Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Ksatria Panji Sakti - 174

$
0
0
Cerita Silat | Ksatria Panji Sakti | oleh Gu Long | Ksatria Panji Sakti | Cersil Sakti | Ksatria Panji Sakti pdf

Pendekar Naga Putih - 82. Tujuh Satria Perkasa Tom Swift - Kekuatan Gaib Pendekar Pedang Siluman Darah - 28. Runtuhnya Samurai Iblis Dewa Linglung - 24. Jeratan Ilmu Iblis Agatha Christie - Mayat Dalam Perpustakaan

Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, tiba tiba terdengar seseorang membentak nyaring: “Tahan!” Tiga sosok bayangan manusia menyusup masuk ke dalam hutan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, diantara cahaya pedang yang berkilauan, “Traangg!” tahu tahu serangan pedang Chee Toa—ho sudah ditangkis. “Lote, kau sudah edan?” terdengar seseorang membentak keras. Suaranya berat lagi dalam, dia tak lain adalah si jago pedang berhati merah Seng Cun—hau. Dua orang yang lain menerjang pula ke dalam arena, yang seorang dengan senyum dikulum.melindungi tubuh pemuda itu, sementara seorang yang lain, berperawakan kecil mungil, memegangi lengan Chee Toa—ho dengan wajah gelisah. Orang yang tersenyum tak lain adalah Suto Siau, sementara yang bertubuh kecil mungil adalah Sun Siau—kiau. Tak terlukiskan rasa gusar Chee Toa—ho, saking marahnya paras muka lelaki ini berubah jadi merah padam seperti kepiting rebus, jeritnya: “Siau—kiau, Cepat lepas tanganmu! Toako, kau tak usah mencampuri urusan ini, apapun yang terjadi, hari ini aku harus menjagal si cabul busuk ini, dia binatang busuk!” “Saudara Chee, tolong redakan amarahmu” kata Suto Siau pula sambil tersenyum, “jika Sim Sin—pek memang berbuat salah atau kurang sopan, katakan saja terus terang, biar siaute yang ganjar hukuman berat kepadanya, buat apa saudara Chee mesti bersusah payah ingin mencabut nyawanya?” Melihat orang itu berbicara sambil tersenyum.melulu, Chee Toa—ho jadi semakin mendongkol, saking jengkelnya dia sampai tak mampu berkata. Dalam pada itu Suto Siau sudah berpaling ke arah pemuda itu sambil membentak: “Kenapa kau menyalahi paman Chee? Ayoh Cepat mengaku terus terang” Pemuda itu tak lain adalah Sim Sin—pek, begitu melihat bala bantuan sudah tiba, kontan nyalinya bertambah besar, setelah memutar biji matanya, dengan lagak seperti orang kena fitnah dia berkata: “Kapan murid pernah berbuat salah kepada paman Chee? Justru paman lah yang berulang kali mengumpatku sebagai bajingan cabul, padahal murid sendiri juga tak jelas kenapa bisa dituduh begitu?” Dalam pada itu Seng Cun—hau telah menegur pula dengan suara dalam: “Lote, sebenarnya apa yang terjadi? Katakan saja” Chee Toa—ho sama sekali tidak menjawab, hanya tubuhnya kelihatan gemetar keras, dia seperti tak sanggup mengemukakan alasannya. Tiba tiba Suto Siau menarik wajahnya, sambil tertawa dingin ujarnya: “Sim Sin—pek masih muda, dia masih cukup lama akan hidup mengembara dalam dunia persilatan, masih mending kalau hari ini dia terbunuh ditangan saudara Chee, tapi tuduhan sebagai ‘bajingan cabul’, satu tuduhan yang berat dan susah dipikul siapapun. Cun—hau, kau sebagai ketua dari tujuh pedang pelangi mesti menyelesaikan persoalan ini dengan sebaik baiknya, jika saudara Chee tidak menerangkan sejelasnya, aku akan minta pertanggungan jawabmu” Baru pertama kali ini dua bersaudara Gi bertemu dengan Suto Siau, menyaksikan sikap maupun caranya