Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Ksatria Panji Sakti - 90

$
0
0
Cerita Silat | Ksatria Panji Sakti | oleh Gu Long | Ksatria Panji Sakti | Cersil Sakti | Ksatria Panji Sakti pdf

Goosebumps - Masalah Besar II Pendekar Gila - 39. Ajian Canda Birawa Joko Sableng - 42. Rahasia Darah Kutukan Rajawali Emas - 26. Tumbal Nyawa Perawan I am Number Four - Pittacus Lore

Bab 16. Dunia terasa sempit. Betapa terkejutnya Un Tay-tay ketika mengetahui orang yang membukakan pintu adalah Thiat Tiong-tong, serunya tertahan: ”Ke . . . . .. kenapa kau bisa berada disini?” “Kau sendiri? Kenapa datang kemari?” Un Tay-tay tidak menjawab, dengan Cepat dia melangkah masuk ke dalam ruangan, Setelah menurunkan Im Ceng, cept dia merapatkan kembali pintunya kemudian baru menghembuskan napas panjang, tubuhnya mulai roboh dengan lemas. Cepat Thiat Tiong-tong memayangnya, kemudian bertanya lagi dengan kening berkerut: “Kenapa kau?” Biarpun hanya pertanyaan singkat bahkan disampaikan dengan nada dingin dan kaku, namun dibalik ucapan tersebut justru terselip perasaan kuatir serta perhatian yang hangat. Un Tay-tay yang menggeliat dalam rangkulannya merasa hatinya manis bercampur hangat, tapi begitu memandang tubuh Im Ceng yang tergeletak ditanah, cepat dia melompat bangun, tundukkan kepala dan menyahut: “Aku cukup baik!” Melihat sikap dan tingkah laku perempuan itu jauh berb eda dibandingkan berapa hari berselang, lalu melihat pula keadaan Im Ceng yang tergeletak ditanah, dengan Cepat Thiat Tiong-tong memahami apa yang telah terjadi, tampaknya perempuan itu sudah tumbuh benih cintanya terhadap Im Ceng. Maka dengan senyuman dikulum ujarnya: “Ooh, kau baik sekali” “Tapi situasinya sangat tidak menguntungkan, Hek Seng-thian dan Suto Siau sekalian berhasil menemukan jejakku, untung aku cukup cekatan dan berhasil melarikan diri, kalau tidak, mungkin Saat ini aku sudah terjatuh ke tangan mereka” Dari perubahan mimik mukanya sewaktu lari masuk ke dalam ruangan tadi, Thiat Tiong-tong sudah menduga kalau telah terjadi sesuatu, tapi dia tak menyangka kalau urusannya begitu gawat dan serius, buru buru tanyanya dengan suara dalam: “Jadi beberapa orang itu berhasil menemukan dirimu? Tapi, darimana mereka bisa mengetahui tempat persembunyianmu?” “Sim Sin-pek yang membawa mereka ke situ” “Sim Sin-pek?” ulang Thiat Tiong-tong keheranan, “tapi dia sudah menghianati Hek Seng-thian, mana mungkin . . . . . ..” Tapi ingatan lain segera melintas, ujarnya kemudian sambil tertawa dingin: “Aaah benar, walaupun Sim Sin-pek telah berhianat, namun Hek Seng-thian yang merasa kalau muridnya licik dan banyak akal serta paling cocok menjadi pembantu utamanya, tentu tak ingin melukai perasaan hatinya, malah bisa jadi ia justru amat menyukainya, waah, kalau sampai mereka berdua bekerja sama, sudah pasti akan semakin banyak kejahatan yang bakal dilakukan” “Begitu melihat mereka datang, aku segera membopo ng dia . . . . .. Im Ceng dan melarikan diri, dalam panik aku tak sempat lagi memilih jalan hingga kabur menuju ke jalan buntu ini, dalam keadaan panik bercampur gugup kujumpai ada kuil siau—lim—sie kecil disini, maka akupun lari masuk, tak disangka ternyata malah bertemu kau disini" Sambil menghembuskan napas lega diapun membopong kembali tubuh Im Ceng, seakan asal ada Thiat Tiong-tong maka persoalan segawat apa pun pasti dapat terselesaikan. Diam diam Thiat Tiong-tong menghela napas, pikirnya: “Biarpun bertemu rombongan Suto Siau, semestinya dia tak perlu gugup atau panik, kesemuanya itu pasti lantaran memikirkan keselamatan Im Ceng....” Tiba tiba ia bertanya: “Kau sudah melihat kemunculan mereka?” “Yaa, sudah kusaksikan dengan jelas sekali, tak mungkin keliru!” Berubah hebat paras muka Thiat Tiong-tong, ujarnya: “Kau melihat kemunculan mereka, mustahil mereka tidak melihatmu, padahal kedatangannya adalah untuk mencari kau, aneh, bila mereka sudah melihatmu, dengan watak Suto Siau masa dia akan membiarkan kau kabur dengan begitu saja?’ Un Tay-tay tertegun, dengan wajah agak berubah serunya: “Soal ini . . . . .. soal ini . . . . ..” Sambil tertawa dingin Thiat Tiong-tong bicara lebih lanjt: “Suto Siau memang paling senang mengulur senar untuk memancing ikan besar, dia memang sengaja membiarkan kau kabur lantaran secara diam diam dia sudah membuntutimu, pingin tahu ke mana kau akan kabur” Sekujur badan Un Tay-tay gemetar keras, bisiknya agak tergagap: “Kau . . . . .. kau yakin akan hal itu?" “Tentu saja sangat yakin, bahkan saat ini besar kemungkinan mereka telah datang kemari!” Pemuda ini selain mempunyai hati yang sekeras baja, kecerdasan otaknya juga luar biasa, walaupun da sempat kalut pikirannya namun Setelah menghadapi perubahan yang diluar dugaan, seketika itu juga pikirannya dapat menjadi tenang kembali. Mendadak terdengar Ai Thian—hok berkata: “Tentara datang panglima perang menghadang, air bah datang tanah membendung, jika mereka datang, kita hadapi mereka!” Melihat tokoh persilatan itupun hadir disitu, Un Tay-tay semakin terperanjat dibuatnya. Sebaliknya Thiat Tiong-tong merasa berterima kasih sekali Setelah mendengar perkataan itu, dia maju menghampiri dan menggenggam tangannya erat erat, mereka berdua tidak banyak bicara lagi, namun semua kesalahan paham dimasa lalu justru melumer dalam genggaman tersebut. Un Tay-tay semakin tertegun dibuatnya, tapi dengan cepat dia memahami apa yang terjadi, tanpa terasa pikirnya: “Pikiran dan perasaan lelaki enghiong macam mereka benar benar terbuka dan tak sempit, sulit rasanya untuk melampaui mereka” Thiat Tiong-tong pun membopong tubuh Im Ceng dari tangan Un Tay-tay dan membaringkannya diatas ranjang. “Aduh mak” Yin Ping kontan berteriak sambil tertawa, “sebetulnya ranjang itu milik siaa sih, kenapa kalian tidak minta ijin duluan?” Thiat Tiong-tong tertawa dingin. “Hmm, jika adik ke empat tahu kalau ranjang ini pernah kau tiduri, mungkin dia lebih suka tidur diatas ujung golok ketimbang berbaring diatas ranjangmu . . . . . . . ..” “Aduuh..... bukankah diluar banyak golok? Kenapa tidak kau persilahkan dia tidur diujung golok diluar sana?” kembali Yin Ping berseru sambil tertawa. Thiat Tiong-tong tertegun, belum sempat dia menjawab, Un Tay-tay diiringi tertawanya yang merdu telah menimpali: “Enciku yang baik, toh kau belum ingin tidur, kasihanilah dia yang sedang terluka, biarlah dia tiduran sejenak disana!” Yin Ping memperhatikan perempuan itu berapa saat, lalu kembali tertawa merdu: “Aduh mak, manis amat orangnya, manis juga mulutnya, baiklah, memandang diatas wajahmu,biarlah dia tiduran sejenak disitu!” Diam diam Thiat Tiong-tong tertawa geli, pikirnya: “Tabiat kedua orang itu nyaris hampir sama, jika mereka harus beradu kemampuan, mungkin keduanya sama sama akan merasa kalau telah bertemu lawan tandingan” Sementara itu Yin Ping telah mengawasi sekejap tingkah pola Un Tay-tay yang merawat Im Ceng dengan penuh kasih sayang, sambil gelengkan kepala dan tertawa katanya: “orang ini adalah sute nya, berarti dia pun anggota Perguruan Tay—ki-bun?” “Cici memang pintar, sekali tebak lantas benar!” “Adikku, cici ingin menasehatimu, semua orang Perguruan Tay-ki-bun adalah manusia yang tak punya perasaan, sekarang kau bersikap begitu baik kepadanya, belum tentu dikemudian hari dia akan bersikap baik pula kepadamu” Un Tay-tay tertegun, tapi segera sahutnya sambil tertawa: “Kalau didengar dari perkataan cici, memangnya dulu kau pernah tertipu oleh anggota Perguruan Tay-ki-bun?” “Soal ini . . . . . .. soal ini . . . . . . . ..” “Jika cici pun pernah tertipu, tentu saja aku tak berani untuk tidak tertipu juga!” sambung Un Tay-tay lagi sambil tertawa. “Dasar budak cilik, tajam amat lidahmu, cici benar benar takluk kepadamu!" Tiba tiba terdengar lagi suara orang sedang mengetuk pintu depan. Belum sempat orang lain berbicara, Ai Thian—hok sudah menyahut duluan: “Biar aku saja yang membukakan pintu!” Sambil berbicara, dia segera melesat maju ke depan. Un Tay-tay dan Thiat Tiong-tong hanya bisa saling bertukar pandangan, jantung mereka terasa berdetak keras. “Siapa?” terdengar Ai Thian—hok menegur sambil membuka pintu. Terdengar suara seorang pemuda menjawab: “Suhu mengutus cayhe untuk menghantar sebuah hadiah . . . . . . .. “Memangnya kau tahu siapa yang tinggal disini?” tegur Ai