Cerita Silat | Ksatria Panji Sakti | oleh Gu Long | Ksatria Panji Sakti | Cersil Sakti | Ksatria Panji Sakti pdf
Goosebumps 42 Monster telur dari Mars Pendekar Mabuk - 91. Tantangan Anak Haram Pendekar Perisai Naga - 6. Pemanah Sakti Bertangan Seribu Animorphs 20 : Anggota baru animorphs Rahasia Bukit Iblis - Kauw Tan Seng
Genggaman tangan mereka bertiga semakin bertambah kencang, telapak tangan Un Tay-tay berada pada urutan yang paling buncit. Ia dapat merasakan telapak tangan Sui Leng—kong maupun Gi Beng basah lagi dingin, seperti dua ekor ikan yang baru saja ditangkap dari dalam air, bahkan gemetar tiada hentinya. Mendadak ia merasa ke dua buah telapak tangan itu sudah bergeser dari atas tangannya, namun ketika Un Tay-tay mencoba memeriksa, dengan jelas dan pasti ia saksikan tangan tangan itu masih menindih diatas tangannya. Ternyata apa yang dia saksikan jauh berbeda dengan apa yang bisa dia rasakan ditubuhnya. Penemuan yang sangat menakutkan ini kontan membuat lambung dan usus Un Tay-tay berkerut kencang, coba kalau dia tidak menggigit bibir dengan sepenuh tenaga, mungkin Saat itu juga dia sudah memuntahkan seluruh isi perutnya. Kembali dia menengok ke arah Gi Beng dan Sui Leng—kong, ternyata pancaran mata mereka mulai membesitkan sinar kekalapan yang aneh, seperti dua ekor kucing liar yang kepanasan diatas atap rumah. “Blammmm!” Gi Teng sudah roboh terjungkal ke atas tanah. Dia berdiri paling jauh, keracunan pun paling akhir, tapi anehnya ternyata paras muka pemuda itu masih tetap kaku seperti orang mati, bukan saja sama sekali tak ada perubahan, sampai tubuhnya roboh terjungkal pun mimik mukanya masih tetap tak berubah. Keadaan Siang-tok Thaysu masih tetap seperti sedia kala, namun sekarang Un Tay-tay telah menemukan sesuatu yang aneh, dari balik sorot matanya ternyata mulai memancarkan cahaya ketidak tenangan yang aneh dan membingungkan. Kalau dia sudah pegang kendali keadaan, bila kemenangan sudah dipihaknya, kenapa ia tunjukkan sikap tak tenang yang membingungkan? Un Tay-tay semakin keheranan, tak tahan dia berpaling ke wajah manusia berbaju hitam itu, kini dia baru tahu ternyata sinar mata orang itu membawa semacam hawa sesat yang aneh sekali. Ia mencoba memperhatikan dengan lebih seksama lagi, ternyata orang itu memiliki biji mata yang delapan puluh persen lebih besar ketimbang biji mata biasa, warna mata yang seharusnya hitam ternyata orang itu memiliki mata berwarna biru yang terkesan misterius. Satu ingatan segera melintas dalam benak Un Tay-tay, tiba tiba ia jadi teringat dengan sebuah dongeng yang banyak beredar dalam dunia persilatan. “orang yang pandai menggunakan ilmu hipnotis, biasanya memiliki sinar mata yang jauh berbeda dari manusia biasa” Dengan hati tercekat pikirnya lebih jauh: “Jangan jangan manusia berbaju hitam itu sedang menggunakan ilmu hipnotis Sit—sim—ci—sut? Kelihatannya saja dia seperti pasrah, sama sekali tidak melakukan perlawanan, rupanya orang itu sedang menggunakan ilmu hipnotisnya untuk mengendalikan jalan pikiran Siang-tok Thaysu!” Kedua orang tokoh silat ini memang sangat luar biasa, yang satu menyerang dengan mengandalkan ilmu beracunnya yang tanpa wujud tanpa bau, sementara yang lain menggunakan ilmu pembetot sukma Sit-sin-ci-sut yang sudah lama punah dari dunia persilatan untuk mengendalikan pikiran lawan. Sekalipun kedua belah pihak sama—sama tidak bergerak, namun serunya pertempuran