bertindak, mereka berdua serentak berpekik dihati: “Sungguh lihay manusia ini” Benar saja, Seng Cun—hau betul betul dipojokkan oleh ucapan tersebut, dia dipaksa tak mampu berbicara, sesudah mendeham berulang kali akhirnya dia berpaling ke arah Chee Toa—ho dan bisiknya tergagap: “Lote, kau . . . . . . .. Belum selesai dia berbicara, dengan suara keras Chee Toa—ho sudah berteriak duluan: II “Baik! Akan kukatakan terus terang, Suto Siau, dengarkan baik baik, murid bajinganmu yang tak tahu malu itu berani berbuat tak senonoh terhadap biniku, coba katakan, pantas tidak kalau dia dijagal?” Seketika itu juga Seng Cun—hau serta Suto Siau berdiri tertegun. Sekarang Gi Beng dan Gi Teng baru mengerti kejadian sebenarnya. “Ohh, ternyata urusan beginian, tak heran kalau sulit bagi Chee Toa—ho untuk buka suara” Sebetulnya Sun Siau—kiau hanya berdiri bengong disitu, tiba tiba ia menangis tersedu sedu. “Sin—pek, benarkah ada kejadian seperti ini?” bentak Suto Siau keras. Sim Sin—pek memutar biji matanya berulang kali, kem udian sahutnya dengan kepala tertunduk: “Mana mungkin ada kejadian seperti ini? Sekalipun murid berniat akan menggaet Chee hujin, tapi Chee hujin kan seorang wanita suci dan berhati bersih, mana mungkin dia mau berbuat tak senonoh dengan murid?” “Jaubui! Kau binatang jahanam.masih ingin pungkir . . . . . .. bentak Chee Toa—ho penuh amarah. Belum selesai dia bicara, pipinya sudah ditampar Sun Siau—kiau keras keras, dia terkejut bercampur gusar tapi belum sempat berbuat sesuatu, Sun Siau—kiau sudah berguling ditanah sambil II menangis keras. Sembari menarik pakaian yang dikenakan dan memukul dada sendiri keras keras, perempuan itu menjerit sambil menangis: “Aku tak mau hidup . . . . . . .. aku tak mau hidup . . . . . . .. bunuhlah aku . . . . . .. bunuh saja aku! Kalau tak berani membunuhku, kau memang kura kura kepala busuk, binatang goblok . . . . . . .." Biarpun dihari biasa Chee Toa—ho terhitung seorang tokoh enghiong, namun begitu bininya mulai sewot dan menangis, sama seperti pria kebanyakan, kontan dia jadi kelabakan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan. Dalam waktu singkat badannya sudah termakan tiga bogem.mentah ditambah lima tendangan Sun Siau-kiau, begitu keras gebukan itu membuat mukanya semakin merah padam. “Ayoh bangun!” teriaknya sambil menghentikan kaki berulang kali, “Cepat bangun dulu, ada urusan kita bicarakan baik baik” Sambil memukul dan menangis, Sun Siau—kiau mengumpat tiada hentinya: “Apa lagi yang bisa dibicarakan, orang lain mengatakan binimu suci bersih sebaliknya kau justru menuduh binimu main serong dan melakukan hal yang tak senonoh, huuuh . . . . . . .. orang lain begitu percaya kepada binimu, sebaliknya kau malah tidak percaya . . . . . .. teman teman semua, coba lihat, mana ada manusia dikolong langit yang ngotot mengenakan topi hijau untuk diri sendiri?” Seng Cun—hau berdiri tersipu sipu, dia merasa serba salah, mau menarik salah, mau mencegah pun rikuh, untuk sesaat dia malah berdiri kebingungan. Suto Siau hanya bergendong tangan sambil memandang langit, tiada hentinya ia tertawa dingin, sementara Sim Sin—pek diam diam melengos ke arah lain, seolah tak tahan merasa gelinya dan ingin tertawa terbahak bahak. Mendadak Sun Siau—kiau melompat bangun, sambil merobek pakaian yang dikenakan Chee Toa—ho, makinya: “Baik, kau menuduh aku telah