun, tangannya mencekal kain selendang merah itu kencang-kencang sedang air mukanya menunjukkan perasaan bergolak yang amat hebat, tapi nampak pula kepucat-pucatan seakan-akan secara mendadak menemui suatu peristiwa yang menyulitkan hatinya. Menyaksikan kesemuanya itu Wie Chin Siang merasa terkesiap, satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya : "Sebenarnya kain selendang berwarna merah itu mengandung kekuatan ajaib apa sih? Ternyata benda itu sanggup menjerumuskan seorang jago lihay di dalam dunia persilatan ke dalam lembah penderitaan serta siksaan batin yang begitu hebat..." Tiba-tiba si Tangan Sakti Berbaju Biru membuka matanya lalu menegur dengan suara keras : "Sekarang dia berada di mana?" "Siapa yang cianpwee tanyakan?" "Orang yang memberikan kain selendang merah ini kepadamu!" kata lelaki berbaju biru itu sambil menunjukkan kain selendang di tangannya. Sementara Wie Chin Siang hendak mengatakan jejak dari suhunya, tiba-tiba ia teringat kembali akan pesan dari Kiem In Eng sesaat ia hendak berangkat, gurunya melarang dia untuk mengatakan perguruan sendiri serta jejak dari suhunya daripada mendatangkan banyak kesulitan serta kerepotan bagi mereka. Karena itu Wie Chin Siang segera menghela napas panjang. "Jejak orang itu tak menentu, sebentar ada di Barat dan sebentar lagi sudah pindah ke Timur, lebih baik tak usah kukatakan saja." Ucapan ini sebenarnya merupakan suatu alasan penampikan yang luwes dan enak didengar, tetapi bagi pendengaran si Tangan Sakti Berbaju Biru seolah- olah sebuah martil besar yang menghantam lubuk hatinya keras-keras. Dengan hati amat sedih dia menghela napas panjang, perawakan tubuhnya tinggi kekar nampak gemetar keras, wajahnya berubah hebat dan pucat pias bagaikan mayat, seakan-akan secara mendadak ia terserang sejenis penyakit yang parah. Sekali lagi ia tundukkan kepalanya, terdengar suara napasnya tersengkal-sengkal, dadanya naik turun dengan memburu, titik air mata membasahi kelopak matanya, kesemuanya ini menunjukkan bahwa ia meras tertekan jiwanya. Wie Chin Siang yang menjumpai kesemuanya ini jadi tercengang, tanpa sadar ia mundur beberapa langkah ke belakang. Pada saat itulah terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang dari luar ruangan diikuti kain horden disingkap ke samping. Seorang pemuda dengan wajah dingin kaku dan senyuman menghiasi ujung bibirnya perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam. Ia menyapu sekejap wajah Wie Chin Siang dengan pandangan tajam, sekilas perasaan tercengang menyelimuti wajahnya. Buru-buru gadis itu melengos ke samping dan menghindarkan diri dari pandangan pemuda tersebut. Mendadak pemuda itu menyaksikan air muka si Tangan Sakti Berbaju Biru yang berubah jadi pucat pias bagaikan mayat itu, hatinya jadi amat terperanjat, sambil maju tiga langkah ke depan teriaknya dengan hati cemas : "Ayah!" Si Tangan Sakti Berbaju Biru tidak menunjukkan suatu reaksi, pemuda itu segera menggoyang-goyangkan tubuhnya, tapi itu pun tidak mendatangkan reaksi apa pun, kejadian ini tentu saja membuat hati pemuda itu jadi sangat terperanjat, ia segera tergetar mundur dua langkah ke belakang. Sambil tertawa dingin serunya : "Sungguh tak disangka loteng Coei Hoa Loo yang selamanya tak pernah bersengketa dengan dunia persilatan, tidak tamak untuk memperebutkan nama serta pahala dan jarang berhubungan dengan orang Bu lim, hari ini ayahku bisa mendapat celaka di tangan seorang gadis semacam kau..." Ia mendengus marah, sambil menatap wajah Wie Chin Siang tajam-tajam, jubah