yang sedang berlangsung justru sepuluh kali lipat lebih sengit dan berbahaya ketimbang pertarungan biasa. Asalkan konsentrasi manusia berbaju hitam itu sedikit saja kendor, bisa jadi racun tanpa wujud itu akan manfaatkan peluang itu untuk menyusup masuk, menyusup ke dalam peredaran darahnya, menyusup dan melumat keselamatan jiwanya. Sebaliknya bila Siang-tok Thaysu sedikit mengendor konsentrasinya maka jalan pikirannya segera akan terbetot oleh ilmu hipnotis lawan, selamanya dia akan tenggelam dibalik kegelapan yang menakutkan dan tak mungkin bisa hidup bebas kembali. Keselamatan jiwa mereka berdua benar benar berada diujung tanduk, mati hidup mereka hanya ditentukan dalam sekali tarikan napas, dalam situasi yang demikian kritis dan berbahaya, sudah barang tentu kedua belah pihak sama sama tak ingin bergerak secara sembarangan. Un Tay-tay sendiri mimpipun tidak menyangka kalau dalam kehidupannya kali ini dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri sebuah pertempuran maha dahsyat yang tak pernah didengar, tak pernah disaksikan sebelumnya. Yang lebih menakutkan lagi adalah posisi kedua orang itu sekarang ibarat orang yang sudah menunggang dipunggung harimau, kecuali salah satu diantara mereka roboh terkapar, siapa pun jangan harap bisa sudahi pertempuran itu dengan begitu saja. Oleh sebab itu pertempuran tersebut bukan saja merupakan pertempuran antara ilmu beracun tanpa wujud melawan ilmu pembetot sukma, bahkan merupakan pula ajang ujian bagi semangat, niat, keberanian serta kesabaran mereka berdua. Siapa yang lebih teguh niatnya, siapa yang lebih hebat daya tahannya, dialah yang akan peroleh kesempatan menang paling besar. Siapa yang tak mampu menghimpun konsentrasinya, siapa yang muncul rasa takut dan ngeri dalam hatinya, dialah yang bakal musnah dan lenyap dari peredaran dunia . . . . .. Walaupun dalam dunia persilatan banyak terjadi pertarungan mati hidup yang menakutkan, tapi belum pernah ada pertarungan yang begini serius, begitu menakutkan seperti pertarungan antara Siang-tok Thaysu melawan manusia berbaju hitam itu sekarang. Semakin menonton Un Tay-tay merasa makin tercekat hatinya, makin dipikir semakin ngeri perasaannya..... dalam pemikiran yang makin kalut itulah mendadak satu ingatan melintas lewat. Biarpun ingatan itu hanya ibarat secerca cahaya redup ditengah kegelapan yang mencekam, hanya sebuah titik remang ditengah kekalutan yang melanda, namun Un Tay-tay tak ingin melepaskannya dengan begitu saja, dia segera memegangnya kuat kuat. Sekuat tenaga ia berusaha mengendalikan perasaan girang yang meluap, sekali lagi dia bayangkan semua peristiwa yang telah berlangsung kemudian menganalisanya dengan seksama: “Kepandaian silat yang digunakan kedua orang ini ibarat air raksa yang menyusup ke dalam setiap pori, sudah pasti mereka tak berani bertindak gegabah atau ceroboh, karena setiap kecerobohan sekecil apapun sudah lebih dari cukup untuk merenggut nyawa mereka, dalam hal ini mestinya mereka berdua jauh lebih paham ketimbang aku. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, bila muncul orang ke tiga yang ingin mencabut nyawa mereka berdua, bukankah hal ini bisa dilakukan segampang membalikkan tangan? Kenapa aku..... aku tidak manfaatkan kesempatan ini?” Berpikir sampai disitu, ia tak berayal lagi, cepat tubuhnya meronta dan berusaha bangkit berdiri. Tapi Sayang racun jahat tanpa wujud itu telah melumat habis seluruh kekuatan yang dimilikinya, kendatipun perempuan itu sudah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikipun ternyata ia tak mampu bangkit berdiri. Un Tay-tay tak ingin melepaskan setitik harapan hidup yang baru muncul dalam benaknya, setelah mengatur napasnya yang tersengkal, sekali lagi dia mencoba meronta untuk bangun, dia gunakan seluruh sisa kekuatan tubuh yang dimilikinya. Dengan susah payah akhirnya seinci demi seinci dia berhasil bangkit berdiri, tapi sekarang dia baru sadar, ternyata setiap kali dia gunakan tenaganya maka dari ke empat anggota badannya segera muncul rasa sakit yang luar biasa, rasa sakit bagaikan ditusuk oleh beribu batang jarum tajam. Ia menggertak gigi kuat kuat, Sekuat tenaga berusaha menahan diri, Sekuat tenaga berusaha melawan rasa sakit yang luar biasa. Sepanjang hidup sudah terlalu banyak siksaan batin serta penderitaan hidup yang pernah dialaminya, siksaan tubuh yang dialaminya saat ini sudah dianggap satu penderitaan kecil, tentu saja dia masih mampu menghadapinya, masih mampu menahan siksaan itu. Keheningan malam semakin memudar, setitik cahaya fajar mulai muncul diufuk timur, Saat inilah Saat paling dingin dalam perjalanan satu hari, tapi Un Tay-tay justru bermandikan peluh, keringat sebesar kacang kedele membasahi sekujur badannya. Dengan giginya yang putih bersih dia menggigit bibirnya yang pucat tanpa rona darah, sekalipun dia sedang menahan penderitaan dan rasa sakit yang amat menyiksa namun pada akhirnya perempuan itu berhasil bangkit berdiri, akhirnya berhasil mengayunkan langkahnya. Siang-tok Thaysu serta manusia berbaju hitam itu masih belum bergerak, siapa pun seakan tidak sadar kalau disamping mereka telah muncul seorang wanita lemah yang mulai melancarkan serangan, melancarkan ancaman maut yang bisa mematikan mereka. seluruh tubuh Un Tay-tay seolah terbakar oleh jilatan api yang membara, jilatan api untuk mempertahankan hidup, jilatan api yang membakar dan munculkan seluruh kekuatan terpendam yang dimiliki, merubahnya menjadi sebuah kekuatan luar biasa yang sulit dipercaya oleh siapa pun. Dengan andalkan kekuatan tersebut dia mencoba menopang tubuhnya, menggerakkan ayunan kakinya melangkah maju ke depan. Kini dia sudah maju empat langkah, tinggal selangkah lagi tangan kirinya sudah dapat menggapai iga kiri Siang-tok Thaysu, tangan kanannya dapat menyentuh iga kanan manusia berbaju hitam itu. Bila ujung jarinya berhasil menyentuh tubuh mereka berdua, konsentrasi kedua orang jagoan itu pasti akan terganggu, pada saat konsentrasi mereka terganggu itulah . . . . . . . . .. Dapat dipastikan racun tanpa wujud milik Siang-tok Thaysu akan segera menyusup masuk ke dalam tubuh manusia berbaju hitam itu, sementara ilmu pembetot sukma milik manusia berbaju hitam itu pasti dapat mengendalikan pula pikiran serta kesadaran Siang-tok Thaysu. Bila manusia berbaju hitam itu tewas lantaran keracunan, Siang-tok Thaysu juga akan kehilangan kendali, dengan matinya manusia berbaju hitam maka Siang-tok Thaysu bakal menjadi gila, satu akibat yang jauh lebih menakutkan ketimbang kematian. Sayang . . . . .. walau tinggal selangkah, ternyata Un Tay-tay tak sanggup lagi untuk maju ke depan. Kini kekuatan maupun tenaga dalamnya telah digunakan hingga pada titik terakhir, telah mencapai pada puncaknya, ibarat seseorang yang hanya berkemampuan memikul beban seberat seribu kati, bila