jadikan dirimu seekor kura kura dungu, kenapa tidak kau bunuh saja diriku? Ayoh....cepat turun tangan . . . . .. kalau memang bernyali Cepat bunuh aku . . . . . . . .." Paras muka Chee Toa—ho merah padam bagaikan kepiting rebus, pakaian yang dikenakan robek hingga compang camping karena ditarik bininya, dia berusaha mendorong istrinya namun tak berhasil, mau menghindar juga gagal, terpaksa jeritnya: “Seng toako, cepat tarik dia!” Seng Cun—hau menghentakkan kakinya berulang kali, serunya: “Aaaai . . . . ..! dasar pikun, mana mungkin aku bisa menariknya?” Untunglah Gi Beng ikut merasa tak tahan menyaksikan adegan itu, Cepat dia melompat ke muka merangkul pinggang Sun Siau-kiau, lalu sambil menepuk bahunya dia berseru: “Ensoku yang baik, ayoh, sudalah, beristirahatlah dulu!” sambil membalikkan badan Sun Siau—kiau siap menggebuk, tapi begitu tahu orang yang merangkulnya adalah Gi Beng, diapun urungkan niatnya, sambil memeluk tengkuk gadis itu ia menangis tersedu—sedu. “Adikku” teriaknya, “untung kau yang datang, tahukah kau ensomu sudah dituduh yang bukan bukan....oooh Thian . . . . .. oooh thian . . . . . . .. mau taruh ke mana mukaku selanjutnya?” “Yaaa, Chee toako memang sudah salah bicara, tidak seharusnya dia menuduh yang bukan bukan” sahut Gi Beng tergagap. Mendengar perkataan itu, isak tangis Sun Siau—kiau malah semakin menjadi, katanya dengan sedih: “Adikku, ternyata hanya kau yang memahami jiwaku . . . . .. hei manusia she—Chee, sudah kau dengar perkataan dari adik keluarga Gi? Dasar lelaki tak punya liangsim, lelaki dungu, kau memang binatang goblok!” Melihat kehadiran Gi Beng, diam diam Chee Toa—ho menghembuskan napas lega, sementara itu dia sudah menyingkir jauh dari arena. Saat itulah Gi Beng mengerdipkan mata kearahnya sambil berkata: “Chee toako, kau telah sembarangan menuduh enso, Cepat kemari dan minta maaf kepadanya” Sejujurnya Chee Toa—ho ingin sekali maju mendekat dan minta maaf, tapi begitu sorot matanya bertemu dengan Sim.Sin—pek yang nampak berdiri sambil menyengir, kontan dia menghentikan kembali langkah kakinya. Tiba tiba Suto Siau mendeham berulang kali, kemudian katanya: “Kalau toh persoalan ini hanya timbul karena kesalah pahaman, baiklah, kita sudahi sampai disini saja. Cun—hau, temanilah rekan rekanmu berbincang, aku dan Sin—pek akan jalan duluan” Padahal dia sendiripun tahu dengan pasti kalau Sim Sin—pek memang telah berbuat tidak senonoh dengan Sun Siau-kiau, karena itu kalau bukan kabur sekarang juga, dia mau menunggu sampai kapan? Maka setelah memberi kode kepada Sim Sin—pek, terburu buru dia berlalu dari situ. Saat itulah Chee Toa—ho baru berjalan mendekat dan menjura berulang kali sambil minta maaf, dia mesti berusaha mati matian sebelum akhirnya Sun Siau—kiau menghentikan juga isak tangisnya. sambil menampar wajah lelaki itu kembali Sun Siau—kiau berseru: “Dikemudian hari kau masih berani menuduh aku tidak senonoh?” “Tidak berani, tidak berani” sahut Chee Toa—ho dengan kepala tertunduk lesu. Melihat tampang suaminya, Sun Siau—kiau pun tertawa cekikikan. “Dasar kura kura tolol, memandang wajah adik Gi Beng, kuampuni kesalahanmu kali ini” Seng Cun—hau yang menyaksikan dari samping hanya bisa gelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas, dia benar benar tak tega untuk menonton lebih lanjut, Cepat dia berpaling ke arah lain dan menatap