luar berwarna birunya segera dilepaskan, serentetan sorot mata penuh mengandung napsu membunuh memasuki benaknya, seraya tertawa rendah sepasang telapaknya segera bergerak melancarkan serangan. "Tunggu sebentar!" Wie Chin Siang dengan sebat meloncat mundur satu langkah ke belakang, serunya lagi dengan nada dingin : "Kau harus bikin terang dulu duduknya persoalan kemudian baru turun tangan!" "Hmm! Ayahku menderita luka dalam yang demikian parahnya, bukankah kejadian ini adalah hasil perbuatanmu?" teriak pemuda itu dengan wajah sedih bercampur gusar. Wie Chin Siang tertegun, kemudian bentaknya : "Ayahmu adalah seorang cikal bakal dari suatu perguruan besar, kau anggap manusia selihay itu bisa jatuh kecundang dan terluka di tangan seorang boanpwee seperti aku? Coba periksalah dengan seksama, kau lihat dulu apakah dia betul-betul terluka akibat pukulan seseorang..." "Hmmmm! Aku pun tahu bahwa kau tidak nanti mempunyai kemampuan sedahsyat ini," jengek sang pemuda. Tapi dalam sekejap mata itulah, dari ujung bibir si Tangan Sakti Berbaju Biru kembali mengucurkan darah segar, wajahnya yang pucat pias bagaikan mayat kelihatan semakin mengerikan lagi. Melihat kesemuanya itu, pemuda tadi segera berteriak keras : "Tak usah dilihat lagi, di tempat ini kecuali kau seorang tidak mungkin ada orang yang bisa melukai ayahku! Hmmm! Sungguh membuat hati orang tidak percaya, seorang gadis cilik yang masih muda ternyata begitu tega untuk turun tangan keji yang demikian beratnya terhadap seorang tua yang sama sekali tak pernah terikat dendam sakit hati apa pun dengan dirinya... Manusia rendah dan perempuan adalah orang-orang yang tidak bisa dipercaya, perkataan ini ternyata sedikit pun tidak salah." Begitu selesai berkata mendadak terdengarlah seluruh persendian tulang si anak muda itu memperdengarkan suara gemerutukan yang nyaring,diikuti pakaian yang dikenakan pun menggelembung jadi sangat besar, serunya dengan nada seram : "Seandainya aku membiarkan kau lolos dari loeng Coei Hoa Loo ini dalam keadaan selamat, maka sejak hari ini nama si Jago Pedang Bertangan Sakti akan hapus dari dalam dunia persilatan, loteng Coei Hoa Loo ini pun akan menjadi milik pribadimu..." Ia menjengek dingin, sambil meloncat maju ke depan sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilontarkan ke arah Wie Chin Siang. Sungguh mati gadis she Wie ini tak pernah menyangka kalau perjalanannya menuju ke loteng Coei Hoa Loo bakal menemui perubahan yang jauh di luar dugaannya semula, saat ini ia tak mampu untuk membantah tuduhan lawan sedangkan si Tangan Sakti Berbaju Biru pun tidak menunjukkan reaksi apa pun, hal ini semakin mencemaskan serta mengelisahkan hati si dara muda ini. Obat mujarab yang diharapkan tidak berhasil didapatkan, bencana telah mengancam keselamatannya. Wie Chin Siang sadar bahwa kesalahpahaman ini sudah terjalin terlalu mendalam, tak mungkin persoalan itu bisa diselesaikan di dalam dua tiga patah kata ucapan saja. Sambil menahan cucuran air matanya yang telah memenuhi kelopak mat, ia membentak keras : "Kau betul-betul tolol dan konyol..." Segulung angin desiran tajam yang maha dahsyat meluncur tiba, terpaksa ia harus goyangkan badannya untuk menghindarkan diri dari ancaman angin pukulan yang maha dahsyat itu, tetapi pihak lawannya walaupun nampak masih muda belia ternyata kesempurnaan tenaga dalamnya benar-benar luar biasa sekali, suatu jurus serangan yang sederhana ketika digunakan olehnya bukan saja mantap bahkan kecepatannya betul-betul jauh di luar dugaan siapa pun.