ditambah sekati lagi niscaya tubuhnya akan segera tumbang. Langkah terakhir itu bukan saja tak mampu diselesaikan Un Tay-tay, tiba tiba badannya malah roboh terjungkal ke atas tanah. Dia sudah pertaruhkan seluruh kemampuannya, diapun sudah berusaha menahan semua siksaan dan penderitaan yang terberat, padahal kemenangan sudah berada didepan mata, namun sampai pada saat yang terakhir ia tak berhasil mencapai cita citanya, tak mampu menyelesaikan keinginannya. Dalam waktu singkat dia hanya merasakan kesedihan, kegusaran serta rasa kecewa yang luar biasa, perasaan sedih yang tak terlukiskan dengan perkataan. Mendadak hawa panas terasa bergolak didadanya dan menerjang naik keatas kepalanya, wanita itu jatuh tak sadarkan diri, Menanti sadar kembali dari pingsannya, Un Tay-tay menyaksikan awan putih telah menyelimuti angkasa. Sesaat sebelum jatuh tak sadarkan diri, dia mengira pingsannya bakal berlangsung untuk selamanya, maka dia sedikit tak percaya ketika dapat mendusin kembali. Saat itulah terdengar seseorang berseru dari sisi telinganya: “Bagus, ternyata kau adalah orang pertama yang sadar” Begitu mendengar suara itu, Un Tay-tay segera mengenalinya sebagai suara Siang-tok Thaysu, kontan jantungnya berdebar keras. “Aduh celaka!” pekiknya didalam hati. Ternyata Siang-tok Thaysu tidak sampai kehilangan nyawa dalam pertempuran sengit tadi, malahan sekarang ia sudah terjatuh ke dalam cengkeraman pendeta pemakan ular ini. Sekalipun tak sampai mati, tapi apa bedanya dengan kematian? Berpikir sampai disitu, ia merasa kecewa bercampur putus asa, matanya kembali dipejamkan rapat rapat. “Kalau sudah sadar, kenapa tidak bangkit berdiri?” terdengar Siang-tok Thaysu menegur lagi. Sekalipun tidak bicara namun dalam hati kembali Un Tay-tay
Goosebumps 42 Monster telur dari Mars Pendekar Mabuk - 91. Tantangan Anak Haram Pendekar Perisai Naga - 6. Pemanah Sakti Bertangan Seribu Animorphs 20 : Anggota baru animorphs Rahasia Bukit Iblis - Kauw Tan Seng
Genggaman tangan mereka bertiga semakin bertambah kencang, telapak tangan Un Tay-tay berada pada urutan yang paling buncit. Ia dapat merasakan telapak tangan Sui Leng—kong maupun Gi Beng basah lagi dingin, seperti dua ekor ikan yang baru saja ditangkap dari dalam air, bahkan gemetar tiada hentinya. Mendadak ia merasa ke dua buah telapak tangan itu sudah bergeser dari atas tangannya, namun ketika Un Tay-tay mencoba memeriksa, dengan jelas dan pasti ia saksikan tangan tangan itu masih menindih diatas tangannya. Ternyata apa yang dia saksikan jauh berbeda dengan apa yang bisa dia rasakan ditubuhnya. Penemuan yang sangat menakutkan ini kontan membuat lambung dan usus Un Tay-tay berkerut kencang, coba kalau dia tidak menggigit bibir dengan sepenuh tenaga, mungkin Saat itu juga dia sudah memuntahkan seluruh isi perutnya. Kembali dia menengok ke arah Gi Beng dan Sui Leng—kong, ternyata pancaran mata mereka mulai membesitkan sinar kekalapan yang aneh, seperti dua ekor kucing liar yang kepanasan diatas atap rumah. “Blammmm!” Gi Teng sudah roboh terjungkal ke atas tanah. Dia berdiri paling jauh, keracunan pun paling akhir, tapi anehnya ternyata paras muka pemuda itu masih tetap kaku seperti orang mati, bukan saja sama sekali tak ada perubahan, sampai tubuhnya roboh terjungkal pun mimik mukanya masih tetap tak berubah. Keadaan Siang-tok Thaysu masih tetap seperti sedia kala, namun sekarang Un Tay-tay telah menemukan