wajah Gi Teng. Cepat Gi Teng maju ke depan sambil menjura, katanya: “Siaute memang sedang mencari toako, sayang selama ini tidak kuketahui di mana letak kuil Sang-cing-koan, untunglah kita II bersua tanpa sengaja disini..... “kedatangan kalian pun sungguh kebetulan” Seng Cun—hau menghela napas panjang, “kalau tidak, sekalipun berhasil menemukan letak kuil Sang-cing-koan, belum tentu bisa bertemu kami semua, karena kami sudah meninggalkan tempat itu sejak awal” “Meninggalkan tempat itu?” tanya Gi Teng keheranan, “mau pergi ke mana kalian?” “Tempat tinggal kami saat ini boleh dibilang selalu berpindah pindah, terkadang dalam sehari kami bisa tiga kali berpindah tempat. Masih untung tidak banyak perbekalan yang kami bawa, jadi begitu dia mengajak pergi.....aaaai, kami pun segera berangkat” Gi Teng semakin keheranan, tak tahan tanyanya: “Kenapa begitu?” Seng Cun—hau mendongakkan kepalanya menghela napas panjang, sampai lama sekali dia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Sun Siau—kiau segera berebut bicara: “Lui-pian lojin betul betul seorang manusia yang susah dilayani, dia kuatir ada orang lain mengintip rahasianya maka seringkali dia berpindah tempat tinggal, bahkan saban hari memaksa kami untuk melakukan patroli disekitar tempat tinggalnya, terkadang sewaktu kami balik lagi ke tempat semula, dia sudah angkat kaki dan berpindah ke tempat lain” Sekalipun wajahnya masih dibasahi air mata, namun begitu bercerita, diapun berbicara panjang lebar dengan santainya. Kontan Gi Teng berkerut kening, ujarnya: “Aaaai, tak nyana manusia ternama dan terhormat macam Lui-pian lojin pun selalu berpindah tempat macam setan gentayangan . . . . . . .. dengan watak anehnya itu, mana mungkin kalian bisa sabar menghadapinya?” “Biar tidak tahan pun apa boleh buat, ibu Seng toako . . . . . . . .." Mendadak perempuan itu melirik Seng Cun—hau sekejap, akhirnya diapun urung melanjutkan perkataaan berikut. Rasa sedih yang luar biasa seketika menyelimuti wajah Seng Cun—hau, dia mendongakkan kepalanya memandang angkasa sambil menghela napas panjang, melihat itu Gi Teng pun tidak banyak bicara, dia hanya tertunduk dengan sedih. Tiba tiba Gi Beng bertanya: “Jika kita balik ke sana dan ternyata dia sudah berpindah tempat lagi, dengan Cara apa kita bisa temukan jejaknya?" “Itu mah bukan masalah besar” jawab Sun Siau—kiau tertawa, “bukankah Suto Siau mempunyai kode rahasia untuk saling berhubungan? Ketika mencari jejaknya, kamipun memanfaatkan kode rahasia itu untuk saling berhubungan dan menjalin kontak, itulah sebabnya ke manapun mereka pergi, kami pasti berhasil menemukannya kembali, adikku, mari, biar kuajak kau menengok keadaan yang sebenarnya” Tanpa membuang waktu dia segera menarik tangan Gi Beng dan diajak pergi dari situ. Terpaksa Seng Cun—hau sekalian mengikutinya dari belakang. Kini Chee Toa—ho baru tahu, rupanya rombongan itu bisa menemukan jejaknya karena sudah mengikuti tanda rahasia yang secara diam diam ditinggalkan Sim Sin—pek, dengan termangu diawasinya bayangan punggung Sun Siau—kiau yang menjauh, untuk sesaat dia tak bisa mengatakan bagaimana perasaan hatinya kini.... Sejak itu persekutuan lima keluarga besar dari Suto Siau dengan tujuh pedang pelangi pun sudah tertanam sebutir bibit ketidak beruntungan yang membawa firasat buruk.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>