Thian—hok, “berani amat kau sembarangan menghantar hadiah” “Suhu perintahkan kepada tecu untuk datang menghantar, maka tecu pun datang kemari, jika tuan rumah tempat ini enggan untuk menerimanya, tecu rasa nona yang barusan masuk tentu menghendakinya” Un Tay-tay melirik Thiat Tiong-tong sekejap kemudian menghela napas panjang. “Ternyata dugaanmu tepat sekali” Terdengar Yin Ping berseru sambil tertawa: “Kalau memang ada yang datang menghantar barang, kenapa mesti ditolak kebaikan hatinya? Bawa kemari!” II “Silahkan, tecu menanti jawaban kata pemuda itu. Ai Thian—hok mendengus, dia melangkah masuk ke dalam ruangan sambil membawa sebuah kotak yang terbuat dari kayu. Baru saja Thiat Tiong-tong hendak mengambilnya, Yin Ping sudah merebut duluan. Tercekat juga perasaan hati pemuda ini Setelah menyaksikan betapa cepatnya gerakan tubuh perempuan itu. Sementara itu Yin Ping telah membuka kotak kayu itu seraya berseru: “Kalau isinya barang bagus, aku . . . . . . .. Mendadak terdengar dia menjerit kaget, lalu serunya lagi sambil tertawa merdu: “Aduh mak, kalau barang beginian mah aku tak sudi, ambillah kembali!” Dia segera melemparkan kotak itu ke depan. II Thiat Tiong-tong sangka perempuan itu hendak menguji tenaga dalamnya, siapa tahu kotak itu melayang dengan perla han keatas tangannya, seakan barang itu disodorkan ke hadapannya saja. Tapi suara tertawa perempuan itu sekarang sudah mengandung tertawa senang karena siap melihat orang lain menghadapi bencana. Diam diam Thiat Tiong-tong berkerut kening, pikirnya: “Entah kotak kayu itu berisi apa, tapi aku yakin tentu bukan barang bagus, kalau tidak, tak mungkin dia kelihatan begitu senang!” Perlahan-lahan dia membuka kotak kayu itu, ternyata isi kotak yang begitu indah dan terbuat dari kayu cendana itu tak lebi h hanya sebutir batok kepala manusia yang pucat pias! Thiat Tiong-tong tak perlu menengok untuk ke dua kalinya pun sudah segera mengenali kepala itu sebagai milik Phoa Seng-hong. Ketika pergi bersama Hek Seng-thian, Pek Seng-bu dan Suto Siau, Phoa Seng-hong berdandan sebagai seorang kakek untuk menggantikan peranan Thiat Tiong-tong, tapi sekarang yang dihantar hanya batok kepalanya, ini membuktikan kalau rahasia penyaruannma sudah ketahuan. Melihat isi kotak itu ternyata sebutir batok kepala, Un Tay-tay langsung menjerit kaget, diapun secara lamat-lamat dapat menduga akan peristiwa ini. Setelah sempat terkejut, dengan Cepat Thiat Tiong-tong berhasil mengendalikan kembali perasaan hatinya, di mulai berpikir: “Kelihatannya Sim Sin-pek yang kabur ketakutan secara kebetulan telah bersua dengan Hek Seng-thian sekalian, dalam ketakutannya dia tak menyangka kalau Hek Seng-thian bakal memaafkan perbuatannya, sebagai imbalan dia pasti bercerita telah bertemu aku dan Un Tay-tay, rupanya waktu itu Phoa Seng-hong yang masih menyaru sebagai aku masih ada bersama mereka, begitu rahasia penyaruannya terbongkar, Suto Siau pasti membunuhnya kemudian baru mengejar Un Tay-tay, dia tidak tahu kalau Un Tay-tay sebetulnya sudah kehilangan kontak denganku, disangkanya perempuan itu pasti akan datang mencariku, maka mereka sengaja membebaskan Un Tay-tay dengan harapan bisa mengintilnya. Aaaai, siapa sangka kalau tanpa sengaja Un Tay-tay justru berhasil menemukan aku disini. Aaai.... kini, mereka malah berhasil menemukan jejakku pula!” Walaupun persoalan ini sangat rumit, tapi bagi Thiat Tiong-tong bukan halangan, dia segera berhasil menebak jalannya peristia. Setelah termenung dan berpikir sejenak, diapun melangkah keluar dengan Cepat. Ai Thian—hok mengintil terus di belakangnya, dia seakan tak ingin membiarkan pemuda itu pergi seorang diri. Saat itu didepan pintu telah berdiri seseorang, dia tak lain adalah Sim Sin-pek yang berdiri dengan senyuman dikulum. Begitu melihat Thiat Tiong-tong, kontan ia tertawa tergelak sambil berkata: “Tak disangka ternyata paman Suto memang pandai meramal, ternyata hengtay benar benar berada disini, apakah hadiah dari guruku telah kau terima?” Thiat Tiong-tong tertawa dingin. “Tak kusangka kau masih berani kemari, tidak kuatir aku menjagal

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>