sesuatu yang aneh, dari balik sorot matanya ternyata mulai memancarkan cahaya ketidak tenangan yang aneh dan membingungkan. Kalau dia sudah pegang kendali keadaan, bila kemenangan sudah dipihaknya, kenapa ia tunjukkan sikap tak tenang yang membingungkan? Un Tay-tay semakin keheranan, tak tahan dia berpaling ke wajah manusia berbaju hitam itu, kini dia baru tahu ternyata sinar mata orang itu membawa semacam hawa sesat yang aneh sekali. Ia mencoba memperhatikan dengan lebih seksama lagi, ternyata orang itu memiliki biji mata yang delapan puluh persen lebih besar ketimbang biji mata biasa, warna mata yang seharusnya hitam ternyata orang itu memiliki mata berwarna biru yang terkesan misterius. Satu ingatan segera melintas dalam benak Un Tay-tay, tiba tiba ia jadi teringat dengan sebuah dongeng yang banyak beredar dalam dunia persilatan. “orang yang pandai menggunakan ilmu hipnotis, biasanya memiliki sinar mata yang jauh berbeda dari manusia biasa” Dengan hati tercekat pikirnya lebih jauh: “Jangan jangan manusia berbaju hitam itu sedang menggunakan ilmu hipnotis Sit—sim—ci—sut? Kelihatannya saja dia seperti pasrah, sama sekali tidak melakukan perlawanan, rupanya orang itu sedang menggunakan ilmu hipnotisnya untuk mengendalikan jalan pikiran Siang-tok Thaysu!” Kedua orang tokoh silat ini memang sangat luar biasa, yang satu menyerang dengan mengandalkan ilmu beracunnya yang tanpa wujud tanpa bau, sementara yang lain menggunakan ilmu pembetot sukma Sit-sin-ci-sut yang sudah lama punah dari dunia persilatan untuk mengendalikan pikiran lawan. Sekalipun kedua belah pihak sama—sama tidak bergerak, namun serunya pertempuran yang sedang berlangsung justru sepuluh kali lipat lebih sengit dan berbahaya ketimbang pertarungan biasa. Asalkan konsentrasi manusia berbaju hitam itu sedikit saja kendor, bisa jadi racun tanpa wujud itu akan manfaatkan peluang itu untuk menyusup masuk, menyusup ke dalam peredaran darahnya, menyusup dan melumat keselamatan jiwanya. Sebaliknya bila Siang-tok Thaysu sedikit mengendor konsentrasinya maka jalan pikirannya segera akan terbetot oleh ilmu hipnotis lawan, selamanya dia akan tenggelam dibalik kegelapan yang menakutkan dan tak mungkin bisa hidup bebas kembali. Keselamatan jiwa mereka berdua benar benar berada diujung tanduk, mati hidup mereka hanya ditentukan dalam sekali tarikan napas, dalam situasi yang demikian kritis dan berbahaya, sudah barang tentu kedua belah pihak sama sama tak ingin bergerak secara sembarangan. Un Tay-tay sendiri mimpipun tidak menyangka kalau dalam kehidupannya kali ini dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri sebuah pertempuran maha dahsyat yang tak pernah didengar, tak pernah disaksikan sebelumnya. Yang lebih menakutkan lagi adalah posisi kedua orang itu sekarang ibarat orang yang sudah menunggang dipunggung harimau, kecuali salah satu diantara mereka roboh terkapar, siapa pun jangan harap bisa sudahi pertempuran itu dengan begitu saja. Oleh sebab itu pertempuran tersebut bukan saja merupakan pertempuran antara ilmu beracun tanpa wujud melawan ilmu pembetot sukma, bahkan merupakan pula ajang ujian bagi semangat, niat, keberanian serta kesabaran mereka berdua. Siapa yang lebih teguh niatnya, siapa yang lebih hebat daya tahannya, dialah yang akan peroleh kesempatan menang paling besar. Siapa yang tak mampu menghimpun konsentrasinya, siapa yang muncul rasa takut dan ngeri dalam hatinya, dialah yang bakal musnah dan lenyap dari peredaran dunia . . . . .. Walaupun dalam dunia persilatan banyak terjadi pertarungan mati hidup yang menakutkan, tapi belum pernah ada pertarungan yang begini serius, begitu menakutkan seperti pertarungan antara Siang-tok Thaysu melawan manusia berbaju hitam itu sekarang. Semakin menonton Un Tay-tay merasa makin tercekat hatinya, makin dipikir semakin ngeri perasaannya..... dalam pemikiran yang makin kalut itulah mendadak satu ingatan melintas lewat. Biarpun ingatan itu hanya ibarat secerca cahaya redup ditengah kegelapan yang mencekam, hanya sebuah titik remang ditengah kekalutan yang melanda, namun Un Tay-tay tak ingin melepaskannya dengan begitu saja, dia segera memegangnya kuat kuat. Sekuat tenaga ia berusaha mengendalikan perasaan girang yang meluap, sekali lagi dia bayangkan semua peristiwa yang telah berlangsung kemudian menganalisanya dengan seksama: “Kepandaian silat yang digunakan kedua orang ini ibarat air raksa yang menyusup ke dalam setiap pori, sudah pasti mereka tak berani bertindak gegabah atau ceroboh, karena setiap kecerobohan sekecil apapun sudah lebih dari cukup untuk merenggut nyawa mereka, dalam hal ini mestinya mereka berdua jauh lebih paham ketimbang aku. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, bila muncul orang ke tiga yang ingin mencabut nyawa mereka berdua, bukankah hal ini bisa dilakukan segampang membalikkan tangan? Kenapa aku..... aku tidak manfaatkan kesempatan ini?” Berpikir sampai disitu, ia tak berayal lagi, cepat tubuhnya meronta dan berusaha bangkit berdiri. Tapi Sayang racun jahat tanpa wujud itu telah melumat habis seluruh kekuatan yang dimilikinya, kendatipun perempuan itu sudah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikipun ternyata ia tak mampu bangkit berdiri. Un Tay-tay tak ingin melepaskan setitik harapan hidup yang baru muncul dalam benaknya, setelah mengatur napasnya yang tersengkal, sekali lagi dia mencoba meronta untuk bangun, dia gunakan seluruh sisa kekuatan tubuh yang dimilikinya. Dengan susah payah akhirnya seinci demi seinci dia berhasil bangkit berdiri, tapi sekarang dia baru sadar, ternyata setiap kali dia gunakan tenaganya maka dari ke empat anggota badannya segera muncul rasa sakit yang luar biasa, rasa sakit bagaikan ditusuk oleh beribu batang jarum tajam. Ia menggertak gigi kuat kuat, Sekuat tenaga berusaha menahan diri, Sekuat tenaga berusaha melawan rasa sakit yang luar biasa. Sepanjang hidup sudah terlalu banyak siksaan batin serta penderitaan hidup yang pernah dialaminya, siksaan tubuh yang dialaminya saat ini sudah dianggap satu penderitaan kecil, tentu saja dia masih mampu menghadapinya, masih mampu menahan siksaan itu. Keheningan malam semakin memudar, setitik cahaya fajar mulai muncul diufuk timur, Saat inilah Saat paling dingin dalam perjalanan satu hari, tapi Un Tay-tay justru bermandikan peluh, keringat sebesar kacang kedele membasahi sekujur badannya. Dengan giginya yang putih bersih dia menggigit bibirnya yang pucat tanpa rona darah, sekalipun dia sedang menahan penderitaan dan rasa sakit yang amat menyiksa namun pada akhirnya perempuan itu berhasil bangkit berdiri, akhirnya berhasil mengayunkan langkahnya. Siang-tok Thaysu serta manusia berbaju hitam itu masih belum bergerak, siapa pun seakan tidak sadar kalau disamping mereka telah muncul seorang wanita lemah yang mulai melancarkan serangan, melancarkan ancaman maut yang bisa mematikan mereka. seluruh tubuh Un Tay-tay seolah terbakar oleh jilatan api yang membara, jilatan api untuk mempertahankan hidup, jilatan api yang membakar dan munculkan seluruh kekuatan terpendam yang dimiliki, merubahnya menjadi sebuah kekuatan luar biasa yang sulit dipercaya oleh siapa pun. Dengan andalkan kekuatan tersebut dia mencoba menopang tubuhnya, menggerakkan ayunan kakinya melangkah maju ke depan. Kini dia sudah maju empat langkah, tinggal selangkah lagi tangan kirinya sudah dapat menggapai iga kiri Siang-tok Thaysu, tangan kanannya dapat menyentuh iga kanan manusia berbaju hitam itu. Bila ujung jarinya berhasil menyentuh tubuh mereka berdua, konsentrasi kedua orang jagoan itu pasti akan terganggu, pada saat konsentrasi mereka terganggu itulah . . . . . . . . .. Dapat dipastikan racun tanpa wujud milik Siang-tok Thaysu akan segera menyusup masuk ke dalam tubuh manusia berbaju hitam itu, sementara ilmu pembetot sukma milik manusia berbaju hitam itu pasti dapat mengendalikan pula pikiran serta kesadaran Siang-tok Thaysu. Bila manusia berbaju hitam itu tewas lantaran keracunan, Siang-tok Thaysu juga akan kehilangan kendali, dengan matinya manusia berbaju hitam maka Siang-tok Thaysu bakal menjadi gila, satu akibat yang jauh lebih menakutkan ketimbang kematian. Sayang . . . . .. walau tinggal selangkah, ternyata Un Tay-tay tak sanggup lagi untuk maju ke depan. Kini kekuatan maupun tenaga dalamnya telah digunakan hingga pada titik terakhir, telah mencapai pada puncaknya, ibarat seseorang yang hanya berkemampuan memikul beban seberat seribu kati, bila ditambah sekati lagi niscaya tubuhnya akan segera tumbang. Langkah terakhir itu bukan saja tak mampu diselesaikan Un Tay-tay, tiba tiba badannya malah roboh terjungkal ke atas tanah. Dia sudah pertaruhkan seluruh kemampuannya, diapun sudah berusaha menahan semua siksaan dan penderitaan yang terberat, padahal kemenangan sudah berada didepan mata, namun sampai pada saat yang terakhir ia tak berhasil mencapai cita citanya, tak mampu menyelesaikan keinginannya. Dalam waktu singkat dia hanya merasakan kesedihan, kegusaran serta rasa kecewa yang luar biasa, perasaan sedih yang tak terlukiskan dengan perkataan. Mendadak hawa panas terasa bergolak didadanya dan menerjang naik keatas kepalanya, wanita itu jatuh tak sadarkan diri, Menanti sadar kembali dari pingsannya, Un Tay-tay menyaksikan awan putih telah menyelimuti angkasa. Sesaat sebelum jatuh tak sadarkan diri, dia mengira pingsannya bakal berlangsung untuk selamanya, maka dia sedikit tak percaya ketika dapat mendusin kembali. Saat itulah terdengar seseorang berseru dari sisi telinganya: “Bagus, ternyata kau adalah orang pertama yang sadar” Begitu mendengar suara itu, Un Tay-tay segera mengenalinya sebagai suara Siang-tok Thaysu, kontan jantungnya berdebar keras. “Aduh celaka!” pekiknya didalam hati. Ternyata Siang-tok Thaysu tidak sampai kehilangan nyawa dalam pertempuran sengit tadi, malahan sekarang ia sudah terjatuh ke dalam cengkeraman pendeta pemakan ular ini. Sekalipun tak sampai mati, tapi apa bedanya dengan kematian? Berpikir sampai disitu, ia merasa kecewa bercampur putus asa, matanya kembali dipejamkan rapat rapat. “Kalau sudah sadar, kenapa tidak bangkit berdiri?” terdengar Siang-tok Thaysu menegur lagi. Sekalipun tidak bicara namun dalam hati kembali Un Tay-tay